• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan

Kemitraan (partnership) menurut konteks berasal dari kata “mitra” (partner) yang berarti teman atau rekan. Jadi kemitraan dapat diartikan sebagai pertemanan. Kemitraan dalam dunia perdagangan dapat berarti kawan sekerja. Kemitraan dalam masyarakat sudah dikenal sejak dulu kala dan sangat penting artinya, dalam rantai distribusi suatu produk sangat kecil kemungkkinannya untuk dilakukan oelh satu orang saja, misalnya pada masyarakat tani/nelayan dalam sistem distribusi hasil produksi sangat membutuhkan adanya pedagang sebagai mitra dan demikian pula sebaliknya.

Konsep kemitraan juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 44

tahun 1997, yaitu “Kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau

dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan” 8

. Kemitraan merupakan hubungan saling ketergantungan antara dua belah pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak yang melaksanakannya mengharapkan akan memperoleh keuntungan dengan dilakukannya hubungan kemitraan tersebut. Sedangkan dalam usaha pertanian menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor

940 tahun 1997 menyebutkan bahwa “Kemitraan usaha pertanian adalah

kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha

pertanian”9

.

Pada kenyataannya, kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha kecil ke pasar, modal, dan teknologi, serta mencegah terjadinya diseconomic of scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti itu dapat terjadi karena adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra.

8

Kemitraan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemtraan.

9

Kemitraan menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian.

18

Perusahaan skala menengah sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam membimbing dan mengembangkan pengusaha kecil supaya dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perlu menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling memperkuat, serta tidak saling mengeksploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya semakin berkembang. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan jika hasil kerjasama terjadi secara berulang-ulang dan menguntungkan. Proses tersebut terus dilakukan sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis dalam perilaku kemitraan. Dalam kondisi inilah hubungan kemitraan dapat dikatakan telah melembaga, bahkan akan berlangsung lestari.

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan (Hafsah, 2000).

Sedangkan menurut Construction Industry Institute (CII, 1989) dalam Kamil (2006) secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen jangka panjang antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu dengan memaksimalkan keefektifan sumberdaya dari setiap partisipan. Definisi itu memerlukan saling pemahaman karena memerlukan perubahan hubungan tradisional ke budaya saling berbagi tanpa memandang batas-batas organisasional. Hubungan ini tentunya berdasarkan kepada: kepercayaan, dedikasi terhadap sasaran (tujuan) bersama, dan pengertian akan setiap harapan dan nilai-nilai individual. Keuntungan yang dapat diperolah dari kemitraan di antaranya adalah peningkatan efisiensi dan biaya yang efektif, meningkatkan kesempatan berinovasi serta perbaikan berkelanjutan juga peningkatan kualitas produksi dan jasa10.

Kamil (2006) menyebutkan dalam rangka merespon berbagai perubahan yang terjadi akibat berbagai kekurangan yang dimiliki masing-masing organisasi/lembaga. Organisasi harus secara agresif mencari solusi manajemen yang lebih baik terutama untuk meningkatkan kinerja dan mempertahankan keuntungan kompetitif dengan menerapkan konsep-konsep manajemen modern seperti; Total Quality Manajemen (TQM), Bussiness Process Reenginering

(BPR). Pada satu sisi TQM dan BPR memerlukan investasi waktu dan biaya yang besar namun apabila dipadukan kedua hal itu dalam sebuah kemitraan akan menwarkan hasil yang cepat dangan biaya yang lebih murah (dapat ditekan). Berdasar kepada konstruksi itulah kemitraan menjadi lebih dominan dalam sebuah organisasi modern sekalipun, dalam dunia global, komunikasi tanpa sekat, daya saing tingkat tinggi sulit sekali bagi sebuah organisasi untuk tidak melakukan kemitraan dengan organisasi lainnya. IBM, Microshop, Toyota, Honda, General

10

Kemitraan menurut Construction Industry Institute (CII, 1989) dalam Kamil, M. 2006. Seminar dan Lokakarya Penyelenggeraan Pendidikan NonFormal dalam Era Otonomi Daerah. Departemen Pendidikan Nasional Badan Peneliiti dan Pengembangan. Bandung.

19 Motor Co, Bell Telephone, Telkom, Petronas dll, semua organisasi besar seperti itu melakukan kemitraan dengan berbagai pihak ada yang bermitra di antara perusahaan sejenis, ada yang bermitra dengan pemerintah, bermitra dengan perusahaan tidak sejenis tapi memiliki daya dukung, atau bermitra dengan pihak masyarakat (organisasi masyarakat sekalipun).

Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatsi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Tersirat dalam uraian ini bahwa peletakan dan pemahaman etika bisnis bagi pelaku kemitraan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami sebagai fondasi untuuk meletakkan pilar-pilar kemitraan yang melekat diatasnya dan sangat berperan strategis dalam memacu keberhasilan kemitraan. Seandainya diantara pelaku kemitraan yang tidak melaksanakan etika bisnis, maka kemitraan tersebut kemungkinan besar tidak akan berlanjut.

Kemitraan usaha mendukung efisiensi ekonomi dan peningkatan produktivitas, karena masing-masing pihak yang bermitra memiliki sisi-sisi keuunggulan akan ditawarkan dan menjadi kekuatan. Melaui kemitraan usaha akan terbangun struktur agribisnis yang kuat dan sinergis karena adanya keterpaduan antara proses dan produk. Selain itu, kemitraan usaha juga dapat menghindarkan dari praktek monopoli, dimana struktur pasar monopoli akan menyebabkan gangguan dalam pasar yang berakibat ketidakseimbanngan pendapatan dalam masyarakat. Sedangkan dengan kemitraan usaha dapat menghindarkan dari persaingan yang tidak sehat dan mematikan, sehingga akan memperkuat mekanisme pasar.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu dalam kegiatan bisnisnya, dilandasi atas dasar kepercayaan, saling membutuhkan, saling memperkuat, saling membesarkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal bagi pihak-pihak yang bermitra serta diharapkan dapat berjalan secara terus-menerus atau berkelanjutan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Dengan menjalin kemitraan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia bisa lebih mudah untuk dicapai, produktivitas dapat ditingkatkan, karena setiap komponen dalam menghasilkan suatu produk akan dilakukan dengan cermat sehingga kualitas yang dihasilkan lebih baik.

Latar Belakang Adanya Kemitraan

Lahirnya konsep kerjasama usaha atau kemitraan usaha antara perusahaan pertanian (BUMN, swasta, koperasi) dengan pertanian rakyat (petani kecil) di Indonesia didasarkan atas dua argumen (Sinaga,1987) dalam Saptana et al (2009). Pertama, adanya perbedaan dalam penguasaan sumberdaya (lahan dan kapital) antara masyarakat industrial di perkotaan (pengusaha) dengan masyarakat pertanian di pedesaan (petani). Dimana orang kota dikategorikan mempunyai modaldanpengetahuan, namunkurangdalamsumberdaya lahan dantenagakerja, sedangkandisisilainorangdesadikategorikanmempunyailahan dantenagakerja, namun kurang modal dan kemampuan manajerial (ketrampilan). Kedua, adanya

20

perbedaansifathubunganbiayapersatuanoutputdenganskala usahapada masing-masingsubsistemdarisistemagribisnis.Didalamsubsistemusahatani, skalakecil lebihefisienatausamaefisiennya denganskalausahabesar, karenasifat hubungan biayaper satuan output dengan skala usaha bersifat tetap (constant cost toscale). Dalam subsistem pemasaran, pengolahan dan pengadaan saprodi, skala usaha besar lebih efisien dari pada skala kecil, karena sifat hubungan biaya per satuan outputdengan skalausahabersifatmenurun(decreasingcosttoscale).

Dari uraian tersebut memberikan gambaran pentingnya kemitraan usaha dalamrangka peningkatan daya saing produk pertanian secarakeseluruhan melaui peningkatan efisiensi dan penciptaan nilaitambah, serta mendukung terciptanya keseimbangan dalam suatu sistem.

Tujuan dan Manfaat Kemitraan

Kemitraan dengan usaha menengah atau besar begitu penting untuk pengembangan usaha kecil dalam hal ini petani. Kunci keberhasilan usaha kecil dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan menengah atau besar. Pengembangan usaha kecil memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha menengah atau besar. Melalui kemitraan, usaha-usaha kecil dapat melakukan ekspor melalui perusahaan menengah atau besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berkembangnya usaha kecil di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari usaha menengah atau besar yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.

Suwandi (1995) dalam Saptana et al (2009) mengemukakan kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompokorangataubadanhukumdengansatuataukelompokorangataubadan hukum di mana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dariusaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan,memerlukan, dan saling melaksanakan etika bisnis. Saptana et al (2009) dalam Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani menyebutkan bahwa tujuan kemitraan usahaagribisnis cabai merah antaraperusahaan mitra denganpetani mitra adalah peningkatan efisisensi dan produktivitas di segala lini sub sistem agribisnis dan terciptanya nilaitambah ekonomiyangmerupakankuncipeningkatandaya saing agribisniscabaimerah.

Menurut Sumardjo, et al (2004) dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan merupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologinya bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan usaha atas dasar kepentingan bersama. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang. Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan,

21 kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok atau petani mitra, peningkatan kualitas produk, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra.

Manfaat yang dapat diperoleh bagi usaha kecil dan usaha menengah atau besar yang melakukan kemitraan menurut Hafsah (2000) diantaranya adalah (1).meningkatnya produktivitas, (2).efisiensi, (3).jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, (4).menurunkan risiko kerugian, (5).memberikan sosial benefit yang cukup tinggi, dan (6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Secara umum manfaat kemitraan juga dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi pasokan, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang sosial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial. Manfaat kemitraan yang sinergis dan berkelanjutan dapat dicapai sepanjang dilakukan berdasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan. Produktivitas

Secara umum produktivitas didefinisikan dalam model ekonomi sebagai

output dibagi dengan input. Dengan kata lain produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil yang sama membutuhkan input yang lebih rendah (Schonberger and Knod, 1991; Chase and Aquilano, 1992) dalam Hafsah (2000).

Produktivitas dikaitkan dengan kemitraan, maka peningkatan produktivitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra. Bagi perusahaan yang lebih besar peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan dua cara, pertama tingkat produksi (output) yang diharapkan dapat dicapai dengan mengurangi faktor input, kedua dilakukan dengan cara meningkatkan produksi (output) dengan menggunakan sumber daya sendiri yang sama/tetap baik jumlah maupun kualitasnya.

Efisiensi

Pencapaian efisiensi dalam kemitraan perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan saran produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar.

Mekanisasi pertanian dalam penyiapan lahan yang dimiliki oleh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan alat mesin pertanian sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga yang tesedia. Pada gilirannya hasil produksi dari para petani plasma dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kapaitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan. Jaminan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas

Kualitas yang baik dan ketersediaan produk di pasar adalah hal yang diharapkan oleh konsumen. Walaupun kualitas suatu produk itu baik jika

22

kontinuitasnya tidak terjaga otomatis tidak akan tersedia di pasar sehingga konsumen akan berusaha mencari pengganti dari produk yang tidak tersedia tersebut. Artinya kualitas dan kontinuitas suatu produk agar dapat memenuhi permintaan konsumen sangat penting.

Sumardjo et al (2004) mengemukakan adanya keterkaitan antar pelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) dalam hal ini adalah kemitraan yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut kualitas dan kuantitas serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerja sama saling menguntungkan scara adil. Dalam keadaan bisnis yang berkesinambungan, kedua belah pihak mengalami hal-hal positif, yaitu (a) Kesinambungan informasi, baik di tingkat hulu maupun hilir, (b) Informasi di tingkat hilir misalnya informasi tentang kebutuhan konsumen dan kualitas produk yang dibutuhkan di pasaran. Sementara informasi di tingkat hulu yang dapat diperoleh, misalnya teknologi dan sarana yang sesuai dengan untuk menghasilkan produk yang berkualitas tersebut, (c) Tersedianya sarana secara tepat waktu, baik input maupun output yang telah disepakati bersama sesuai dengan periode pergiliran komoditas, (d) dapat menghasilkan produk usahatani yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Mengurangi Risiko Kerugian

Setiap kegiatan bisnis pasti mengandung risiko , dengan kemitraan diharapkan risiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk sharing). Tentunya pihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini dapat diartikan risiko tidak ditanggung oleh petani plasma atau perusahaan menengah atau besar saja melainkan risiko yang timbul akan di tanggung bersama sehingga akan terasa lebih ringan.

Memberikan Sosial Benefit yang Cukup Tinggi

Kondisi ideal perekonomian suatu negara apabila mayoritas aset produksi berada dan bergeser di level usaha kecil dan menengah. Karena dari kelas kecil dan menengah ini diharapkan dapat tumbuh suatu komunitas yang akan menjadi penggerak kemajuan suatu negara. Salah satu model penumbuhan pengusaha kelas kecil tersebut adalah dengan kemitraan. Dengan kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan melainkan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat ketimpangan atau ketidakseimbangan.

Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Secara Nasional

Pokok permasalahan dalam pelaksanaan kemitraan adalah upaya pemberdayaan partisipan kemitraan yang lemah, yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku maka perlu adanya usaha konkret yang mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model terciptanya kemitraan usaha. Dalam mendorong terciptanya kemitraan usaha yang sering dilakukan adalah dengan menciptakan iklim kondusif berupa peraturan, mewujudkan model atau pola kemitraan yang sesuai, yaitu dengan menyediakan prasarana penunjang. Dengan adanya upaya

23 dan fasilitas fisik diharapkan akan terwujud kemitraan. Produktivitas, efektifitas, dan efisiensi akan meningkat yang akhirnya akan bermuara pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan.

Dengan adanya peningkatan pendapatan yang diikuti dengan tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang pada akhirnya mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.

Unsur-Unsur Kemitraan

Menurut Brinkerhoff et al (1990) dalam Sumardjo et al (2004) menyebutkan bahwa institusi adalah sistem. Kemitraan sebagai sebuah sistem, harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Input (sumber daya), yaitu material, uang, manusia, informasi dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output.

2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi.

3. Teknologi, metode dan proses dalam transformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan

mitra yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan.

5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pengambil keputusan. 6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau

organisasi dalam proses kemitraan.

7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra.

8. Struktur, yaitu hubungan antar-individu, kelompok, dan unit yang lebih besar.

Berdasarkan penjelasan diatas yang dikatakan dengan unsur kemitraan adalah segala sesuatu yang mendukung untuk dapat terlaksananya suatu kemitraan usaha. Jika salah satu dari komponen tersebut tidak ada maka dapat menimbulkan masalah dalam kemitraan yang dapat berujung pada berhentinya kemitraan usaha itu sendiri atau tidak berlanjutnya kemitraan.

Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Kemitraan

Pelaku-pelaku dalam kemitraan terutama pada agribisnis adalah petani, lembaga perantara, pengusaha, perusahaan dan pemerintah. Purnaningsih (2006), mengemukakan ada tiga unsur yang terlibat kerjasama kemitraan dalam bidang usaha, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha besar atau eksportir, dan (3) Bank Pemberi Kredit.

Petani Plasma

Petani yang dapat ikut dalam kemitraan terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) petani/usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan untuk itu memerlukan bantuan modal.

24

Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan salah satu kelompok tani yang mengusahakan komoditas sayuran dengan teknik budidaya yang sudah cukup maju. Kelompok tani ini berada di Kampung Padakati, Desa Tegalega, Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Komoditi pertanian yang diusahakan adalah jenis sayuran lokal dan sayuran non tradisional, dalam kasus ini kedua sayuran tersebut merupakan jenis sayuran komersial, diantaranya adalah tomat dan brokoli. Koperasi

Para petani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu program kemitraan, sebaiknya menjadi anggota suatu koperasi primer di tempatnya. Koperasi dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas kredit hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi.

Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu perusahaan pengelola/eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam proyek kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa melakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau di ekspor. Di samping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila perusahaan mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, program kemitraan tetap akan bisa dikembangkan denagn sekurang-kurangnya pihak inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma.

Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak petani plasma dengan perusahaan perkebunan dan pengolahan/eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Pihak yang paling utama terlibat dalam pelaksanaan agribisnis hortikultura ini tertunya adalah petani dan koperasi. Dimana koperasi disini berperan sebagai avalis kepada petani untuk memperoleh modal usaha dan berpern dalam pemasaran dari produk yang dihasilkan petani.

Analisis Pendapatan Usahatani

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani selaku produsen dapat memilih tujuan-tujuan yang tepat dari beberapa alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan yang ada (tepat sasaran). Dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya yang minimum untuk menghasilkan output yang optimum (tepat guna).

25 Pendapatan adalah total penerimaan yang diterima oleh seseorang atau perusahaan dari hasil penjualan suatu produk tertentu. Pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu 11 . Dengan demikian maka yang dimaksud dengan pendapatan usahatani adalah nilai dari seluruh usahatani yang dihasilkan oleh petani dalam suatu periode tertentu.

Analisis pendapatan usahatani diperlukkan untuk mencari informasi tentang keragaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek. Kajian dari berbagai aspek sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki pada usahatani yang bersangkutan (Soekartawi, 2002).

Dokumen terkait