• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .1 Kerangka Pemikiran

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 30-36)

2. Informasi Non – Finansial

2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .1 Kerangka Pemikiran

Menurut Mardiasmo (2011) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran.

Istilah anggaran atau penganggaran (budgeting) sudah tidak asing lagi bagi mereka yang biasa berkecimpung dalam organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai bagian dari fungsi perencanaan, sebagian besar organisasi modern sudah terbiasa melakukan perencanaan, termasuk perencanaan keuangan (anggaran). Saat ini, organisasi pemerintahan memberikan perhatian yang semakin besar dalam bidang penganggaran.

Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana, dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah.

Suatu anggaran harus teroganisasi secara rapi, jelas, rinci dan komprehensif. Proses penganggaran harus dilakukan secara jujur dan terbuka serta dilaporkan dalam suatu struktur yang mudah dipahami dan relevan dalam proses operasional dan pengendalian organisasi. Untuk menyusun suatu anggaran, organisasi harus mengembangkan lebih dahulu perencanaan strategis. Melalui perencanaan strategis tersebut, anggaran mendapatkan kerangka acuan strategis. Di sini, anggaran menjadi bermakna sebagai alokasi sumber daya (keuangan) untuk mendanai berbagai program dan kegiatan (strategis).

Anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja yang efisien dan efektif dimulai sejak penyusunan sampai pengelolaan anggaran (Mariana, 2005). Secara umum anggaran berbasis kinerja memiliki karakteristik komprehensif dan komparatif; lintas sektoral dan terintegrasi; dilandasi proses pengambilan keputusan secara rasional; menggunakan analisis biaya dan manfaat; berorientasi pada keluaran (output) dan terdapat pengawasan atas kinerja. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen publik untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan – kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.

Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis kinerja memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam

penyusunan rencana kerja dan anggaran, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis kinerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja.

Semenjak tahun 2002, di Indonesia telah diperkenalkan anggaran berbasis kinerja yang menganut prinsip anggaran surplus/defisit yang mana akan terlihat secara jelas besarnya surplus dan defisit anggaran.

Anggaran berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Mardiasmo, 2011). Anggaran berbasis kinerja sangat menekankan pada konsep Value for Money ( Ekonomis, Efisiensi, dan Efektif – 3E) dan prinsip tata pemerintahan yang baik termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan indikator yang telah ditetapkan.

Pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajemen menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial ataupun non finansial. Sistem pengukuran kinerja merupakan ukuran dari apa yang dianggap penting oleh organisasi dan seberapa baiknya kinerjanya. Suatu sistem pengukuran kinerja yang baik akan dapat membawa organisasi kearah yang positif begitu pula sebaliknya. Tidak adanya ukuran merupakan hambatan utama dalam melakukan perbaikan (Halim, 2002).

Value for Money merupakan inti dari pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Sehingga indikator kinerja pemerintah dalam jangka pendek adalah: masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), dan dalam jangka panjang manfaat (benefit), dan dampak (impact). Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi keluaran yang dihasilkan saja akan tetapi harus mempertimbangkan masukan, keluaran, dan hasil secara bersama – sama. Bahkan untuk beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distrbusi dan cakupan layanan. Permasalahan yang sering dihadapi pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur keluaran, karena keluaran yang dihasilkan tidak selalu berwujud tetapi banyak berupa intangible output (Mardiasmo, 2011).

2.3.2 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Pada tanggal 23 Desember 1970, Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat telah mengeluarkan surat keputusan No. 264/ B XII/ KPT/ Pomp/ SK 79 tentang pembentukan Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat sebagai pelaksanaan peraturan daerah No. 17/ PD – DPRD/ 70 tanggal 15 Oktober 1970 tentang pokok – pokok pembinaan dan pengembangan kepariwisataan di Jawa Barat.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat merupakan unsur pelaksanaan pemerintah daerah di bidang kepariwisataan, meliputi: urusan – urusan objek wisata, pramuwisata, losmen, penginapan, pondok wisata, rekreasi, dan hiburan umum. Dinas ini dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Jawa Barat.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintah yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.

2.3.3 Hubungan Anggaran Berbasis Kinerja dengan Kinerja Pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bertanggung jawab atas kinerja yang dilakukannya, dituntut untuk melaksanakan akuntabilitas publik karena berkewajiban untuk mengelola dana masyarakat dalam rangka menjalankan pemerintahannya dan dalam rangka peningkatan kualitas dan terselenggaranya standarisasi pelayanan wisata.

Untuk mendukung hal tersebut maka Dinas Pariwisata dan Kebudayaan selaku pengelola asset budaya yang mendukung upaya pengembangan pariwisata melaksanakan Anggaran Berbasis Kinerja, yang mana tujuan dari sistem anggaran berbasis kinerja adalah mengutamakan pencapaian hasil kinerja dari perencanaan alokasi dana yang telah ditetapkan. Oleh karena tujuannya adalah pencapaian kinerja sehingga setiap dana yang ada harus dialokasikan sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan. Dimana tentunya rencana kerja tersebut ditetapkan berdasarkan visi dan misi serta tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Dalam hal inilah anggaran berbasis kinerja memiliki peranan sebagai alat untuk mencapai tujuan dinas dan sebagai salah satu indikator kinerja pegawai

dinas. Selanjutnya dari anggaran yang telah disusun, dilaksanakan dan dilaporkan mengenai pencapaian tujuan dinas. Jika tujuan tercapai maka kinerja pegawai dinas pun meningkat, begitu pula sebaliknya. Diharapkan dengan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja maka kinerja pegawai dinas pun meningkat. Sehingga ada peranan yang besar antara anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja pegawai dinas.

Untuk dapat mengukur kinerja pegawai dinas maka perlu diketahui indikator – indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja. Dengan adanya indikator kinerja maka pegawai dinas dapat memperjelas tujuan organisasi, evaluasi target akhir, standar kinerja dan efektifitas kegiatan.

Untuk menghubungkan indikator kinerja dengan anggaran berbasis kinerja maka elemen – elemen anggaran berbasis kinerja yang meliputi misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan dalam satu unit kerja harus dapat diterjemahkan. Tujuan ke dalam sasaran yang lebih terukur. Sasaran ke dalam program. Program ke dalam kegiatan dengan masukan (output) yan terukur. Indikator kinerja masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) dikaitkan dengan pengukuran terhadap kegiatan, program, dan sasaran. Indikator kinerja jangka panjang (manfaat dan dampak) dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan misi masing – masing unit kerja.

Dengan anggaran berbasis kinerja akan terlihat hubungan yang jelas antara masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome) yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Dengan pendekatan kinerja ini bisa dilihat tanggung jawab (accountability) dan keterbukaan dalam melaksanakan

pelayanan kepada masyarakat. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Pengukuran Value for Money

Dari hasil uraian di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya Anggaran Berbasis Kinerja maka Kinerja Pegawai Dinas seharusnya lebih baik, karena Anggaran Berbasis Kinerja dibuat berdasarkan tujuan dan sasaran kinerja dengan memperhitungkan efisiensi dan efektivitas anggaran yang mana efisiensi dan efektivitas adalah indikator kinerja dalam pengukuran kinerja organisasi. Berdasasrkan uraian di atas dapat digambarkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Ekonomi Efisiensi Efektivitas

Nilai Input

(Rp) Input Proses Output

Outcome Tujuan 1. Implementasi Anggaran

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 30-36)

Dokumen terkait