• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga

Menurut Kotler (2002) tataniaga dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri atas proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond, 1977). Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan adanya proses tataniaga adalah untuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan nilai serta kegunaan dari barang dan jasa.

Analisis pada sistem tataniaga sendiri dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Kohls dan Uhl (1985) pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan, dan sistem :

1. Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan

penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku yang terlibat ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang terdiri atas pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur dan organisasi lainnya yang terlibat. 3. Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan

untuk mengetahui aktivitas-aktivitas dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri atas the input-output system, the power system dan the communication system.

Lembaga-lembaga tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dan adanya aktivitas pergerakan barang dari produsen sampai konsumen. Lembaga tataniaga ini dapat termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefudin ,1983). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) lembaga tataniaga dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsinya sebagai suatu lembaga yang menjalankan kegiatan tataniaga, yaitu : lembaga fisik tataniaga adalah lembaga yang menjalankan fungsi fisik (seperti transportasi), lembaga perantara adalah lembaga yang mengadakan fungsi pertukaran, lembaga fasilitas adalah lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi fasilitas.

1. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan pengelolaan menurut kedudukannya dalam struktur pasar, yaitu : lembaga tataniaga yang bersaing sempurna dan lembaga tataniaga yang bersaing monopolistik.

2. Lembaga tataniaga dibedakan berdasarkan bentuk usahanya kedalam lembaga tataniaga berbadan hukum dan lembaga tataniaga tidak berbadan hukum. 3. Terakhir, lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap barang dan jasa

yang terdiri atas : lembaga tataniaga yang tidak memiliki akan tetapi menguasai barang (seperti agen dan broker) dan lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang (seperti pedagang pengumpul, pengecer, eksportir, dan importir).

Saluran tataniaga

Saluran tataniaga memiliki pengertian sebagai suatu himpunan perusahaan, perorangan, atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak maupun membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus,1987). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan, dan pengalaman penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

Fungsi tataniaga

Berdasarkan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tataniaga merupakan sebuah proses untuk menyampaikan barang dari produsen ke tangan para konsumen, dapat disimpulkan suatu proses tataniaga haruslah memiliki fungsi sebagai kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa tersebut. Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa.

Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

1. Fungsi pertukaran merupakan aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang yang diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas aktivitas penjualan dan pembelian.

a. Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan.

b. Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli.

2. Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa, dan dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik ini terdiri atas aktivitas penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan.

a. Penyimpanan memiliki fungsi dalam membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan.

b. Pengangkutan berfungsi dalam menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat.

c. Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk.

3. Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan pengetahuan khusus dalam penanganannya. Adanya fungsi fasilitas akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas aktivitas pembiayaan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi pasar.

a. Standarisasi adalah memilih produk berdasarkan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar seragam dalam kualitas dan kuantitas. b. Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan

banyak aspek penting dari tataniaga.

c. Penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan.

d. Informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga.

Struktur pasar

Pengertian struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan, dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe atau jenis pasar sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Menurut Dahl dan Hammond (1977) terdapat 4 karakteristik dalam struktur pasar yang satu sama lain saling menentukan perilaku yang berlaku di seluruh pasar.

Limbong dan Sitorus (1987) mengemukakan bahwa secara umum berdasarkan strukturnya pasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Karakteristik yang terdapat pada struktur pasar dapat dijadikan sebagai dasar untuk membagi atau mengelompokan pasar.

Tabel 8 Karakteristik Struktur Pasar Dari Sudut Penjual dan Pembelia

Struktur pasar Karakteristik pasar

Sudut penjual Sudut pembeli Jumlah

penjual

Sifat produk Persaingan sempurna Persaingan sempurna Banyak Homogen Persaingan monopolistik Persaingan monopsoni Banyak Heterogen Oligopoli sempurna Oligopsoni sempurna Beberapa Homogen Oligopoli terdeferensiasi Oligopsoni terdefrensiasi Beberapa Heterogen

Monopoli Monopsoni Satu Unik

a

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Perilaku pasar

Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku pasar akan menunjukan suatu pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Pola perilaku ini meliputi cara-cara yang digunakan oleh sekelompok perusahaan dalam menentukan harga dan produk yang dihasilkan, kebijakan

dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu. Perilaku pasar dapat dikenali melalui beberapa cara. Asmarantaka (2009) menyatakan ada tiga cara dalam mengenal perilaku pasar, yaitu :

1. Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga.

2. Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan.

3. Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marjinal atau dengan cara melakukan integrasi vertikal melalui penguasaan bahan baku.

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa dalam menggambarkan perilaku pasar terdapat empat hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah input-output system. Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah power system. Sistem kekuatan (power system) ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya adalah kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga. Hal yang ketiga adalah communications system. Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi. Hal yang terakhir adalah system for adapting to internal and external change. Sistem adaptif menerangkan perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar.

Efisiensi tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu proses tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen akhir. Soekartawi (1989) mengemukakan bahwa efisiensi tataniaga akan terjadi apabila biaya tataniaga bisa ditekan sehingga ada keuntungan, tataniaga dapat lebih di tingkatkan, persentase pembedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, dan tersedianya fasilitas fisik tataniaga.

Penentuan efisiensi tataniaga dengan mengukur tingkat kepuasan yang diterima masing-masing pihak sangatlah sulit dan bersifat relatif. Oleh karena itu, penentuan tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur sebagai rasio dari nilai output dengan input. Peningkatan efisiensi tataniaga dengan pendekatan rasio output-input dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sudiyono (2002), suatu proses tataniaga dikatakan efisien dengan menggunakan pendekatan output-input apabila: (1) Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit. (2) Output meningkat, sedangkan input yang digunakan tetap konstan. (3) Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output lebih cepat daripada

Jumlah (Q) Harga (P) Pr Pf Df Dr Sr Sf Qrf

laju input. (4) Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output lebih lambat daripada laju penurunan input.

Kohls dan Uhl (2002) menyatakan efisiensi tataniaga merupakan suatu indikator dan kinerja tataniaga yang dapat diukur melalui beberapa metode analisis. Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu :

1. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga

2. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga.

Adapun untuk metode analisis yang digunakan tersebut adalah dengan melihat marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan atas biaya tataniaga.

1. Marjin tataniaga

Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Nilai marjin tataniaga (value or marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost (biaya-biaya tataniaga) dan marketing changes (lembaga tataniaga).

Gambar 1 Kurva marjin tataniaga Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan :

Pr = harga retail (tingkat pengencer) Pf = harga farmer (tingkat produsen)

Sr = supply retail (penawaran di tingkat pengencer) Sf = supply farmer (penawaran di tingkat produsen) Dr = demand retail (permintaan di tingkat pengencer)

Df = demand farmer (permintaan di tingkat produsen) (Pr-Pf) = marjin tataniaga

(Pr-Pf) Qrf = nilai marjin tataniaga

Qrf = jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan pengencer.

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa dengan jumlah barang yang sama (Qrf) tetapi harga yang diterima oleh produsen (Pf) dengan harga yang diterima pengecer (Pr) adalah berbeda. Tingkat harga di pengecer (Pr) berada diatas tingkat harga produsen (Pf). Pada penawaran di tingkat pembudidaya ikan gurame (Sf) berada diatas penawaran pengecer (Sr). Untuk kondisi permintaan, pada permintaan di tingkat produsen (Df) lebih kecil jika dibandingkan dengan permintaan di tingkat pengecer (Dr).

Marjin tataniaga hanya menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dan tidak menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat produsen sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qrf. Besarnya nilai marjin tataniaga digambarkan dengan jarak antara harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, semakin besar pula marjin tataniaganya.

2. Farmer’s share

Menurut Kohls dan Uhl (2002) farmer’s share didefinisikan sebagai perbandingan antara harga yang diterima oleh pembudidaya ikan gurame dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen tingkat akhir yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Besarnya nilai farmer’s share akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : tingkat proses, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk. Nilai farmer’s share menunjukan hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat harga ditangan konsumen akhir dan berhubungan lurus dengan tingkat harga di tangan produsen. Hal ini berarti nilai farmer’s share akan menjadi relatif lebih kecil jika tingkat harga di konsumen akhir lebih besar dibandingkan tingkat harga diprodusen begitu pula sebaliknya.

3. Rasio keuntungan terhadap biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Jika semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya, maka sistem tataniaga pun semakin efisien dari segi operasional ( Limbong dan Sitorus, 1987).

Kerangka Pemikiran Oprasional

Komoditas ikan gurame telah lama menjadi salah satu sektor usaha unggulan dan memiliki potensi yang cukup baik di wilayah Kota Tasikmalaya. Potensi yang dimiliki sektor usaha komoditas ikan gurame yang ada di lokasi penelitian haruslah berdampak pada peningkatan kesejahterahan para pelaku usaha yang ada didalamnya.

Lamanya waktu produksi dan tingkat sensitifitas yang cukup tinggi adalah beberapa karakteristik dari komoditas benih ikan gurame. Hal ini juga dapat

menjadi salah satu permasalahan yang harus dihadapi para pembudidaya benih ikan gurame khususnya di wilayah Kota Tasikmalaya. Hal ini diperburuk dengan kondisi di lapangan bahwa adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya yang memiliki keunggulan dalam waktu produksi. Adanya pasokan benih ikan gurame dari luar wilayah Kota Tasikmalaya ini menyebabkan adanya persaingan harga di tingkat pembudidaya benih ikan gurame di Kota Tasikmalaya dengan pembudidaya dari luar wilayah Kota Tasikmalaya. Kondisi ini tidak terlepas dari perilaku dari para pedagang dalam menentukan harga beli dari benih ikan gurame dari pembudidaya di Kota Tasikmalaya. Selain itu, pemasaran benih ikan gurame yang dilakukan pembudidaya secara perseorangan akan turut memperburuk posisi tawar dari para pembudidaya. Berdasarkan permasalahan ini sehingga ada upaya dari para pembudidaya untuk melakukan pemasaran secara bersama dalam wadah kelompok tani.

Pada proses tataniaga benih ikan gurame di lokasi penelitian sendiri terdapat beberapa saluran dan lembaga yang ada didalamnya. Lembaga-lembaga tataniaga ini berperan sebagai pihak perantara dikarenakan adanya jarak diantara pembudidaya ikan gurame dengan konsumen. Semakin jauh jarak menyebabkan alur tataniaga yang dilalui menjadi semakin panjang dan memungkinkan timbulnya berbagai resiko yang harus ditangani. Hal ini juga akan menyebabkan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang ikut serta dalam memasarkan komoditi tersebut (Husinsyah, 2005). Hobbs (1977) menjelaskan adanya biaya transfer (tataniaga) dalam kegiatan pemasaran yang digolongkan menjadi biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya monitoring. Adanya biaya transfer ini dikarenakan fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga tersebut. Dalam hal ini terdapat penambahan harga jual karena fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga.

Proses anaslisis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis saluran dan lembaga tataniaga, struktur pasar, fungsi tataniaga, dan perilaku pasar. Selanjutnya untuk analisis kuantitatif akan meliputi analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Hasil dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis tingkat efisiensi tataniaga. Dengan demikian akan diketahui saluran tataniaga mana yang paling efisien dari saluran-saluran tataniaga yang ada di lokasi penelitian. Selain itu, juga dilakukan analisis perbandingan diantara kegiatan pemasaran yang dilakukan melalui kelompok tani dan pemasaran secara mandiri.

Diharapkan dengan mengetahui saluran tataniaga yang memiliki tingkat efisiensi yang paling baik, para pembudidaya benih ikan gurame di lokasi penelitian dapat memilih saluran tataniaga yang dapat memberikan keuntungan yang terbaik. Karena dengan potensi yang dimiliki sektor usaha komoditas ikan gurame yang ada di lokasi penelitian haruslah berdampak pada peningkatan tingkat kesejahterahan para pelaku usaha yang ada didalamnya. Selain itu, dapat diketahui dampak nyata dan perbedaan dari adanya kegiatan pemasaran benih ikan gurame melalui kelompok tani. Sehingga diharapkan kedepannya para pembudidaya yang masih belum tergabung dalam sebuah kelompok tani dapat termotivasi untuk bergabung dengan sebuah kelembagaan. Adapun untuk pembudidaya anggota diharapkan kedepannya bisa lebih memaksimalkan peran yang dapat dilakukan oleh sebuah kelembagaan pertanian.

Potensi usaha pembenihan ikan gurame

di Desa Sukamaju Kidul Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya

Kondisi usaha pembenihan ikan gurame di lokasi penelitian :

 Waktu produksi yang relatif lebih lama dibandingkan dengan usaha perikanan budidaya lainnya

 Tingkat sensitifitas yang relatif tinggi dari benih ikan gurame

Analisis kuantitatif  Marjin tataniaga Farmer’s share  Rasio keuntungan terhadap biaya Analisis kualitatif  Saluran dan lembaga

 Struktur pasar

 Fungsi tataniaga

 Perilaku pasar

Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan awal :  Bagaimana tingkat efisiensi dari kegiatan pemasaran yang dilakukan?

 Bagaimana perbandingan kondisi antara pemasaran didalam maupun diluar kelompok tani?

Analisis efisiensi tataniaga benih ikan gurame

Permasalahan awal yang muncul berdasarkan kondisi yang ada :

 Pembudidaya menghadapi resiko usaha yang cukup besar dibandingkan jenis komoditas

perikanan lainnya.

 Persaingan harga diantara pembudidaya di wilayah Kota Tasikmalaya dengan adanya pasokan dari luar wilayah.

 Apakah ada dampak nyata yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan pemasaran.

Kondisi pemasaran usaha pembenih ikan gurame di lokasi penelitian :

 Adanya pemasaran melibatkan pedagang

perantara maupun kelompok tani

 Adanya pasokan benih ikan gurame dari

luar wilayah Kota Tasikmalaya

Perbandingan antara tataniaga melalui dan tanpa kelompok tani

Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian

Rekomendasi bagi pembudidaya non anggota untuk bergabung dengan kelompok tani dan mengupayakan untuk lebih terus memaksimalkan peran kelompok tani bagi pembudidaya

Dokumen terkait