• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka pemikiran adalah tesis mengenai suatu permasalahan yang dapat dipakai sebagai pegangan teoritis bagi seorang peneliti atau penulis. Teori adalah serangkaian preposisi yang saling berhubungan dalam sistem deduksi yang memberikan suatu penjelasan atau gejala.59

Pasar Modal adalah kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh investor terhadap emiten untuk memberdayakan emiten dalam melakukan kegiatan usahanya dan investor berharap memperoleh keuntungan tertentu. Sedangkan pembiayaan dengan prinsip syariah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Pembiayaan hanya dapat dilakukan pada aset atau kegiatan usaha yang halal,

b. Pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan kegiatan usaha.

c. Aqad yang terjadi tidak boleh menimbul kondisi keraguan yang dapat menyebabkan kerugian (gharar).

d. Investor dan Pemilik Usaha (Emiten) tidak boleh mengambil resiko yang melebihi kemampuan (maysir)

e. Investor, Emiten maupun Bursa dan Self Regulating Organization lainnya tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar.

Diharapkan industri pasar modal syariah ini dapat mengembangkan perekonomian di Indonesia. Atas hal itu maka terdapat beberapa teori dalam

59

M. Solly Lubis.1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju, halaman 27.

70

penelitian ini. Adapun teori yang digunakan penulis untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, terdiri dari: Teori Pertukaran, Teori Percampuran dan Teori Pembenaran Pungutan Pajak.

a. Teori Pertukaran

Teori pertukaran merupakan sebuah teori yang lazim dipergunakan dalam taransaksi bisnis, baik secara konvensional maupun secara syari’ah. Ditinjau dari pelaksanaannya teori pertukaranan ini ditegakkan oleh dua tiang penyangga yang disebut sebagai obyek pertukaran dan waktu pertukaran. Selanjutnya obyek pertukaran ini ditinjau dari segi jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu ‘ayn (real

asset) dan dayn (financial asset). ‘Ayn (real asset) berupa barang atau jasa,

sedangkan dayn (financial asset) berupa uang atau surat-surat berharga.

Akad yang dilakukan berdasarkan obyek pertukarannya, dalam pandangan fikih muamalah (bisnis) dapat dilaksanakan melalui penyerahan obyek pada saat akad. Model penyerahan obyek seperti ini disebut dengan istilah naqdan (immediate delivery) yang dalam terminologi jual-beli disebut kontan. Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara penyerahan obyek pertukaran secara tunda atau ghoiru naqdin (deverred delivery) .

Ditinjau dari segi jenisnya obyek pertukaran dalam transaksi ekonomi (bisnis) dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Pertukaran ‘ayn (real asset) dengan ‘ayn (real asset)

Pertukaran ‘ayn (real asset) dengan ‘ayn (real asset) bila jenisnya berbeda (misalnya tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah beras) maka tidak ada masalah (dibolehkan). Sedangkan apabila obyek pertukaran tersebut jenisnya

71

sama, maka dalam hal ini dibedakan antara real asset yang secara kasat mata dapat dibedakan mutunya dengan real asset yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya. Pertukaran sejenis dan secara kasat mata tidak dapat dibedakan baru diperbolehkan apabila:

a) Sawa-an bi sawa-in (sama jumlahnya); b) Mitslan bi mitslin (sama mutunya); dan c) Yadan biyadin (sama waktu penyerahannya).

Ketiga hal di atas dicontohkan oleh Rasul Allah dalam sebuah hadits yang berbunyi:

‘An “Ubadah bin Shamit radliyallahu ‘anhu qala: qala Rasulullah saw. Al-zahabu bi al-zahabi wa al-fidldlatu bi al-fidldlati wa al-burru bi al-burri wa al-sya’iru bi al-sya’iri wa al-milhu bi al-milhi ………… Mitslan bi mitslin sawa-an bi sawa-in, yadan bi yadin, fa iza ikhtalafat al-shnafu fa bi’u kaifa syi’tum iza kana yadan bi yadin.

Artinya:

“Dari Ubadah bi Shamit ra. Berkata, Rosulullah saw. Bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum dan garam dengan garam……… selama sama mutunya, sama jumlahnya dan sama waktu penyerahannya. Apabila berbeda jenisnya, maka berakadlah sekehendakmu selama sama waktu penyerahannya.” (Hadits riwayat Muslim Nomor 1587)

72

Pertukaran ‘ayn (real asset) dengan dayn (financial asset) ini yang penting untuk diperhatikan adalah jenis ‘ayn (real asset)-nya. Kalau ‘ayn (real asset)-nya berupa barang, maka pertukaran ‘ayn (real asset) dengan dayn (financial

asset) disebut jual beli. Akan tetapi apabila ‘ayn-nya berupa jasa, maka pertukaran

itu disebut dengan sewa menyewa atau upah-mengupah (al-ijarah). Apabila ijarah ini diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan apabila untuk mendapatkan manfaat orang, maka disebut upah-mengupah. Selanjutnya ijarah dapat dibedakan menjadi ijarah yang pembayarannya didasarkan pada kinerja yang disewa, yang disebut ju’alah (success fee) dan ijarah yang tidak didasarkan pada kinerja yang disewa, yang disebutijarah/gaji/sewa.

3) Pertukaran Dayn dengan Dayn

Pertukaran dayn (financial asset) dengan dayn (financial asset) ini

dibedakan antaradayn (financial asset) yang berupa uang dengan dayn (financial

asset) yang berupa surat berharga. Dunia bisnis selalu menempatkan uang sebagai

alat pembayaran, sedangkan surat berharga hanya terbatas pada mereka yang mau menerimanya.60 Pertukaran yang seperti inilah yang selalu terjadi dalam industri pasar modal, dalam hal ini pasar modal syariah. Kontrak jual beli yang dilakukan pihak-pihak dalam perdagangan efek di pasar modal syariah yaitu dengan pembelian efek dalam bentuk surat berharga.

Teori pertukaran ini hampir sama dengan teori yang dipakai di hukum kontrak pada umumnya. Antara lain teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah

60

73

pihak, menurut Roscoe Pound, sebagaimana yang dikutib Munir Fuady terdapat berbagai teori kontrak, yaitu pertama teori hasrat (Will Theory). Teori hasrat ini menekankan kepada pentingnya hasrat (will atau intend) dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut. Menurut teori ini yang terpenting dalam suatu kontrak bukan apa yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut, akan tetapi apa yang mereka inginkan.

Selanjutnya, terdapat teori tawar menawar (Bargaining Theory). Teori ini merupakan perkembangan dari teori “sama nilai” (equivalent theory) dan sangat mendapat tempat dalam Negara-negara yang menganut system Common

Law. Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak hanya mengikat

sejauh apa yang dineosiasikan (tawar menawar) dan kemudian disetujui oleh para pihak.

Terakhir terdapat pula teori sama nilai (Equivalent Theory). Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika para pihak dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau sama nilai (equivalent).61 Tentunya teori hasrat/keinginan, persamaan nilai dan tawar-menawar ini terdapat pula dalam teori pertukaran yang diterapkan di dalam kegiatan perkonomian Islam, khususnya dalam industri Pasar Modal Syariah

b. Teori Percampuran

61

Munir Fuady I. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman 5-7.

74

Ketika akad atau kontrak bisnis telah dilakukan akan muncul dua kemungkinan model yang terkait dengan hasil dari akad yang telah disepakati, kedua hal tersebut adalah:

Hal yang pertama yaitu kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)nya. Kontrak seperti ini secara sunnatullah menentukan return (pendapatan) yang pasti, sehingga bersifat fixed and predetermened. Obyek pertukaran harus dilakukan di awal akad secara pasti, baik jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price) maupun waktu penyerahannya (time of delivery). Akad atau kontrak bisnis seperti ini disebut Natural Certainty Contracts (NCC).

Sedangkan macam-macam kegiatan bisnis yang masuk katagori Natural

Certainty Cantracts ini adalah jual-beli, upah mengupah, sewa-menyewa, dan lain

sebagainya. Di sini para pihak yang berkontrak saling mempertukarkan asetnya. Baik berupa real asets (‘ain) maupun financial assets (dayn) nya.

Hal yang kedua yaitu kontrak atau akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing) nya. Karena tidak adanya kepastian pendapatan itulah maka tingkat pendapatan (return) yang mungkin terjadi adalah positif, negatif ataupun nol. Akad yang tidak memberikan kepastian pendapatan seperti ini menurut Adi Warman Karim disebut Natural Uncertainty Contracts (NUC). Model seperti ini dilakukan dengan cara pencampuran aset para pihak yang melakukan kegiatan bisnis.

75

Perubahan dari Natural Certainty Contracts menjadiNatural Uncertainty

Contracts akan mengakibatkan adanyataghrir (gharar) atau dengan bahasa yang

lugas disebut ketidakpastian yang bersifat spekulatif. Sifat spekulatif inilah dalam kerangka pemikiran bisnis perbankan syari’ah ditetapkan sebagai riba. Gharar atau ketidakpastiaan yang bersifat spekulatif ini dapat terjadi karena empat hal, yaitu: kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.62

Sebagaimana teori pertukaran, teori percampuran ini pun juga dapat ditinjau dari segi obyek percampuran dan waktu percampurannya serta dibedakan antara ‘ayn (real asset) yang berupa barang dan jasa dengan dayn (financial asset) yang berupa uang dan surat berharga. Sedangkan ditinjau dari segi waktunya percampuran ini dibedakan menjadi dua, yaitu: naqdan (immediate delivery) dan ghoiru naqdin (deferred delivery). Dipandang dari segi obyeknya, pencampuaran ini dapat diidentifkasi sebagai berikut:

1) Pencampuran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn)

Percampuran ini terjadi manakala para pihak mencampurkan keahlian (jasa) nya masing-masing dalam suatu akad kerja bersama. Percampuran keahlian atau jasa seperti ini dalam konsep fikih muamalah disebut syirkah abdan.

2) Percampuran ‘ayn dengan dayn (real asset dengan financial asset) Percampuran ini dapat mengambil bentuknya sebagai berikut yang pertama yaitu syirkah mudharabah. Syirkah mudharabah ini dilakukan dengan jalan mencampurkan dayn (financial asset) dengan ‘ayn (real asset). Bentuk kongkrit percampuran ini terjadi manakala ada seorang pemilik modal bertindak

62

76

sebagai penyandang dana, memberikan sejumlah dananya kepada orang lain yang memiliki keahlian di bidang tertentu untuk dipakai sebagai modal usahanya. Sedangkan keuntungannya ditentukan berdasarkan prosentase yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Kedua yaitu Syirkah Wujuh, yaitu percampuran antara ‘ayn (real asset) dengan dayn (financial asset), di mana seorang penyandang dana menyerahkan sejumlah dana tertentu kepada orang lain untuk dipakai sebagai modal usaha, sedangkan orang lain tersebut cukup dengan menyumbangkan reputasi atau nama baiknya.

3) Percampuran dayn dengan dayn (financial asset denganfinancial asset). Percampuran ini dilakukan dengan cara mencampurkan uang dengan uang dengan jumlah yang sama. Syirkah semacam ini dalam istilah fikih muamalah disebut dengan syirkah mufawadhah. Akan tetapi apabila jumlah uang yang dicampurkan tersebut tidak sama jumlahnya, maka ia disebut syirkah ‘inan. Percampuran dayn (financial asset) dengan dayn (financial asset) ini dapat juga berupa kombinasi antar surat berharga, misalnya saham PT. X digabungkan dengan saham PT. Y, dan lain-lain.63

c. Teori Pembenaran Pungutan Pajak

Industri pasar modal syariah yang diberlakukan di Indonesia diharapkan dapat mengembangkan perekonomian dalam negeri. Selain dari penerapan sistem Islam dalam kegiatan jual beli nya di pasar modal ini, atau yang disebut dengan kepatuhan syariah, sehingga hal-hal yang haram dan bertentangan dengan syariat

63

77

di hilangkan, tentunya tetap dapat berkontribusi dengan perkembangan ekonomi negara, dalam hal ini salah satunya dengan adanya pajak pendapatan negara dari hasil perdagangan jual beli efek/saham di pasar modal syariah ini.

Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegensprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran atau pencegan untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara.64

Terdapat beberapa teori yang tertuang dalam teori pembenaran pungutan pajak (rechtvaardiging) ini yang dapat dilihat dari segi hukum terhadap peumungutan pajak. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:65

1) Teori Asuransi

Teori asuransi merupakan teori tertua tentang pembenaran pungutan pajak. Teori ini mengajarkan bahwa pembayaran pajak sama dengan pembayaran premi dalam asuransi. Inti dari teori ini adalah bahwa negara menjamin dan melindungi jiwa raga dan harta dari rakyat, dan karenanya rakyat harus membayar premi berupa pajak kepada negara.

2) Teori Daya Pikul

Teori daya pikul (draagkracht) merupakan teori yang mengajarkan bahwa besarnya pajak yang dipungut dari seorang wajib pajak haruslah sesuai dengan kemampuan pembayaran (daya pikul) dari wajib pajak. Yang dimaksud dengan

64

Zaeni Asyhadie. 2014. Hukum Bisnis (Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, halaman 263.

65

Munir Fuady II. 2012. Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Modern Di Era

78

daya pikul di sini adalah kekuatan seseorang untuk memikul beban dari hal yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer dirinya dan keluarga yang ditanggungnya.

3) Teori Keseimbangan

Teori keseimbangan (equivalentie) atau disebut juga dengan teori dengan teori kepentingan (belengen theorie) mengajarkan bahwa seorang individu mempunyai kepentingan atas pekerjaan negara. Semakin banyak seseorang mengenyam kepentingannya dari negara, semakin besar pula pajak yang harus dibayarnya.

4) Teori Daya Beli

Teori daya beli ini mengajarkan bahwa pemungutan pajak akan menyedot daya beli masyarakat, tetapi dapat dibenarkan karena hasil pajak tersebut akan dikembalikan juga kepada masyarakat dalam bentuk yang lain.

5) Teori Kewajiban Pajak Mutlak

Teori kewajiban pajak mutlak (absolute belastingplicht) atau yang sering juga disebut dengan teori pengorbanan ini mengajarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dari warganya, sementara rakyat wajib patuh dan melakukan pengorbanan untuk membayar pajak tersebut.

Teori pembenaran pungutan pajak dipakai dikarenakan dalam menyangkut perkembangan ekonomi yang diharapkan dalam penerapan sistem kepatuhan syariah dalam kegiatan industri pasar modal syariah, di dalam kegiatan jual beli saham/efek pada pasar modal syariah tetap harus dikenakan pajak yang nantinya akan diterima oleh negara, dari jual beli efek pada pasar modal syariah pajak

79

merupakan hal penting untuk mempengaruhi perkembangan ekonomi negara, dengan kata lain pajak dari penjualan efek/saham di pasar modal dapat menambah pendapatan ekonomi negara dalam kaitan ini yaitu di Indonesia.

Dokumen terkait