BAB I PENDAHULUAN
1.6 Kerangka Pemikiran/Kajian Teoritis
Tengah dalam Shanghai Cooperation Organisation (SCO)
- Fokus pada Rusia dalam menjalin kemistraan strategis dengan Cina dalam SCO
masuknya pengaruh AS di kawasan bersama aliansinya NATO dan UE, serta ancaman dari separatis, teroris dan ekstremis di kawasan Asia Tengah. Melihat hal itu membuat Rusia memilih untuk beraliasi dengan Cina dalam SCO yang mana keamanan di Asia Tengah juga menjadi penting bagi Cina dalam mengatasi separatis di Xinjiang dan mengamankan pasokan energi dari kawasan tersebut. Selain itu Cina juga berbatasan langsung dengan Rusia dan negara-negara di Asia Tengah.
1.6Kerangka Pemikiran/Kajian Teoritis
1.6.1 Regional Security Complex Theory (RSCT)
Guna menjelaskan fenomena di kawasan Rusia dan negara post soviet
Rusia dalam menciptakan keamanan bersama di kawasan dengan membuat ketmitraan strategis dengan Cina dalam bentuk SCO, peneliti menggunakan
regional security complex theory (RSCT) sebagai alat analisa. Barry Buzan dan Ole Waever dalam buku Regions and Powers the Structure of International Security. Membahas mengenai Regional Security Complex (RSC) yang meliputi berbagai macam unsur-unsur seperti geografi, etnisitas serta budaya masyarakat sekitar wilayah tersebut. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi adanya saling
17 ketergantungan antar negara satu dengan negara lainnya yang kemudian akan menimbulkan munculnnya satu kompleksitas keamanan regional.21
RSCT adalah teori yang menekankan perhatiannya pada signifikansi unsur kawasan (region) dalam memahami dinamika keamanan internasional. Sebuah kawasan bisa dikualifikasikan sebagai RSC jika memenuhi poin sebagai sekelompok negara atau entitas lain yang harus memiliki kadar kesaling-ketergantungan security yang cukup bagi keduanya untuk menetapkan dirinya sebagai satu kesatuan dan untuk membedakan mereka dari kawasan-kawasan
security yang mengelilinginya.22 Definisi kawasan (region) dalam RSCT lebih dilihat dari kacamata keamanan sehingga suatu wilayah didefinisikan berdasarkan jangkauan pengaruhnya terhadap suatu isu keamanan. RSCT secara definitif menurut Barry Buzan dan Ole Waever adalah:
“A set of units whose major processes of securitisation,
desecuritisation, or both are so interlinked that their security problems cannot reasonably be analysed or resolved apart from one
another”23
Bahwa RSCT lebih mengacu kepada sekumpulan unit yang memiliki proses sekuritisasi,24 desekuritisasi,25 atau keduanya saling terhubung atau mengikat, dan
21 Barry Buzan and Ole Waever, 2003, Regions and Powers: The Structure of International Security, United Kingdom: Cambridge University Press,. Hal. 43
22
Ibid,. 23
Ibid,. Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 44
24 Dalam Sekuritisasi keamanan lebih kepada speech act dari aktor negara, seperti yang dikatakan Waever, “something is a security problem when the elites declare it to be so..”. Aktor melakukan perlusasan cakupan keamanan nasional ke dalam berbagai bidang sehinggasemua masalah bisa dilihat sebagai keamanan nasional melalui proses politik. Sebagaimana yang ditekankan penganut konstruktivisme, kemanan juga dilihat sebagai suatu hal yang dikonstruksikan, bukan merupakan suatu hal yang mutlak adanya. Politisasi isu yang dilakukan aktor menyebabkan isu yang tadinya bukan merupakan isu keamanan berubah menjadi isu yang mengancam dan membutuhkan agenda nasional untuk mengatasinya. Melalui sekuritisasi, terjadi pergeseran isu dari yang mulanya hanya isu politik biasa, menjadi isu yang diasumsikan urgent dan butuh penangan cepat bahkan tanpa
18 dapat menyebabkan masalah keamanan negara-negara tersebut, dan ini tidak dapat dianalisa secara terpisah satu sama lain.26 Maksudnya di sini adalah RSCT adalah proses sekuritisasi dan desekuritisasi yang dilakukan oleh aktor dalam regional yang tidak bisa terlepas dari persinggungan permasalahan keamanan negara-negara di kawasan tersebut.
Dalam RSCT, sekuritisasi dan desekuritisasi menempati gagasan paling utama mengenai unsur pembentukan kompleksitas keamanan, termasuk aktor yang berperan di dalamnya. Sebab sekuritisasi adalah gagasan politik yang dilegitimasi oleh negara yang nantinya akan berkembang mejadi kebijakan politis. Hal itulah mengapa Buzan dan Waever mengatakan sekuritasi dan desekuritisasi domestik juga ikut mempengaruhi sekuritisasi dan desekuritisasi eksternal (regional).27
Level analisa yang digunakan dalam RSCT adalah regional dengan konsentrasi pembahasan kemanan.28 Level regional merujuk pada kondisi negara, aktor, atau unit di dalamnya berinteraksi bersama, yang mana keamanan mereka
peraturan normal dan aturan-aturan pembuatan keputusan lainnya. Inilah esensi dari sekuritisasi. Dirangkum dari Rita Taureck, 2006, Securitization Theory and Securitization Studies, Journal of International Relations and Development, The University of Warwick,. Dalam
http://wrap.warwick.ac.uk/1082/1/WRAP_Floyd_Securitization_theory_and_securitization_studie s_WRAP.pdf diakses tanggal 10 September 2014
25 Desekuritisasi adalah proses normalisasi suatu isu. Jika sekuritsasi membutuhkan speech act, maka desekuritisasi pengurangan speech act, bahkan tidak perlu ada sama sekali. Desekuritsasi juga merupakan produk politik yang dilakukan oleh elit suau negara di mana melihat suatu isu keamanan sebagai isu politik biasa dan tidak perlu penyikapan khusus. Dengan kata lain desekuritisasi merupakan kebalikan dari sekuritisasi. Ibid, Rita Taureck.
26
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 44 27
Ibid, 28
19 tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Regional merupakan kawasan tempat bertemunya kepentingan nasional dan global secara bersamaan.29
Selain itu, region juga dipahami sebagai subsistem supranasional dari sistem internasional.30 Analisa mengenai RSC ini meliputi unsur-unsur seperti geografi, etnisitas, dan budaya masyarakat di suatu regional tertentu. Ketiga faktor ini nantinya dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sistem politik, yang pada akhirnya akan menimbulkan adanya saling ketergantungan antar negara satu dengan negara lain. Dan akan bermuara pada munculnya sistem pertahanan keamanan regional. Unsur yang terpenting dalam pembentukan RSC ini, menurut Barry Buzan, adalah adanya saling interdependesi dan interaksi dalam kerjasama keamanan antar negara-negara di dalam kawasan tersebut.31 Walaupun sudah terbentuk hubungan saling interdependensi dan interaksi kerjasama keamanan antar negara-negara RSC, Buzan tidak menyangkal akan tetap adanya sebuah interaksi yang selalu terdapat suatu persaingan, perimbangan kekuasaan, berbagai bentuk aliansi dan juga masuknya kekuatan eksternal ke dalamnya.32
Buzzan & Wæver, mengemukakan bahwa:
“The central idea in RSCT is that, since most threats travel more easily over short distances than long ones, security interdependence is normally patterned into regionally based clusters: security complexes.
[…] Processes of securitization and thus the degree of security interdependence are more intense between actors inside such
29
Ibid, Barry Buzan and Ole Waever,. Hal. 37 30 Björn Hettne, Beyond the ‘New’ Regionalism,
http://www.iei.liu.se/content/1/c4/36/46/autumn%202005/ h05%20-%20NPE_Hettne_3.pdf, diakses pada 18 Mei 2014
31 Barry Buzan dkk., The European Security Order Recast: Scenarios for the Post-Cold War Era, London:Pinter, 1990, hal.77
32
20
complexes than they are between actors inside the complex and outside of it.”33
Teori yang dikemukakan oleh Buzzan tersebut menggambarkan sebuah situasi bahwa ancaman yang ada dapat semakin mudah menyebar, baik pada jarak dekat maupun pada jarak yang jauh. Oleh karena itu, terjadilah suatu interdependesi keamanan dalam suatu kawasan, sehingga menjadikan keamanan tersebut menjadi semakin kompleks. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya hubungan antar aktor yang terlibat, baik secara langsung di dalam kompleksitas tersebut ataupun aktor yang terlibat di luar kompleksitas keamanan yang sudah ada.
Barry buzan dan Ole Waever juga merumuskan empat struktur penting dalam RSCT untuk mengidentifikasi dan menilai perubahan di tingkat regional.
Pertama, batas wilayah, yang menjadi pembeda antara RSC dengan negara-negara di sekitarnya. Kedua, struktur anarkis, RSC harus terdiri dari minimal dua unit otonom. Ketiga, polaritas, distribusi kekuasaan antar unit dalam kawasan.
Keempat, konstruksi sosial, meliputi pola amity dan emity antar unit.34
Dalam sebuah sistem internasional anarkis, RSC akan menjadi substruktur yang diharapkan, yang memiliki efek mediasi penting dalam dinamika global, bagaimana polaritas great power sebenarnya beroperasi di sistem internasional. Hal ini membuat teori dengan kebanyakan aliran realis, dan banyak basis liberal, berpikir tentang sistem internasional. Di lain pemikiran, teori ini memiliki akar konstruktivis, karena pembentukan dan pengoperasian RSC pada pola persahabatan (amity) dan permusuhan (enmity) di antara unit dalam sistem, yang
33
Ibid,.hal. 4 34
21 membuat sistem regional tergantung pada tindakan dan interpretasi pelaku, bukan hanya refleksi mekanis distribusi kekuasaan.
Pola relasi antara amity dan enmity antar negara di kawasan menjadi hal yang sangat penting dalam RSCT. Amity dimaksudkan sebagai hubungan yang dekat antar negara, yang melahirkan adanya ekspektasi perlindungan dan dukungan, sedangkan enmity dimengerti sebagai hubungan yang berlandaskan ketakutan dan kecurigaan. Pola amity dan enmity tersebut dibangun berdasarkan faktor sejarah dan budaya umum secara sosial. Pembentukan konflik hasil akhir yang negatif, dan yang pertengahan menghasilkan rezim keamanan (security rezim), serta yang positif menghasilkan komunitas keamanan (security community).35
Keamanan nasional suatu negara tidak bisa hanya berdasarkan keamanan negara itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh keamanan kawasannya. Oleh karena itu, keamanan suatu negara tidak bisa dipisahkan dari negara-negara yang lain di sekitarnya.36 Kedekatan geografis suatu negara dengan negara lain mempunyai andil yang besar dalam menentukan keamanan nasional negara tersebut. Hal ini sangat wajar karena aksi/tindakan negara tetangga menjadi hal yang diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan di negara tersebut.
Seperti halnya situasi RSC di kawasan Rusia, Rusia sebuah negara besar yang dikelilingi perbatasan langsung terbanyak di dunia dengan negara-negara yang menyebar dari barat hingga selatan wilayahnya. Namun yang menjadi fokus Rusia tentu saja adalah negara-negara terdekat yang pada sejarahnya pernah
35
Ibid, Barry Buzan dan Ole Waever,. Hal. 47-49 36 Barry Buzan and Ole Waever, Op. Cit.
22 menjadi satu kesatuan dalam Uni Soviet. Oleh karena itu, region dalam meneliti Rusia mengarah pada kawasan Rusia dan negara-negara pecahan Uni Soviet, baik yang tergabung dalam CIS maupun tidak (yang disebut Rusia dengan term near abroad). Kawasan Rusia dapat disebut sebagai RSC karena sudah memenuhi kualifikasi.
Penting untuk menekankan perhatian pada menemukan definisi dari apa itu wujud keamanan dalam kawasan menurut Rusia. Dalam the theories of Russian Foreign Policy: the imposed insecurity theory37 dikatakan bahwa;
“This theory closely concerns about nations in close proximity to
Russia. This theory holds that Russian security depends directly on the insecurity of its neighbours. By keeping neighbouring nations in a near-constant state uncertainty and dependence, this will ideally keep that nation dependent on Russia for economic or social stability. A theory of imposed insecurity foresees an aggressive Russia constantly pushing and prodding at the borders of neighbouring states to exploit their weakness and keep them from
fully embracing the West”.
Dari sini definisi RSC berdasarkan sudut pandang Rusia yaitu, bagi Rusia wujud keamanan dalam kawasannya adalah ketika near abroad-nya berada pada suatu kondisi tidak aman sehingga akan terus bergantung pada Rusia. Maka keamanan regional di kawasannya akan terwujud jika hanya ada Rusia saja yang berperan sebagai Great Power di kawasan tersebut. Namun, keamanan kawasan Rusia menjadi terancam karena selain hadirnya AS dan aliansinya NATO dan UE di kawasannya.
Pola relasi yang terjadi di kawasan Asia Tengah dalam mengatasi persoalan yang di hadapi di kawasan, kemitraan Rusia engan Cina berikut negara-negara
37 Tyler J. Pack, 2011, Chechnya, Georgia, and Theories for Foreign Policy, All graduate Reports and Creative Projects, Paper 10, diambil dari at http://digitalcommons.usu.edu/gradreports/10 diakses tanggal 29 Sepetember 2014.
23 Asia Tengah dalam SCO terwujud dalam pola relasi amity yang mana dari aliansi ini tercipta sebuah security community demi menjaga keamanan para anggota di kawasan yang salah satunya tercipta dalam bentuk latihan militer bersama dalam
Peace Mission 2005, 2006, dan 2007. 1.6.2 Teori Neo-Eurasianisme
Guna menjelaskan prilaku Rusia sebagai great power di kawasan yang berusaha menjaga kawasan Eurasia penulis menggunakan teori neo-eurasianisme yang digagas oleh Aleksandr Dugin. Teori ini diawali oleh teori eurasianisme klasik yang berkembang sejak abad dua puluh. Teori ini berkembang berdasarkan dua dimensi waktu yakni teori eurasianisme klasik yang muncul awal abad dua puluh oleh para intelektual Rusia antara lain Trubeckoy, Savickiy, Alekseev, Suvchinckiy, Iljin, Bromberg, Hara-Davan, dan lain-lain.38 Teori Eurasianisme klasik ini berkembang menjadi neo-eurasianisme atau disebut Eurasia pada tahun 1980an hingga saat ini.39
Teori neo-eurasianisme menjelaskan keterfokusan pada konsep great power
dan kemakmuran melalui pendekatan geopolitik kawasan Eurasia –Eropa dan Asia– sebagai kawasan sentral dunia. Jika dikaitkan dengan konsep geopolitik, terdapat dua teori geopolitik yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan
38 Ray Silvius, 2014, The Russian State, Eurasianism, and Civilisations in the Contemporary Global Political Economy, Journal of Global Faultlines, vol. 2. Dalam
http://www.keele.ac.uk/media/keeleuniversity/fachumsocsci/spire/docs/globalfaultlines/volume2/T he%20Russian%20State%20Eurasianism%20and%20Civilisations%20in%20the%20%20Contem poary%20Global%20Economy.pdf diakses tanggal 29 Desember 2014
39Anton Shekhovtsov & Andreas Umland, Is Aleksandr Dugin a Traditionalist?“Neo -Eurasianism” and Perennial Philosophy. Dalam
http://www.researchgate.net/profile/Andreas_Umland/publication/229445632_Is_Aleksandr_Dugi
n_a_Traditionalist_Neo-Eurasianism_and_Perennial_Philosophy/links/00b7d5152e08a728ca000000.pdf diakses tanggal 29 Desember 2014.
24 dengan teori Eurasianisme, yakni heartland theory oleh Mackinder dan rimland theory oleh Nicholas J. Spkyman. Berdasarkan teori heartland, dunia terbagi menjadi tiga wilayah, yakni satu, world-island meliputi Eropa, Asia, and Afrika;
dua, offshore island meliputi Inggris (great britain) dan Kepulauan Jepang; dan
tiga, outlying island meliputi kontinental Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Australia. Sedangkan heartland yang dimaksudkan dalam teori ini adalah Rusia.40 Mackinder menyatakan bahwa:
“Who rules East Europe commands the heartland; who rules the
heartland commands the World-Island; who rules the World-Island
controls the world”.41
Secara singkat, Mackinder menyatakan siapa yang mampu menguasai Eropa Timur akan memiliki kekuasaan akan heartland dan yang menguasai heartland
akan mampu menguasai world-island yang secara keseluruhan menguasai dunia. Pernyataan Mackinder ini diperkuat dengan teori yang dinyatakan oleh Nicholas J. Spkyman melalui teori rimland-nya pada masa perang dingin. Teori ini menyatakan dunia terbagi menjadi empat wilayah, yaitu heartland, rimland
(world–island dan offshore), oceanic belt serta new world (Amerika). Wilayah
rimland (world–island dan offshore) yang dimaksud adalah wilayah Eurasia, Eropa Timur dan Asia Tengah. Secara tersirat, teori ini menyatakan wilayah
rimland merupakan wilayah dengan sumber daya (resources) paling berpengaruh. Spkyman menyatakan bahwa:
40
Ibid,
41 Sir Halford J. Mackinder, 1947, Democratic Ideals and Reality: A Study in the Politics of Reconstruction, NDU Press defense classic. Hal 18. dalam
http://mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/139619/ipublicationdocument_singledocument/eda 9e313-7e1b-41f3-a9d7-44b84da4ae5f/en/1942_Democratic_Ideals_Reality.pdf
25 “Who controls the Rimland rules Eurasia; Who rules Eurasia
controls the destinies of the world.”42
Penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan di wilayah rimland
berarti mengontrol dunia karena wilayah tersebut memiliki letak strategis untuk dikuasai. Secara tersirat, dua teori ini menyatakan bahwa wilayah Eurasia memiliki letak yang strategis untuk dikuasai dan didominasi. Dominasi wilayah, sumber daya dan penduduk (masyarakat) di Eurasia menjadikan suatu negara mendominasi dunia. Upaya dominasi di wilayah Eurasia tersebut akan menjadikan suatu negara menjadi great power dunia karena ketika suatu negara mendominasi wilayah Eurasia maka negara tersebut mengontrol dunia. Rusia menggunakan konsep geopolitik ini sebagai justifikasi dari tindakan eksternalnya berdasarkan teori eurasianisme.
Neo-eurasianisme, terutama di era pasca-Perang Dingin, memiliki premis dasar yang menginginkan kembalinya Rusia sebagai kekuatan besar di dunia. Demi tujuan tersebut Rusia harus bisa mengontrol kawasan heartland karena kawasan itu adalah jalan utama menuju penguasaan dunia.43
Teori heartland dan rimland menyatakan wilayah Rusia strategis sebagai jembatan antara Eropa dan Asia yang menguntungkan Rusia secara tidak langsung. Hal tersebut dijadikan Rusia sebagai upaya mendominasi wilayah Eurasia yang diperkuat dengan teori eurasianisme yang berkembang pada tahun 1980-an. Teori tersebut menggunakan konsep geopolitik yang membagi wilayah dunia berdasarkan empat wilayah yakni wilayah pertama Eropa dan Afrika yang terdiri
42
Ibid,
43 JohnT. Payne, 2004. Geopolitics, Globalization, and the Age of Terrorism. dalam http://www.raleightavern.org/geopolitics.htm diakses 10 Mei 2009.
26 dari Uni Eropa, Islam-Arab Afrika dan wilayah sub-tropis Afrika; kedua wilayah Asia Pasifik yang terdiri dari Jepang, negara-negara Asia Timur dan Indochina, Australia dan Selandia Baru; yang ketiga wilayah Eurasia yakni Rusia dan negara-negara Commonwealth of Independent States (CIS)44, 45 India, dan Cina; dan
keempat wilayah Amerika yakni Amerika Utara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.46
Teori neo-eurasianisme ini menjelaskan terdapat kepentingan politik dan keamanan yang digunakan oleh Rusia melalui kawasan Eurasia sebagai poin strategis kebijakan luar negeri. Rusia menggunakan kawasan Asia Tengah sebagai alat strategisnya secara geografis, politik, dan keamanan wilayah untuk mengamankan wilayahnya dan membantu upaya Rusia memainkan peran sebagai negara great power di dunia internasional melalui upaya dominasi Rusia di kawasan post soviet state.
1.7Metodologi Penelitian