• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Kerangka Pemikiran Konseptual

5.4 Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Karawang

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa penelitian menunjukkan struktur ekonomi Indonesia mengalami perubahan dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktural tersebut tercermin dalam distribusi setiap sektor terhadap pembentukan produk nasional maupun perubahan penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor ekonomi.

Teori modernisasi memaparkan bahwa negara yang sedang mengalami proses transformasi struktural dicerminkan oleh dua hal yaitu yang pertama adalah semakin berkembangnya sektor manufaktur atau sektor sekunder yaitu industri pengolahan, dan yang kedua menurunnya peranan sektor pertanian dalam pembentukan produk nasional serta secara bertahap akan bergeser pada sektor jasa. Hal ini diikuti dengan peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor industri dan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Perubahan struktur produksi yang terjadi tersebut sebanding dengan perubahan struktur tenaga kerja (Suryana, 2000).

Berkembangnya sektor industri di Indonesia saat ini menyebabkan peranan sektor pertanian dalam PDB Indonesia menjadi turun, sehingga sektor pertanian termasuk dalam kelompok dengan pertumbuhan yang lambat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya transformasi dalam perekonomian Indonesia. Menurunnya peranan sektor pertanian di beberapa wilayah Indonesia menyebabkan perubahan yang

besar dalam penyerapan tenaga kerja setiap sektor dan kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan produk nasional.

Beberapa wilayah Indonesia mengalami perubahan struktur ekonomi. Di Kabupaten Karawang hal ini ditandai dengan pertumbuhan kontribusi setiap sektor terhadap PDRB, kontribusi sektor industri saat ini menjadi tumpuan wilayah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun demikian, Kabupaten Karawang termasuk dalam salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki tanah subur, dan dikenal dengan wilayah lumbung padi.

Pada tahun 1983-1992 perekonomian Kabupaten Karawang lebih didominasi oleh sektor pertanian. Sektor pertanian unggul dengan produksi yang lebih besar dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Karawang (Lampiran 1). Namun pada tahun 1993-2005 sektor pertanian mengalami tingkat pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan sektor industri pengolahan. Sehingga sektor industri pengolahan menduduki peringkat pertama sejak tahun 1993 dalam kontribusinya terhadap PDRB. Perubahan tersebut menandakan perekonomian Kabupaten Karawang mengalami pertumbuhan dan perubahan struktural, karena menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Kabupaten Karawang.

Terjadi dua hal penting yang mempengaruhi perekonomian wilayah di Indonesia pada periode 1993-2005. Pertama pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi akibat terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan menurunnya kontribusi sebagian sektor ekonomi di wilayah Indonesia termasuk Kabupaten Karawang. Sektor ekonomi Kabupaten Karawang yang mengalami penurunan terbesar adalah sektor bangunan yaitu sebesar Rp 158.883 juta pada tahun 1997 turun menjadi Rp71.000

3

juta pada tahun 1998. Penurunan kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB pada tahun 1998 disebabkan ketergantungan sektor bangunan masih tinggi terhadap barang impor. Pada tahun 1997 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sebesar Rp 660.060 juta menurun hingga 50 persen pada tahun 1998 yaitu sebesar Rp 392.425 juta, sektor industri pengolahan pada tahun 1997 kontribusinya terhadap PDRB sebesar Rp 1.228.768 juta menurun pada tahun 1998 sebesar Rp 792.481 juta.

Kedua pada tahun 2000 pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan wilayah untuk mengatur dan menyeimbangkan keuangan antara pusat dan daearah sesuai dengan potensi dan kemampuan wilayahnya. Hal ini tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Kebijakan pemerintah pusat tersebut diharapkan mampu menstabilkan kembali perekonomian wilayah yang sempat mengalami penurunan kontribusi akibat krisis pada tahun 1997. Kebijakan pemerintah pada tahun 2000 menyebabkan kondisi perekonomian Kabupaten Karawang kembali stabil. Hal ini terlihat pada Tabel 1, dimana sumbangan setiap sektor mulai meningkat terhadap PDRB Kabupaten Karawang.

Pada saat ini sektor industri pengolahan yang menjadi tumpuan wilayah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, walaupun Karawang masih dikenal dengan wilayah lumbung padi, seperti pada Tabel 1. Sektor industri Kabupaten Karawang yang mendominasi pembentukan PDRB tahun 1993 sebesar Rp 633.065 juta meningkat menjadi Rp 1.374.472 juta pada tahun 2005. Sedangkan sektor pertanian pada tahun 1993 kontribusinya terhadap PDRB sebesar Rp 460.963 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi Rp 530.999,8 juta. Peningkatan

kontribusi sektor pertanian tahun 2005 masih belum mampu mengungguli sektor industri dalam pembentukan PDRB.

Tabel l. `Nilai Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karawang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993-2005 (juta rupiah) Sektor Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1993 460963.0 9120.0 633065.0 47095.0 81488.0 546685.0 133105.0 54074.0 209252.0 1994 511163.0 10945.0 774176.0 56563.0 99143.0 670355.0 141638.0 71467.0 231911.0 1995 571100.0 13627.0 928259.0 677090.0 119981.0 790156.0 155044.0 88684.0 247876.0 1996 584927.0 16468.0 1127966.0 80863.0 139274.0 890294.0 189426.0 115596.0 269862.0 1997 660060.0 18838.0 1228768.0 93302.0 158883.0 101453.0 224423.0 142454.0 287290.0 1998 392425.0 10364.0 792481.0 78913.0 71000.0 581051.0 162481.0 27675.0 229563.0 1999 424826.0 10588.0 811518.0 81071.0 72945.0 650999.0 163889.0 28320.0 233705.0 2000 469309.0 10146.0 996677.0 92289.0 77150.0 696193.0 170487.0 44760.0 236977.0 2001 537133.0 113446.0 1063861.0 99918.0 81879.0 719702.0 183069.0 49879.0 240147.0 2002 506105.0 77995.0 1147905.0 116744.0 86132.0 793508.0 194797.0 52194.0 249915.0 2003 484453.0 93673.0 1240223.0 105543.0 89836.0 848595.0 203035.0 54339.0 260308.0 2004 508246.0 100157.0 1306439.0 111905.0 94141.0 895449.0 216815.0 57475.0 274045.0 2005 530999.8 116731.3 1374472.0 149540.4 98791.5 949717.3 227602.0 60578.0 290885.8 Sumber: BPS 2005 Keterangan:

1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi dan Komunikasi

3. Industri 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa

5. Bangunan

Sektor terbesar kedua dalam pembentukan PDRB adalah sektor perdagangan yaitu sebesar Rp 546.685 juta tahun 1993 dan meningkat menjadi Rp 949.717,3 juta pada tahun 2005. Sektor industri dan perdagangan merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Karawang saat ini.

Pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Karawang tercermin pada peningkatan produksi setiap sektor, adanya pertumbuhan tersebut akan menjadi sumberdaya dan dasar bagi pembangunan dan pengembangan sumber-sumber lainnya dalam pembangunan wilayah Kabupaten Karawang. Sehingga, secara keseluruhan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menunjang tahapan pembangunan berikutnya.

5

Sejalan dengan banyaknya perubahan kontribusi sektor perekonomian terhadap PDRB di Kabupaten Karawang, maka informasi dari setiap sektor perekonomian sangat dibutuhkan oleh para investor untuk menanamkan modalnya dan dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Karawang, dengan menggunakan analisis shift-share, tahun dasar analisis tahun 1993 dengan tahun akhir analisis tahun 2005.

Karawang memiliki infrastruktur yang memadai baik dari segi alat transportasi maupun akses jalan yang mudah, perhubungan antar kota maupun antarprovinsi, karena masih termasuk dalam wilayah pinggiran Jakarta dan sekitarnya. Selain itu fasilitas pendukung lainnya yaitu fasilitas perbelanjaan modern, pusat bisnis dan berkembangnya kawasan industri yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karawang. Di samping itu, ada keunggulan lainnya yang dimiliki oleh daerah Karawang, yaitu pertanian yang cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi investor yang menanamkan modalnya di daerah Karawang.

1.2. Perumusan Masalah

Pada periode 1983-1992 perekonomian Kabupaten Karawang lebih dipengaruhi oleh sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian lebih unggul bila dibandingkan dengan sektor lainnya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Karawang. Sedangkan periode 1993-2005 perekonomian Kabupaten Karawang didominasi oleh sektor industri pengolahan. Hal ini ditandai semakin besarnya

kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Karawang. Sedangkan sektor pertanian periode 1993-2005 memiliki tingkat pertumbuhan yang lamban bila dibandingkan dengan sektor industri pengolahan. Sehingga pada periode 1993-2005 sektor industri pengolahan memduduki peringkat pertama dalam pembentukan PDRB Kabupaten Karawang.

Pada periode 1993-2005 terjadi dua hal penting yang mempengaruhi perekonomian Kabupaten Karawang yaitu, tahun 1997 krisis moneter yang diawali dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini mengakibatkan terpuruknya perekonomian Kabupaten Karawang terutama sektor bangunan yang ketergantungan terhadap barang impor cukup tinggi. Pada tahun 2001 kontribusi sektor perekonomian Kabupaten Karawang terhadap PDRB mulai meningkat karena berjalannya kebijakan Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk menstabilkan kembali perekonomian wilayah di Indonesia.

Perubahan kontribusi sektor perekonomian terhadap PDRB di Kabupaten Karawang menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Karawang pada tahun 1993. Sehingga permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana tingkat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Karawang sejak terjadinya perubahan struktur ekonomi pada tahun 1993. Pertumbuhan sektor tersebut akan dibandingkan dengan pertumbuhan sektor ekonomi yang bersesuaian di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Karawang ?

7

2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi Karawang jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ?

3. Bagaimana profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Karawang? 4. Bagaimana daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Karawang bila

dibandingkan dengan sektor ekonomi Jawa Barat?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah

:

1. Menghitung laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Karawang.

2. Menganalisis perbandingan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karawang dan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

3. Mengetahui profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Karawang. 4. Mengidentifikasi daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Karawang

bila dibandingkan dengan sektor ekonomi Jawa Barat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Sejalan dengan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan Kabupaten Karawang.

2. Bahan masukan bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan wilayah Kabupaten Karawang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian ini mencakup kajian makro dengan menggunakan metode analisis Shift Share dengan data-data PDRB Porvinsi Jawa Barat dan PDRB Kabupaten Karawang. Penelitian ini akan menganalisis pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Karawang selama tahun 1993-2005.

Analisis Shift Share adalah suatu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi atau kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan suatu sektor pada suatu wilayah dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya dan menunjukkan perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Tahun 1993 dijadikan sebagai tahun dasar analisis karena tahun 1993 keadaan perekonomian nasional maupun wilayah berada pada tingkat kestabilan ekonomi. Tahun 2005 dijadikan tahun akhir analisis karena data terbaru yang ada di BPS adalah data tahun 2005.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

1. Pertumbuhan Ekonomi menurut Kuznets dalam Todaro, (1994).

Kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini memiliki tiga komponen pokok, yaitu, (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda kematangan ekonomi; (2) Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar atau prakondisi untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3) Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi harus diciptakan.

Dalam analisisnya yang mendalam mengenai pertumbuhan ekonomi modern Kuznets telah memilah-milah enam ciri pokok sehubungan dengan pertumbuhan yang dialami hampir di semua negara maju yaitu yang termasuk dalam agregat variabel ekonomi, variabel transformasi struktural, dan faktor yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi internasional. Dua agregat variabel ekonomi yaitu; (1) Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi dan laju pertumbuhan penduduk, (2) Tingkat kenaikan yang tinggi pada total produktivitas faktor, terutama produktivitas tenaga kerja. Dua variabel transformasi struktural yaitu; (1) Tingkat transformasi struktural yang tinggi, dan (2) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. Dua faktor yang

mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi internasional adalah kecenderungan negara-negara yang secara ekonomis maju untuk menggapai bagian dunia yang lain dalam usaha untuk memperluas pasar dan memperoleh bahan mentah, serta terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya meliputi sepertiga bagian dunia.

2. Pertumbuhan Ekonomi menurut Todaro, (1994).

Faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi setiap negara adalah: 1. Akumulasi modal yang meliputi semua investasi baru berupa tanah dan

sumberdaya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk. Faktor ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja meskipun dengan tenggang waktu, secara tradisional dianggap merupakan faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Kemajuan di bidang teknologi, dapat disebut sebagai cara baru dan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan suatu barang,

Pertumbuhan ekonomi yang cepat merupakan dasar yang terselenggaranya penelitian ilmiah yang pada gilirannya akan mendorong inovasi teknologi yang nantinya akan memutar baling-baling pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

2.2. Konsep Pembangunan Wilayah

Seluruh wilayah di Indonesia memiliki kontribusi terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka

11

pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antar-pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah Air (Soegijoko, 1997).

Pembangunan wilayah merupakan hasil dari aktivitas ekonomi pada wilayah tertentu. Hal ini berupa pendapatan perkapita, kesempatan kerja dan pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih maju. Dalam pelaksanaan pembangunan wilayah terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan untuk mempengaruhi perubahan sosial (Friedman dalam Restuningsih, 2004). Sasaran pembangunan menurut Todaro (1994) yaitu:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan kesadaran harga diri baik individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua pilihan individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan diatas pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada:

1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi harus terus menerus meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup.

3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan.

4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah.

Pada kenyataannya, tidak semua wilayah dapat mewujudkan hal tersebut, sehingga pembangunanpun tidak merata di seluruh wilayah. Perbedaan pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh sejumlah teori, yakni teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001).

1. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menjelaskan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang

13

menggunakan sumberdaya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk unggulan yang diekspor) akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan lapangan kerja di wilayah tersebut.

2. Teori Lokasi

Teori ini digunakan untuk menentukan pengembangan kawasan industri di suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati bahan baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka memaksimumkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin.

3. Teori Daya Tarik Industri

Teori ini dilatarbelakangi oleh adanya pembangunan industri di suatu wilayah. Sehingga faktor-faktor daya tarik usaha antara lain produktivitas, industri-industri kaitan, daya saing masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor dan prospek permintaan domestik.

Dengan demikian, konsep pembangunan wilayah secara mendasar mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Dalam hal ini pembangunan wilayah merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan pengembangan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Soegijoko, 1997).

2.3. Kendala dan Strategi Pembangunan Wilayah

Dalam pembangunan wilayah untuk dapat mewujudkan keterpaduan antarsektor dan menghilangkan kesenjangan antarwilayah/daerah, bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena adanya beberapa kendala sebagai berikut:

1. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mencurahkan dana yang lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarana yang akan lebih membuka dan menyeimbangkan kesempatan dan berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah terbelakang secara lebih cepat.

2. Keterbatasan sumberdaya manusia di wilayah terbelakang, yang antara lain menjadi penyebab sekaligus akibat keterbelakangan itu.

3. Persaingan antar pengusaha di sektor/wilayah untuk memanfaatkan kesempatan dan tantangan menghadapi globalisasi.

4. Sulitnya menarik investasi swasta sebagai sumber dan pemacu pertumbuhan ke wilayah terbelakang, terutama investasi yang berkualitas yang mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan daerah secara berkelanjutan.

Strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan regional, adalah: 1. Desentralisasi kekuasaan dalam pengeluaran daerah

Pemerintah daerah harus mulai meningkatkan kemampuan dalam memperbesar pendapatan daerah. Sedangkan pemerintah pusat tetap meneruskan pengalihan sumberdaya kepada pemerintah daerah dalam bentuk bantuan yang tidak mengikat sehingga memberikan keleluasaan dalam membuat keputusan. Pada jangka menengah dan jangka panjang, perlu dipertimbangkan suatu strategi

15

tahapan pembangunan yang sedikit demi sedikit memberikan pengawasan perencanaan, pendanaan dan proses implementasi kepada administrasi pemerintah daerah.

2. Peningkatan pendapatan daerah

Pemerintah daerah perlu menyusun sejumlah kriteria untuk pemasukan keuangan daerah, seperti kemampuan administrasi dan proses budgeting yang baik dalam rangka menunjang perbaikan kelembagaannya.

3. Pengembangan kelembagaan

Program pengembangan kelembagaan yang perlu dicapai adalah koordinasi antara kelembagaan, transparansi dan rasa tanggung jawab, profesionalisasi pegawai sipil dengan peningkatan standar kinerja dan pengupahan serta pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah.

4. Keanekaragaman budaya

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki kemauan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus tanggap terhadap perbedaan-perbedaan itu, sehingga perlu adanya suatu “penilaian sosial” yang menggambarkan strategi kebudayaan untuk masing-masing daerah.

2.4. Konsep Wilayah

Budiharsono (2001) menyatakan, wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah

homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah administratif.

1. Wilayah Homogen

Konsep wilayah homogen dipandang sebagai daerah-daerah geografik yang dikaitkan bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah tersebut memiliki ciri-ciri yang seragam/relatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu dapat bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografi/iklim yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi suatu perubahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya.

Daerah pantura Jawa Barat (Indramayu, Subang dan Karawang) merupakan salah satu contoh wilayah homogen dari segi produksi padi. Hal ini berarti setiap perubahan yang terjadi di wilayah tersebut, seperti subsidi harga pupuk, perubahan harga padi dan sebagainya akan mempengaruhi seluruh bagian wilayah tersebut dengan proses yang sama.

2. Wilayah Nodal

Wilayah nodal merupakan satuan-satuan yang heterogen dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya maupun desa-desa. Ciri umum pada daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (urban hierarchy), sehingga timbul ketergantungan antar pusat (inti)

17

dan daerah belakangnya (hinterland). Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.

Contoh daerah nodal adalah Provinsi DKI Jakarta dan BOTABEK (Bogor, Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan BOTABEK sebagai daerah belakangnya.

3. Wilayah Administratif

Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan/politik, seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan RT/RW. Hal ini disebabkan dua faktor, yaitu: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis.

4. Wilayah Perencanaan

Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki ciri-ciri: (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya.

Contoh wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi adalah BALERANG (Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang), daerah perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi.

Gunawan (2000) mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini,

Dokumen terkait