• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.3.2 Pengertian Kualitas Informasi

2.3 Kerangka Pemikiran

Perubahan sistem administrasi pajak dalam hal pengelolaan sangat penting dan konstruktif untuk memenuhi tuntutan berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan terhadap pajak. Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu

kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan. Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan pajak yang kokoh sebagai fundamental penerimaan negara yang baik dan berkesinambungan. Modernisasi sistem perpajakan dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima kepada masyarakat. Good Governance, merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Selain itu untuk mencapai tingkat kepatuhan wajib pajak yang tinggi, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Pengelolaan pajak mengalami perubahan besar yang terus dikembangkan ke arah modernisasi. Tapi untuk mengimbanginya diperlukan partisipasi dari pegawai pajak sebagai pengguna sistem informasi, karena seperti apapun canggihnya suatu sistem informasi yang menjalankan dan menggunakannya adalah manuasianya itu sendiri (SDM). Dengan demikian optimalisasi penerimaan pajak dapat terlaksana dengan baik, efektif dan efisien.

Sejalan dengan perkembangan modernisasi yang ada di Direktorat Jenderal Pajak, perubahan-perubahan yang mendasar telah dan terus dilakukan untuk mengantisipasi modernisasi tetap konsisten sesuai dengan rencana semula. Modernisasi telah dimulai dengan adanya perubahan struktur birokrasi, bisnis

proses dan optimalisasi teknologi informasi, serta remunerasi pegawai. Berkaitan dengan teknologi informasi di Direktorat Jenderal Pajak ada dua sistem yang dikembangkan yang berbasis Sistem Informasi Akuntansi, yaitu Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3) yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak secara on-line sekarang Program aplikasi MP3 sudah digantikan oleh MPN atau Modul Penerimaan Negara. Aplikasi MPN adalah Sistem Informasi Akuntansi gabungan yang digunakan oleh DJP dan Dirjen Perbendaharaan Negara, Sistem ini adalah suatu sistem yang terstruktur untuk mengatur proses penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara. Ada satu lagi sistem informasi akuntansi yang terdapat di direktorat jenderal pajak. Namun sistem yang satu ini terpisah dari Sistem Informasi Direktorat Pajak (SIDJP) yaitu Sistem Informasi Keuangan, Kepegawaian dan Aktiva (SIKKA). Sistem ini adalah aplikasi yang digunakan untuk melaporkan data dan aktivitas pegawai pajak dan juga aktifitas keuangan Kantor pelayanan pajak. Kedua sistem informasi akuntansi tersebut adalah Sistem Informasi Akuntansi organisasi yang berdasar kepada SAI (Sistem Akuntansi Instansi).

Seperti yang saya jelaskan di atas sebelum DJP menggunakan MPN seperti sekarang, DJP pernah menggunakan Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3). Program ini adalah sistem yang berfungsi untuk memonitor pelaporan dan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak

secara online. Secara fisik, sistem ini dapat dilihat sebagai suatu koneksi antara satu komputer bank persepsi (gateway BP) yang terhubung secara online dengan komputer Direktorat Jenderal Pajak (gateway DJP). Koneksi ini terhubung melalui sarana komunikasi berupa modem. Komputer pada setiap cabang dari bank terhubunh ke gateway BP. Sehingga semua komunikasi data dari cabang BP ke gateway DJP harus melalui gateway BP. Gateway BP ini bisa diisi dengan program Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang spesifikasi dan bahasa komunikasinya telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak(ismail,2003).

Tahapan dari proses Perekaman data pembayaran melalui sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) adalah sebagai berikut (Ismail,2003) :

1. Petugas di BP meng-input NPWP, Kode KPP, dan Kode Cabang.

2. Data NPWP, Kode KPP, dan Kode Cabang di transmit ke sistem di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

3. Suatu prosedur pencarian data di DJP akan mencari data nama, alamat, kota di Master file Wajib Pajak (MFWP) sesuai dengan NPWP, Kode KPP, dan Kode Cabang yang diterima dari BP.

4. Data nama, alamat, kota di transmit kembali ke sistem di BP yang kemudian ditampilkan di layar sistem MP3 di BP.

5. Petugas BP kemudian merekam kode MAP, kode jenis setoran, Nomor Ketetapan, dan Jumlah uang yang disetor lalu data tersebut di transmit ke DJP.

6. Prosedur Penulisan data, kode MAP, kode jenis setoran, Nomor Ketetapan, dan Jumlah uang yang disetor ke file transaksi SSP.

7. DJP melakukan proses pengesahan, dengan menerbitkan Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTTP).

8. Data tersebut diterima oleh bank.

9. Data NTPP dan data pembayaran lainnya di cetak oleh sistem bank. 10. WP akan Menerima hasil cetakan SSPyang kemudian disebut SSP khusus.

Dalam monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terdapat Surat setoran Pajak (SSP) khusus. Kantor penerima pembayaran pajak (bank persepsi/kantor pos) yang telah menerapkan sistem ini dapat menerbitkan SSP khusus yang memuat data sebagai berikut : NPWP, Nama WP, identitas kantor penerima pembayaran, Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/ kode jenis pajak dank kode jenis setoran, masa pajak dan atau tahun pajak, nomor ketetapan untuk pembayaran STP, SKPKB atau SKPKBT, jumlah dan tanggal pembayaran serta Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB).

Proses pelaporan oleh wajib pajak (WP) saat masih berlakunya MP3, yaitu sebagai berikut:

1. WP membayar/menyetor kewajiban pajaknya ke kantor penerimaan pembayaran (bank persepsi/ bank devisa persepsi atau kantor pos) tanpa membawa SSP standar.

2. Bank secara online menghubungi kantor pusat DJP untuk mendapatkan Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) sebagai bukti bahwa ada data penerimaan tersebut telah masuk ke server DJP. Bank mencetak SSP Khusus (disertai NTPP) dan menyerahkan ke WP. Kemudian WP melaporkan pembayaran tersebut ke KPP. KPP mendownload data MP3 di server MP3 di DJP setiap hari.

3. Bank melaporkan penerimaannya hari itu ke KPKN dengan mencetak laporan per nota kredit rangkap 3 (tiga) yang terdiri dari :

a. Laporan per nota kredit detil yang disebut daftar nominative penerimaan (DNP) yang dipisahkan menurut kelompok penerimaan.

b. Laporan per nota kredit rekap yang disebut Rekap transaksi nota kredit. c. Rekaman Data DNP (RDD), yakni data transaksi harian menurut

kelompok penerimaan dan fisik SSP lembar ke-2.

4. KPKN menerima DNP, RDD, dan SSP lembar ke-2 dari bank, menggabungkan dengan DNP, RDD dan SSP lembar ke-2 yang diterima dari Bank dan membuat DNP kompilasi. KPKN menyerahkan DNP, RDD dan SSP lembar ke-2 tersebut ke KPP/Kanwil koordinator. KPP/Kanwil koordinator memeriksa kesesuaian DNP, RDD dan SSP lembar ke-2. Apabila telah sesuai kanwil/KPP koordinator membuat DNP Kanwil untuk kemudian

mengirimkan DNP kanwil, RDD dan SSP lembar ke-2 yang sah sebagai penerimaan sendiri.

Namun dalam pelaksanaannya ada beberapa kelemahan dalam penerapan MP3 seperti sering terjadinya perbedaan data antara data realisasi penerimaan pajak belum terintegrasi, hal ini membuat sering terjadi perbedaan pencatatan antara Ditjen Pajak dan Ditjen Perbendaharaan Negara. Penerimaan perpajakan dicatat oleh Ditjen Pajak dalam SAI sedangkan Ditjen Perbendaharaan Negara mencatatkannya dalam kas negara dengan sistem SAU. Maka diciptakanlah sistem gabungan kedua lembaga tersebut yaitu MPN untuk menyamakan persepsi kedua lembaga tersebut.

Apabila diatas sudah dijelaskan tentang tahapan – tahapan penyetoran atau pelaporan saat masih menggunakan MP3, berikut ini adalah tahapan – tahapan penyetoran dengan menggunakan Modul Penerimaan Negara (PER-78/PB/2006), yaitu :

1. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan dapat melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung dengan MPN.

2. Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal pembayaran.

3. Tata cara penyetoran penerimaan negara oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan diatur sebagai berikut:

a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos

1. Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam rangkap 4 (empat);

2. Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang bersangkutan;

3. Menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar ke-3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos, cap Bank/Pos, tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti setor;

4. Menyampaikan bukti setoran kepada unit terkait. b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)

1. Melakukan pendaftaran pada sistem registrasi pembayaran via internet di www.djpbn.depkeu.go.id;

2. Mengisi data setoran dengan lengkap dan benar untuk mendapatkan Nomor Register Pembayaran (NRP). Masa berlaku NRP sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan;

3. Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran dilakukan oleh instansi terkait dan NRP tercantum pada surat tagihan dimaksud;

4. Melakukan pembayaran dengan menggunakan NRP;

5. Menerima NTPN sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran dilakukan;

6. Mencetak BPN melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank dengan menunjukkan NTPN/NTB;

7. Menyampaikan BPN kepada unit terkait.

Dari tahapan – tahapan yang di paparkan diatas maka dapat dilihat bahwa pembayaran atau pelaporan kewajiban setelah diterapkannya MPN lebih mudah dan simpel dibandingkan saat masih menggunakan MP3. Seperti yang telah penulis jelaskan di atas bahwa MPN dan SIKKA adalah Sistem Informasi Akuntansi yang ada di direktorat jenderal pajak yang berdasarkan kepada Sistem Akuntansi Instansi. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi menurut Gelinas, Orams, dan Wiggins (1997), yaitu :

“Mendefinisikan sistem informasi akuntansi (SIA) sebagai subsistem khusus dari sistem informasi manajemen yang tujuannya adalah menghimpun, memproses dan melaporkan informsi yang berkaitan dengan transaksi keuangan.”

Dokumen terkait