• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesejahteraan dalam sebuah pembangunan sosial ekonomi suatu daerah, tidak dapat didefinisikan hanya berdasarkan konsep materialis dan hedonis, tetapi juga memasukkan tujuan-tujuan kemanusiaan dan keruhanian. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat.

Salah satu cara menguji realisasi tujuan-tujuan tersebut adalah dengan:

- melihat tingkat persamaan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua; - terpenuhinya kesempatan untuk bekerja atau berusaha bagi semua masyarakat; - terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan;

- stabilitas ekonomi yang dicapai tanpa tingkat inflasi yang tinggi;

- tidak tingginya penyusutan sumber daya ekonomi yang tidak dapat diperbaharui, atau ekosistem yang dapat membahayakan kehidupan.

Cara lain menguji realisasi tujuan kesejahteraan tersebut adalah dengan melihat perwujudan tingkat solidaritas keluarga dan sosial yang dicerminkan pada tingkat tanggungjawab bersama dalam masyarakat, khususnya terhadap anak-anak, usia lanjut, orang sakit dan cacat, fakir miskin, keluarga yang bermasalah, dan penangulangan kenakalan remaja, kriminalitas, dan kekacauan sosial.

Berlandaskan Kerangka Dinamika Sosial Ekonomi Syariah, suatu pemerintahan harus dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan lingkungan yang

sesuai untuk aktualisasi pembangunan dan keadilan melalui implementasi Syariah. Hal itu terwujud dalam pembangunan dan pemerataan distribusi kekayaan yang dilakukan untuk kepentingan bersama dalam jangka panjang. Sebuah masyarakat bisa saja mencapai puncak kemakmuran dari segi materi, tetapi kejayaan tersebut tidak akan mampu bertahan lama apabila lapisan moral individu dan sosial sangat lemah, terjadi disintegrasi keluarga, ketegangan sosial dan anomie masyarakat meningkat, serta pemerintah daerah tidak dapat berperan sesuai dengan porsi dan sebagaimana mestinya.

Sesungguhnya aspek materi dan ruhaniah bagi kesejahteraan tidak independen satu dengan lainnya, tetapi keduanya sangat berhubungan erat. Tingkat keharmonisan keluarga yang tinggi akan meningkatkan produktivitas individu dalam pembangunan ekonomi dan dunia usaha, sedangkan keharmonisan kehidupan sosial akan membangun lingkungan yang lebih kondusif bagi pemerintahan daerah yang lebih efektif serta meningkatkan pembangunan di segala bidang. Untuk mencapai konsep kesejahteraan tersebut, setiap orang baik sebagai anggota masyarakat atau dunia usaha, maupun sebagai bagian dari organisasi pemerintahan diharuskan mengorbankan kepentingan pribadi demi memenuhi kemaslahatan sosial di lingkungan keluarga, dalam dunia usaha, hidup bermasyarakat, atau di dalam bidang pemerintahan. Pemenuhan kepentingan pribadi adalah sebaik-baik kebijaksanaan, namun sebagai konsekuensinya system kekeluargaan akan hancur, kualitas generasi mendatang akan menurun, atau bahkan akan berakibat fatal pada kinerja dunia usaha dan pemerintahan itu sendiri. Selama maksimalisasi kekayaan dan konsumsi adalah satu-satunya tujuan, maka pengorbanan tidak akan ada artinya. Dengan demikian, diperlukan suatu “Rasa Kebersamaan”.

Rasa kebersamaan”dalam suatu daerah, akan membuat masyarakat bekerjasama dengan yang lain untuk tujuan yang sama, membatasi kepentingan pribadi mereka, dan memenuhi kewajiban mereka sehingga dapat terbentuk keharmonisan sosial dan menimbulkan kekuatan yang menentukan bagi pembangunan dan tegaknya suatu peradaban. “Rasa kebersamaan” tersebut diwujudkan dalam sebuah kemitraan yang sejajar antar seluruh stakeholders yang terlibat dalam sebuah program pembangunan.

Kemitraan yang sejajar akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat. Keadilan terwujud melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangunan. Jika keadilan hilang, maka cenderung akan timbul ketidakpuasan di antara masyarakat, mengecilkan hati masyarakat, dan berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat. Lebih jauh lagi, ketidakpuasan tidak hanya mempengaruhi motivasi masyarakat dalam bekerja tapi juga akan melemahkan efisiensi, sikap inovatif, kewirausahaan, dan kualitas kebaikan yang lain, sehingga pada akhirnya menyebabkan disintegrasi dan kemunduran masyarakat. Dampak buruk dari semua itu adalah akan timbul krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah, bahkan lebih luas lagi akan merambat terhadap Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah, setelah lahirnya UU Nomor 22 tahun 1999 (telah diperbaharui dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, memegang otonomi dalam merencanakan dan mengandalikan pembangunan di daerahnya dalam kerangka pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, Pemerintah Daerah dapat merencanakan program-program pembangunan daerahnya, termasuk pembangunan kesejahteraan masyarakatnya melalui program-program yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerahnya masing-masing.

Salah satu yang harus menjadi perhatian sebagian besar Pemerintah Daerah, saat ini adalah masalah kemiskinan yang tinggi dan angka kesempatan bekerja yang rendah. Sehingga Pemerintah Daerah harus dapat membuat program yang dapat memberdayakan masyarakat dengan membuka peluang-peluang usaha dengan membangkitkan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia yang akhirnya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.

Program-program pembangunan ekonomi dengan membangkitkan kemandirian masyarakat, sebenarnya telah banyak dilakukan pada masa lalu. Namun sebagian program tersebut tidak berumur panjang dan berkelanjutan. Walaupun demikian ada beberapa program kemitraan dalam pembangunan ekonomi yang berumur belasan tahun, seperti program PHBK (Pola Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat), P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil), dan PPKKP (Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Pedesaan). Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat mengambil pelajaran dari program-program tersebut dengan memilih faktor-faktor keberhasilan dari program tersebut dan mereduksi kelemahan-kelemahan program tersebut dalam sebuah program kemitraan terpadu dalam membangun sebuah kemitraan terpadu bagi pembangunan kesejahteraan daerah. Program pembangunan tersebut hendaknya dapat memperhatikan masalah-masalah yang bersinggungan dengan ruhaniah bukan semata- mata yang berkaitan dengan materialistik semata. Hal itu perlu disadari bahwa dalam diri manusia terdapat faktor-faktor materi dan ruhaniah yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Dengan demikian, sebuah program pembangunan yang memperhatikan kedua hal tersebut akan dapat mewujudkan suatu masyarakat sejahtera lahir dan bathin.

Skema dari kerangka pemikiran kajian pembangunan daerah ini dapat dirangkum pada gambar berikut.

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Pembangunan Daerah

KESEJAHTERAAN RUHANIAH KESEJAHTERAAN MATERI DINAMIKA SOSIAL EKONOMI LAISSEZ FAIRE LAISSEZ FASSER KEADILAN & KESEIMBANGAN SOSIAL PEMENUHAN KEKAYAAN MATERI AN SICH - Pemenuhan Materi - Pertumbuhan Ekonomi - Sikap Individualistik - Persamaan sosial & pemenuhan kebutuhan dasar - Kesempatan Bekerja - Keadilan distribusi - Stabilitas ekonomi - Ekosistem berkelanjutan INDIKATOR- INDIKATOR KESEJAHTERAAN INDIKATOR – INDIKATOR PERTUMBUHAN EKONOMI Program Mewujudkan Kesejahteraan Lahir - Batin

Rasa Kebersamaan Semua Stakeholders Pelaku UBM: Pembinaan Bank Umum: Intermediary Pelaku UMK: Pemberdayaan Pemda: Kebijakan LKMS: Sinergi LPSM: Pendampingan