• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Dasar Pemikiran

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tergolong tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 - 64 tahun. Disisi lain Tambunan (1996) mengatakan tenaga kerja itu adalah bagian dari penduduk (usia kerja), baik yang bekerja maupun mencari kerja, yang masih mau dan mampu untuk melakukan pekerjaan. Lebih jauh dikatakanny a, terdapat perbedaan pengertian antara angkatan kerja (working age population) dengan tenaga kerja (labour force) walaupun keduanya sering diartikan sama. Angkatan kerja adalah penduduk yang berdasarkan usianya sudah bisa bekerja, sedangkan tenaga kerja adalah penduduk yang sedang bekerja atau aktif mencari kerja. Jadi orang yang sudah masuk usia kerja (10 – 64/ 65 tahun) belum tentu bekerja, mau bekerja atau aktif mencari kerja seperti mahasiswa atau ibu rumah tangga. Oleh karena itu, di suatu negara jumlah angkatan kerja tidak selalu sama dengan jumlah tenaga kerja. Menurut Ananta (1990), Indonesia menggolongkan penduduk yang berusia 10 tahun ke atas sebagai tenaga kerja, dengan alasan bahwa telah banyak penduduk yang berusia 10-14 dan 65 tahun yang bekerja.

Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk yang telah bekerja itu mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Berarti kesempatan kerja itu bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sigit (1989) dan Rahmat (1992) bahwa transformasi terjadi salah satunya disebabkan oleh adanya kesempatan kerja yang terbatas pada sektor pertanian, dan semakin terbukanya kesempatan kerja di

sektor non pertanian, serta semakin membaiknya aksessibilitas antara pedesaan dan perkotaan dan pengaruh status sosial masyarakat setempat. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian juga merupakan hal yang dapat menentukan kenapa terjadinya transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Dengan kata lain terjadinya transformasi tenaga kerja di sektor ini dapat dikelompokkan menjadi dua hal yaitu disebabkan karena adanya: (1) faktor pendorong, dan (2) faktor penarik. Faktor pendorong dari sektor pertanian seperti tingkat upah yang lebih baik, status sosial masyarakat, dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor penarik yang umumnya dari sektor industri dan jasa seperti upah yang lebih tinggi, tingkat pendidikan yang lebih baik, prestise dimasyarakat dilihatnya lebih baik. Sesuai dengan uraian pada bab sebelumnya bahwa hasil pembangunan di sektor pertanian adalah merupakan penggabungan dari sektor industri dan jasa, maka sudah barang tentu kedua sektor ini akan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap terjadinya transformasi tenaga kerja maupun kualitas sumberdaya manusia, bila di kedua sektor tersebut ada suatu investasi yang baik yang dapat menciptakan lapangan kerja dengan spesifikasi kualitas yang relatif lebih baik juga.

Berdasarkan uraian di atas, proses transformasi tenaga kerja Indonesia dan kualitas sumberdaya manusia dari sektor pertanian ke sektor non pertanian bukan karena hanya terbatasnya lapangan kerja di sektor pertanian melainkan diakibatkan adanya indikasi bahwa dengan bekerja di luar sektor pertanian (industri, jasa) akan memberikan dampak penghasilan yang lebih baik, gengsi yang lebih tinggi di masyarakat dan lain lain. Secara empiris kondisi ini sudah berkembang di masyarakat sehingga generasi yang telah mengenyam pendidikan terutama bidang pertanian seharusnya dapat berkeja dengan disiplin ilmu yang dimilikinya kembali

ke kampung halamannya untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmunya, ternyata mereka sangat sulit untuk melakukan hal tersebut. Dengan semakin berkembangnya pembangunan di negara kita maka persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dan sebaliknya sektor industri dan jasa mengalami peningkatan. Ini merupakan salah satu ciri suatu negara yang mengarah ke industri disamping adanya sumbangan terhadap produk domestik bruto sektor pertanian mengalami penurunan (Widodo,1997).

3.2. Permintaan Tenaga Kerja

Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa permintaan tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu akan memberikan kegunaan baginya. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja sangat tergantung dari pertambahan permintaan pengusaha akan barang yang akan diproduksinya.

Menurut teori permintaan tenaga kerja, seorang pengusaha sebelum menambah tenaga kerjanya secara permanen tentu akan melakukan berbagai langkah terlebih dahulu seperti dengan menambah jam kerja dari tenaga kerja yang ada, menaikkan upah dan sebagainya. Setelah itu dilakukan, ternyata tetap tidak dapat memenuhi capaian target perusahaan, pengusaha baru akan melakukan langkah-langkah lainnya dengan menambah tenaga kerja. Dengan kondisi seperti itupun pengusaha masih tetap mempertimbangkan yang lainnya bila ingin menambah tenaga kerja, seperti : (1) bagaimana tambahan hasil marginal yaitu output yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja, (2) bagaimana penerimaan marginal

yaitu jumlah uang yang diterima pengusaha dengan tambahan hasil marginal dikalikan dengan outputnya, dan (3) bagaimana biaya marginal yaitu jumlah yang dikeluarkan pen gusaha dengan manambah tenaga kerja. Jika tambahan marginal akibat penambahan tenaga kerja ini lebih besar atau menambah keuntungan perusahaan maka hal ini lebih baik untuk dilakukannya.

Berdasarkan teori permintaan di atas, maka yang dibahas adalah teori pemintaan tenaga kerja secara umum maksudnya setiap jenis kegiatan dalam perekonomian yang membutuhkan tenaga kerja akan mempunyai prilaku yang tidak jauh berbeda. Teori permintaan tenaga kerja diatas adalah teori permintaan tenaga kerja oleh suatu perusah aan. Oleh karena dalam tulisan ini permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja agregat (pertanian, industri dan jasa), maka dapat dikatakan bahwa permintaan tenaga kerja agregat itu merupakan penjumlahan dari permintaan tenaga kerja perusahaan, yang selan jutnya diasumsikan prilaku permintaan tenaga kerja agregat adalah sama dengan prilaku permintaan tenaga kerja perusahaan. Dalam penelitian ini permintaan tenaga kerja itu dilihat dari tiga sektor yaitu pertanian, industri dan jasa.

3.3. Transformasi Struktura l

Transformasi struktural merupakan proses yang terjadi dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam eko nomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, perubahan produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Sulisyaningsih, 1997). Sedangkan Fisher

(1975) menekankan transformasi struktural dari segi adanya pergeseran tenaga kerja dan investasi yang bersifat permanen dari sektor pertanian ke sektor industri yang akhirnya ke sektor jasa.

Menurut Widodo (1997), transform asi struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor pertanian terhadap produk domestik bruto, hal ini juga menunjukkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai tambah bruto sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Dengan makin tingginya pendapatan suatu negara, maka pangsa sektor pertanian semakin kecil ini disebabkan karena meningkatnya suatu pendapatan akan berdampak terhadap meningkatnya daya beli masyarakat terhadap barang-barang industri dan jasa. Sedangkan menurut Sukirno (1982), penurunan pangsa relatif sektor pertanian disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) semakin lambatnya permintaan barang-barang pertanian dibandingkan dengan sektor non pertanian dan (2) adanya kemajuan teknologi produksi di sektor pertanian yang begitu cepat.

Di Indonesia peranan sektor pertanian selama proses pertumbuhannya hanya menjadi pasar bagi produk-produk industri penghasil devisa dari ekspor. Peranannya adalah sebagai penyedia bahan baku, modal dan tenaga kerja bagi suatu industri. Hal ini disebabkan kurang keterkaitan pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor industri. Kurangnya keterkaitan ini, baik dari segi produksi maupun penyerapan tenaga kerja namun hal ini dapat mempengaruhi proses transformasi struktural itu sendiri.

3.4. Kualitas Sumberdaya Manusia Sektor Pertanian di Indonesia

Faktor pendidikan bagi penduduk suatu negara biasanya berkaitan dengan masalah kualitas sumberdaya manusia, baik sebagai manusia individu maupun

sebagai kelompok sosial. Menyimak pengalaman pembangunan bangsa di negara-negara maju, faktor pendidikan merupakan variabel sangat penting dalam rangka memacu kemandirian bangsa dan manggapai kemajuan. Menurut Widodo (1997), pendidikan merupakan variabel masukan (input) yang memiliki determinasi kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk (sosial). Masukan dari kualitas akan menghasilkan output yang berupa produktivitas, kreativitas, etos kerja dan kemandirian baik di sektor ekonomi maupun di sektor non ekonomi.

Secara umum peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat dicapai melalui pendidikan maupun berdasarkan pengalaman. Akan tetapi peningkatan sumberdaya manusia melalui pengalaman membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan melalui pendidikan, sehin gga salah satu indikator yang lebih representatif untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia adalah melalui tingkat pendidikan yang pernah dicapai (Tambunan, 1996). Berpedoman pada indikator tersebut, maka dapat dilihat perkembangan kualitas sumberdaya pen duduk Indonesia selama periode 1961 – 2001 pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1961 – 2001 (%) Tingkat Pendidikan 1961 1971 1980 1990 2001 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Pendidikan Menengah (pertama dan atas) Pendidikan lanjutan

(akademi dan universitas)

68.1 16.7 11.8 3.1 0.3 45.2 (-3.1) 25.1 (4.6) 21.6 (7.6) 7.7 (13.5) 0.4 (3.0) 31.9 (-2.9) 33.0 (3.2) 22.1 (0.2) 12.4 (6.1) 0.6 (5.0) 18.9 (-3.7) 24.6 (-2.3) 30.1 (3.3) 24.8 (9.1) 1.6 (15.2) 8.0 (-4.8) 15.0 (-3.3) 34.9 (1.3) 38.2 (4.5) 3.9 (12.0) Total 100 100 100 100 100

Sumber : Hill, 1996 (1961-1990) dan BPS, 2001

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan tingkat pertumbuhan (%/th) pada

masing-masing per iode yaitu 1961-1971; 1971-1980; 1980-1990;

Berdasarkan Tabel 2 maka dapat dijelaskan bahwa pada periode 1961 – 1980 kondisi kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih sangat rendah, hal itu terbukti lebih dari 50 persen penduduk Indonesia dengan rata-rata tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar ke bawah, dan bahkan selama periode tersebut sekitar 31.9 – 68.1 persen tidak pernah sekolah. Penduduk yang berpendidikan setingkat sekolah dasar baru 11.8 – 22.1 persen, dan yang berpendidikan menengah sekitar 3.1 – 12.4 persen, dan bahkan yang berpendidikan lanjutan ke atas baru 0.3 – 0.6 persen.

Mulai tahun 1990, kualitas sumberdaya manusia Indonesia didominasi oleh kualitas setara sekolah dasar, dimana pada tahun tersebut proporsi penduduk Indonesia yang berpendidikan sekolah dasar sekitar 30.1 persen dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 34.9 persen. Peningkatan jumlah penduduk yang berpendidikan setingkat menengah dan lanjutan juga mulai mengalami peningkatan yang cukup berarti. Bahkan pada tahun 2001, komposisi penduduk yang berpendidikan setingkat pendidikan menengah sudah mulai mendominasi yaitu sebesar 38.2 persen dengan peningkatan sekitar 4.5 persen per tahun selama periode 1990 – 2001. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan sumberdaya manusia di Indonesia, terbukti adanya peningkatan komposisi jumlah penduduk yang berpendidikan sekolah dasar, setingkat pendidikan menengah dan seterusnya. Namun masalah yang timbul adalah apakah penduduk atau sumberdaya manusia yang telah mengalami perbaikan di tingkat pendidikan akan otomatis bisa terserap oleh sektor yang mereka harapkan, atau sektor industri dan jasa. Lebih jauh distribusi tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 maka dapat dijelaskan bahwa selama periode 1976 – 2001 sumberdaya manusia Indonesia baik yang bekerja di sektor pertanian maupun

sektor non pertanian didominasi oleh sumberdaya manusia dengan kualifikasi pendidikan tamat sekolah dasar ke bawah. Untuk sektor pertanian, selama periode 1976 - 1986, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada tenaga kerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi yang bekerja pada sektor ini karena jumlahnya relatif sangat kecil sekali, akan tetapi pada tahun 2001 sudah mulai meningkat dan menjadi sebesar 0.17 persen.

Tabel 3. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1976, 1986 dan 2001

(%)

Sektor Pertanian Sektor non Pertanian

Tingkat Pendidikan 1976 1986 2001 1976 1986 2001 Tdk.pernah sekolah Tdk.Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat P T 34.7 37.9 25.3 1.7 0.4 - 24.2 36.3 34.0 4.3 1.2 - 11.83 23.92 45.61 13.10 5.37 0.17 22.0 30.1 28.5 9.1 8.9 1.4 12.5 23.4 33.1 12.3 15.9 2.8 7.56 16.91 38.09 16.96 17.80 2.68 Total (persen) 100 100 100 100 100 100 Angkatankerja(.000) 29 695 37 645 39 744 18 620 30 694 90 807 Sumber : Suryana, 1989; BPS 2001

Keterangan : tanda - menunjukkan persentasenya sangat keci

Sementara itu, selama periode 1976 - 2001 jumlah tenaga kerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi yang bekerja di sektor non pertanian berkisar 1.4 – 2.7 persen terutama terserap pada sektor tersier (jasa keuangan dan perdagangan). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada aspek pendidikan telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia, namun perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut belum mampu diimbangi adanya peningkatan daya serap atau penciptaan lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas dan kualifikasi pendidikan sehingga akhirnya dapat dapat bersaing menghadapi era globalisasi (Bali Post, 2005). Hal ini sangat menarik bila dikaitkan dengan masih banyaknya sumberdaya manusia yang berkualifikasi sarjana menganggur. Sebenarnya,

lambannya pembangunan ekonomi bukan merupakan penyebab utama tetapi karena kualitas sumberdaya manusia bila dilihat dari sisi tingkat pendidikan terbukti masih rendah.

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

4.1. Kerangka Model

Model merupakan suatu penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari suatu model aljabar, yaitu suatu unsur yang sifatnya stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel pengganggu (Intriligator, 1978).

Unsur stokastik ini memperhitungkan unsur-unsur yang sifatnya random, yang merupakan kekhususan dari model ekonometrika. Selanjutnya dalam hubungan teori atau model ekonomi matematika yang umumnya adalah menggunakan hubungan yang bersifat eksak atau deterministic, kerandoman ini biasanya diabaikan. Disamping itu, menurut Koutsoyiannis (1977) suatu model dikatakan baik apabila memenuhi berberapa kriteria diantaranya ekonomi, statistik dan ekonometrika. Sedangkan menurut Eriyatno (1989) dalam Kagami (2000), model adalah merupakan suatu abstraksi realitas, maka wujudnya kurang komplek dibandingkan dengan realitas itu sendiri, dimana model dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek penting dan realitas yang dikaji.

Berpijak pada kerangka pemikiran yang tertuang di atas, maka dapatlah dirumuskan suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan-permasalahan dan tujuan dari penelitian ini. Kemudian untuk menjelaskan lebih lanjut tentang model persamaan simultan dari model ekonomi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia dapat dilihat interdependesi antar variabel seperti pada Gambar 2.

47

Gambar 2. Diagram Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di

Indonesia

4.2. Perumusan Model

Model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja d i Indonesia yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari persamaan-persamaan : (1) kesempatan kerja, (2) produk domestik bruto sektor pertanian, (3) transformasi tenaga kerja, dan (4) kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Model memiliki 24 persamaan (14 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas) yang terdiri dari 12 persamaan kesempatan kerja sektor pertanian (5 persamaan struktural dan 7 persamaan indentitas), 9 persamaan kesempatan kerja sektor non pertanian (6 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas), 1 persamaan struktural produk domestik bruto, 1 persamaan struktural transformasi tenaga kerja, dan satu persamaan struktural kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Lebih jelas rumusan model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2.1. Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) kesempatan kerja sektor pertanian yang merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja masing-masing sub sektor pertanian meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, sub sektor peternakan, sub sektor perkebunan, sub sektor perikanan dan sub sektor kehutanan, (2) kesempatan kerja sektor non pertanian yang merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja sektor industri, dan (3) sektor jasa. Berikut diuraikan masing-masing kesempatan kerja dimaksud.

4.2.1.1. Kesempatan Kerja Total

KKT = KKTan + KKInds + KKJs ………(.1) dimana :

KKT = Kesempatan kerja total (ribu orang)

KKTan = Kesempatan kerja sektor pertanian (ribu orang) KKInds = Kesempatan kerja sektor industri (ribu orang) KKJs = Kesempatan kerja sektor jasa (ribu orang) 4.2.1.2. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian

KKTan = KKTph + KKBun + KKNak + KKKan + KKHut ……..(2) dimana :

KKTph = Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (ribu orang)

KKHut = Kesempatan kerja sub sektor kehutanan (ribu orang) KKBun = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan (ribu orang) KKNak = Kesempatan kerja sub sektor peternakan (ribu orang) KKKan = Kesempatan kerja sub sektor perikanan (ribu orang) KKHut = Kesempatan kerja sub sektor kehutanan (ribu orang) 4.2.1.3. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Pertanian

Tanaman Pangan dan Hortikultura

KKSTph = KKBun + KKNak + KKKan + KKHut ………..…(3) dimana :

KKSTph = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (ribu orang)

4.2.1.4. Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultu ra

KKTph = a0 + a1 UTph + a2 DPDBTph + a3 ITph + a4 KKSTph + a5 KKNTan1 + a6 KKTph(t-1) + u1 ………... …..(4) dimana :

UTph = Tingkat upah sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (Rp/bulan)

DPDBTph = Perubahan produk domestik bruto sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (milyar Rp)

ITph = Investasi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (milyar Rp)

KKNTan1 = Kesempatan kerja sektor non pertanian pada tahun sebelumnya (ribu orang)

KKTph(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

a1, a2, a4, < 0, a2, a3, a6 > 0, dan 0 < a6 < 1

4.2.1.5. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perkebunan KKSBun = KKTph + KKNak + KKKan + KKHut ………(5) dimana :

KKSBun = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor

perkebunan (ribu orang)

4.2.1.6. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan

KKBun = b0 + b1 DUBun + b2 DPDBBun + b3 IBun + b4 LABun + b5 KKSBun1 + b6 KKInds + b7 KKBun(t-1) + u2 ……….(6) dimana :

DUBun = Perubahan tingkat upah sub sektor perkebunan (Rp/bulan) DPDBBun = Perubahan produk domestik bruto sub sektor perkebunan

(milyar Rp)

IBun = Investasi sub sektor perkebunan (milyar Rp) LABun = Luas areal sub sektor perkebunan (juta Ha)

KKSBun1 = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

KKBun(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

b1, b5, b6 < 0, b2, b3, b4 > 0, dan 0 < b7 < 1

4.2.1.7. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Peternakan KKSNak = KKTph + KKBun + KKKan + KKHut …………..……(7) dimana :

KKSNak = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor

peternakan (ribu orang)

4.2.1.8. Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan

KKNak = c0 + c1 UNak + c2 PNak + c3 INak1 + c4 KKSNak + c5 KKNTan + c6 KKNak(t-1) + u3 …………...………….(8) dimana :

UNak = Tingkat upah sub sektor peternakan(milyar Rp) PNak = Populasi ternak besar sub sektor peternakan (ekor) INak1 = Investasi sub sektor peternakan pada tahun

sebelumnya (milyar Rp)

KKNak(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: c1, c4, c5 < 0, c2, c3 > 0, dan 0 < c6 < 1

4.2.1.9. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perikanan KKSKan = KKTph + KKBun + KKNak + KKHut ……..…………(9) dimana :

KKSKan = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor

Perikanan (ribu orang)

4.2.1.10. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan

KKKan = d0 + d1 UKan + d2 DPDBKan + d3 IKan + d4 KKSKan1 + d5 KKNTan + d6 KKKan(t-1) + u4 …..……….(10) dimana :

UKan = Tingkat upah sub sektor perikanan (Rp/bulan)

DPDBKan = Perubahan produk domestik bruto sub sektor perikanan (milyar Rp)

IKan = Investasi sub sektor perikanan (milyar Rp)

KKSKan1 = Kesempatan kerja sub sektor perikanan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

KKNTan = Kesempatan kerja sektor non pertanian (ribu orang)

KKKan(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perikanan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: d1, d4, d5 < 0, d2, d3 > 0, dan 0 < d6 < 1

4.2.1.11. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Kehutanan KKSHut = KKTph + KKBun + KKNak + KKKan ………..….…(11) dimana :

KKSHut = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor

kehutanan (ribu orang)

4.2.1.12. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan

KKHut = e0 + e1 UHut + e2 DPDBHut + e3 IHut + e4 KKSHut + e5 KKNTan1 + e6KKHut(t-1) + u5 ……...………(12) dimana :

UHut = Tingkat upah sub sektor kehutanan (Rp/bulan)

DPDBHut = Perubahan produk domestik bruto sub sektor kehutanan (milyar Rp)

IHut = Investasi sub sektor kehutanan (milyar Rp)

KKHut(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor kehutanan pada tahun sebelumnya (ribu orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: e1, e4, e5, < 0, e2, e3 > 0, dan 0< e6 <1

4.2.1.13. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian

KKNTan = KKInds + KKJs ………..………..(13) dimana :

4.2.1.14. Kesempatan Kerja Sektor Industri

Kesempatan kerja sektor industri adalah merupakan penjumlahan dari sub sektor agroindustri dan sub sektor non agroindustri, dimana sub sektor agroindustri meliputi: sub sub sektor industri makanan dan minuman, sub-sub sektor industri pemintalan, sub sub sektor industri tekstil, kulit dan alas kaki, sub-sub sektor industri kayu dan sub sub sektor industri pulp dan kertas. Model kesempatan kerja sektor industri dari masing-masing sektor adalah sebagai berikut.

KKInds = KKAgr + KKNAgr ………...……(14) dimana :

KKAgr = Kesempatan kerja sub sektor agroindustri (ribu orang) KKNAgr = Kesempatan kerja sub sektor non agroindustri (ribu orang) 4.2.1.15. Kesempatan Kerja Sub Sektor Agroindustri

KKAgr = KKimm + KKiptk + KKik + KKipk … ………...……(15) dimana :

KKimm = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (ribu orang)

KKiptk = Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki (ribu orang)

KKik = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu (ribu orang)

KKipk = Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas (ribu orang)

4.2.1.16. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau

KKimm = fo + f1 Uimm + f2 PDBimm + f3 Iimm + f4 KKHut + f5 KKJs + f6 KKimm(t-1) + u6 ………...……… (16) dimana :

Uimm = Upah sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (Rp/bulan)

PDBimm = Produk domestik bruto sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (milyar Rp)

Iimm = Investasi sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (milyar Rp)

KKimm(t-1) = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau pada tahun sebelumnya (ribu orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: f1, f4, f5 < 0 , f2, f3 > 0, dan 0 < f6 < 1

4.2.1.17. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki

KKiptk = go + g1 DUiptk + g2 PDBiptk + g3 Iiptk + g4 KKTan + g5 KKJs + g6 KKiptk(t-1) + u7 ……...……… (17) dimana :

DUiptk = Perubahan tingkat upah sub -sub sektor industri pemintalan,tekstil, kulit dan alas kaki (Rp/bulan)

PDBiptk = Produk domestik bruto sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit dan alas kaki (milyar Rp)

Iiptk = Investasi sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki (milyar Rp)

KKiptk(t -1) = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki pada tahun sebelumnya (ribu

orang)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

g1, g4, g5 < 0 , g2, g3 > 0, dan 0 < g6 < 1

4.2.1.18. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu

KKik = ho + h1 Uik + h2 PDBik + h3 Iik + h4 KKTan1 +

h5 KKJs + h6 KKik(t-1) + u8 ………..……… (18) dimana :

Uik = Tingkat upah sub-sub sektor industri kayu (Rp/bulan) PDBik = Produk domestik bruto sub-sub sektor industri kayu

(milyar Rp)

KKTan1 = Kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (ribu orang)

KKik(t-1) = Kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu tahun

sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

h1, h4, h5 < 0 , h2, h3 > 0, dan 0 < h6 < 1

4.2.1.19. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas

Dokumen terkait