• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang berhasil dalam pembangunan ekonomi. Kondisi perekonomian yang dicapai sampai dengan pertengahan tahun 1990-an sangat berbeda dibandingkan dengan kondisi tahun 1960-an. Meskipun pada awal tahun 1960 -an banyak ahli yang pesimis terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Sulistyaningsih, 1997) karena penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi negara ini berhasil membangun ekonomi dengan tingkat percepatan pertumbuhan yang cukup tinggi. Menurut Hill (1996), pemerintah orde baru telah berhasil merehabilitasi ekonomi, mengendalikan inflasi dan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkelanjutkan dalam kurun waktu 1967 – 1996 rata-rata sebesar 7 persen ternyata telah mengubah struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur ekonomi ini ditandai dengan perubahan komposisi sektor ekonomi atas pangsanya (share) terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam jangka waktu tertentu. Misalnya sampai pada awal dasawarsa 1970-an, kontribusi sektor pertanian sekitar 60 persen dan pada awal dasawarsa 1980-an tinggal sekitar 40 persen. Sememtara itu, kontribusi sektor industri yang semula hanya 7 persen menjadi sekitar 14 persen pada awal dasawarsa 1980-an. Perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural ditandai dengan beberapa ciri yaitu pangsa sektor pertanian (primer) menurun dan pangsa sektor industri meningkat, sedangkan pangsa sektor jasa relatif konstan. Kalau kita lihat perkembangan kontribusi sektoral terhadap produk domestik bruto nasional dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2003 ternyata dominasi produk domestik bruto

yang dihasilkan perekonomian nasional mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri. Pada tahun 1980 pangsa sektor pertanian sebesar 47.29 persen dan sektor industri sebesar 22.22 persen. Dengan kata lain, kontribusi sektor industri telah melampaui sektor pertanian (Widodo, 1997).

Dilihat dari struktur lapangan kerja di berbagai sektor produksi, dapat digambarkan kemampuan sektoral dalam menyerap tenaga kerja. Perkembangan lapangan kerja ini sangat penting untuk mengetahui sejauhmana peran sektor-sektor produksi dapat menampung pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat. Pada tahun 1980 sekto r pertanian mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak 29 - 30 juta orang atau 75.70 persen dari total angkatan kerja sedangkan sektor industri hanya 9.06 persen atau sebanyak 3 - 4 juta orang.

Menurut Fahmi (1995) mengatakan bahwa perubahan struktur perekonomian ini dapat meliputi perubahan dalam struktur produksi, perubahan dalam struktur permintaan barang dan jasa, perubahan dalam struktur ekspor dan impor dan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan, baik menurut sektor, lapangan usaha maupun menurut status dan jenis usaha. Lebih jauh Kuznets (1966), dalam kajian historisnya mengatakan bahwa gambaran sentral dalam proses perubahan struktur tersebut adalah terjadinya pergeseran sumberdaya manusia dari sektor pertanian ke sektor industri. Sedangkan menurut Widodo (1997), beralihnya sebagian tenaga kerja ke sektor industri bukan merupakan persoalan yang sederhana, peranan pendidikan termasuk peningkatan ketrampilan angkatan kerja sangatlah menentukan dalam proses tersebut. Oleh karena itu, tututan terhadap pendidikan angkatan kerja merupakan pilihan strategis bagi peningkatan produktivitas, terutama di sektor industri.

Perubahan struktur ekonomi di Indonesia telah terjadi dan mungkin akan terus berlangsung. Hal ini didukung dengan beberapa argumentasi diantaranya perkembangan hasil pembangunan ekonomi yang sekarang terjadi telah menunjukkan proses transformasi, yang ditandai oleh adanya penurunan peran sektor pertanian (primer) dan meningkatnya sektor manufaktur (skunder) dan sektor tersier, pemecahan berbagai masalah yang dihadapi sektor pertanian masih sangat tergantung dari keberhasilan perkembangan sektor industri. Hal ini tentu berkaitan langsung dengan mobilitas tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sehingga perlu dibangun industri yang kuat untuk mendukung sektor pertanian (Syafa’at, et. al, 2003).

Disamping itu, krisis ekonomi juga membawa implikasi yang sangat luas, karena secara makro krisis tersebut mempengaruhi permintaan dan penawaran agregat. Bila ditinjau dari sisi permintaan agregat, krisis ekonomi telah menyebabkan kesulitan keuangan bagi pemerintah dan swasta. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan aktifitas ekonomi menurun, terutama di wilayah perkotaan. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan gangguan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi di seluruh wilayah Indonesia. Penurunan kinerja perekonomian ini juga terlihat dari laju pertumbuhan produk domestik bruto. Jika pada tahun 1996 laju pertumbuhannya mencapai 8.0 persen, maka pada tahun 1997 turun menjadi 4.6 persen dan mencapai –13.13 persen pada tahun 1998. Kondisi demikian mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat dari 1200 dollar perkapita pertahun menjadi hanya sekitar 400 dollar perkapita pertahun (Tambunan, 1996). Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan meningkatnya kembali jumlah penduduk miskin dari 11.3 persen menjadi 39.9 persen dari total penduduk pada tahun 1998.

Secara empiris pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang (Swas ono dan Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif lebih cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) mengatakan bahwa titik balik aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja (labour turning-point), sehingga sering timbul masalah dan menjadi perdebatan, diantaranya: (1) apakah penurunan pangsa produk domestik bruto sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral, dan (2) industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur. Jika transformasi kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor pertanian (primer). Lebih ja uh dikatakan Manning (1995), bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya alam, pengalihan kebijakan industri dari substitusi impor ke orientasi ekspor dapat sedikit ditunda karena masih banyak komponen yang diperlukan untuk proses produksi belum tesedia di dalam negeri. Kondisi ini mengakibatkan daya serap sektor tenaga kerja di luar sektor pertanian rendah dan mengakibatkan tertundanya pencapaian titik balik tenaga kerja (labour turning-point)

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja, partisipasi kerja dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa

sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap produk domestik bruto maupun dalam penyerapan kesempatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi pada pertengahan tahun 1990-an berada pada kisaran angka 6 sampai 7 persen per tahun, ini merupakan bukti kuat membaiknya kondisi perekonomian nasional, tetapi kecendrungan inipun menjadi sirna ketika pada tahun 1997-an krisis ekonomi menimpa bangsa Indonesia sehingga laju pertumbuhan ekonomi turun drastis mencapai angka –13.13 persen (Tabel 1).

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 – 2003

No Tahun Produk Domestik Bruto

(Milyar Rupiah)

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 307 474.2 329 775.8 354 640.8 383 792.3 413 797.9 433 245.9 376 374.9 379 352.3 398 016.9 411 691.0 426 740.5 467 549.0 7.22 7.25 7.54 8.22 7.82 4.70 -13.13 0.79 4.92 3.44 3.66 4.01

Sumber : Badan Pusat Statistik , Jakarta (diolah)

Kemudian pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai bangkit kembali walaupun dengan angka yang masih sangat kecil yaitu sebesar 0.79 persen, tetapi sudah bernilai positip hingga akhirnya pada tahun 2003 sudah mencapai besaran 4.01 persen.

Disisi lain pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto secara nasional cendrung mengalami penurunan. Sebagai contoh, data pada tahun 2003 pangsa relatif tenaga kerja yang berada di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu

sebesar 62.92 persen, industri sebesar 20.25 persen dan jasa sebesar 16.83 persen, sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa dalam pembentukan produk domestik bruto masing-masing adalah 27.03 persen, 45.30 persen dan 27.67 persen.

Jadi, kenyataan ini secara agregat menunjukkan bahwa laju transformasi atau pergeseran perekonomian tidak diimbangi oleh laju pergeseran tenaga kerja antar sektor. Perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural dalam ekonomi. Hill (1996) berpendapat bahwa perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat, terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian.

Jadi hal yang menarik dari perubahan struktur ekonomi sektoral tersebut adalah menuju sektor ekonomi yang lebih berimbang, khusunya dalam hal ketenagakerjaan. Lebih jauh dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto memang semakin mengecil dan sumbangan sektor non pertanian semakin besar, tetapi dalam penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak begitu banyak memberikan sumbangan karena sektor ini umumnya memerlukan tenaga kerja yang memiliki kualitas lebih baik dari sektor pertanian. Artinya sektor pertanian masih sangat padat akan tenaga kerja yang juga sekaligus menjadi beban bagi sektor ini, sehingga produksi dan pendapatan sektor pertanian harus dibagi dengan jumlah orang yang lebih banyak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia di sektor pertanian.

Berdasarkan uraian di atas, maka tampak keadaan ekonomi Indonesia masih diwarnai dengan kurang seimbangnya antara perubahan struktur ekonomi dan

lemahnya daya serap tenaga kerja di sektor non pertanian meskipun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui biasanya perubahan struktur ekonomi dan tenaga kerja sebaiknya terjadi secara serentak dan seimbang, namun kenyataan yang dialami Indonesia tidak demikian. Ketidaksesuaian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu : (1) bagaimana gambaran struktur ekonomi Indonesia dalam hubungannya dengan struktur tenagakerjaan, (2) faktor apa yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia, dan (3) faktor apa yang mempengaruhi transformasi/ bergesernya kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Indonesia.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan struktur perekonomian, kesempatan kerja sektor ekonomi, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan struktur ekonomi dalam kaitannya dengan perubahan struktur output (produk domestik bruto) dan ketenagakerjaan sektoral.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produk domestik bruto sektor pertanian.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.

6. Menganalisis dampak perubahan tingkat upah, investasi dan produk domestik bruto terhadap kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi ketenagakerjaan dan kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia, sehingga dapat membantu memudahkan untuk melakukan kebijakan pembangunan ke depan terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan dalam skala nasional dengan disagregasi sektor pertanian, industri, dan jasa, dimana sektor pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

2. Sektor industri meliputi sub sektor agroindustri dan sub sektor non agroindustri, dimana sub sektor agroindustri terdiri dari sus-sub sektor

industri makanan, minuman dan tembakau, pem intalan dan tekstil, indsutri kayu dan industri pulp dan kertas.

3. Transformasi tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian atau sebaliknya. 4. Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertan ian yang dimaksud adalah

berdasarkan dari tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian.

5. Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk domestik bruto, sedangkan struktur ketenagakerjaan didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja.

Keterbatasan penelitian disebabkan karena tidak tersedianya data yaitu : 1. Kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian hanya dilihat dari sisi

permintaan tenaga kerja, serta tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, status pekerjaan, jenis pengusahaan, dan pewilayahan desa maupun kota.

2. Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian hanya dilihat dari tingkat pendidikan formal.

3. Produk domestik bruto hanya dilihat dari produk domestik bruto sektor pertanian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Struktur Ekonomi

Perubahan struktur ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Definisi tersebut dinyatakan oleh Chenery (1960) dan Chenery dan Syrquin (1975).

Terdapat dua pandangan atau pengukuran dasar yang berbeda dalam struktur ekonomi. Pertama, distribusi atau penyebaran produk nasional bruto sektoral, kedua distribusi atau penyebaran total output menurut sektor-sektor ekonomi. Dari sisi permintaan, kedua pengukuran ini mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya yaitu bahwa perubahan dalam struktur produk nasional bruto akan menyebabkan perubahan dalam struktur total output, tetapi perubahan struktur total output juga dapat disebabkan oleh perubahan teknologi.

Lebih jauh Chenery (1986) dalam Sulistyaningsih (1997) membedakan pertumbuhan dalam tiga tahap transformasi yaitu : (1) tahap produksi primer, (2) tahap industrialisasi, dan (3) tahap ekonomi berkembang. Pada tahap pertama atau produksi primer, pendapatan perkapita suatu negara berkisar antara US $ 200 – US $ 600 (nilai tahun 1976). Transformasi struktural yang terjadi pada tahap ini ditandai dengan keunggulan kegiatan primer (pertanian) sebagai sumber utama peningkatan output. Pada tahap produksi primer ini juga biasanya tumbuh dengan lambat karena sangat tergantung pada siklus musim dan hanya memberikan

atau industrialisasi, disini pendapatan perkapita bergerak antara US $ 600 – US $ 3000. Dalam tahap ini juga transformasi ditandai dengan pergeseran konsentrasi ekonomi dari produksi primer menuju industri. Jadi, peranan sektor industri sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dari segi penawaran, peranan akumulasi kapital sangat tinggi karena tingkat investasi untuk menghasilkan produksi sektoral meningkat dengan pesat, dan tahap terakhir adalah tahap ekonomi berkembang, ini terjadi pada tingkat pendapatan perkapita bergerak di atas US $ 2100. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark (1951) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja. Disamping itu, perubahan struktural ekonomi juga dapat ditelusuri dari output akhir dari suatu negara. Lebih lanjut Chenery dan Syrquin (1975) dalam laporannya tentang perubahan struktur ekonomi mengatakan bahwa suatu perubahan struktural memperlihatkan penurunan produksi primer dalam output nasional.

Di Indonesia pelaksanaan pembangunan telah dilakukan secara berkesinambungan, ini dapat dilihat dari strategi pembangunan yang mengarah kepada perubahan struktural, umumnya dari sifat agraris tradisional menjadi industri modern. Perubahan struktur ini memiliki tiga dimensi yaitu : (1) sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot sedangkan sektor non pertanian sumbangannya meningkat (2) penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian secara absolut meningkat, namun persentasenya dalam jumlah lapangan kerja keseluruhan semakin meningkat, dan (3) tingkat produksi di semua bidang akan menjadi lebih bersifat industri. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai sistem industri, yaitu hasil pertanian akan diproduksi secara besar-besaran untuk dijual ke pasar dengan menggunakan teknologi modern (Raharjo, 1986). Selanjutnya Budiharsono

(1996) dalam penelitiannya tentang transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1969 – 1987 menyatakan bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antar daerah berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan karena relatif kecilnya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi maupun penyerapan tenaga kerjanya. Selama proses transformasi, sektor non pertanian sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian, juga sektor industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) pandangan Neo Klasik yang mengemukakan bahwa peningkatan produk domestik bruto sebagai akibat pengaruh jangka panjang dari pembentukan modal, perkembangan tenaga kerja dan perubahan teknologi yang diasumsikan terjadi dalam keseimbangan persaingan. Dalam keadaan keseimbangan masing-masing faktor produksi mendapat imbalan sejumlah nilai produktivitas marginalnya di sektor manapun faktor-faktor produksi tersebut digunakan, sehingga pergeseran permintaan dan perubahan alokasi sumberdaya dari satu sektor ke sektor lainnya tidak berarti dan (2) pandangan struktural yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai aspek dari perubahan struktural karena adanya pergeseran permintaan yang mendorong terjadinya perubahan teknologi (Chenery, 1986 dalam Dasril, 1993).

Perbedaan yang mendasar antara kedua pandangan tersebut terletak pada asumsi bahwa selalu terjadi sumberdaya yang efisien, sehingga tidak mungkin meningkatkan output dengan menggeser penggunaan faktor-faktor produksi dari

satu sektor ke sektor lainnya. Realokasi terjadi jika seluruh perekonomian berkembang. Neo Klasik menjelaskan pertumbuhan ekonomi dengan pengamatan terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan kedua sering disebut sebagai pendekatan struktural dengan asumsi tidak semua sumberdaya dialokasikan secara optimal, akibatnya terdapat keragaman imbalan tenaga kerja dan modal dalam setiap penggunaan berbeda, sehingga akan terjadi pergeseran alokasi sumberdaya yang menimbulkan peningkatan output.

Asumsi pendekatan struktural lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang, dimana sumber utama ketidak seimbangan yaitu adanya dualitas di pasar tenaga kerja yang merupakan karakteristik di negara berkembang. Dualitas terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diserap di sektor yang produktivitasnya tinggi, akibatnya terjadi supply tenaga kerja yang elastis terpusat di sektor pertanian. Sumber ketidakseimbangan kedua adalah kegagalan mengalokasikan sumberdaya untuk meningkatkan ekspor atau menggantikan impor. Keadaan ketidakseimbangan tersebut merupakan potensi untuk mendorong pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumberdaya ke sektor yang produktivitasnya tinggi.

Pendekatan struktural pembangunan ekonomi adalah suatu proses peralihan (transisi) dari tingkat ekonomi tertentu yang bercorak sederhana menuju ke tingkat ekonomi yang lebih maju. Dalam transisi tersebut, terlaksana suatu transformasi yang ditandai oleh pergeseran dari kegiatan di sektor produksi primer ke sektor produksi skunder dan sektor tersier. Perubahan struktural juga dapat dilihat dari pergeseran kesempatan kerja (Djojohadikusuma, 1994).

Para ahli ekonomi sudah sejak lama menyadari bahwa struktur ekonomi akan mengalami perubahan dalam proses pembangunan ekonomi. Fhiser (1975),

mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor skunder (industri manufaktur dan industri) dan akhirnya ke sektor tersier (pengangkutan, komunikasi, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) yang mengakibatkan perubahan dalam struktur produksi melalui pergeseran kesempatan kerja dan alokasi dana.

Transformasi struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dicapai karena: (1) pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan peningkatan produktivitas pekerja di setiap sektor, dan (2) pekerja berpindah dari sektor yang lebih rendah produktivitasnya ke sektor yang lebih tinggi (Iskandar, 1993). Lebih jauh Clark (1951) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perubahan struktur produksi dengan struktur kesempatan kerja menurut sektor. Pergeseran struktur kesempatan kerja dicapai dengan peningkatan produktivitas kerja di setiap sektor dan bergesernya tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas lebih rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. Seiring dengan jalannya pembangunan, akan terjadi perubahan -perubahan dalam pendapatan dan kesempatan kerja di antara berbagai sektor dan kegiatan yang ada. Proses perkembangan ekonomi di negara maju ditandai oleh suatu transformasi struktural ekonomi dan kesempatan kerja, dan proporsi kesempatan kerja dari sektor primer pada masa pembangunan akan mengalami penurunan dan diikuti oleh naiknya kesempatan kerja di sektor skunder dan tersier. Proporsi tenaga kerja di berbagai sektor dalam proses pembangunan ekonomi negara berkembang adalah : (1) peranan sektor pertanian dan penyediaan kes empatan kerja menurun setiap negara, (2) peranan sektor industri dalam menyediakan kesempatan kerja menjadi bertambah penting, dan (3) peranan sektor jasa menyediakan kesempatan kerja tidak banyak mengalami perubahan (Squire, 1986).

2.3. Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat mekanisme keterkaitan antara pemb angunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa. Keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam meningkatkan pendapatan dan ketersediaan bahan pangan pokok masyarakat akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa serta mempercepat trasformasi struktur perekonomian nasional. Bukti-bukti empiris juga menunjukkan bahwa ketangguhan sektor industri akan semakin kokoh apabila didukung oleh berkembangnya sektor pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, sehingga nampak keterkaitan antara pertanian, industri dan jasa (Badan Agribisnis, 2000)

Kenyataan menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto. Tingkat pertumbuhan sektor pertanian penting artinya dalam kaitannya dengan pertumbuhan sektor perekonomian lainnya. Hanya saja sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dari tahun ke tahun semakin menurun sejalan dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Lebih jauh, bila kita lihat penurunan sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto setiap negara tentu berbeda-beda, disatu pihak akan sangat tergantung pada pertumbuhan sektor pertanian dan di lain pihak akan sangat tergantung pada sektor-sektor yang lainnya, maka jelas kondisi ini akan menggambarkan kedudukan relatif sektor pertanian akan merosot baik dilihat dari struktur produk domestik bruto maupun kesempatan kerja. Hal ini didukung oleh

Dokumen terkait