• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan suatu kegiatan tergantung dari bagaimana pelaksanaan atau proses dari kegiatan tersebut. Begitu juga dengan kegiatan belajar mengajar, tingkat keberhasilannya tergantung dari bagaimana proses belajar dan pembelajaran terjadi. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi yang terjadi antara guru dan siswa untuk mentransfer pengetahuan nilai-nilai dan sikap dalam kegiatan pendidikan di kelas untuk mencapai suatu tujuan. Suatu tujuan belajar mengajar yang terjadi karena usaha guru, sering dinamakan instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan pengiring karena usaha atau potensi siswa, seperti faktor

kecerdasan, berpikir kritis dan kreatif disebut nurturant effect. Kegiatan dua pihak tersebut memberikan umpan balik, baik bagi guru maupun siswa. Umpan balik yang diberikan oleh anak didik selama pelajaran berlangsung ternyata sangat beragam, baik kualitas maupun kuantitasnya, tergantung rangsangan yang diberikan oleh guru.

Sebagai seorang guru sebaiknya dapat melaksanakan perannya dengan baik. Guru dituntut untuk dapat membuat suasana belajar yang nyaman, agar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dapat berjalan secara efektif. Oleh karena itu seorang guru harus terampil dan kreatif dalam mengimplementasikan pembelajaran. Salah satunya yaitu dengan penerapan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu cara agar proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Selain itu juga kecerdasan emosional menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar. Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dilimiliki seorang individu akan membuat siswa mampu mengatasi segala hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam belajar, begitu sebaliknya dengan individu yang memiliki kecerdasan emosional rendah maka siswa akan merasa sulit dalam mengatasi hambatan dalam belajar. Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini ada dua, model pembelajaran kooperatif sebagai X1 yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe

sebagai X2 terdiri dari kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan

emosional rendah sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel moderator dalam penelitian ini adalah Keterampilan Berpikir Kreatif (Y). 1. Perbedaan Keterampilan Berpikir Kreatif antara Siswa yang

Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Problem Posing dan problem Solving.

Coleman dan Hammen (dalam Sukmadinata, 2004: 177) dijelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality), dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menyelesaikan masalah.

Dua bagian otak akan sangat diperlukan dalam berpikir kreatif, yaitu keseimbangan antara logika dan kreativitas sangat penting. Jika salah satu menempatkan deduksi logis terlalu banyak, maka kreativitas akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas diperlukan kebebasan berpikir tidak di bawah kontrol dan tekanan. Maka dari itu diperlukan model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Problem Solving dan Problem posing merupakan model pembelajaran kooperatif atau model pembelajaran berkelompok.

Polya (dalam Hudojo, 2005: 74) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan

guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai.

Sukoriyanto ( 2001:103) mengatakan “Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha- usaha untuk menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian.

Sedangkan pengajaran penyelesaian masalah merupakan

tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari pertanyaan bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut”.

Menurut Silver (dalam Irwan 2011: 4) mengatakan Problem Posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesaiannya. Menurut Silver dan Cai (dalam Siswanto, 2004: 5) memberikan istilah pengajuan soal (Problem Posing) diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda, yaitu sebagai berikut.

1. Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yaitu seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.

2. Pengajuan di dalam solusi (within-solution posing), yaitu seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.

3. Pengajuan setelah solusi (post solution posing), yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah deselesaikan untuk membuat soal yang baru.

Kedua model pembelajaran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, kelemahan dari model pembelajaran Problem Solving adalah bagi siswa yang kurang memahami pelajaran tertentu, maka pengajaran dengan model pembelajaran ini akan sangat membosankan dan menghilangkan semangat belajarnya. Adapun

kelebihannya masing-masing siswa diberi kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapatnya sehingga para siswa merasa lebih dihargai. Sedangkan kelebihan model pembelajaran Problem Posing adalah dapat memancing siswa untuk menemukan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Adapun kelemahannya yaitu siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.

Berdasarkan uraian di atas, dengan menerapkan kedua model pembelajaran tersebut peneliti menduga adanya keterampilan berpikir kreatif yang berbeda antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif Problem Solving dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif Problem Posing.

2. Perbedaan Keterampilan Berpikir Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Problem Posing Lebih Tinggi dibandingkan Siswa yang pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving bagi siswa yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) tinggi

Steven J. Stein dan Howard E. Book (dalam Uno, 2008: 69) menjelaskan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Kecerdasan emosional sudah semestinya terus dilatih, dikelola dan dikembangkan secara terus-menerus. Orang yang mampu mengendalikan kecerdasan emosionalnya akan memiliki peluang yang

lebih baik untuk bisa sukses dan lebih tenang dalam menyelesaikan permasalahan yang tergolong rumit.

Model pembelajaran Problem Solving dan Problem Posing memberikan cara yang hampir sama untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Jika dalam pembelajaran Problem Solving peserta didik harus mampu memecahkan masalah atau mencari solusi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Selama proses pencarian data siswa dapat memberikan solusi dari pengalaman kehidupan sehari-hari. Sedangkan, pelaksanaan model pembelajaran Problem Posing mengharuskan siswa untuk membuat soal dari kasus yang telah diberikan guru. Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesian soal tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti menduga adanya perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem posing akan lebih rendah dibandingkan model pembelajaran Problem solving. Perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa antara penggunaan model pembelajaran problem posing dan problem solving terlihat dari siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan mendapatkan keterampilan berpikir kreatif yang tinggi, sesuai dengan teori kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Steven J. Stein dan Howard E. Book (dalam Uno,

2008: 69) menjelaskan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Hal ini dapat diartikan bahwa siswa yang memiliki keterampilan berpikir kreatif yang tinggi maka memiliki kecerdasan emosional yang tinggi pula karena mereka dalam memecahkan suatu masalah tidak akan mudah menyerah dan putus asa, justru kesulitan-kesulitan itu akan dijadikan sebagai tantangan untuk meraih kesuksesan.

3. Perbedaan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Problem Posing Lebih Rendah dibandingkan dengan Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving bagi Siswa yang Memiliki Tingkat Kecerdasan Emosional (EQ) Rendah

Suparno (2007: 100), mengatakan bahwa dalam model pembelajaran Problem Posing, siswa diajak belajar lewat menyusun persoalan dan pertanyaan. Setelah para siswa menyusun persoalan atau permasalahan sesuai bahan, guru kemudian mengumpulkan permasalahan itu, dan akhirnya juga para siswa sendiri yang harus mengerjakan persoalannya.

Keuntungan model pembelajaran Problem Posing adalah

persoalan yang muncul pada siswa dapat lebih bervariasi daripada yang disiapkan oleh guru sendiri. Dapat juga persoalannya lebih merata dan menunjukan di mana siswa masih mempunyai kesulitan. Dengan demikian guru nantinya dapat lebih mudah untuk membantu menekankan konsep yang perlu dipelajari siswa.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran Problem

Posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Bagi siswa, pembelajaran Problem Posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru saja, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri.

Keterampilan berpikir kreatif siswa dengan penggunaan model pembelajaran Problem posing dan Problem solving bagi siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah maka keterampilan berpikir kreatif mereka pun akan rendah, hal ini dapat disebabkan karena siswa yang keterampilan berpikir kreatifnya rendah adalah siswa- siswa yang malas untuk berpikir, tugas yang diberikan oleh guru banyak yang tidak mereka kerjakan, mereka malas mengerjakan disebabkan beberapa hal seperti mereka merasa tugas yang diberikan guru dirasa sulit. Mereka tidak mau mencoba, untuk mengerjakan soal-soal sulit tersebut. Siswa siswa yang malas ini masuk kedalam tipe pertama seorang yang memiliki kecerdasan emosional rendah. Pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat merupakan strategi yang tepat dalam membuat suasana kelas yang menyenangkan dan tidak monoton, karena siswa yang keterampilan berpikir kreatifnya rendah adalah mereka yang memiliki kecerdasan emosional rendah, yang akan mudah merasa bosan dan tidak akan memperhatikan pelajaran.

Model pembelajaran yang tepat digunakan pada siswa SMP Negeri 3 Pekalongan adalah model pembelajaran Problem Posing dan Problem Solving bagi siswa yang keterampilan berpikirnya rendah, sedangkan siswa yang keterampilan berpikir kreatifnya tinggi akan dapat menyesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan, dan akan saling berdiskusi saling membantu.

4. Terdapat Interaksi Antara Model Model Pembelajaran Problem Posing dan Problem Solving dengan Kecerdasan Emosional (EQ) Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

Desain dalam penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem posing dengan model pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Interaksi antara model pembelajaran problem posing dan problem solving, EQ dan keterampilan berpikir kreatif adalah satu kesatuan yang masing-masing saling mempengaruhi. Menurut Nurulhayati dalam Rusman (2011: 203) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Penggunaan model pembelajaran yang koperatif akan membuat siswa aktif belajar maka akan membuat mereka merasa senang dan tidak merasa bosan belajar dikelas, dengan penggunaan metode pembelajaran yang semacam ini siswa akan mudah menerima materi yang diberikan guru, maka akan meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.

Interaksi pada tiga variabel ini tentunya merupakan tugas guru sebagai fasilitator yang artinya harus mampu untuk menggabungkan interaksi antar ketiganya agar ilmu pengetauan yang didapatkan seimbang, sesuai dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian hubungan antara variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada paradigma berikut:

Gambar 1. Interaksi antara Model Pembelajaran Kooperatif dan Kecerdasan Emosional terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Model Pembelajaran Problem Posing Kecerdasan Emosional (EQ) Kecerdasan Emosional (EQ) Keterampilan Berpikir Kreatif Keterampilan Berpikir Kreatif Problem Solving Keterampilan Berpikir Kreatif Kecerdasan Emosional (EQ) Kecerdasan Emosional (EQ) Keterampilan Berpikir Kreatif

Dokumen terkait