• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pikir

Dalam dokumen YULIANTI YUSUF Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 79-199)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Kerangka Pikir

Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa oleh manusia. Menurut Levelt, ada 3 bidang kajian utama psikolinguistik, yaitu psikolinguistik umum, psikolinguistik perkembangan, dan psikolinguistik terapan. Psikolinguistik umum merupakan studi tentang pengamatan/persepsi orang dewasa terhadap bahasa dan proses memroduksi bahasa, juga mengenai proses kognitif yang mendasari pada waktu sesorang menggunakan bahasa. Psikolinguistik perkembangan adalah studi psikologi mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa pertama (bahasa ibu) maupun bahasa kedua. Psikolinguistik terapan merupakan aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa maupun anak-anak.

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Dalam proses pemerolehan bahasa anak dipengaruhi oleh perkembangan anak yang meliputi perkembangan motorik, perkembangan

66

sosial dan komunikasi, perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa.

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap pemerolehan dan perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori yang dianut. Adapun pandangan yang dimaksudkan yaitu pandangan nativisme, pandangan behaviorisme, dan pandangan kognitivisme. Pandangan nativisme berpendapat bahwa kemampuan lingual anak-anak sedikit demi sedikit terbuka yang secara genetis telah diprogramkan selama berlangsungnya proses pemerolehan bahasa pertama. Pandangan behaviorisme menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkaran. Pandangan kognitivisme menekankan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.

Urutan perkembangan pemerolehan bahasa anak terbagi atas tiga bagian, yaitu tahap pralinguistik, tahap satu kata, dan tahap linguistik.

Selanjutnya, tahap linguistik terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap linguistik pertama, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, tahap tata bahasa pradewasa, dan tahap kompetensi penuh.

Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan suatu perkara yang cukup menakjubkan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk

67

menerangkan proses pemerolehan ini berlaku dalam kalangan anak-anak.

Pemerolehan dalam bidang fonologi pada anak meliputi kemampuan anak menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang berupa vokal dan konsonan walaupun belum dalam bunyi yang sempurna. Pemerolehan dalam bidang sintaksis pada anak adalah pemerolehan unsur bahasa pada anak yang meliputifrasa, klausa, dan kalimat, beserta intonasinya. Pemerolehan dalam bidang semantik dilakukan seorang anak dengan mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada di lingkungannya.

68

Bagan 2.1 Kerangka Pikir

Pemerolehan Bahasa Anak Perkembangan Anak

Pandangan Nativisme Pandangan Behaviorisme Pandangan Kognitivisme Motorik

Sosial dan Komunikasi Kognitif

Bahasa

Perkembangan Pemerolehan Bahasa Anak

Tahap Linguistik

- Tahap Dua Kata

- Tahap Tiga atau Lebih Kata Pemerolehan dalam Bidang

- Fonologi - Morfologi - Sintaksis

- Semantik

Faktor yang Memengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak

69

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang terkumpul dari informan pada usia 2 tahun, kemudian dianalisis berdasarkan bidang-bidang pemerolehan bahasa dan selanjutnya diuraikan secara kualitatif.

Penelitian ini termasuk desain penelitian longitudinal, yaitu dengan cara mengikuti perkembangan pemerolehan bahasa informan dari suatu titik tertentu sampai ke titik waktu yang lain.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini adalah desa Takkalasi kecamatan Maritengngae kabupaten Sidenreng Rappang provinsi Sulawesi Selatan.

Alasan menetapkan lokasi ini, karena peneliti dan subjek dalam penelitian ini berada pada lokasi tersebut sehingga interaksi antara peneliti, subjek penelitian dan informan dapat setiap saat, khususnya dalam menjaring setiap data yang dibutuhkan.

70

2. Waktu penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 6 bulan.

Pengumpulan data dilakukan sejak Februari 2015 hingga Juli 2015.

Analisis data dilakukan pada bulan Agustus 2015.

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan

1. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dapat diartikan juga sebagai fokus atau komponen yang diteliti. Dalam penelitian ini, unit analisisnya adalah seorang anak perempuan usia 2 tahun bernama Syafiiqah, lahir di desa Lakessi tanggal 25 Maret 2013. Anak tersebut merupakan anak dari kakak peneliti dan tinggal serumah dengan peneliti, sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

2. Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah ibu, bapak, nenek, kakek, tante, om, dan sepupu-sepupu yang menjadi teman bermain dari anak yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

71

D. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu metode yang diperkenalkan oleh Sudaryanto (1993: 136) adalah metode simak, yaitu menyimak setiap kata yang dituturkan informan dalam pengumpulan data penelitian ini. Berikut ini teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Tenik rekaman

Teknik rekaman yaitu data dikumpulkan secara naturalistik (data alamiah) yang tidak bersifat menuntun informan atau seolah-olah memaksa ia untuk mengatakan sesuatu, tetapi sering berikan stimulus untuk mendapatkan respon untuk berbicara. Kegiatan ini dipilih waktu tertentu pada saat informan senang dan mau berbicara. Alat yang digunakan adalah alat perekam digital.

2. Teknik catat

Teknik ini tak bisa lepas dari teknik rekaman, karena terkadang informan melahirkan ujaran-ujaran yang tidak diprogramkan untuk direkam, tetapi muncul pada saat itu sehingga ujaran tersebut harus dicatat dalam suatu buku yang telah disiapkan. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin menyuruh informan untuk mengulangi ujaran tersebut.

Kedua teknik ini digunakan secara bersama-sama sesuai dengan keadaan yang memungkinkan.

72

E. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, yaitu ketika informan berusia 2,0 – 2,5 tahun, maka semua data baik dalam bentuk rekaman maupun catatan itu ditranskipsikan dan dikelompokkan ke dalam bidang-bidang pemerolehan bahasa disertai dengan uraian tentang data yang diperoleh itu. Hasil dari pemerolehan baik pemerolehan fonologi, sintaksis, atau semantik/makna akan diklasifikasikan pula ke dalam tahap pemerolehan setiap bidang tersebut.

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pengecekan keabsahan temuan dalam penelitian ini antara mengaitkan teori perkembangan dan pemerolehan bahasa pada anak usia 2,0 – 2,5 tahun dengan hasil analisis data yang ditemukan dari informan, dengan menyertakan bukti dokumentasi berupa video, gambar, dan catatan selama penelitian berlangsung.

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Penelitian

Makna fungsi dalam pemerolehan bahasa anak adalah makna tuturan yang disampaikan oleh anak. Bentuknya adalah bunyi atau ucapan yang dikeluarkan oleh anak baik dalam bentuk lengkap maupun dalam bentuk tidak lengkap. Konteksnya adalah keseluruhan yang melatari tuturan tersebut, seperti orang (orang tua, pengasuh, dan orang lain di sekitar anak), tempat (kamar tidur, ruang makan, teras, dan ruangan lainnya), suasana (dingin, panas, gembira, tenang, dan sebagainya), dan lainnya yang memengaruhi tuturan anak.

Hasil temuan peneliti yang dilakukan terhadap seorang anak yang bernama Syafiiqah pada tahap linguistik. Data ini dikumpulkan selama lebih kurang 6 bulan. Berikut disajikan tuturan dalam percakapan antara anak yang dijadikan objek penelitian dengan orang-orang disekitarnya.

1. Data “inantu itu”, “boyatu itu”, “tattu itu”, “ayung tu itu” (Rabu, 25 Februari 2015 pukul 16.12)

Sore hari, Fiqah tengah bermain bersama sepupunya di teras rumah. Segala jenis yang mainan yang dimilikinya, dikeluarkan di teras untuk bermain dengan sepupunya. Tetapi Fiqah, tidak ingin meminjamkan mainannya kepada sepupunya, ia hanya ingin ditemani bermain saja.

Fadhil : “Pinjam ini, Dek.” (menunjuk salah satu mainan milik fiqah)

Fiqah : “Inantu itu” (mengambil mainan yang ditunjuk Fadhil) Firda memegang salah satu bola mainan milik Fiqah

Fiqah : “Boyatu itu”

74

Firda melepaskan bola mainan itu, kemudian meraih tas mainan milik Fiqah.

Fiqah : “Tattu itu” (Mengambil bola dan tas yang dipegang oleh Firda)

a. Fonologi :

 Tuturan “inantu”, anak belum memperoleh fonem /m/ pada awal kata, dan mengubah fonem /k/ menjadi /t/, sehingga tuturan yang terdengar untuk kata “mainanku” adalah

“inantu”.

 Tuturan “boyatu” mengubah fonem /l/ menjadi /y/, fonem /k/

menjadi /t/ sehingga terdengar “boyatu” untuk kata “bolaku”.

 Tuturan “tattu” mengubah fonem /s/ menjadi /t/, sehingga tuturan yang seharusnya “tasku” karena ada perubahan fonem sehingga terdengar “tattu”.

b. Morfologi :

 Tuturan “inantu itu” terdiri dari dua kata, yaitu:

inantu (mainanku), tiga morfem:

main, satu morfem -an, satu morferm -ku, satu morfem itu, satu morfem

 Tuturan “boyatu” terdiri dari satu kata, yaitu:

boyatu (bolaku), dua morfem:

bola, satu morfem -ku, satu morfem

 Tuturan “tattu” terdiri dari satu kata, yaitu:

tattu (tasku), dua morfem:

tas, satu morfem -ku, satu morfem

75

c. Sintaksis :

 Tuturan “inantu itu”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“mainan itu milikku / milik fiqah”

 Tuturan “boyatu itu”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“bola itu milikku / milik fiqah”

 Tuturan “tattu itu”, yang dimasksudkan adalah kalimat “tas itu milikku / milik fiqah”

d. Semantik :

 Percakapan itu menjelaskan bahwa Fiqah memiliki rasa

egois yang tinggi, meski ia belum memahami bahwa yang dilakukannya ini merupakan hal yang kurang baik. Dia tidak ingin meminjamkan mainannya kepada teman mainnya, dalam hal ini sepupu-sepupunya, tetapi dia juga tidak ingin teman mainnya itu meninggalkannya bermain sendiri.

2. Data “uca acu”, “oco ayah” (Sabtu, 28 Februari 2015 pukul 14.53) Siang menjelang sore hari, ketika itu tante Uli baru tiba dari sekolah.

Fiqah : “Uca acu”

Tante Uli : “Apa ta bilang?”

Fiqah : “Uca acu”

Tante Uli : “Ooo siapa yang rusak kasur?”

Fiqah : “Oco ayah”

a. Fonologi :

 Tuturan “uca”, anak belum memperoleh fonem /r/ pada awal kata dan fonem /k/ pada akhir kata, dan mengubah fonem /s/

menjadi /c/, sehingga kata “rusak” terdengar “uca”.

76

 Tuturan “acu” anak belum memperoleh fonem /k/ pada awal kata dan fonem /r/ pada akhir kata dan mengubah fonem /s/

menjadi /c/, sehingga kata “kasur” terdengar “acu”.

 Tuturan “oco”, anak belum memperoleh fonem /r/ pada awal kata dan fonem /k/ pada akhir kata dan mengubah fonem /k/

menjadi /c/ dari kata “rokok”.

b. Morfologi :

 Tuturan “uca acu” terdiri dari dua kata masing-masing satu morfem, yaitu:

uca (rusak), satu morfem acu (kasur), satu morfem

 Tuturan “oco ayah” terdiri dari dua kata masing-masing satu morfem, yaitu:

oco (rokok), satu morfem ayah, satu morfem

c. Sintaksis :

 Kata “uca acu”, yang dimaksudkan adalah kalimat “kasurnya sudah rusak”

 Kata “oco aya”, yang dimaksudkan adalah kalimat “rokok ayah penyebab rusaknya kasur”.

d. Semantik :

 Percakapan tersebut bermakna pemberian informasi dari Fiqah kepada tantenya bahwa kasurnya rusak dikarenakan rokok ayahnya.

77

3. Data “itutta olah”, “ayah angung”, “antatta ulu” (Senin, 2 Maret 2015 pukul 08.12)

Pagi itu, Fiqah baru saja bangun, tante Uli sedang siap-siap ke sekolah.

Tante Uli : “Siapa mau ikut ke sekolah?”

Fiqah : “Itutta olah”

Tante Uli : “Kasi bangun dulu ayah antar ki.”

Fiqah : (Berlari menuju kamarnya) “ayah angung”

Ayah Fiqah : “Tunggu dulu, nak!” tuturan yang seharusnya “ikut ka” menjadi “itutta”.

 Tuturan “olah”, anak belum memperoleh fonem /s/ pada awal kata, fonem /k/ pada tengah kata, dan menghilangkan fonem /e/, sehingga kata “sekolah” menjadi “olah”.

 Tuturan “angung”, anak belum memperoleh fonem /b/ pada awal kata, dan mengganti fonem /n/ menjadi /ŋ/ dari kata

“bangun”.

 Tuturan “antatta” mengubah fonem /r/ menjadi /t/, dan fonem /k/ menjadi /t/, sehingga tuturan yang seharusnya “antarka”

menjadi “antatta”.

b. Morfologi :

 Tuturan “itutta olah” terdiri dari dua kata, yaitu:

itutta (ikutka), dua morfem:

ikut, satu morfem -ka, satu morfem

78

olah (sekolah), satu morfem

 Tuturan “ayah angung” terdiri dari dua kata yang masing-masing memiliki satu morfem, yaitu:

ayah, satu morfem

angung (bangun), satu morfem

 Tuturan “antatta ulu” terdiri dari dua kata, yaitu:

antatta (antarka), dua morfem:

antar, satu morfem -ka, satu morfem

ulu (dahulu), satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “itutta olah”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“saya ingin ikut ke sekolah”.

 Tuturan “ayah angung”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“ayah cepat bangun”

 Tuturan “antatta ulu”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“antar dulu ke sekolah”.

d. Semantik :

 Percakapan tersebut menjelaskan bahwa Fiqah ingin ikut ke

sekolah tapi harus diantar dengan motor oleh ayahnya, jadi ia harus membangunkan ayahnya sebelum ditinggalkan oleh tante Uli.

4. Data “bobo ulu”, “anyang mi” (Rabu, 4 Maret 2015 pukul 17.31) Sore itu, Fiqah dan Ayahnya pulang dari rumah Zahir. Fiqah setibanya di rumah.

Fiqah : “Ape cica.”

Mama Fiqah : “Capek ki, nak?”

79

Fiqah : “bobo ulu” (berbaring di dekat ibunya) Mama Fiqah : “Dibuatkan ki susu, nak?”

Fiqah : “Anyang mi” (memegang perutnya) a. Fonologi :

 Tuturan “bobo”, tuturan yang sempurna, lengkap, tidak ada fonem yang hilang dan tidak ada pula yang diubah.

 Tuturan “ulu”, anak belum memperoleh fonem /d/ pada awal kata “dulu”.

 Tuturan “anyang”, anak belum memperoleh fonem /j/ pada awal kata, dan mengubah fonem /ng/ menjadi /ny/, fonem /n/

menjadi /ŋ/, sehingga kata “jangan”, terdengar menjadi

“anyang”.

b. Morfologi :

 Tuturan “bobo ulu” terdiri dari dua kata yang masing-masing

terdiri dari satu morfem, yaitu:

bobo (tidur), satu morfem ulu (dahulu), satu morfem

 Tuturan “anyang mi” terdiri dari satu kata, yaitu:

anyang mi (jangan mi), dua morfem:

anyang, satu morfem -mi, satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “ape cica”, yang dimaksudkan adalah “fiqah lelah, capek”

 Tuturan “bobo ulu”, yang dimaksudkan adalah kalimat “bobo dulu sejenak”

80

 Tuturan “anyang mi”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“jangan, tidak usah, masih kenyang”.

d. Semantik :

 Percakapan ini menyatakan bahwa Fiqah lelah dari bermain,

ia butuh istirahat, Mamanya sempat menawarkan susu untuknya tapi Fiqah menolaknya dengan memegang perutnya bermaksud menyampaikan bahwa ia masih kenyang, sepertinya ia hanya butuh istirahat sejenak. Kata bobo dulu dimaksudkan untuk berbaring sejenak.

5. Data “mau ta itut”, “inca allah” (Kamis, 5 Maret 2015 pukul 08.35) Pagi hari, Mama tua (Nenek Fiqah) bersiap-siap merias wajah hendak ke acara pengantin. Fiqah duduk, diam memperhatikan neneknya.

Mama Tua : “Siapa mau ikut?”

Fiqah : “Mau ta itut.”

Mama Tua : “Mau ki ikut, nak?”

Fiqah : “Inca Allah.”

a. Fonologi :

 Tuturan “mau ta itut", mengubah fonem /k/ menjadi /t/ dari kata “ikut”.

 Tuturan “inca allah”, mengubah fonem /sy/ menjadi /c/ dari kata “insyaAllah”

b. Morfologi :

 Tuturan “mau ta itut” terdiri dari dua kata, yaitu:

mau ta (mauka), dua morfem:

mau, satu morfem -ka, satu morfem

81

 Tuturan “inca allah” terdiri dari dua kata yang masing-masing terdiri dari satu morfem, yaitu:

inca (in sya), satu morfem Allah, satu morfem

c. Sintaksis :

 Tuturan “mau ta itut”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“saya ingin ikut”

 Tuturan “inca allah”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“InsyaAllah”

d. Semantik :

 Percakapan tersebut, Fiqah mampu mengucapkan kata

InsyaAllah, yang kemungkinan diperolehnya dari kebiasaannya mendengar orang-orang disekitarnya.

6. Data “cak inding iyam” (Rabu, 25 Februari 2015 pukul 20.39)

Malam hari, ketika bermain di ruang keluarga, Fiqah melihat seekor cicak.

Fiqah : “Cak.”

Firda : “Menyanyi dulu Fiqah”

Fiqah : “Ccak inding iyam”

a. Fonologi :

 Kata “ccak” menghilangkan fonem /i/ sehingga kata yang seharusnya “cicak” terdengar “ccak”.

 Kata “inding”, anak belum memperoleh fonem /d/ pada awal kata sehingga kata yang seharusnya “dinding” terdengar

“inding”.

82

 Kata “iyam”, anak belum memperoleh fonem /h/ pada awal kata dan mengubah fonem /l/ menjadi /y/, dan fonem /ŋ/

menjadi /m/ sehingga kata “hilang” terdengar “iyam”.

b. Morfologi :

 Tuturan “cak inding iyam” terdiri dari tiga kata yang

masing-masing kata terdiri dari satu morfem, yaitu:

cak (cicak), satu morfem inding (dinding), satu morfem iyam (hilang), satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “ccak inding iyam”, yang dimaksudkan adalah kalimat “cicak-cicak dinding, diam-diam merayap”.

d. Semantik :

 Percakapan itu menandakan bahwa Fiqah mulai mampu

mengenali jenis binatang yang ditemuinya, bahkan bisa menyanyikan lagu sesuai dengan binatang yang dilihatnya, yakni cicak.

7. Data “opi aya iyam” (Sabtu, 28 Februari 2015 pukul 13.02)

Siang itu, Fiqah diajak oleh ayanhya ke rumah Zahir, tapi karena sesuatu hal, ayahnya membatalkannya, Fiqah sepertinya terima alasan yang diberikan ayahnya.

Mama Fiqah : “Kenapa ki, nak?” (melihat Fiqah kembali dan batal ke rumah Zahir)

Fiqah : (terdiam, menuju ke arah mamanya)

Mama Fiqah : “Mana Ayah? Kenapa tidak pergi rumanya adek Zahir?”

Fiqah : “opi ayah iyam”

Mama Fiqah : “Ooo hilang topinya ayah, nak. Iye, nanti sore pi baru ki pergi nak ya.”

83

a. Fonologi :

 Kata “opi”, anak belum memperoleh fonem /t/ pada awal kata sehingga kata “topi” menjadi “opi”.

 Kata “iyam” menghilangkan fonem /h/ dan mengubah fonem /l/ menjadi /y/, dan fonem /ŋ/ menjadi /m/ sehingga kata

“hilang” terdengar “iyam”.

b. Morfologi :

 Tuturan “opi aya iyam” terdiri dari tiga kata yang masing-masing kata terdiri dari satu morfem, yaitu:

opi (topi), satu morfem aya (ayah), satu morfem iyam (hilang), satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “opi aya iyam”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“topi ayah hilang”

d. Semantik :

 Percakapan ini menyatakan bahwa Fiqah sebenarnya

kecewa karena tidak jadi berangkat ke rumah Zahir, tapi alasan yang diberikan ayahnya diterima dan dipahaminya dengan baik karena siang itu cuaca sangat panas. Mungkin menurutnya, cuaca panas jadi butuh topi untuk melindunginya dari panasnya sinar matahari.

84

8. Data “mau ta alam” (Kamis, 5 Maret 2015 pukul 17.38)

Sore menjelang malam itu, Fiqah dan Tante Uli sedang di rumah Zahir.

Mama Eri : “Pulang mi dulu, nak. Malam mi. Na cari kin anti ayah.”

Fiqah : “Anyang mi.”

Mama Eri : “Pulang mi dulu, nak. Besok pi lagi ke sini ki.”

Fiqah : “Anyang mi, mama Eji tu.”

Mama Eri : “Besok pi lagi, nak.”

Fiqah : “mau ta alam.”

a. Fonologi :

 Kata “alam”, anak belum memperoleh fonem /b/ pada awal kata, fonem /r/, /m/ pada tengah kata, dan menghilangkan fonem /Ə/ sehingga kata yang seharusnya “bƏrmalam” (kata lain dari menginap) tetapi tuturan yang terdengar adalah

“alam”.

b. Morfologi :

 Tuturan “mau ta alam” terdiri dari dua kata, yaitu:

mau ta (mau ka), dua morfem:

mau, satu morfem -ka, satu morfem

alam (bermalam/menginap), satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “mau ta alam”, kalimat yang dimaksudkan adalah

“saya ingin bermalam/menginap di rumahnya adik Zahir”

d. Semantik :

 Percakapan itu dimaksudkan bahwa Fiqah mampu mempertahankan pendapatnya, bahkan mulai mampu memberikan jawaban yang sesuai dari perkiraan orang lain.

85

9. Data “ati ala cica”, “ati eyut cica” (Ahad, 8 Maret 2015 pukul 14.29) Siang menjelang sore hari itu, Fiqah tengah bermain dengan Firda, sepupunya, mereka bermain kakak-adik, rumah-rumahan di teras rumah.

Fiqah : “Ati ala Cica.”

Firda : “Kenapa ki, Dek?”

Fiqah : “Ati eyut Cica.”

Firda : “Ayo kakak bawa ke bu bidan dulu yaa…”

a. Fonologi :

 Kata “ati”, anak belum memperoleh fonem /s/ pada awal kata, fonem /t/ pada akhir kata, dan mengubah fonem /k/

menjadi /t/ dari kata “sakit”.

 Kata “ala”, anak belum memperoleh fonem /k/ pada awal kata, fonem /p/ pada tengah kata, dan menghilangkan fonem /e/ dari kata “kepala”

 Kata “Əyut”, anak belum memperoleh fonem /p/ pada awal kata, dan mengubah fonem /r/ menjadi fonem /y/ dari kata

“pƏrut”.

b. Morfologi :

 Tuturan “ati ala cica” terdiri dari tiga kata yang masing-masing kata tersebut terdiri dari satu morfem, yaitu:

ati (sakit), satu morfem ala (kepala), satu morfem cica (fiiqah), satu morfem

 Tuturan “ati eyut cica” terdiri dari tiga kata yang masing-masing kata tersebut terdiri dari satu morfem, yaitu:

ati (sakit), satu morfem eyut (perut), satu morfem

86

cica (fiiqah), satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “ati ala cica”, kalimat yang dimaksudkan adalah

“sakit kepalanya fiqah”

 Tuturan “ati eyut cica”, kalimat yang dimaksudkan adalah

“perut fiqah sakit”

d. Semantik :

 Percakapan itu membuktikan bahwa Fiqah mulai mampu

menyusaikan cara bermainnya dengan sepupunya, bahkan mampu menyambung cerita yang dimaksudkan oleh sepupunya. Fiqah diharuskan berakting sakit, dan ia mampu melakukannya.

10. Data “atuh ta tadi itu”, “mau ta encing alam” (Rabu, 11 Maret 2015 pukul 20.03)

Malam hari, keluarga tengah kumpul di ruang keluarga, tiba-tiba Fiqah datang dari arah dapur dengan suara rintihan kecilnya.

Fiqah : “Atu ta tadi itu”

Mama Fiqah : “Dimana ki jatuh, nak?”

Fiqah : “Alam.” (menunjuk arah dapur) Mama Fiqah : “Kenapa masuk di dalam sendiri?”

Fiqah : “Mau ta encing alam”

a. Fonologi :

 Tuturan “atuh ta tadi itu”, anak belum memperoleh fonem /j/

pada awal kata, dan mengubah fonem /k/ menjadi /t/ dari kata “jatuhka”, fonem /d/, /i/, /s/, dari kata “di situ”. Tuturan

87

yang dihasilkan dalam percakapan tersebut sudah hampir sempurna.

 Tuturan “mau ta encing alam”, mengubah fonem /k/ menjadi /t/ dari kata “mau ka”, belum memperoeh fonem /k/ pada awal kata “kencing”, dan fonem /d/ pada awal kata “dalam”.

b. Morfologi :

 Tuturan “atuh ta tadi itu” terdiri dari tiga kata, yaitu:

atuh ta (jatuh ka), dua morfem:

jatuh, satu orfem -ka, satu morfem tadi, satu morfem itu, satu morfem

 Tuturan “mau ta encing alam” terdiri dari tiga kata, yaitu:

mau ta (mau ka), dua morfem:

mau, satu morfem -ka, satu morfem

encing (kencing/buang air kecil), satu morfem alam (di dalam), dua morfem:

di-, satu morfem dalam, satu morfem c. Sintaksis :

 Tuturan “atuh ta tadi itu”, yang dimaksudkan adalah kalimat

“tadi fiqah terjatuh di situ”.

 Tuturan “mau ta encing alam”, yang dimaksudkan adalah kalimat “saya ingin kencing di dalam tapi terpeleset sehingga terjatuh”.

88

d. Semantik :

 Percakapan tersebut Fiqah memberikan informasi bahwa ia

terjatuh di dalam (tempat buang air) karena ingin buang air kecil. Tuturannya sudah komunikatif, mudah dipahami.

11. Data “mau ta ayung”, tunju alam cica”, “aci, ama-ama” (Senin, 16 Maret 2015 pukul 11.28)

Pagi menjelang siang, percakapan antara Fiqah dengan mamanya.

Fiqah ingin tidur, minum susu sambil di-ayung.

Fiqah ingin tidur, minum susu sambil di-ayung.

Dalam dokumen YULIANTI YUSUF Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 79-199)

Dokumen terkait