• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dapat menjelaskan keterkaitan variabel asset growth, earnings per share, debt to total asset, return on investment, dan dividend yield terhadap beta saham adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh Asset Growth terhadap Beta Saham

Asset growth menggambarkan pertumbuhan dan perubahan aset perusahaan setiap tahunnya. Menurut Beaver, Kettler dan Scholes (1970) dalam Hartono (2015) asset growth memiliki hubungan positif terhadap beta. Semakin besar angka asset growth mengindikasikan perusahaan dalam masa pertumbuhan yang sedang giat-giatnya melakukan investasi.

Manajer sebagai pihak dalam (insiders) yang mengetahui lebih banyak informasi terkait keadaan perusahaan menilai besarnya investasi yang dilakukan memiliki prospek yang baik, namun kurangnya informasi

sebagai signal negatif. Berdasarkan teori signal (signaling theory) investor akan menilai bahwa investasi yang dilakukan perusahaan memiliki pengaruh negatif, karena investor meyakini dalam invetasi tedapat risiko yang akan selalu mengikuti atau sering dikenal dengan prinsip high risk high return. Semakin tinggi investasi dan return yang diharapkan oleh perusahaan atas investasinya akan dinilai sebagai signal negatif oleh investor, karena besarnya investasi akan berbanding lurus dengan meningkatnya risiko yang ditanggung. Signal negatif tersebut akan mengurangi minat investor melakukan investasi dan dapat meyebabkan meurunnya nilai saham, karena pada dasarnya investor bersifat risk averse. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa asset growth memiliki pengaruh positif terhadap beta saham.

2. Pengaruh Earnings Per Share (EPS) terhadap Beta Saham

Earnings per share (EPS) merupakan laba yang diterima oleh investor atas lembar saham perusahaan yang ia miliki. Berdasarkan signalling theory meningkatnya EPS menjadi signal positif bagi investor, karena besarnya EPS perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan laba dan mendorong turunnya risiko atas investasi. Semakin besar EPS, maka laba yang diterima oleh investor akan semakin besar. Hal ini mendorong naiknya tingkat pengembalian atas investasi. Naiknya tingkat pengembalian investasi akan menekan risiko atas investasi. Kondisi ini akan memudahkan bagi perusahaan dalam menghimpun dana dari investor baru, bahkan kondisi ini dapat menarik minat investor yang

sudah menginvestasikan dana untuk meningkatkan kembali modalnya, karena investor percaya perusahaan memiliki prospek yang baik. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa EPS memiliki pengaruh negatif terhadap beta saham.

3. Pengaruh Debt to Total Asset terhadap Beta Saham

Debt to total asset merupakan rasio keuangan yang menggambarkan besarnya utang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Semakin besar debt to total asset, semakin besar pendanaan perusahaan dengan menggunakan utang, maka risiko akan menjadi tinggi.

Myers dan Majluf (1984) dalam Sugiarto (2009) menyatakan theory pecking order menjelaskan bahwa perusahaan yang profitable cenderung menggunakan utang dalam jumlah yang sedikit, karena perusahaan lebih suka pendanaan internal dibandingkan pendanaan eksternal atau dengan kata lain perusahaan lebih suka utang yang aman dibandingkan utang yang berisiko. Investor akan menilai besarnya angka debt to total asset sebagai signal negatif, karena perusahaan dengan utang yang lebih besar cenderung kurang profitable serta lebih berisiko.

Brigham dan Houston (2001) menyatakan Trade-off theory menggambarkan keadaan perusahaan yang menukar manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan, penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan

dalam pendanaan aset maka akan melebihi toleransi pemanfaatan utang dalam meminimalkan pajak dan menyebabkan meningkatnya potensi kebangkrutan. Perusahaan dengan utang yang besar akan dianggap investor sebagai perusahaan yang tidak dapat mengendalikan penggunaan dananya dan memiliki prospek yang buruk.

Penggunaan utang dalam jumlah yang besar tentu akan dinilai sebagai signal negatif (signaling theory) oleh investor, karena besarnya utang mengakibatkan menurunnya laba dan nilai dividend, karena return yang diperoleh diprioritaskan untuk membayar utang beserta bunganya. Menurut Munawir (2004) besarnya utang menyebabkan beban bunga yang besar dan memberatkan perusahaan yang mengakibatkan potensi kesulitan keuangan yang menyebabkan kebangkrutan. Menurut Beaver, Kettler dan Scholes (1970) dalam Hartono (2015) leverage yang diukur dengan menggunakan utang jangka panjang dibagi total aktiva mempunyai hubungan yang positif terhadap beta. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa debt to total asset memiliki pengaruh positif terhadap beta saham.

4. Pengaruh Return On Investment terhadap Beta Saham

Return on investment merupakan salah satu rasio profitabilitas (rentabilitas) perusahaan yang mengindikasikan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari investasi yang dimilikinya. Berdasarkan Signalling theory, investor menilai besarnya keuntungan investasi (ROI) perusahaan menjadi

signal positif, karena semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan yang baik dan tingkat keuntungan yang tinggi. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan meningkatkan laba perusahaan. Peningkatan laba perusahaan memberikan signal positif bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik. Meningkatnya laba menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang semakin baik, sehingga investor menilai risiko atas investasi yang ditanggung akan menurun. Perusahaan dengan laba dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi dinilai memiliki prospek yang baik, sehingga investor menilai hal ini sebagai signal positif dan akan meningkatkan minatnya terhadap saham yang ditawarkan. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa ROI memiliki pengaruh negatif terhadap beta saham.

5. Pengaruh Dividend Yield terhadap Beta Saham

Dividend yield digunakan untuk mengukur kinerja saham berdasarkan dividend yang dibayarkan atau dapat dikatakan dividend yield mengukur jumlah dividend untuk setiap satu lembar saham biasa dan harga pasar saham biasa per lembar.

Berdasarkan signalling theory pembayaran dividend dapat menggambarkan keadaan perusahaan, penurunan dividend dianggap signal negatif. Investor menilai dividend yang rendah menunjukkan laba perusahaan menurun, hal ini menyebabkan investor beranggapan bahwa

dividend menyebabkan minat investor terhadap saham yang ditawarkan berkurang, karena tingkat pengembalian investasi akan menurun dan risiko yang ditanggung oleh investor menjadi lebih besar. Lintner (1956) dalam Hartono (2015) menyatakan bahwa perusahaan enggan menurunkan dividen karena hal tersebut dapat menandakan perusahaan dalam keadaan membutuhkan dana, sehingga perusahaan dengan risiko besar akan cenderung memberikan dividend yang rendah. Hartono (2015) menyatakan bahwa bird in the hand theory yang disampaikan oleh Lintner, Gordon dan Batthacharya menggambarkan bahwa investor lebih menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti burung di tangan yang risikonya lebih kecil dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dividend yield memiliki pengaruh negatif terhadap beta saham.

Dari penjelasan di atas, maka dapat digambarkan model empiris sebagai berikut : Gambar 1 Paradigma Penelitian ROI  (X4Asset Growth  (X1)  EPS  (X2Dividend Yield  (X5Debt To Total 

Asset  (X3Beta Saham

(Y)  + ‐ + ‐ ‐

Dokumen terkait