• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang luas.1 Sedangkan kerangka Teori pada penelitian Hukum Sosiologis/empiris merupakan kerangka teoritis berdasarkan pada kerangka acuan hukum karena tanpa ada acuan hukum maka penelitian tersebut

1. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta 1984, hal. 126.

hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi Ilmu Hukum.1

Lahirnya peraturan hukum positip di luar KUH-Perdata menunjukkan bahwa hukum akan selalu berkembang dan akan sebagai sarana pendukung perubahan dalam masyarakat. Menurut Roscoe Pound dalam Sociological Juriprudence sebagai mana dikutip oleh Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi,bahwa:

Mazhab Sociological Jurisprudence suatu mazhab yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dengan masyarakat dan sebaliknya. Hukum merupakan

a Tool of Social Enginering . Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup dalam masyarakat, jadi hukum merupakan pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan.2

Jadi kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini adalah kerangka menurut Mazhab Sociological Jurisprudence yaitu pendapat Roscoe Pound yaitu adanya pengaruh timbal balik nyata antara hukum dengan masyarakat berupa teori yang mengacu pada peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kebiasaan dalam masyarakat dan mengamati bagaimana pengaruh peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat. Bila dikaitkan dengan kesadaran hukum untuk melaksanakan mendaftarkan tanahnya, yang merupakan kebijakan Pemerintah menyangkut pertanahan sebagai konsekuensi semakin perkembangnya dan semakin banyaknya timbul permasalahan di bidang pertanahan.3

1. Ibid, hal 127.

2. H. Lili Rasjidi dan Ira Tahinia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 66-67/

3.Pasal 1 angka (2) Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan bidang tanah adalah bagian permukaan bumi merupakan satuan bidang yang terbatas.

a. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

1) . Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah merupakan suatu proses tata usaha Negara dan tata cara untuk memperoleh kepastian hukum tentang status hak suatu bidaang tanah. Hal ini diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang menyebutkan sebagai berikut:

a.Meletakkan dasar penyusunan hukum Agraria nasional yang merupakan alat untuk yang membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama petani, dalam rangka rakyat adil dan makmur. b.Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesedarhanaan

dalam hukum pertanahan.

c.Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.”

Pendaftaran berasal dari kata Cadastre“ (bahasa Belanda cadaster) suatu istilah

teknis untuk suatu record (rekaman) menunjukkan kepada suatu luas, nilai dan kepemilikan (alas hak) terhadap suatu bidang tanah.1. Secara mendasar pengertian Pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat (2)UUPA adalah meliputi kegiatan pengukuran, perpetaan, pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya serta pemberian surat tanda bukti hak (setifikat)2 yang berlaku sebagai

1. A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Medan, 1999, hal. 18

2. Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 merumuskan bahwa Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut tersebut sesuai dengan dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

alat pembuktian yang kuat

Semenjak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai perintah dari Pasal 19 ayat (1) UUPA), di Indnesia telah mempunyai institusi pendaftaran tanah yang uniform, dan kemudian disempurnakan dengan Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, L.N. 1997 No. 59, tanggal 8 Juli 1997, dan baru mulai berlaku efektif tanggal 8 Oktober 1997.

Sedangkan menurut Rudolf Hermanes sebagaimana dikutip oleh Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan “Pendaftaran Tanah adalah pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar tanah, berdasarkan pengukuran, pemetaan yang seksama dari bidang-bidang itu.1

Pasal 1 angka (1) PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan Pendaftran tanah adalah: Rangkaian kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara

terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data pisik data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang tanah dan satuan-satuannya rumah susun, termasuk mpemeberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah aa haknya dan Hak Milik atas satuan Rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pengertian pendaftaran tanah pada pasal 1 angka (1) PP ini, kata suatu rangkaian menunjukkan adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yang berkaitan satu dengan yang lainnya, berurutan menjadi suatu kesatuan rangkaian yang sistimatis yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan.

Kata terus menerus menunjukkan pada pelaksanaan pendaftaran tanah berlangsung secara berkesinambungan mulai dari pendaftaran pertama kali (initial

1. Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan (Pertanahan Indonesia) Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta 2004, Hal. 1.

registration) sampai pada maintenan (continuous registration) . Data yang sudah

terkumpul dan tersedia selalu harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga tetap sesuai dengan keadaan terakhir.

Kata teratur menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena hasilnya akan menjadi data sebagai alat pembuktian menurut hukum .

Data yang terhimpun pada dasarnya ada 2 jenis yaitu:

1. Data fisik yaitu data keterangan mengenai batas, letak dan luas bidang yang didaftar termasuk mengenai adanya bangunan di atasnnya.

2. Data yuridis yaitu data keterangan mengenai status hukum bidang tanah yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta keterangan beban beban lain yang membebaninya.

Berdasarkan keterangan-keterangan dua jenis data yang telah diperoleh di atas oleh Panitia A akan menganalisis data fisik dan data yuridis tersebut, Kegiatan analisis data fisik akan memperoleh peta pendaftaran yang sudah diukur, dan dibuat surat ukur. Kegiatan analisis data yuridis yaitu pengumpulan alat pembuktian berupa dokumen. Bila sudah lengkap memenuhi semua persyaratan, maka sertifikat atas tanah tersebut dapat diterbitkan.

2) Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

Dasar hukum pendaftaran tanah dalam peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut:

a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada pasal 19 ayat (1) yaitu untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

c) Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan

d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik

e) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Satuan Rumah Susun f) Tahun 1996

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

g) Tahun 1997

1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang ketentuan yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

2. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Tahun 1997 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. h) Tahun 1998

1. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1998, tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik.

3. Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7

Tahun 1998 tentang Kewenangan Menandatangani Buku Tanah, Surat Ukur dan Sertifikat.

f) Tahun 1999.

1.Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

2.Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah.

3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

4. Instruksi Menteri NegaraAgraria/Kepala BPNl Nomor 2 Tahun 1999

i) Tahun 2002

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.

j) Tahun 2003

1. Surat Edaran Kepala Badan Pertanhan Nasional Nomor 600-1900 tentang Perihal Pengenaan Tarif Pelayanan , Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran

Tanah, Pemeliharaan Data Pertanahan dan informasi Pertanahan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002.

2.Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 640-1884 tentang Perihal Blanko Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

b. Asas-Asas, Tujuan dan Objek Pendaftaran Tanah

1) Asas-Asas Pendaftaran tanah

Pendaftaran Tanah di Indonesia menganut beberapa asas yang menjadi pedoman

pelaksanaannya, dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Pendaftaran Tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka, secara lebih terperinci maksudnya adalah sebagai berikut:

1. Asas Sederhana

Yang dimaksud dengan asas sederhana adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama pemegang yang memohon hak atas tanah.

2. Asas Aman

Yang dimaksud dengan asas aman adalah untuk menunjukkan bahwa Pendaftaran Tanah perlu diselenggarkan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah.

3. Asas Terjangkau

Asas Terjangakau maksudnya adalah keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Jadi pelayanan yang diberikan dapat terjangkau oleh pihak yang memerlukan.

4. Asas Mutakhir

Asas Mutakhir adalah kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga apabila masyarakat yang memerlukan data pertanahan akan memperoleh keterangan yang benar setiap saat.

5. Asas Terbuka

Asas terbuka adalah asas dimana setiap orang yang berhak untuk mendapat informasi dari Kantor Pertanahan, dan juga berhak untuk meminta keterangan pendaftaran tanah yang berisikan hak, luas, lokasinya dalam sita berperkara.

2) Tujuan Pendaftaran Tanah

Pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara mendasar mengatakan tujuan Pendaftaran Tanah adalah:

(a). Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu tanah, satuan bidang rumah susun dan hak- hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya pemegang hak yang bersangkutan.

(b). Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang- bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

(c). Untuk terselenggaranya tertib administrasi Pertanahan.

Jadi dengan Pendaftaran Tanah akan diperoleh kepastian hukum tentang hak- hak atas tanah yang diakui di Indonesia dan untuk si pemegang hak akan diterbitkan sertifikat sebagai alat bukti kuat sebagai pemegang hak atas tanah.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 persertifikat,tujuan yaitu: (1) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, sebagaimana

dimaksud pada Pasal 3 huruf a, kepada si pemegang Hak atas Tanah yang bersangkutan diberikan Sertifikat Hak atas Tanah..

(2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf (b)data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah terdaftar terbuka untuk umum. (3) Untuk mencapai tertib administrasi sebgaiman dimaksud Pasal 3 huruf c setiap

bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hak atas tanah hak milik dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Jadi dengan pendaftaran tanah pemegang hak memperoleh sertifikat sebagai alat bukti yang kuat bahwa ia sebagai pemegang hak atas tanah, kemudian akan tercapai tertib administrasi dalam biadang pertanahan sehingga orang yang

berkepentingan akan mudah memperoleh informasi yang benar.

Selanjutnya A.P Parlindungan mengatakan bahwa: “Pendaftaran ini melalalui suatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah, sehingga tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran tanah tersebut untuk sekedar

diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja (sertifikat hak atas tanah).1

Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah merupakan tugas dari Pemerintah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai tugas pokok dengan tujuan sebagai berikut:

1. Melaksanakan inventarisasi pertanahan lengkap di seluruh Wilayah Republik Indonesia dengan melaksanakan pengukuran desa demi desa.

2. Menyelenggarakan pemberian tanda bukti hak sebagai jaminan kepastian hukum atas tanah dengan melaksanakan pendaftran hak atas tanah meliputi setiap peralihannya, penghapusannya dan pembebanannya jika ada dengan memberikan tanda bukti berupa sertifikat tanah.

3. Pemasukan keuangan Negara dengan memungut biaya pendaftaran tanah. Pendaftaran Tanah dalam rangka Recht Kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan

1. A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Berdasarkan PP. No.24 Tahun 1994,. Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 8.

alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa buku tanah dan sertifikat yang terdiri dari buku tanah dan surat ukur.1

Oleh karena tujuan pokok Lembaga pendaftaran tanah ini sangat penting untuk menunjang pembangunan di Indonesia terutama di bidang pertnahan, karena itu Pemerintah sangat perlu untuk lebih meningkatkan penyuluhan hukum pada masyarakat dengan tujuan untuk menimbulkan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya secara swadaya (sporadik) karena keterbatasan anggaran, peralatan dan tenaga dari Pemerintah.

3) Objek Pendaftaran Tanah

Pemberian hak atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan maupun badan hukum berdasarkan permohonan. Pemberian hak tersebut menimbulkan akan hak dan kewajiban, disampimg adanya wewenang untuk mengelola tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya, juga kepada pemegang hak dibebankan kewajiban untuk mendaftarkan hak atas tanahnya dalam rangka untuk mendapatkan kepastian hukum. Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menggariskan objek pendaftaran tanah meliputi:

1.bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

2.tanah hak pengelolaan 3.tanah wakaf

4.hak milik atas satuan rumah susun 5.hak tanggungan

6.tanah Negara

1. Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 112.

c. Alat Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah

Pengaturan cara pembuktian adanya hak baru maupun hak lama untuk

kepentingan pendaftaran tanah, pada PP No. 24 Tahun 1997 lebih mudah dilaksanakan bila dibandingkan dengan PP No. 10 Tahun 1961, karena pada PP No. 24 Tahun 1997 penegasan alat bukti hak lama atau hak baru lebih tegas dan jelas dinyatakan sehingga pemohon hak atas tanah akan lebih mudah mengumpulkan bukti-bukti untuk kepentingan pendaftaran tanah tersebut.

1. Alat Pembuktian Hak Baru

Alat pembuktian hak baru untuk keperluan pendaftaran tanah maksudnya adalah alat pembuktian hak atas tanah atas objek tanah yang diberikan atau diciptakan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pada permohonan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pada Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa untuk keperluan pendaftaran tanah hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

a) hak atas tanah harus dibuktikan dengan:

1) penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangsungkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian

hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak penglolaan.

2) asli akta PPAT yang membuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna Bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.

b) hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang.

c) tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.

d) hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.

Penentuan alat bukti untuk permohonan hak baru sebagaimana tercantum pada Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997 tersebut sudah sangat maksimal, karena alat-alat bukti tersebut merupakan bukti tertulis otentik karena bukti-bukti tersebut dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga untuk pembuktian hak cukup dengan membuktikan adanya hak dengan apa terkandung dalam surat bukti tersebut dan nama yang tercantum dalam bukti surat tersebut dapat memperlihatkan bukti tersebut dan tidak perlu memperlihatkan alat bukti lain, tetapi walaupun demukian pihak penilai akan tetap ada kewajiban untuk meneliti apakah pejabat yang membuat alat bukti tersebut benar-benar pejabat yang berwenang dan pembuatan alat bukti tersebut Sertifikat hak atas tanah yang terdafatar tentu nama orang atau badan hukum yang mendalilkannya..Tetapi sebaliknya bila ada pihak yang keberatan, maka dapat mengajukan gugatan pembatalan ke Pengadilan yang berkompeten untuk itu. Tentunya pada masa lembaga rechtverwerking belum berakhir yaitu 5 tahun semenjak terbitnya sertifikat atas tanah.1 Apabila ternyata penggugat dapat membuktikan bahwa bukti otentik yang menjadi dasar terbitnya sertifikat tanah tersebut adalah cacat sehingga surat bukti tersebut dibatalkan oleh hakim, maka dengan serdirinya hak dan terbitnya sertifikat atas tanah tersebut jadi batal.

1.Pasal 32 ayat(2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 mengatakan dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun semenjak diterbitkannya sertifikat itu,tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepada ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

2. Alat Pembuktian Hak Lama

Pembuktian hak atas tanah dalam pendaftaran tanah dengan alat pembuktian hak lama adalah alat pembuktian yang diperlukan apabila objek tanah yang akan didaftarkan sebelumnya telah melekat suatu hak atas tanah. ST. Reny Sjahdeni mengatakan” Hak Lama adalah hak kepemilikan atas tanah yang menurut hukum adat telah ada tetapi proses administrasi dalam konversi belum selesai dilaksanakan.1 Kemudian pembuktian hak lama berkaitan dengan alas hak atas tanah menurut hukum adat, sebagaimana pendapat dari Irwan Soerojo sebagai berikut :

Perkembangan pendaftran tanah di Indonesia tidak terlepas dari akibat /konsekwensi masih diakuinya hukum adat dalam masyarakat yang merupakan manipestasi dari aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat sebagai dimuat dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1970 jo Keppres Nomor 11 Tahun 1974, dikatakan bahwa hukum adat berlakunya berlaku tergantung kondisi kesadaran hukum masyarakat yang mendukungnya, dan penerapannya tergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.2

Penerapannya sebagaimana pendapat diatas jelas ada dalam PP No. 24 Tahun 1997, seperti terlihat mengenai Alat pembuktian lama dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 menentukan bukti hak lama dapat dibuktikan dengan berdasarkan pembuktian pemilikan atas tanah dan berdasarkan penguasaan secara pisik atas tanah adalah sebagai berikut:

1) Untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak-hak tersebut melalui bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik,

1. ST. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan,Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi

Perbankan, Alumni, Jakarta, hal. 141

dianggap cukup untuk mendaftarkan hak pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagimana dimaksud dalam ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan data penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat dengan kesaksian yang dapat dipercaya.

b. penguasaan baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai mana

dimaksud dalam pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pun pihak lain.

Pada dasarnya bukti kepemilikan hak atas tanah terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan sebelum berlakunya UUPA, apabila hak tersebut dialihkan, bukti peralihan berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukannya pembukuan hak. Alat bukti yang dimaksud adalah sebagai mana disebutkan pada Pasal 76 ayat (1) PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 adalah sebagai berikut

a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Staatbalad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau,

b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijving

Ordonantie (Staatblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau,

c. surat tanda bukti berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau,

Dokumen terkait