• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsep

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.22

22M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), hal.27.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.23

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum, yaitu suatu perlindungan yang diberikan oleh perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis yang diberikan terhadap subjek hukum dengan tujuan memberikan suatu rasa aman, damai, tertib dan pasti dalam kehidupan sehari-hari subjek hukum.24

Perlindungan hukum yang dimaksud di sini adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada bank dalam kedudukannya sebagai kreditur dengan menggunakan perangkat hukum tertulis yang dapat menjelaskan bagaimana bank dapat mempertahankan hak-haknya atas benda jaminan fidusia berupa daftar piutang dan memperoleh pertanggungjawaban dari debitur sepenuhnya apabila pihak yang namanya termasuk dalam daftar piutang melakukan wanprestasi.

Selain itu kerangka teori yang digunakan dalam menelaah perlindungan hukum terhadap penerima fidusia dalam perjanjian fidusia didasarkan pada teori keadilan dari John Rawls yang dikenal dengan teori Rawls bahwa Hukum sebagai Justice as Fair.25 Melalui teori Rawls, bagaimanapun juga, cara yang adil untuk

23Ibid, hal.27.

24Otje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelaahan), (Jakarta: Renada Media, 2007), hal.19.

25Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta PT. Toko Gunung Agung Tbk., 2002), hal.76.

mempersatukan berbagai kepentingan adalah dengan tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri.

Teori Rawls,26 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya yakni prinsip kebebasan dan prinsip fair. Prinsip kebebasan bahwa setiap orang berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya, dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.

Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 alinea keempat yang berbunyi: “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”.

Ketentuan ini merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti dalam hal kredit.

Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penerima fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit (kreditur) dan pihak pemberi fidusia sebagai pihak yang menerima kredit (debitur). Pihak kreditur penerima fidusia dalam kaitannya dengan tulisan ini adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Apabila berbicara mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian

26Ibid, hal.81.

pokoknya, yang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan. Di samping itu, perjanjian fidusia tersebut dapat yang dibuat secara otentik maupun di bawah tangan, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang menegaskan semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUHPerdata.

Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya mengatur saja.

Sifat terbuka dari KUHPerdata ini tercermin dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu:27

a. unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian;

b. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian;

27R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1985), hal.20.

c. unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa perjanjian dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Perjanjian kredit tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUHPerdata.

Perjanjian kredit dilandaskan oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang. Menurut Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.28

Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.29 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda yang dijaminkannya itu kepada pihak lain sebelum kewajibannya terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan

28Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Jakarta: Alvabetha, 2005), hal.96.

29R.Subekti, Op.cit, hal.27.

bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.

Benda yang dijadikan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik.30 Berbeda halnya dengan objek fidusia, benda jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan hak tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik pemegang hak atas tanah tersebut.31 Secara teoritis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan atas tanah saja, sedangkan benda-benda yang ada di atasnya bukan merupakan benda bagian dari tanah melainkan benda yang memiliki status hukum tersendiri.32 Ini berarti, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan pada prinsipnya menganut asas pemisahan horizontal. Pengecualian atas asas tersebut hanya dimungkinkan apabila bangunan/rumah yang ada di atas tanah tersebut adalah

30Rumusan pengertian benda dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Bandingkan dengan Pasal 1131 KUHPerdata.

31Pasal 4 jo. Penjelasan Umum angka 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

32Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

kepunyaan dari pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukum pun dapat dibenarkan bahwa asas itu memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum tanah yang dianut Undang-Undang Pokok Agraria, antara tanah dan bangunan/rumah yang ada di atasnya adalah terpisah satu sama lain.

Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya sertipikat jaminan fidusia.33 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke karakter). Oleh karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna mulai dari tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya. Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi sebagai berikut:

1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.

2) Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh Kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.

33Pasal 14 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.

Sehingga pengalihan perjanjian pokok dalam mana diatur hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia, mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. Selanjutnya kreditur baru harus mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.

Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bunyinya hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian, yaitu bersifat acessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang manjadi objek jaminan fidusia.34

Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh KUHPerdata.

Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik

34H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal.290.

tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata sepakat mengenai kredit antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian kredit.35 Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUHPerdata.

Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa dalam hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.36

Penjelasan di atas memberikan pemahaman, jika interaksi atau hubungan yang dilakukan oleh orang yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan hubungan hukum yang menciptakan hak dan kewajiban di antara satu dengan atau terhadap lainnya.37 Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan

35Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.182-183. 36Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal.42.

37Gr. Van der Burght, (ed. Wila Chandra Wila Supriadi), Buku tentang Perikatan dalam Teori dan Yurisprundensi, (Bandung: Mandar Maju, 1999), hal.1 mengatakan “perikatan adalah suatu hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu, sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.

hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga orang atau anggota masyarakat merasa aman kepentingannya. Demikian juga halnya dalam perjanjian fidusia yang dilakukan oleh bank dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dalam bentuk daftar piutang.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional sebagai berikut:38

a. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.39 b. Perjanjian Kredit

38Tan Kamelo, Op.cit, hal. 30-31.

39Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya, 2000), hal.54.

Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.40

Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.41

c. Jaminan Fidusia

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.42

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.43

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang

40Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

41Tan Kamelo, Op.Cit, hal.33.

42Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal.22.

43Pasa1 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.44

d. Benda Jaminan Fidusia

Benda jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik.45

e. Pemberi Fidusia

Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.46

f. Penerima Fidusia

Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.47

g. Akta Jaminan Fidusia

Akta Jaminan Fidusia adalah akta dibawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.48

h. Hutang

44Pasa1 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

45Pasa1 1 angka 3 jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

46Pasa1 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

47Pasa1 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

48Tan Kamelo, Op.Cit, hal.32.

Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai akibat perjanjian kredit dengan jaminan fidusia.49

i. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.50 G. Metode Penelitian

Sunaryati Hartono mendefenisikan bahwa :

”Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.51

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.52

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.53 Pada penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan

49Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

50Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.cit, hal.122.

51Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:

Alumni, 1994), hal.105.

52Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.35.

53Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.63.

menganalisis Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum baik yang berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan,54 khususnya Undang-Undang Jaminan Fidusia dan peraturan pelaksanannya dan ketentuan hukum yang terkait. Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan data primer yang bertujuan untuk menemukan korelasi antara beberapa gejala yang ditelaah dan praktek pelaksanaan yang menyangkut dengan akta jaminan fidusia.

2. Pendekatan Penelitian

Mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan, yaitu hubungan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Selain itu juga dilakukan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif.”55

54Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal.37-38.

55Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal.295.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa bahan hukum yang mengikat, yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan 3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini antara lain mencakup hasil penelitian, rancangan undang-undang, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia, dansebagainya.56

4. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber bahan hukum, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai yang diharapkan. Maka tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:

56Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), hal.13.

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mencari dan mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan yang terjadi dalam pembuatan akta jaminan fidusia.

b. Wawancara yang menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan narasumber untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yang terdiri dari pihak bank dan Notaris/ PPAT di kota Medan sebanyak 3 orang.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan, selanjutnya akan dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar akurasi data dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjajaki kembali ke sumber data. Setelah pengeditan selanjutnya adalah pengolahan data. Setelah pengolahan data selesai selanjutnya akan dilakukan analisi data secara deskriptif-analitis-kualitatif, dan khusu terhadap data dalam dokumen-dokumen akan dilakukan kajian isi (content analysis).57

Lexi J. Moleong mengemukakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari suatu dokumen untuk kemudian diambil suatu kesimpulan sehingga pokok permasalahn yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini dapat terjawab.58

57Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hal.163-165.

58Ibid.

Kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif, yakni penyimpulan yang dilakukan dimulai dari yang umum ke yang khusus.59 Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.

59Tampil Ansahari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2005), hal.16.

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM DAFTAR PIUTANG SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

KEDUDUKAN HUKUM DAFTAR PIUTANG SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

Dokumen terkait