• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Untuk mendalami tentang “Pengaturan syarat-syarat Kerja dan Hak-hak Normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)” sudah seharusnya didasarkan kepada teori, Penelitian-penelitian, Undang-undang ataupun ketentuan-ketentuan yang saling berkaitan.

Friedman menyatakan bahwa peran Negara adalah “pembentuk aturan dan wasit.” Terlihat di sini bahwa di satu sisi, neo-liberalisme menginginkan agar Negara tidak ikut campur dalam arus perdagangan antar-negara. Namun disisi lainnya, negara diharapkan ikut serta dalam memberikan aturan-aturan yang memudahkan liberalisasi perdagangan.12 Di titik inilah kemudian muncul upaya untuk mempengaruhi Negara sebagai pembuat hukum yang memuluskan liberalisasi. Dalam konteks hukum, konstitusionalis pro-neo-liberalisme semacam Schneiderman misalnya, dengan mengutip Panitch dan Santos, menyatakan bahwa negara seharusnya tidak dipinggirkan dalam sistem ekonomi global. Yang diperlukan justru adalah reorganisasi Negara. Hal ini dikarenakan fakta bahwa Negara adalah penyusun perangkat hukum yang dapat menata kembali batas-batas bagi tindakan yang dapat dilakukan dalam kerangkan neo-liberalisme.13 Di sini lebih jauh lagi bahkan ada upaya yang lebih sistematis untuk memanfaatkan Negara untuk menciptakan perangkat konstitusional yang menyokong neoliberalisme.

Pengaturan syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) haruslah sesuai bahkan hendaknya lebih baik dari apa yang telah diatur pada ketentuan-ketentuan peraturan

12

Milton Friedman, Capitalism and Freedom, (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1982), halaman. 27 dalam “Implikasi Globalisasi terhadap Perubahan Kebijakan Pemerintah di

Bidang Ekonomi, Politik dan Pembangunan”, Bivitri Susanti, Jakarta, 21 Oktober 2003. 13

David Schneiderman, “Investment Rules and New Constitutionalism,” 25 Law & Soc. Inquiry 757, hlm. 758, mengutip Leo Panitch, “Globalization, States, and Left Strategies,” Social Justice 23:79-90, hlm. 80; Leo Panitch, Rethinking the Role of the State. In Globalization: Critical Refelctions, ed. James Mittelman, International Political Economy Yearbook, vol. 9 (Boulder, Colo.: Lynne Reiner Publishers, 1996), hlm. 85; dan Boaventura de Sousa Santos, Toward a New Common Sense: Law,

undangan yang telah ada. Sanksi atau penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan ketenagakerjaan haruslah dapat dilaksanakan guna menjamin terlaksananya hak dan kewajiban antara pihak-pihak secara berkeadilan. Pengawasan terhadap dilaksanakannya aturan-aturan yang telah disepakati harus dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi yang tinggi dan mampu bertindak sebagai wasit yang adil dan tidak memihak baik kepada buruh/ pekerja ataupun kepada pengusaha.

 

Menurut Robert B. Seidman, 1972)14 dalam Teori Bekerjanya Hukum

sedikitnya ada 3 (tiga) sasaran penting yang ingin dicapai dalam bekerjanya hukum yaitu :

1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.

2. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks

14

DwiRiyantoAgustiar,PekerjaAnak/BuruhAnak ,http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional 2009/03/30/brk,id.html

kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan.

3. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.

Dari media elektronik dan berbagai media lainnya sering kita mendengar dan menbaca terjadinya pelanggaran-pelangaran terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Seperti misalnya walaupun Undang-undang pada dasarnya melarang anak untuk bekerja, namun masih banyak pekerja anak yang ditemukan dilapangan, hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan penduduk. Kendati, kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak-anak terpaksa bekerja. Komponen upah dalam pembayaran uang pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak digabung dengan uang tunjangan tetap sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 hal ini tentunya sangat merugikan buruh/ pekerja.

Maraknya sektor perekonomian informal menjadi sebab lain yang membuat anak terdorong untuk bekerja. Selain itu, kegagalan pemerintah dalam menciptakan sistem pendidikan juga berperan menyumbang pekerja anak. Hasil pengumpulan data yang dilakukan International Labour Organization (ILO) menyebutkan sekitar 40

persen dari total pekerja anak bekerja di sektor pertanian. Selebihnya tersebar di sektor usaha alas kaki, perikanan lepas pantai, dan pertambangan, bahkan ada juga beberapa yang bekerja sebagai kurir bandar narkoba dan pelacur anak.15

Guna melindungi serta menjamin terlaksananya hak- hak normatif dalam posisi buruh yang tidak berimbang jika dibandingkan dengan pemilik modal, kehadiran Negara sangatlah dibutuhkan yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas tenagakerja dan transmigrasi sebagai faktor yang menyeimbangkannya. Walaupun konsep keadilan sangat abstrak, namun cukup dapat diterima secara umum bahwa “adil” tidaklah berarti kesamaan dalam segala tindakan melainkan proporsional tergantung pada kebutuhannya. Dalam proses produksi dimana hubungan buruh – majikan sangat timpang maka sangatlah tidak adil apabila Negara memberikan perlindungan serta menempatkan posisi keduanya dalam kedudukan yang sama. Commons dan Andrews mengatakan “where the parties are unequal (and public

purpose is shown) then the state which refuses to redress the unequality is actually denying to the weaker party the equal protection of the laws.”16

Tiga Paket Undang-undang Perburuhan yang terdiri dari Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebenarnya merupakan turunan dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam Propenas (Program Pembangunan

15

Dwi Riyanto Agustiar, Pekerja Anak/Buruh Anak ,http://www.tempointeraktif.com/hg/

nasional/2007/04/30/ brk,2007/0430-99130,id.html

16

Nasional). Selain itu didalam Inpres No. 3/2006 dan juga RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudoyono) berusaha untuk menciptakan lapangan kerja formal dan meningkatkan produktivitas dengan cara menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing, pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang mengakibatkan perlindungan yang berlebihan”.

Dari beberapa kajian, salah satu biang dari buramnya potret perburuhan di Indonesia adalah terkait kebijakan politik upah murah terhadap buruh. Inilah yang dipakai oleh rezim Orde baru sebagai keunggulan komparative dalam menarik investor demi kepentingan ekonomi dan pembangunan. Buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi layaknya modal, yang nilainya bisa dimainkan dan diperebutkan oleh mekanisme pasar. Bahkan, peraturan dan perundang-undangan yang dibuat pemerintah selalu dipengaruhi oleh para pemilik modal. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada rakyat kebanyakan, terutama kaum buruh.

Dalam penelitian ini teori perjanjian sangat relevan untuk ditinjau dari hukum perdata, sebab menurut ketetapan Undang-undang hukum Perdata semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau

karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.17

Perjanjian diistilahkan dalam Bahasa Inggris dengan contract, dalam bahasa Belanda dengan verbintenis atau perikatan juga dengan overeenkomst atau perjanjian. Kata kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian yang tertulis dibandingkan dengan kata perjanjian18. Kata perjanjian juga sering dikaitkan dengan perjanjian kerja sama yang dimaksudkan adanya hubungan timbal balik antara satu pihak dengan yang lainnya.

Perjanjian Kerja yang dalam Bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian, Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut :

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

Selain pengertian tersebut diatas, Imam Soepomo

“berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni membayar upah”.19

17R. Subekti dan R. Tjitrosudibio Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek,

terjemahan, cet. 8 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), halaman.338

18

SuprabaSekarwati, Perancangan Kontrak (Bandung: Iblam, 2001), halaman. 23

19

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 2001), halaman 36.

Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah dibawah perintah pihak lain, dibawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara social ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya.

Konsepsi mengenai perjanjian kerja mempunyai sifat ganda sebagai perikatan yang didasarkan pada hubungan yang bersifat pribadi dan hubungan/perikatan yang bersifat ekonomis. Sebagai hubungan pribadi hubungan itu banyak diwarnai perasaan, kekerabatan dan kekuasaan, sedangkan sebagai hubungan ekonomis dilakukan berdasarkan perhitungan untung rugi atau pemikiran rasional.

Pemikiran bahwa perjanjian kerja adalah, perjanjian timbal balik yang dilakukan berdasarkan hubungan ekonomis menganggap perjanjian kerja itu adalah suatu perjanjian synallgamatik, yaitu sebagai perjanjian dimana masing-masing pihak wajib memenuhi kewajibannya tanpa penilaian apakah hak dan kewajihban itu seimbang atau tidak. Pemikiran demikian bertitik tolak dari pandangan, bahwa perjanjian yang dibuat itu berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Pemikiran seperti itu tidak sesuai jika dihubungkan dengan sifat perjanjian kerja sebagai dwang contract dan karena itu umumnya sekarang

menganggap bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian komulatip (commulative

contract) yaitu, perjanjian yang menentukan bahwa masing-masing pihak harus

saling memberi dan menerima sesuatu yang berimbang atau ekuivalen.

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yakni :

1. Adanya unsur work atau pekerjaan.

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi, Si buruh diwajibkan sendiri melakukan pekerjaannya; tak boleh ia, selain dengan izin si majikan dalam melakukan pekerjaannya itu digantikan oleh orang ke tiga. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, karena itu menurut hukum jika si pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

2. Adanya unsur perintah.

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Adanya waktu.

Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja, misalnya untuk pekerja kontrak, sedangkan untuk pekerja tetap hal ini tidak diperlukan.

4. Adanya upah.

Upah memegang peran yang penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.20

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau sering juga disebut Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) ataupun istilah lain yaitu perjanjian perburuhan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Colective Labour Agrement (CLA), yang dalam hukum Indonesia dikenal dalam KUH Perdata sebelum kemudian diatur lebih spesifik pada undang-undang No.21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara serikat buruh dan majikan yang kemudian disempurnakan dalam Undang-undang No.13 tahun 2003.

20

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dibuat oleh serikat pekerja/ serikat buruh atau beberapa serikat pekerja serikat/ buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.21

Undang-undang Republik Indonesia Nomor.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan pasal 108 ayat(1) menyebutkan, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Kewajiaban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.22 Peraturan Perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari

pengusaha yang bersangkutan.23 Peraturan perusahaan disusun dengan

memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/ serikat buruh maka wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, wakil pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan

21

Pasal 116 ayat (1) Undang-undang No.13 tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. 22

Pasal 108 ayat (1),(2) Undang- undang No.13 tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan. 23

para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.24 Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :

a. Hak dan kewajiban pengusaha. b. Hak dan kewajiban pekerja/ buruh. c. Syarat Kerja.

d. Tata tertib Perusahaan; dan

e. Jangka waktu berlakunya peraturan Perusahaan.

Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani. Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja sebagaimana dimaksudkan, tidak tercapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya.25

Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur dengan keputusan menteri.26

24

Pasal 110 ayat (1),(3) Undang-undang No.13. tahun, 2003, Tentang Ketenagakerjaan. 25

Pasal 111 ayat (1-5) Undang-undang No.13 tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan 26

2. Konsepsi

Konsepsi dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Syarat-syarat Kerja yaitu ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Pemerintah atas dasar Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di Perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan.

b. Hak Normatif adalah hak-hak Pekerja dan Pengusaha yang di atur oleh peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang dinikmati dan diberikan kepada Pekerja/buruh dan keluarganya.

c. PT. Umada adalah sebuah Perusahaan yang berbadan hukum dan bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit.

d. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang yang menjalankan perusahaan.

e. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

f. Serikat Pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

g. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsure pekerjaan, upah dan perintah.

h. Perjanjian kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

i. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait