• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

Berbicara mengenai pola asuh, orang tua mempunyai peran dan fungsi yang begitu sentral dalam mendidik anak-anak mereka terutama ketika berada di lingkungan keluarga. Pola asuh merupakan model pemberian perlakuan oleh seseorang terhadap orang lain dalam suatu lingkungan sosial, atau dengan kata lain poela asuh juga dapat dimaknai sebagai perlakuan orang tua

17 Juwita Azizah, Prestasi dan Motivasi Belajar Siswa Pemegang KMS dan Siswa

terhadap anak-anaknya di lingkungan keluarga sehari-hari, baik secara psikis maupun fisik.18

Definisi lain menerangkan bahwa ola asuh merupakan interaksi anak dan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pola asuh memiliki pengertian pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik dalam hal ini adalah orang tua terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.19

Jadi dapat dirumuskan, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan berupa model interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Salah satu orientasi dari pola asuh adalah dalam hal pembentukan karakter.

Berikutnya, peneliti memaparkan teori berkenaan dengan pola asuh. Setiap orang tentu akan sepakat bahwa pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi

18

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), hlm. 144.

19 Danny I. Yatim Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), hlm. 94.

antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat. 20

Cara orang tua dalam mengasuh anak beraneka ragam. Beberapa corak pola asuh orang tua di antaranya sebagai berikut:

1. Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.

2. Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.

3. Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisifasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu, anak dapat berpartisifasi dalam keputusankeputusan keluarga. 21

Selain tipe pola asuh di atas, menurut Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya , antara lain :

20 Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 109.

1. Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan. Orang tua merasa serba khawatir akan kondisi anaknya di manapun dan kapanpun mereka berada.

2. Permisivitas. Tipe semacam ini terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian. Kebalikan dari yang sebelumnya, dalam hal ini orang tua cenderung membiarkan anaknya berbuat sesuka hati.

3. Memanjakan. Permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik. Dan hal inilah yang biasanya membuat seorang anak menjadi manja.

4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka.

5. Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak. 6. Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua

bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.

7. Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka. Hal ini merupakan

kebalikan dari tipe otoriter. Orang tua cenderung selalu menuruti kemauan anak.

8. Favoritisme. Biasanya orang tua memiliki kecenderungan tersendiri kepada salah satu anak. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.

9. Ambisi orang tua. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi dan ekspektasi berlebihan terhadap anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial. 22

Selain hal di atas, Danny I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua, yaitu di antaranya:

1. Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi sehingga anak akan merasa terkekang oleh orang tuanya.

2. Pola asuh demokratik, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Anak diberi kesempatan untuk berpendapat dalam keluarga.

22 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Terj. Meitasari Tjandrasa, (Jakarta : Erlangga, 1990) hlm. 204.

3. Pola asuh permisif, pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya. Anak sangat bebas melakukan apa saja tanpa terkontrol oleh orang tua.

4. Pola asuhan dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Dia akan melanggarnya untuk menunjukkan bahwa ia mempunyai harga diri.

5. Pola asuhan dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak berprilaku seperti yang diinginkan. Hal ini sebagai motivasi bagi anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkan orang tua. 23

Orang tua pada dasarnya memang memiliki kewajiban dalam mendidik anak. Termasuk pula kaitannya dengan memberikan pendidikan yang layak kepada buah hati mereka. Setiap upaya yang dilakuakan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi:

1. Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniru dan identifikasi bagi anak-anaknya.

2. Kesadaran diri

Hal Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendororng mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.

3. Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahanya.

Di samping beberapa hal di atas, pola asuh orang tua juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah: 24

1. Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

Pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal. 2. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

3. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya.

Selain beberapa teori di atas, ada beberapa teori lain yang cukup menarik yang peneliti himpun dari buku panduan pola asuh orang tua yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku panduan ini adalah khusus diperuntukkan bagi para orang tua yang memiliki anak usia SMP. Di antara yang

harus dilakukan orang tua dalam memberi dukungan kepada anak selama di rumah yaitu: 25

1. Menciptakan lingkungan keluarga yang aman, nyaman, dan menyenangkan; 2. Menumbuhkan budi pekerti pada anak; dan

3. Selalu berupaya melindungi anak dari berbagai potensi ancaman yang timbul dari sekitar lingkungan.

Adapun dalam konteks menumbuhkan karakter anak, maka perlu dilakukan metode-metode sebagai berikut:

1. Metode dengan menjadi teladan bagi anak 2. Metode dengan memberikan teladan 3. Metode pembiasaan

4. Metode dengan memberikan pelatihan 5. Metode dengan memotivasi anak. 26

Sedangkan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkat prestasi belajar anak khusus usia SMP, maka orang tua perlu melakukan hal-hal di bawah ini: 1. Memberi motivasi secara kontinyu

2. Memberikan contoh dan menjadi teladan 3. Membiasakan anak untuk belajar

4. Memberi latihan kepada anak

5. Mendukung sepenuhnya kegiatan anak sepanjang itu hal positif

25

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Menjadi Orang Tua Hebat (Untuk Keluarga

dengan Anak Usia SMP), (Jakarta: Kemendikbud, 2016), hlm. 25.

6. Memberi keyakinan pada anak bahwa dia memiliki potensi luar biasa yang harus dikembangkan

7. Mendampingi anak ketika belajar

8. Tidak terlalu memanjakan anak dengan pemberian hadiah berlebihan.27

Peneliti juga akan memaparkan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang tua dalam rangka upaya pengembangan prestasi belajar anak. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kecerdasan majemuk (multiple intelligences) pada seseorang ada delapan, maka ada delapan cara pula yang dapat ditempuh oleh orang tua dalam mengembangkan prestasi belajar anak, yakni:

1. Untuk kecerdasan linguistik, orang tua dapat melakukan pembiasaan melalui kegiatan membaca, mendengar, melihat kata-kata, berbicara, menulis, diskusi dan bahkan dengan debat gagasan atau ide sekalipun.

2. Pada inteligensi matematis-logis, mereka para orang tua bisa membiasakan anak untuk berlatih berhitung, melakukan kerjasama dengan anak, melatih anak untuk mengklasifikasi, mengkatagori, dan bekerja dengan ha-hal yang abstrak.

3. Untuk inteligensi ruang-visual, orang tua dapat melatih anak untuk bekerja dengan gambar-gambar, warna, serta membiasakan anak untuk memvisualisasi suatu objek.

4. Pada inteligensi kinestetik-badani, orang tua dapat melatih dan memberi dukungan pada anak proses pengetahuan melalui sensasi tubuh, seperti olahraga, menari, memahat, dan aktivitas fisik lainnya.

5. Untuk inteligensi musikal, orang tua hendaknya membiasakan dan melatih belajar dengan irama, melodi, menyanyi, mendengarkan music dan melodi. 6. Pada inteligensi interpersonal, orang tua dapat melatih dan membiasakan

anak untuk bertukar pendapat dan pengalaman, membandingkan, berhubungan, wawancara serta bekerja sama dengan orang lain.

7. Untuk inteligensi intrapersonal, orang tua perlu memahamkan terhadap anak pengetahuan akan diri sendiri dan membiasakan agar mampu untuk bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri, bekerja sendiri, serta melakukan refleksi.

8. Adapun yang terakhir adalah inteligensi lingkungan (naturalis), para orang tua dapat mengajarkan anak untuk bekerja di alam, mengeksplorasi suatu kehidupan di alam, belajar dengan tumbuhan dan memahami kejadian alam.28

Selanjutnya akan peneliti paparkan berkenaan dengan karakter. Karakter itu sendiri memiliki pengertian tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.29 Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis atau menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian dapat diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus pada setiap individu, dan karenanya melahirkan suatu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, dan melekat pada keadaan moral

28

Muzdalifah, “Mengembangkan Multiple Intelligences di Madrasah”, Elementary: Islamic

Techer Journal, Vol. 1 No. 1 Tahun 2013, hlm. 147.

29 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), hlm. 52.

seseorang. Idealnya, karakter yang baik pada seseorang mencakup tiga hal, yaitu (1) mengetahui yang baik (knowing the good); (2) mencintai yang baik (loving the good); dan (3) melakukan yang baik (acting the good).30

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan 18 karakter yang diharapkan ada pada setiap peserta didik di negeri ini, di antaranya: 1) Religius; 2) Jujur; 3) Toleransi; 4) Disiplin; 5) Kerja keras; 6) Keratif; 7) Mandiri; 8) Demokratis; 9) Rasa ingin tahu; 10) Nasionalisme; 11) Cinta tanah air; 12) Menghargai prestasi; 13) Komunikatif; 14) Cinta damai; 15) Gemar membaca; 16) Peduli lingkungan; 17) Peduli sosial; dan 18) Tanggung jawab.31

Sebagai tambahan peneliti juga menyertakan indikator-indikator lain dari karakter yang baik sebagai berikut:

a. Karakter terhadap Tuhan YME

Yaitu suatu bentuk karakter yang religius yang bermanifestasi pada pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang selalu dilandaskan pada nilai-nilai ketuhanan atau agama.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan, dan tindakan baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

30

Ajat Sudrajat, “Mengapa Pendidikan Karakter?”, Jurnal Pendidikan Karakter, No. 1 Vol. 1 Tahun 2011, hlm. 48.

31 Suyadi, Strategi Pemebelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), Hlm. 8-9.

c. Tanggung Jawab

Suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan terhadap Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.

d. Disiplin

Sebuah tindakan yang menunjukkan perilaku patuh dan tertib terhadap peraturan dan ketentuan yang ada.

e. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin.

f. Mandiri

Sikap dan perilaku yang mampu berdiri di atas kaki sendiri serta tidak mudah bergantung pada orang lain.

g. Gotong Royong

Yakni merupakan sikap bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas dan tanpa mengharap imbalan.

h. Toleransi

Yaitu sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan. Indikator dari sikap ini adalah seseorang tidak memaksakan kehendak maupun keyakinan pada orang

lain. Di samping itu dia mudah menerima perbedaan dan memaafkan orang lain.

i. Percaya Diri

Yaitu suatu keyakinan atas kemampuannya sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Orang percaya diri tidak pernah ragu-ragu dalam melaksanakan sesuatu. Dia akan mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Serta tidak mudah putus asa.

j. Sopan Santun

Sebuah sikap yang halus dan baik dari sudut pandang tutur kata maupun tindakan terhadap semua orang.32

Di samping persoalan pola asuh orang tua, peneliti juga akan mengidentifikasi keluarga keempat siswa pemegang kartu KMS di atas dikarenakan kondisi keluarga secara umum tentunya akan berpengaruh terhadap pola asuh orang tua. Sebelumnya peneliti akan memaparkan definisi keluarga terlebih dahulu. Ada tiga sudut pandang yang berbeda pada pengertian keluarga, yakni:

1. Pengertian keluarga secara struktural, yakni keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari perspektif ini, maka akan didapati pengertian tentang keluarga sebagai sebuah asal-usul (families of origin),

32 Pupuh Fathurrohman, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm. 79-80.

keluarga sebagai suatu wahana yang melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga sebagai suatu anggota (extended family).

2. Pengertian keluarga secara fungsional, defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga, keluarga didefenisikan dengan menekankan pada aspek terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. 3. Pengertian keluarga secara transaksional: defenisi ini memfokuskan pada

bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.33

Berdasarkan beberapa hal di atas, maka dapat kita rumuskan bahwa terdapat beberapa karakteristik keluarga, di antaranya adalah :

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

2. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik.

3. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

33 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

4. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.34

Di samping karakteristik keluarga, aka dipaparkan jenis-jenis keluarga berdasarkan pada kuantitas anggotanya, yaitu: 35

1. Keluarga Inti, yang merupakan jenis keluarga yang bersifat elementer sekaligus paling kecil dalam hal cakupannya. Walau begitu, keluarga inti merupakan jenis keluarga yang mempunyai peranan terbesar dalam kehidupan setiap individu. Adapun jenis keuarga ini hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. 2. Keluarga Konjugal, jenis ini merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,

anak, yang dilengkapi dengan keberadaan atau interaksi dari orang tua ayah atau pun ibu (kakek dan nenek). Bila dibandingkan dengan keluarga inti, cakupan keluarga konjugal cenderung jauh lebih luas dan juga lebih kompleks. 3. Keluarga Luas, merupakan jenis keluarga dengan jumlah personil dan juga

cakupan paling besar dibandingkan kedua jenis di atas. Keluarga luas terdiri dari personil keluarga konjugal yang telah dilengkapi dengan keberadaan kerabat lain yang lebih kompleks seperti paman, bibi, sepupu, dan berbagai personel keluarga lainnya.

Setelah pemaparan beberapa hal di atas, peneliti akan mengidentifikasi kategori keluarga yang akan diteliti. Apakah keluarga tempat siswa berasal merupakan keluarga ideal atau keluarga yang tidak

34 Ibid, hlm. 122.

ideal. Pertama, keluarga ideal tentu diawali dari sebuah pernikahan ataupun perkawinan yang sah dan diakui. Pasangan yang mengawali pernikahannya dengan kebaikan akan mendapatkan ridha Allah Swt. Negarapun akan mengakuinya dan masyarakat akan merasa tentram dengan keberadaannya. Ciri-ciri keluarga ideal adalah sebagai berikut:

a. Memiliki anggota yang lengkap (ayah, ibu, dan anak)

b. Sesama anggota harus saling menyayangi sehingga terbentuklan ikatan batin

c. Terciptanya suasana tentram dan bahagia

d. Berbuat sesuai hak dan kewajiban masing-masing e. Memiliki waktu yang cukup untuk bercengkrama f. Adanya komunikasi yang lancar

Adapun yang kedua, keluarga yang tidak ideal adalah keluarga yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan di atas. Keluarga yang tidak ideal akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan anak, bahkan berangsur-angsur akan mengarah kepada kehancuran. Adapun indikatornya sebagai berikut:

a. Keluarga tidak lengkap (single parent)

b. Tidak saling menyayangi sesama anggota keluarga c. Tidak ada suasana tentram dan bahagia

d. Tidak berbuat sesuai hak dan kewajiban

f. Tidak terjalin komunikasi yang baik.36

Terakhir kalinya hal yang berkenaan dengan kondisi keluarga yang akan ditinjau dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi keluarga, status sosial ekonomi keluarga ditinjau dari beberapa aspek di antaranya: a. Aspek Kekayaan (materi)

Aspek kekayaan, merupakan harta benda atau materi yang dimiliki keluarga. Ukuran kekayaan tersebut dapat dilihat dari bentuk dan luas rumah yang bersangkutan, luas kepemilikan tanah, kepemilikan barang berharga dan fasilitas, serta harta yang dimiliki.

b. Aspek Kekuasaan

Aspek kekuasaan, merupakan wewenang atau kewenangan keluarga yang dimilikinya karena kedudukan keluarga tersebut dalam masyarakat, lembaga atau suatu perusahaan yang dipimpinnya.

c. Aspek Kehormatan

Aspek kehormatan, adalah kewibawaan yang dimiliki oleh keluarga karena pembawaan atau kedudukan atau hal yang dianggap oleh orang lain sesuatu yang terpandang. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa pada masyarakat.

d. Aspek Ilmu Pengetahuan

Aspek ilmu pengetahuan, merupakan sesuatu yang diperoleh seseorang melalui proses belajar dalam suatu pendidikan baik pendidikan formal, non formal, maupun informal.37

Hal di atas tentu akan berimplikasi pada klasifikasi atau penggolongan keluarga berdasarkan lapisan sosial ekonomi. Pembagian pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat terbagi menjadi tiga golongan yaitu lapisan atas, lapisan menengah, lapisan bawah. Adapun penggolongan status sosial ekonomi keluarga berdasarkan yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut:38

Dokumen terkait