• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Marketing Mix

Marketing Mix dapat dikatakan sebagai suatu strategi untuk mempengaruhi calon konsumen melakukan pembelian. Dengan perkataan lain marketing mix adalah suatu strategi dengan cara mengkombinasi unsur-unsur pemasaran secara terpadu dalam usaha mempengaruhi target pasar untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Yoeti, 2006: 237). Menurut Nur Rianto bauran pemasaran adalah perpaduan seperangkat alat pemasaran yang sifatnya dapat dikendalikan oleh perusahaan sebagai bagian upaya mencapai tujuan pada pasar sasaran (Rianto, 2010: 14). Sedangkan menurut Sucipto, bauran pemasaran adalah mencakup sejumlah variabel pemasaran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan yang digunakan untuk mencapai

market share yang telah ditetapkan dan digunakan untuk memuaskan konsumen (Sucipto, 2011: 67).

Pada strategi marketing mix yang paling penting adalah mencari kombinasi yang tepat secara terpadu, karena dalam praktiknya unsur-unsur yang membentuk marketing mix tidak dapat dipisahkan. Tiap unsur yang diikutsertakan dalam kombinasi itu memiliki pengaruh sendiri dan kedudukannya saling menunjang satu dengan yang lain untuk mencapai

hasil yang maksimal. Kombinasi itu bisa dalam bentuk kerjasama, perubahan tempat, atau sebagai bagian yang dapat saling menggantikan. Oleh karena itu marketing mix digunakan dalam strategi pemasaran, yaitu suatu cara atau kiat untuk mempengaruhi calon konsumen untuk melakukan pembelian (Yoeti, 2006: 238).

Komponen utama dalam bauran pemasaran untuk produk barang terdiri dari empat jenis, yang biasa disebut dengan empat P yaitu product

(produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Sedangkan untuk bauran pemasaran jasa lebih luas daripada bauran pemasaran produk barang, yaitu dengan menambahkan tiga elemen lagi, yaitu people (orang), physical evidence (bukti fisik), dan process (proses jasa itu sendiri) (Sucipto, 2011: 67).

2. Perbedaan Marketing Mix Barang dan Jasa

Marketing mix merupakan tools bagi marketer yang berupa program pemasaran yang mempelajari segmentasi, targeting, dan positioning agar sukses. Ada perbedaan mendasar antara marketing mix produk jasa dan

marketing mix produk barang. Marketing mix produk barang mencakup 4P, yaitu product, price, place, and promotion. Sedangkan untuk jasa, keempat tahap tersebut masih kurang, ditambah 3 lagi yaitu people, process and physical evidevce. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa di mana produksi dan konsumsi tidak dapat dipisahkan, dan mengikutsertakan pelanggan dan pemberi jasa secara langsung. Karena elemen tersebut saling mempengaruhi

satu sama lain. Apabila salah satu tidak tepat, maka akan mempengaruhi keseluruhan (Ratnasari, 2011: 37)

3. Perbedaan Marketing Mix Perbankan Syariah Dengan Perbankan Konvensional

Tabel 2.2

Perbedaan Marketing Mix Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional No Bauran

Pemasaran

Syariah Konvensional

1 Product Penghimpunan, penyaluran, dan layanan atau jasa.

Penghimpunan, penyaluran, dan layanan atau jasa. 2 Price Wadi‟ah, mudharabah,

margin, bagi hasil, dan fee.

Bunga dan fee. 3 Place Provinsi, perkotaan, dan

kabupaten.

Provinsi, perkotaan, dan kabupaten. 4 Promotion Media cetak, internet, dan

lain-lain.

Media cetak, internet, dan lain-lain.

5 People Pemberian layanan yang terbaik (customer service

atau layanan pelanggan 24 jam).

Pemberian layanan yang terbaik (customer service atau layanan pelanggan 24 jam). 6 Process Pemberian respon yang

sangat cepat dan mudah bagi nasabah.

Pemberian respon yang sangat cepat dan mudah bagi nasabah. 7 Physical

Envidence

Pemanfaatan testimoni orang-orang yang sudah menggunakan jasa perbankan. Pemanfaatan testimoni orang-orang yang sudah menggunakan jasa perbankan. Sumber : Danupranata, 2013: 40.

4. Elemen Marketing Mix

a. Product (Produk)

Menurut Simorangkir, produk perbankan adalah instrumen atau perangkat yang dibeli dan dijual oleh bank. Produk yang dibeli oleh bank sangat banyak jumlahnya, karena bank dapat menciptakan

berbagai jenis produk sesuai dengan keinginan nasabah (Dendawijaya, 2009: 66).

Sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan dalam perbankan syariah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa. Jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syariat atau yang diperbolehkan dalam Al-Quran. Namun, agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, produk tersebut harus tetap melakukan strategi differensiasi atau diversifikasi agar para konsumen mau beralih dan mulai menggunakan jasa perbankan syariah (Danupranata, 2013: 40).

b. Price (Harga)

Harga merupakan salah satu elemen yang membedakan antara perbankan syariah dengan bank konvensional. Penetuan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah. Menerjemahkan pengertian harga dalam perbankan syariah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut. Ketika jasa yang dihasilkan oleh perbankan syariah mampu memberikan sebuah keuntungan lebih besar dari pada perbankan konvensional pada saat ini maka artinya harga yang ditawarkan oleh perbankan syariah tersebut mampu bersaing bahkan

berhasil mengungguli perbankan konvensional (Danupranata, 2013: 41).

c. Place (Tempat atau Saluran Distribusi)

Pada saat melakukan penetrasi pasar, perbankan syariah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik dalam menjual jasa yang ditawarkan kepada nasabah. Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga ke pelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Modal yang dibutuhkan memanglah tidak sedikit apabila harus dilakukan secara bersamaan. Setidaknya, dibutuhkan waktu dan dilakukan secara bertahap atau bisa juga dengan melakukan sistem kerja sama dengan unit-unit pelayanan yang sejenis agar jasa yang ditawarkan dengan berbasis syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia. Jika pelayanan perbankan syariah bisa dilakukan di mana saja di seluruh Indonesia maka bisa dipastikan penetrasi pasar perbankan syariah akan lebih cepat berhasil (Danupranata, 2013: 41).

d. Promotion (Promosi)

Pada elemen pemasaran, efektivitas sebuah iklan sering kali digunakan untuk menanamkan citra merk agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika konsep citra merk sudah tertanam di benak masyarakat umum maka menjual sebuah produk baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan menjadi jauh lebih mudah. Kurangnya

sosialisasi atau promosi yang dilakukan oleh perbankan syariah bisa menjadi salah satu penyebab lambannya perkembangan perbankan syariah di Indonesia saat ini (Danupranata, 2013: 41).

e. People (SDM)

Orang sebagai subyek, dipahami sebagai semua partisipan yang memainkan sebagai penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam riil jasa, yang bisa mempengaruhi persepsi pembeli (Sucipto, 2011: 70). Hal ini bisa diinterprestasikan sebagai sumber daya manusia dari perbankan syariah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah. SDM ini pun akan sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syariah. Menempatkan SDM pada tempat yang sesuai dengan kapasitasnya, memerlukan sebuah strategi manajemen SDM yang cukup baik. Sebab, jika strategi yang diimplementasikan keliru maka akan berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan jangka panjang pelanggan (Danupranata, 2013: 42).

f. Process (Proses)

Proses merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi jasa, terutama dalam bauran pemasaran jasa, hal ini dikarenakan banyak pelanggan yang sering kali menentukan keputusan pemilihannya terletak dari mudahnya proses selama, akan, sedang ataupun setelah menggunakan jasa tersebut (Martutik, 2010: 51). Dalam perbankan syariah, bagaimana proses atau mekanisme mulai dari melakukan

penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syariah yang efektif dan efisien perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan perbankan syariah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien. Selain itu, proses tersebut tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syariah (Danupranata, 2013: 42).

g. Physical Evidence (Bukti Fisik)

Menurut Sucipto, bukti fisik adalah lingkungan fisik di mana jasa tersebut disampaikan dan di mana perusahaan dan konsumen berinteraksi, dan setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut (Sucipto, 2011: 70). Produk berupa pelayanan perbankan syariah merupakan sesuatu hal yang bersifat tidak berwujud atau tidak dapat diukur secara pasti seperti halnya pada sebuah produk yang berbentuk barang. Jasa perbankan syariah lebih mengarah kepada rasa atau semacam testimoni positif kepada masyarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan perbankan syariah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini (Danupranata, 2013: 42).

5. Product

Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai manfaat bagi pelanggan. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah pelanggan tidak hanya membeli fisik

dari produk itu saja, tetapi membeli benefit dan value dari produk itu yang disebut the offer. Terutama pada produk jasa yang kita kenal menimbulkan kepemilikan fisik bagi pelanggan (Ratnasari, 2011: 37).

Produk utama perbankan dari bank sebagai perusahaan jasa adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, dan layanan atau jasa perbankan

a. Produk penghimpun dana

Sumber dana bank syariah terdiri atas titipan (wadi‟ah) dan investasi

(mudharabah).

i. Mudharabah. Menurut PSAK No. 105 mudharabah adalah akad

kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana atau Shahibul maal) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana atau Mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

ii. Wadi‟ah. Menurut PSAK No. 59 wadi‟ah adalah titipan nasabah

yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.

b. Produk penyaluran dana

Penyaluran dana bank syariah terdiri atas jual beli (Ba‟i al

-Murabahah), bagi hasil (al-musyarakah dan al-mudharabah),

i. Murabahah. Menurut PSAK No. 102 murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.

ii. Salam. Menurut PSAK No. 103 salam adalah akad jual beli barang

pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

iii. Musyarakah. Menurut PSAK No. 106 musyarakah adalah akad

kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.

c. Jasa perbankan

Jasa perbankan syariah meliputi transfer, kliring, inkaso, titipan letter

of credit, dan lain-lain. Bank syariah mendapatkan fee dari layanan

atau jasa tersebut.

Produk yang dijual oleh bank mempunyai berbagai ragam bentuk atau jenisnya. Bank dapat menciptakan produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau pasar. Adapun produk yang dijual bank antara lain:

a. Kredit perdagangan besar, menengah dan kecil. b. Kredit jangka pendek, menengah dan panjang.

c. Kredit untuk industri, pertanian, perkapalan, dan sektor lainnya. d. Kredit Usaha Kecil (KUK), kredit profesi, dan lain-lain.

e. L/C dalam dan luar negeri.

f. Perdagangan surat-surat berharga atau efek-efek.

Di samping itu, bank juga menjual beberapa produk yang bersifat jasa atau servis. Produk bank yang bersifat jasa atau servis antara lain:

a. Kiriman uang atau transfer dalam dan luar negeri. b. Inkaso atau penagihan piutang atau collection.

c. Safe deposit box atau loket penyimpanan barang berharga.

d. Automated Teller Machine (ATM) (Dendawijaya, 2009: 67).

Produk bank dapat dibedakan atas dasar penggolongan sebagai berikut: a. Penggolongan produk berdasarkan pelayanan.

b. Penggolongan produk berdasarkan jenis konsumen, seperti pedagang besar, pedagang kecil, eksportir, lembaga pemerintah, lembaga keuangan dan bank lain, perorangan, dan lain-lain.

c. Penggolongan produk berdasarkan pola pembelian, misalnya dalam pelayanan simpanan giro, cara pengambilan bisa secara tunai, cek, ataupun giro bilyet (Dendawijaya, 2009: 68).

Sedangkan untuk mengembangkan produk jasa baru, Christopher Lovelock mengajukan 6 kategori inovasi jasa, yaitu sebagai berikut:

a. Inovasi utama, pengembangan produk yang ditujukan untuk pasar baru. Ini sangat berisiko, namun bila berhasil memberikan keuntungan besar.

b. Bisnis start up, cara baru dan inovasi untuk mengetahui kebutuhan terkini pelanggan dan membuat produk yang tidak terjangkau menjadi terjangkau sebagai pilihan yang tersedia.

c. Produk baru untuk pasar yang sedang dilayani, teknologi baru dapat menciptakan pasar untuk jasa baru yang belum pernah terpikir oleh pelanggan yang akan berguna baginya. Misalnya, perusahaan research

marketing menawarkan jasa konsultasi manajemen atas temuan

research-nya.

d. Product line extension, menawarkan jasa pada pelanggan dengan

variasi lebih luas dari pilihan dalam lini jasa yang sudah ada. Ini merupakan inovasi perusahaan yang sudah mencapai fase matang, yang sudah mempunyai segmen pasar inti yang ingin dipertahankan. e. Perbaikan produk (product improvement), memperbaiki feature produk

yang sudah ada.

f. Perubahan gaya (style), pengembangan elemen tangible dari produk jasa. Misalnya image baru perusahaan, seragam baru, dan lainnya (Ratnasari, 2011: 54).

Dalam mengembangkan produk diperlukan pengetahuan bagi perusahaan mengenai tingkatan produk. Tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pada tingkat dasar adalah manfaat inti di mana layanan atau manfaat benar-benar dibeli oleh pelanggan. Pemasaran harus melihat diri mereka sendiri sebagai penyedia manfaat.

b. Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar.

c. Pada tingkatan ketiga, pemasar mempersiapkan produk yang diharapkan, sekelompok atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk ini.

d. Pada tingkatan keempat, pemasar menyiapkan tingkatan tambahan yang melebihi harapan pelanggan.

e. Tingkatan terakhir adalah produk potensial, yang mencakup semua kemungkinan tambahan dan transformasi yang mungkin dialami sebuah produk atau penawaran di masa depan (Kotler, 2009: 4).

6. Price

Produk bank bisa dibedakan menjadi:

a. Produk pada sisi pasiva dari neraca bank, seperti giro, tabungan, deposito atau simpanan masyarakat.

b. Produk dari sisi aktiva dari neraca, seperti kredit.

Dengan perbedaan yang demikian, penetapan harga dari masing-masing produk tersebut sangat bertolak belakang. Harga produk bank pada sisi pasiva (simpanan masyarakat sebagai nasabah) diusahakan serendah-rendahnya atau murah, sedangkan pada sisi aktiva (kredit yang diberikan kepada debitur kredit) diusahakan tinggi agar terhindar terjadinya negative

spread.

Dengan demikian, penetapan strategi harga bagi produk-produk perbankan konvensional ditentukan oleh:

a. Cost of loanable funds yang diperhitungkan serendah mungkin.

b. Tingkat suku bunga SBI serta ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. c. Tingkat harga yang dipasang oleh pesaing.

d. Profit margin yang layak (Dendawijaya, 2009: 69).

Selain strategi itu, di dalam marketing dikenal beberapa strategi dalam penentuan harga yaitu sebagai berikut:

a. Market Skimming. Dalam market skimming, produk baru pada awalnya

ditawarkan dengan harga premium. Tujuannya adalah untuk menutup biaya investasi secepatnya.

b. Penetration Pricing. Penentuan harga produk baru yang murah dengan

tujuan memperluas pangsa pasar. Pendekatan ini sesuai jika pasar bersifat elastis.

c. Prestige and Economy Pricing. Ini adalah strategi yang menaikkan

harga jasa di atas harga rata-rata dan economy pricing dengan menurunkan harga jasa di bawah rata-rata.

d. Multiple Pricing. Strategi ini merupakan diskon kuantitas. Harga yang

lebih murah dikenakan jika kuantitas produk atau service yang dibeli semakin banyak. Biasanya digunakan oleh toko-toko retail.

e. Odd Pricing. Ini didasarkan pada konsep psikologi di mana Rp. 999

dirasakan secara psikologi, sangat kurang atau lebih rendah dari Rp. 1.000 (Ratnasari, 2011: 68).

Penentuan harga (pricing) mencakup proses menentukan apa yang akan diterima suatu bank dalam menawarkan produknya. Secara garis

besar, penentuan harga dalam bank syariah adalah dengan sistem bagi hasil, sistem margin, dan fee atas jasa perbankan.

Tabel berikut memberikan pemahaman yang mendetail substansi perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dalam menetapkan harga bagi nasabah (Danupranata, 2013: 44).

Tabel 2.3

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dalam Menetapkan Harga Kegiatan Bank Syariah Bank Konvensional Menghimpun Dana Mudharabah Bunga

Menyalurkan Dana Mudharabah, margin Bunga

Jasa Perbankan Fee Fee

Sumber : Danupranata, 2013: 44.

Sedangkan metode atau teknik mana yang akan dipilih perusahaan dalam penentuan harga jasa sangat tergantung pada banyak hal, karena memang tidak ada satu metode yang tepat untuk semua kondisi. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Besarnya anggaran iklan iklan atau promosi yang diinginkan. Jika

budget promosi rendah, barang kali karena harga barang atau service

rendah. Untuk meningkatkan promosi maka harga harus ditingkatkan. b. Jenis produk. Harga produk sebaiknya kompetitif.

c. Sasaran pangsa pasar. Pangsa pasar dan harga biasanya berbanding terbalik. Jika ingin pangsa pasar yang tinggi maka harga harus rendah, begitu juga sebaliknya.

d. Saluran pemasaran atau distribusi. Semakin banyak tingkatan saluran pemasaran, maka harga yang ditetapkan semakin tinggi.

e. Pandangan tentang laba. Jika perusahaan ingin menutup biaya, maka harga awal tinggi, dan untuk memelihara jangka panjang, maka harga ditetapkan rendah.

f. Keragaman atau keunikan produk. Mempunyai banyak fungsi yang dapat di-charge tinggi dibandingkan dengan yang mempunyai satu kegunaan.

g. Ada atau tidaknya jasa tambahan. Seperti instalasi dan training.

h. Daur hidup penggunaan produk. Produk yang tahan lama dapat dikenakan harga yang lebih tinggi daripada produk yang sekali pakai. i. Ancaman pesaing baru. Jika ancaman pesaing muncul, sebaiknya

menetapkan harga yang rendah. Jika tidak ada ancaman, gunakan

skimming pricing (Ratnasari, 2011: 69).

7. Place

Dalam bisnis perbankan, sebagai salah satu jenis bisnis yang menawarkan jasa, rangkaian yang ada sedikit berbeda. Pada bisnis perbankan tradisional, jaringan pemasaran lebih dititik beratkan pada perbedaan fungsi kontrol terhadap pelaksaan perdagangan jasa perbankan dan ditentukan berdasarkan pertimbangan struktur organisasi, pembagian wilayah, serta kewenangan dalam mengambil keputusan.

Seiring perkembangan teknologi komputer dan telekomunikasi, banyak diperkenalkan metode-metode pemasaran bisnis perbankan yang

menggunakan teknologi tersebut untuk lebih meningkatkan fungsi pelayanan bank bagi kepuasan konsumen. Misalnya, kini hampir semua bank yang besar telah memanfaatkan penggunaan Automated Teller

Machine (ATM) sehingga nasabah dapat melakukan berbagai transaksi,

seperti pengambilan uang tunai, pembayaran rekening listrik, telepon, dan lain-lain. Selain itu, dengan diperkenalkannya direct banking dan

telephone banking, nasabah dapat memanfaatkan pelayanaan tanpa harus

mendatangi kantor-kantor cabang dari suatu bank yang dipilihnya (Dendawijaya, 2009: 69).

Tempat adalah gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi (berhubungan di mana lokasi yang strategis dan bagaimana cara penyampaian jasa pada pelanggan) (Ratnasari, 2011: 40). Lokasi kantor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi nasabah. Bank dapat memilih untuk membuka kantor yang mudah dijangkau oleh nasabah (Danupranata, 2013: 46).

Ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi yaitu sebagai berikut: a. Pelanggan mendatangi bank: bila keadaannya seperti ini, maka lokasi

menjadi sangat penting. Bank sebaiknya memilih tempat yang dekat dengan nasabah sehingga mudah dijangkau.

b. Pemberi jasa mendatangi nasabah: dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas.

Pemberi jasa dan pelanggan tidak bertemu secara langsung: berarti

serviceprovider dan pelanggan berinteraksi melalui saran tertentu, seperti

telepon, komputer, dan surat. Dalam hal ini, lokasi menjadi sangat tidak penting selama komunikasi kedua belah pihak dapat terlaksana (Ratnasari, 2011: 40).

Bagian dari bauran pemasaran mempertimbangkan bagaimana menyampaikan produk-produk dari bank ke nasabah. Kebanyakan bank bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produknya. Bank juga bertugas menyebarkan produk jasa ke nasabah. Tugas ini merupakan tugas distribusi produk ke nasabah. Di lain pihak, bank dapat juga menggunakan berbagai bentuk saluran distribusi yang ada di sekitarnya.

Berikut ini adalah macam-macam tempat kantor perbankan menurut jenjangnya:

a. Kantor Pusat – Nasabah

Bank BPRS yang baru berdiri biasanya harus mempunyai kantor sebagai kantor pusat. Kantor tersebut yang langsung memberikan pelayanan kepada nasabah.

b. Kantor Pusat - Kantor Cabang – Nasabah

Bank BPRS yang sudah berkembang mulai membuka kantor-kantor cabang untuk mendekatkan diri kepada para nasabah.

c. Kantor Pusat – Kantor Cabang – Kantor Kas – Nasabah

Bank umum yang masih kecil atau bank milik pemerintah provinsi memiliki kantor pusat di tingkat provinsi dan memiliki kantor cabang di tingkat kabupaten.

d. Kantor Pusat – Kantor Wilayah - Kantor Cabang – Kantor Kas – Nasabah

Bank umum nasional memiliki kantor pusat di Jakarta dan beroperasi pada banyak provinsi melalui kantor wilayah. Bank umum ini membuka kantor cabang di tingkat kabupaten dan pada tempat-tempat yang dinilai strategis untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada nasabah.

Kantor Wilayah adalah kantor bank yang membantu kantor pusat bank melakukan fungsi administrasi dan koordinasi terhadap beberapa kantor cabang di suatu wilayah tertentu. Kantor Cabang adalah kantor yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat bank, dengan alamat tempat usaha yang jelas di mana kantor cabang tersebut melakukan usahanya. Kantor Cabang Pembantu adalah kantor di bawah kantor cabang yang jelas di mana kantor cabang pembantu tersebut melakukan usahanya. Kantor Kas adalah kantor bank yang melakukan kegiatan pelayanan kas dengan alamat tempat usaha yang jelas di mana kantor kas tersebut melakukan usahanya, termasuk memberikan pelayanan kepada nasabah baru. Kantor Fungsional adalah kantor bank yang melakukan kegiatan

operasionalnya atau non operasionalnya secara terbatas dalam satu kegiatan fungsional (Danupranata, 2013: 47).

8. Promotion

Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh suatu bank dalam memasarkan produk dan jasa. Sedangkan dalam promosi terdapat bauran promosi. Bauran promosi itu sendiri adalah kombinasi strategi yang paling baik dari

Dokumen terkait