• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman Masyarakat serta Linmas di Daerah dapat menyelenggarakan kerja sama dengan pihak terkait.

28

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. pemerintah provinsi;

b. pemerintah kabupaten/kota lainnya; c. instansi vertikal;

d. perangkat daerah terkait;

e. Kelurahan;

f. rukun tetangga;

g. masyarakat; dan/atau h. pihak lainnya.

(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dengan prinsip kerja sama dan saling menguntungkan.

(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI PEMBINAAN

Pasal 34

(1) Wali Kota melakukan pembinaan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kepala Satpol PP.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a.

penyiapan perumusan kebijakan di bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas;

29

b. peningkatan kapasitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi dan pembinaan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas.

d. pelaksanaan koordinasi di bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas;

e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas; dan

f. melakukan pembinaan kepada masyarakat yang terlibat dalam Penyelenggaraan Linmas.

(4) Wali Kota dalam melaksanakan pembinaan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan sebagian pelaksanaannya kepada Camat melalui Keputusan Wali Kota.

Pasal 35

(1) Camat berdasarkan pelimpahan pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), melakukan pembinaan Penyelenggaraan Linmas pada Kelurahan di wilayahnya.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi dan teknis operasional Penyelenggaraan Linmas tingkat Kecamatan;

b. pelaksanaan koordinasi penyusunan pemetaan di bidang Linmas tingkat Kecamatan;

30

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan teknis operasional Penyelenggaraan Linmas dan Peningkatan Kapasitas tingkat Kecamatan; dan

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan bidang Penyelenggaraan Linmas tingkat Kecamatan. (4) Camat dalam melakukan pembinaan Penyelenggaraan

Linmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan pembinaan teknis operasional penyelenggaraan Linmas kepada Lurah melalui Keputusan Camat.

Pasal 36

(1) Lurah berdasarkan delegasi kewenangan pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4), melakukan pembinaan teknis operasional penyelenggaraan Linmas di wilayahnya.

(2) Pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi dan teknis operasional Penyelenggaraan Linmas tingkat Kelurahan;

b. pelaksanaan koordinasi penyusunan pemetaan di bidang Linmas tingkat Kelurahan;

c. pelaksanaan perekrutan dan pengerahan di bidang Linmas tingkat Kelurahan; dan

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan bidang Penyelenggaraan Linmas tingkat Kelurahan. (3) Pembinaan teknis operasional di Kelurahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kelurahan.

31 BAB VII PELAPORAN

Pasal 37

(1) Lurah menyampaikan laporan penyelenggaraan Linmas kepada Camat.

(2) Camat menyampaikan laporan Penyelenggaraan Linmas kepada Wali Kota melalui Satpol PP.

(3) Wali Kota menyampaikan laporan Penyelenggaraan Linmas kepada gubernur.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan dan/atau sewaktu-waktu diperlukan.

BAB VIII

PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 38

(1) Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas wajib dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. penyampaian aspirasi;

b. upaya pencegahan terhadap terjadinya/timbulnya pelanggaran yang berdampak pada terganggunya Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas;

c. menyampaikan laporan dalam hal terjadi pelanggaran yang berdampak pada terganggunya Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas;

d. bertanggungjawab menjaga Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas di lingkungannya;

32

e. penggalangan kepekaan sosial dalam lingkungan masyarakat untuk mendukung terciptanya Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas di lingkungannya;

f. memelihara kearifan lokal dalam menyikapi perilaku yang tidak tertib; dan

g. melakukan mediasi jika terjadi perselisihan antar warga di lingkungannya.

Pasal 39

(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan jaminan keamanan dan pelindungan kepada Setiap Orang yang berpartisipasi dalam Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang membantu Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas.

BAB IX PENDANAAN

Pasal 40

Pendanaan untuk Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau b. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

33 BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 41

(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 29 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran lisan; b. peringatan tertulis;

c. tindakan daya paksa polisional; d. denda adminsitratif; dan/atau e. pencabutan izin.

(2) Tindakan daya paksa polisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. penghentian kegiatan; b. penyitaan; dan/atau

c. pembongkaran.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Wali Kota.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 42

(1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

34

(2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditunjuk PPNS yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas penyidikan, berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Linmas;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan; dan

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

35

(5) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan penyidik Polisi Negara Republik Indonesia setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 43

(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b sampai dengan huruf e, Pasal 12 ayat (2) huruf h sampai dengan huruf j, Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) huruf b sampai dengan f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 huruf b dan huruf c, Pasal 19, Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f, Pasal 23 ayat (3) huruf d sampai dengan huruf h, Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 44

Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 huruf a, Pasal 12 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf g, Pasal 13 ayat (3) huruf a, huruf g dan huruf h, Pasal 16, Pasal 18 huruf a, Pasal 20 huruf f, Pasal 22, Pasal 23 ayat (3) huruf a sampai dengan c, Pasal 24, Pasal 25 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d, Pasal 27 dan Pasal 29 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

36 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bontang.

Ditetapkan di Bontang pada tanggal 24 September 2020 WALI KOTA BONTANG,

NENI MOERNIAENI Diundangkan di Bontang

pada tanggal 24 September 2020

SEKRETARIS DAERAH KOTA BONTANG,

AJI ERLYNAWATI

LEMBARAN DAERAH KOTA BONTANG TAHUN 2020 NOMOR 3

NOREG.PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: (39/3/2020)

Dokumen terkait