• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah dalam pengelolaan lahan tidak atau kurang produktif menjadi lahan produktif untuk sayuran

No. Kategori Penggunaan

2. Kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah dalam pengelolaan lahan tidak atau kurang produktif menjadi lahan produktif untuk sayuran

masih terus dapat dilakukan.

Ancaman

1. Isu tentang adanya eksploitasi terhadap santri, untuk kepentingan bisnis PAI 2. Beberapa petani langsung membawa hasil sayurannya sendiri ke konsumen

PT JR: Pelopor Sayuran Hidroponik

PT JR merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran sarana produksi pertanian (Saprotan). PT JR berdiri pada tahun 1992 dengan kantor pusat di Bogor. PT JR melebarkan perusahaannya dengan membuka cabang di Lembang Bandung. PT JR menjual Saprotan import ke petani dan memberikan pelatihan kepada petani untuk menggunakan Saprotan tersebut.

Kehadiran PT JR memberikan manfaat bagi petani, berupa akses saprotan yang cukup mudah dan bimbingan kepada petani dalam hal budidaya tanaman eklusif. PT JR mampu membimbing petani dalam hal budidaya paprika. PT JR juga memberikan bimbingan bagaimana membuat green house untuk budidaya paprika. Sedangkan dalam hal pemasaran produk petani diberi kebebasan mau menjual kemanapun.

Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara PT JR dan para petaninya.

Kekuatan

1. JR mempunyai kekhasan sebagai perusahaan yang melayani penyediaan saprotan khusus untuk hidroponik di Indonesia.

2. JR melayani penyediaan petugas pendamping (technical assistance) untuk membantu petani dalam budidaya sayuran sistem hidroponik.

3. JR menganggap petani adalah mitra bisnis yang baik.

4. JR menyediakan sarana green house untuk percontohan sekaligus sebagai kebun produksi.

Kelemahan

1. JR tidak lagi menyediakan fasilitas kredit untuk saprotan hidroponik, semua harus dibayar secara kontan.

2. JR tidak mempunyai kesepakatan kerjasama dengan petani sekitar. 3. JR hanya bermitra dengan beberapa petani besar.

Peluang

1. Kerjasama dengan masyarakat dan instansi pemerintah dalam pe latihan pertanian sistem hidroponik masih terus dapat dilakukan.

2. Beberapa petani besar tetap masih membutuhkan kerjasama dalam pengadaan saprotran hidroponik.

3. Dengan semakin berkurangnya lahan, dan tuntutan untuk memproduksi sayuran secara kontinyu, maka sistem hidroponik semakin berkembang.

Ancaman

1. Kios saprotan untuk hidroponik muncul di sekitar perusahaan JR, dengan aturan kerjasama yang lebih mudah.

2. Kebijakan pemerintah terutama kebijakan import saprotan hidroponik dan eksport sayuran hidroponik yang tidak atau kurang mendukung.

Koperasi Mitra Sukamaju : Bisnis Paprika

Paprika merupakan tanaman primadona di Desa Pasirlangu. Usaha pertanian paprika dilakukan di green house. Sebelum ada paprika, komoditas labu siam merupakan tanaman unggulan daerah ini yang mulai di tanam pada tahun 1978 menggantikan padi dan jagung, karena labu siam lebih menguntungkan. labu siam lebih menguntungkan dibanding padi dan jagung, tetapi paprika lebih menguntungkan dibanding labu siam.

Paprika merupakan tanaman unggulan daerah Pasirlangu yang mampu meningkatkan taraf hidup petani didaerah tersebut. Berdasarkan keterangan Yy salah satu petani yang pertama kali membudidayakan paprika di Desa Pasirlangu “sebelumnya petani bertanam padi dan labu siam yang pendapatannya sangat minim, padi hanya bisa ditanam pada musim hujan saja karena sulitnya air irigasi di musim kemarau, sedangkan labu siam harganya sangat murah berkisar antara 75 -150 perbiji.”

Awalnya yaitu pada tahun 1994, dilakukan uji coba pupuk dan benih paprika dilakukan di lahan terbuka, sebelum akhirnya menggunakan Green House. Benih paprika diperoleh dari RN seorang Belanda. Pada tahun yang sama dibentuk satu organisasi yang merupakan kerjasama antara PT SM dan PT JR. Organisasi ini mengelola para petani yang baru mulai menanam paprika. PT JR merupakan perusahaan yang menyediakan input produksi sekaligus melakukan pendampingan dalam teknis budidaya, sedangkan PT SM merupakan perusahaan yang menampung hasil produksi petani.

Pada tahun 1999 dibentuklah koperasi Paprika dengan nama Koperasi Mitra Sukamaju yang beranggotakan 60-70 orang. Koperasi juga mampu mengekspor paprika ke Taiwan. Namun pada tahun 2002 ekspor paprika dihentikan oleh pemerintah Taiwan karena alasan residu pestisida. Namun koperasi tetap eksis dalam usahanya. Mereka memasarkan parika ke pasar lokal, Cipanas, atau Supermarket di Jakarta. Untuk menjaga kualitas produknya

maka koperasi menyortir paprika dari petani dengan ketat, hal inilah yang menjadikan alasan bagi sebagian anggota koperasi menghentikan kemitraannya dengan koperasi.

Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara KMS dan para petaninya.

Kekuatan

1. KMS mempunyai kekhasan sebagai perusahaan yang berbentuk koperasi. 2. KMS mengelola penjualan produk sayuran anggotanya dan masyarakat

sekitar.

3. KMS membayar tepat waktu.

4. Standar mutu dan harga ditetapkan secara jelas dengan kesepakatan lisan. 5. Setiap kegiatan diputuskan melalui rapat anggota, dan dikelola dengan baik

oleh pengurus koperasi.

6. Selain bersumber dari koperasi KMS mengupayakan penyediaan modal usaha bagi para aggotanya dengan mengajukan kredit secara kolektif kepada lembaga keuangan bank.

7. Para anggota bekerjasama dalam bisnis sayuran (paprika) dengan prinsip dari, oleh dan untuk anggota

8. KMS memfasilitasi anggota dengan petugas pendamping yang membantu petani dalam teknis budidaya, dimana ia juga berasal dari kalangan mereka, yang secara khusus bertugas mempelajari teknis budidaya paprika.

9. Anggota yang bermitra memperoleh sisa hasil usaha (SHU) setiap tahun. 10. Seluruh aset dan kekayaan koperasi adalah milik bersama anggota.

Kelemahan

1. Anggota harus rela dipotong sekian rupiah perkilo gram untuk biaya pengelolaan

2. Proses pengajuan pinjaman melalui keputusan rapat pengurus, sehingg ada prasangka pengurus pilih kasih dalam memberikan pinjaman.

3. Keberhasilan koperasi adalah keberhasilan anggota secara bersama -sama, sehingga tidak cocok untuk mereka yang sangat berorientasi bisnis atau mencari keuntungan sendiri.

4. Petani yang merasa terhambat melalui koperasi biasanya keluar dari koperasi dan mendirikan usaha sendiri sebagai pedagang pengumpul.

Peluang

1. Permintaan konsumen akan paprika yang terus menerus 2. Minat terhadap pertanian meningkat terutama petani muda yang

3. Koperasi masih punya potensi untuk berkembang, karena akses koperasi terhadap lembaga keuangan, instansi pemerintah, dan perguruan tinggi cukup baik dan dapat dikembangkan di masa-masa yang akan datang. 4. Pasar dalam negeri masih terbuka, namun masih perlu upaya menumbuhkan

minat masyarakat untuk mengkonsumsi paprika sebagai bagian dari menu sehari-hari.

Ancaman

1. Ketidakpercayaan sebagian anggota terhadap pengurus dalam mengelola usaha bersama.

Pedagang Pengumpul Paprika: Aturan Lebih mudah

Bagi sebagian petani paprika yang tidak bermitra dengan Koperasi Mitra Sukamaju, kemudian bermitra dengan pedagang penggumpul. Pedagang pengumpul yang terbesar di Pasirlangu adalah HR. Menurut KOM salah seorang mitra HR, alasannya berhenti bermitra dengan koperasi adalah pertama, karena pada waktu itu ia mengalami kebangkrutan dan Koperasi tidak mampu menyediakan pinjaman modal. Alasan yang kedua karena penetapan mutu produk yang diterapkan oleh koperasi sangat tinggi, sehingga proses pemilihan produknya (sorting) sangat ketat.

Di sisi lain, HR sebagai pedagang pengumpul bersedia meminjamkan modal untuk pembuatan green house dan menyediakan sarana produksi pertanian untuk budidaya paprika kepada para petani mitranya. Pinjaman ini dikembalikan pada saat petani mulai panen dengan cara memotong dari hasil penjualan paprika. Menurutnya harga Saprotan di HR jauh lebih mahal dibandingkan harga di toko saprotan , namun KOM merasa senang walau harganya cukup mahal karena dengan pinjaman tersebut ia mampu berusahatani secara terus menerus. Tidak ada kesepakatan secara tertulis antara Pak HR dan para petani mitranya. Petani mitra pun bebas menjual parika ke siapa saja. Namun menurut KOM, tidak etis kalau harus dijual ke orang lain sedangkan ia diberi pinjaman modal. Jadi petani yang meminjam modal ke HR secara otomatis menjual Paprikanya juga ke HR.

Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara KMS dan para petaninya.

Kekuatan

1. Pedagang pengumpul menyediakan pinjaman modal usaha secara mudah. 2. Pedagang pengumpul membeli produk petani dengan harga sesuai dengan

pasar

3. Pedagang pengumpul memberikan bimbingan teknis budidaya 4. Semua produk dalam berbagai standar mutu diterima, tanpa sorting.

5. Pedagang pengumpul juga membantu petani mitranya dalam mengatasi masalah keuangan, dan kebutuhan hidup sehari-hari.

6. Kesepakatan dalam kerjasama dilakukan secara lisan namun, catatan tentang keuangan dilakukan seca ra terbuka antara pedagang pengumpul dan petani.

7. Pedagang pengumpul biasanya petani senior, mereka adalah sosok yang dikenal dengan baik dan tinggal bersama-sama di lokasi petani mitra.

8. Interaksi antara pedagang pengumpul dengan petani mitra lebih bersifat informal.

Kelemahan

1. Penetapan harga oleh pedagang pengumpul

2. Petani harus rela sekian rupiah perkilo untuk biaya pengelolaan usaha. 3. Pedagang pengumpul bertindak otoriter dalam perolehan keuntungan

Peluang

1. Permintaan konsumen akan sayuran yang terus menerus

2. Penetapan standar mutu dapat fleksibel, untuk tujuan konsumen yang berbeda-beda.

3. Banyak para petani yang menginginkan proses kerjasama yang mudah, dan kekeluargaan/informal

Ancaman

1. Fluktuasi harga yang tajam, dan pasar yang tidak menentu membuat posisi pedagang pengumpul terjepit. Dia harus membayar kepada petani, sedang dia sendiri tidak di bayar oleh konsumen (perusahaan besar, super market, dll). Kondisi ini sering menyebabkan banyak pedagang pengumpul bangkrut, dan bubarnya pola kemitraan yang dibangun bersama petani.

Strategi Kemitraan Agribisnis Sayuran Berkelanjutan

Mengelola usaha pertanian di bidang sayuran atau agribisnis sayuran dalam sejarahnya berawal dari usahatani tanaman pangan sebagai suatu cara

hidup, (subsisten) kemudian sedikit demi sedikit berubah ke usahatani yang komersiil dengan komoditas utamanya sayuran. Pada saat usahatani sebagai suatu cara hidup maka penggunaan modal lahan, tenaga kerja dan input produksi tidak seintensif usahatani komersiil. Demikian juga dengan pola kerjasama antar stake holder. Pola kerjasama antar sesama petani, antar petani dengan lembaga pasar, lembaga permodalan, dan penyedia input produksi pada usahatani subsisten tidak sekompleks seperti pada usahatani komersiil.

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa karakteristik petani sangat beragam dilihat dari tingkat umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan, tingkat kebutuhan usaha (modal, pembinaan, pasar), ciri kewirusahaan, dan kondisi lingkungan sosial ekonomi. Dalam rangka pengembangan agribisnis ke arah usaha yang berkelanjutan, maka harus mempertimbangkan keragaman kondisi tersebut. di mana pola kemitraan yang diterapkan juga harus beragam. Dalam bagian berikut akan dipaparkan bagaimana strategi pengembangan agribisnis sayuran melalui pola kemitraan agribisnis berkelanjutan.

Mengapa Harus Bermitra ?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu harus dipertegas tentang konsep bermitra, atau penerapan pola kemitraan, adalah melakukan proses kerjasama antar pelaku agribisnis dalam berbagai pola, dari yang sangat informal sampai yang formal, dari yang berbentuk kelompok kecil sampai organisasi yang komplek. Beberapa alasan mengapa harus bermitra antar para pelaku agribisnis dijelaskan pada bagian berikut.

(1) Konsekuensi dari Agribisnis di Era Kebutuhan Masyarakat yang

Semakin Kompleks. Dalam rangka pengembangan agribisnis, perlu suatu konsep yang dapat menggambarkan fungsi-fungsi pengorganisasian kegiatan yang saling kait mengkait antara sub-sub sistem pembentuk siste m agribinis. Kemitraan yang pada intinya adalah proses kerjasama merupakan proses pengorganisasian banyak kegiatan yang saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan karena karakteristik petani yang semakin kompleks menghadapi kebutuhan masyarakat non petan i yang juga semakin banyak dan kompleks. Perlu upaya-upaya dari para pelaku agribisnis untuk menghadapi kebutuhan masyarakat non petani akan

produk pertanian khususnya sayuran, agar membanjirnya produk sayuran luar negeri dapat dihadapi.

Fungsi-fungsi pengorganisasian kegiatan dalam pola kemitraan merupakan strategi agar seluruh sub sistem agribisnis dapat berjalan, menghasilkan produk dan pelayanan dengan mutu yang lebih baik dibanding jika tidak melalui kemitraan. Mengsinergikan kekuatan antara pelaku dalam satu sub sistem maupun antara sub sistem, sehingga berbagai masalah yang bersumber dari keterbatasan-keterbatasan yang saat ini banyak dialami oleh para petani dapat diatasi.

(2) Spesialisasi Kegiatan untuk Efisiensi. Dengan bermitra, maka akan terjadi pembagian kegiatan dalam sistem agribisnis sesuai dengan kekuatan dan keterbatasan para pelaku. Hal ini dalam jangka panjang akan meningkatkan kemampuan khusus yang berbeda -beda (spesialisasi) sehingga lebih efisien. Kelemahan petani secara umum adalah: teknologi terbatas sehingga bekerja mengikuti musim, lahan terbatas, keahlian terbatas, jaringan pemasaran terbatas, modal terbatas. Kelemahan ini diminimalisir dengan kekuatan -kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan, koperasi, maupun pedagang ngumpul. Kekuatan-kekuatan tersebut antara lain: penggunaan teknologi baik, pengorganisasian kegiatan baik, ada dukungan tenaga kerja sesuai bidangnya, akses terhadap lembaga keuangan, luas dalam jaringan pemasaran.

(3) Kerjasama Pemerintah -Swasta dalam Penyelenggaraan Penyuluhan. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur agar proses penyelenggaraan penyuluhan yang dilakukan oleh para petugas pendamping dari perusahaan, koperasi, maupun oleh pedagang pengumpul dapat berjalan dengan baik, dan sejalan dengan program pemerintah. Pola kemitraan memberikan peluang kerjasama antara petani pengusaha, pedagang, dan pemerintah dalam mengembangkan agribisnis sesuai dengan potensi wilayahnya.

Siapa yang Bermitra ?

Pihak yang bermitra adalah petani, pedagang saprotan , pedagang pengumpul, perusahaan, pedagang di pasar tradisional, supermarket, restoran dengan beragam pola sebabagi berikut: