• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerugian Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Kerugian Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan

Kerugian ekonomi supir angkutan kota akibat kemacetan lalu lintas di Parung berupa pengeluaran biaya BBM yang semakin meningkat dibanding saat keadaan normal dan merasakan penghasilan hilang karena waktu produktif yang

0 10 20 30 40 50

Polusi Udara Polusi Suara Polusi Lingkungan

Polusi Udara Polusi Suara Polusi Lingkungan Supir Angkutan Kota Pedagang Kaki Lima

Re

spo

n

d

53 hilang akibat terkena kemacetan. Bagi pedagang kaki lima (PKL) kerugian ekonomi yang dirasakan hanya penghasilan yang hilang dan pengeluaran biaya BBM tidak dirasakan oleh PKL karena PKL tidak melakukan perjalanan sebanyak supir angkutan kota. Berikut hasil perhitungan kerugian ekonomi yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan.

6.2.1 Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota akibat Kemacetan

Kendaraan yang melaju pada saat lalu lintas normal akan mengkonsumsi BBM sesuai dengan efisiensi mesin kendaraannya dibandingkan dengan konsumsi BBM saat terkena kemacetan. Peningkatan biaya BBM saat terkena kemacetan merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh setiap supir angkutan kota.

Hasil penelitian terhadap 45 orang supir angkutan kota (100% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) menggunakan kendaraan roda empat. Perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota dihitung menggunakan rumus rata-rata contoh sehingga didapat kerugian pengeluaran rata- rata biaya BBM individu dengan asumsi pengeluaran biaya BBM digunakan untuk semua kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung. Berikut hasil perhitungan supir untuk pembelian BBM yang dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Pengeluaran supir angkutan kotauntuk pembelian BBM

Pengeluaran Rata-Rata Kendaraan Roda Empat (unit)

Rata-rata jumlah rit per hari (a) 4,5

Rata-rata jumlah trip perjalanan per hari (b = a x 2) 9

Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan (Rp) (per trip) (c)

15.455,56 Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per

kendaraan (Rp) (per trip) (d)

21.161,11 Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan

(Rp) (per hari) (e = b x c)

139.100,00 Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per

kendaraan (Rp) (per hari) (f = b x d)

190.450,00 Rata-rata kerugian per kendaraan (Rp) (per hari)

(g = f – e)

51.350,00

Jumlah kendaraan asal tujuan Parung (unit) (h) 1.582*

Total kerugian pembelian BBM per hari (Rp) (i = g x h)

81.235.700,00 Total Kerugian pembeliaan BBM per bulan (Rp)

(j = i x 30 hari)

2.437.071.000,00 Total Kerugian pembelian BBM per tahun (Rp)

(k = j x 12 bulan)

29.244.852.000,00 Keterangan: *Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraanasal tujuan Parung tahun 2013oleh

Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor,2014.

Hasil perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota per hari dengan rumus perhitungan rata-rata adalah perkalian antara pengeluaran rata-rata

54

normal bensin per trip Rp 15.455,56 dengan rata-rata trip dalam sehari 9 trip didapatkan rata-rata pengeluaran normal bensin sebesar Rp 139.100,00 per kendaraan roda empat per hari, namun bila terjebak kemacetan biaya BBM yang dikeluarkan bertambah menjadi Rp 190.450,00 per kendaraan roda empat per hari jika pengeluaran rata-rata bensin saat macet per trip dikalikan dengan rata-rata jumlah trip per hari yaitu 9 trip sebesar Rp 21.1616,11. Rata-rata kerugian yang ditanggung akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari dengan asumsi pengeluaran BBM tersebut digunakan untuk kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung.

Data yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (2014) menunjukkan, jumlah kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 berjumlah 1.582 kendaraan. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan dengan rata-rata kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari, maka total kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 81.235.700,00 per hari.

Total kerugian BBM per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00 untuk kendaraan roda empat dan Rp 29.244.852.000,00 merupakan total kerugian BBM kendaraan roda empat per tahun. Hal ini menunjukkan, potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Parung mencapai Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Potensi nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang cukup besar untuk wilayah yang termasuk daerah sub-urban.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sapta (2009), didapatkan nilai potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Kota Bogor mencapai Rp 256.724.056.800,00 per tahun, bila dibandingkan dengan penelitian saat ini nilai potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan sebesar Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal tersebut mungkin terjadi karena ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh Sapta lebih luas yaitu mencakup seuluruh Kota Bogor, jenis kendaraan yang digunakan lebih banyak, dan jenis pekerjaan yang lebih luas. Penulis hanya meneliti salah satu bagian dari Kabupaten Bogor yaitu sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan parung, penulis juga hanya meneliti untuk jenis kendaraan roda empat yang digunakan oleh supir angkutan kota.

55 Potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan di Kecamatan Bogor Barat yang dilakukan Marwan (2011) juga lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian saat ini. Potensi ekonomi yang didapat oleh Marwan (2011) adalah Rp 152.460.925.983,00 per tahun, sedangkan potensi ekonomi yang hilang dalam penelitian ini sebesar Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal tersebut mungkin terjadi karena ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh Marwan cakupannya lebih luas yaitu mencakup jenis kendaraan yang lebih banyak, dan jenis pekerjaan yang lebih luas. Penulis hanya meneliti jenis kendaraan roda empat yang digunakan oleh supir angkutan kota.

Penelitian yang dilakukan Farhani (2011) di Jalan Cicurug-Parungkuda Sukabumi menunjukkan, nilai potensi ekonomi yang hilang lebih kecil dibandingkan dengan penulis. Potensi ekonomi yang hilang berdasarkan penelitian Farhani sebesar Rp 4.609.120.990,10 per tahun, sedangkan potensi ekonomi yang hilang yang didapatkan penulis adalah Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal ini mungkin terjadi karena jarak tempuh yang didapat penulis lebih jauh jika dibandingkan dengan jarak tempuh yang yang didapat oleh Farhani.

6.2.2 Penghasilan Hilang (Loss of Earning) akibat Kemacetan bagi Supir Angkutan Kota dan PKL

Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari peranan sektor transportasi. Transportasi membuat mobilitas pelaku ekonomi menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien. Saat kemacetan lalu lintas terjadi, maka arus transportasi pun terhambat yang akan memberikan dampak pada aktivitas ekonomi dan produktivitas masyarakat.

Supir angkutan kota yang terjebak kemacetan merasakan kerugian ekonomi yang paling besar jika dibandingkan dengan pedagang kaki lima (PKL). Pengeluaran yang semakin meningkat untuk operasional kendaraan mengurangi penghasilan mereka. Para supir mengalami penurunan penghasilan saat macet karena mereka harus membeli BBM lebih banyak dibandingkan saat lalu lintas normal. Misalnya, untuk satu trip operasi biasanya hanya lima liter bensin, namun jika terjebak macet para supir harus menambah dua liter bensin atau mereka harus mengurangi operasional kendaraan mereka dari yang seharusnya 4,5 rit menjadi

56

3,5 rit dalam sehari. Oleh karena itu, kemacetan dapat menyebabkan hilangnya penghasilan bagi supir.

Kemacetan juga menyebabkan hilangnya penghasilan bagi pedagang kaki lima (PKL). Kemacetan membuat para PKL terlambat menuju tempat usaha mereka dan menjadi telat untuk membuka usaha. Hal tersebut sebenarnya akan membuat mereka kehilangan penghasilan karena telat dalam membuka usahanya yang seharusnya membuka usaha pukul 06:00 atau 07:00 WIB karena tejebak kemacetan menjadi pukul 08:00 atau 09:00 WIB, mungkin saja terdapat pembeli atau pelanggan yang akan membeli karena telat dalam membuka usahanya mereka akan kehilangan penghasilan yang seharusnya didapat dari pembeli atau pelanggan tersebut.

Hasil penelitian terhadap 75 responden yang terdiri dari 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL), didapatkan perhitungan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Berdasarkan data yang diperoleh, rata- rata penghasilan supir angkutan kota per bulan yaitu Rp 2.537.778,00 dan PKL sebesar Rp 9.186.667,00 per bulan. Rata-rata jumlah jam kerja per hari supir angkutan kota dan PKL yaitu 9 jam. Rata-rata jumlah hari kerja per minggu supir angkutan kota dan PKL yaitu 7 hari.

Rata-rata jumlah jam kerja supir angkutan kota per bulan yaitu 270 jam, jika rata-rata jam kerja per hari dikalikan dengan jumlah hari dalam satu bulan yaitu 30 hari. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota per jam yaitu Rp 9.399,18, jika rata-rata penghasilan per bulan supir angkutan kota dibagi dengan jumlah jam kerja per bulan. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota per menit yaitu sebesar Rp 156,65, jika rata-rata penghasilan per jam supir angkutan kota dibagi dengan 60 menit per jam dimana 1 jam sama dengan 60 menit.

Total durasi kemacetan yang dialami supir angkutan kota yang menjadi responden yaitu 1.435 menit per trip. Rata-rata durasi kemacetan yang di alami supir angkutan kota yaitu 31,89 menit per trip, jika total durasi kemacetan yang di alami supir angkutan kota yang menjadi responden dibagi dengan jumlah responden yaitu 45 orang. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota yang hilang akibat kemacetan dalam satu kali jalan atau per trip yaitu sebesar Rp 4.995,57. Rata-rata penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per hari yaitu Rp

57 44.960,13, jika rata-rata penghasilan yang hilang per trip dikalikan dengan rata- rata jumlah trip per hari yaitu 9 trip. Total penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per hari yaitu sebesar Rp 71.126.925,66, jika rata-rata penghasilan yang hilang per hari dikalikan dengan jumlah kendaraan yang memiliki lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 (DLLAJ Kab. Bogor, 2014) yaitu sebanyak 1.582 unit kendaraan dengan asumsi jumlah supir sama dengan jumlah kendaraam tersebut. Total penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per bulan yaitu Rp 2.133.807.770,00 dan per tahun sebesar Rp 25.605.693.238,00.

Rata-rata jumlah jam kerja PKL per bulan yaitu 270 jam, jika rata-rata jam kerja per hari dikalikan dengan jumlah hari dalam satu bulan yaitu 30 hari. Rata- rata penghasilan PKL per jam yaitu Rp 34.024,69, jika rata-rata penghasilan per bulan PKL dibagi dengan jumlah jam kerja per bulan. Rata-rata penghasilan PKL per menit yaitu sebesar Rp 567,11, jika rata-rata penghasilan per jam PKL di bagi dengan 60 menit per jam dimana 1 jam sama dengan 60 menit.

Total durasi kemacetan yang di alami PKL yang menjadi responden yaitu 440 menit per trip. Rata-rata durasi kemacetan yang di alami PKL yaitu 14,67 menit per trip , jika total durasi kemacetan yang di alami PKL yang menjadi responden dibagi dengan jumlah responden yaitu 30 orang. Rata-rata penghasilan PKL yang hilang akibat kemacetan dalam satu kali jalan atau per trip yaitu sebesar Rp 8.319,50. Rata-rata penghasilan yang hilang bagi PKL per hari yaitu Rp 16.639,00, jika rata-rata pengahasilan yang hilang per trip dikalikan dengan rata- rata jumlah trip per hari yaitu 2 trip. Total penghasilan yang hilang bagi PKL per hari yaitu sebesar Rp 1.763.734,00, jika rata-rata penghasilan yang hilang per hari dikalikan dengan jumlah PKL yang ada di Parung pada bulan September tahun 2013 berjumlah 106 orang. Total penghasilan PKL yang hilang per bulan yaitu sebesar Rp 52.912.020,00 dan per tahun sebesar Rp 634.944.240,00. Berikut hasil perhitungan penghasilan supir angkutan kota dan PKL yang hilang akibat kemacetan dapat dilihat pada Tabel 18.

58

Tabel 18 Penghasilan supir angkutan kotadan PKL yang hilang akibat kemacetan

Supir Angkutan Kota (orang)

PKL (orang) Rata-rata penghasilan per bulan (Rp) (a) 2.537.778,00 9.186.667,00

Rata-rata jumlah jam kerja per hari (jam) (b) 9 9

Rata-rata jumlah hari kerja per minggu (hari) (c)

7 7

Rata-rata jumlah jam kerja per bulan (30 hari x rata-rata jam kerja per hari) (jam)

(d = 30 hari x b)

270 270

Rata-rata penghasilan per jam (Rata-rata penghasilan per bulan : jam kerja per bulan) (Rp/jam) (e = a : d)

9.399,18 34.024,69

Rata-rata penghasilan per menit (Rata-rata penghasilan per jam : 60 menit per 1 jam) (Rp/menit) (f = e : 60 menit per 1 jam *)

156,65 567,11

Total durasi kemacetan (menit) (per trip) (g) 1.435 440

Jumlah responden (h) 45 30

Rata-rata durasi kemacetan (menit) (per trip) (i = g : h)

31,89 14,67

Rata-rata penghasilan yang hilang satu kali jalan (Rp) (per trip) (j = g x f)

4.995,57 8.319,50

Rata-rata perjalanan per hari (trip) (k) 9** 2***

Rata-rata penghasilan yang hilang per hari (Rp)

(l = j x k)

44.960, 13 16.639,00

Jumlah Kendaraan dan PKL (m) 1.582**** 106*****

Total penghasilan yang hilang per hari (Rp) (n = l x m)

71.126.925,66 1.763.734,00 Total penghasilan yang hilang per bulan (Rp)

(o = n x 30 hari)

2.133.807.770,00 52.912.020,00 Total penghasilan yang hilang per tahun (Rp)

(p= o x 12 bulan)

25.605.693.238,00 634.944.240,00 Keterangan:

* = 1 jam: 60 menit

** = Jumlah rata-rata perjalanan supir untuk 4,5 rit yaitu 9 trip *** = Jumlah rata-rata perjalanan PKL untuk 1 rit yaitu 2 trip

**** = Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor, 2014

***** = Jumlah pedagang kaki lima (PKL) berdasarkan inventarisir data pedagang kaki lima di Jln Raya H. Mawi Parung bulan September tahun 2013 oleh Kecamatan Parung, 2014

Potensi ekonomi yang hilang dari pengeluaran BBM yang meningkat bagi supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL merupakan nilai yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh mereka. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini setidaknya mereka bisa mengetahui besarnya total kerugian dari pengeluaran membeli BBM yang meningkat dan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Berdasarkan perhitungan didapatkan total kerugian akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 154.126.360,00 per hari, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70.

59

6.3 Willingness to Pay Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan

Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL terhadap kemacetan di Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir dan 30 PKL mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan disekitar simpang pasar Parung, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Distribusi pilihan bersedia dan tidak bersedia supir angkutan kota dan PKL dalam membayar denda sebagai bentuk kesanggupan supir angkutan kota dan PKL atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. Gambar 14 menunjukkan, kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda.

Gambar 14 Kesediaan membayar supir dan PKL untuk membayar denda

Berdasarkan hasil wawancara dengan 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang PKL, sebanyak 42 orang supir bersedia membayar denda sisanya 3 orang menyatakan tidak bersedia dan terdapat 26 orang PKL yang bersedia membayar denda sisanya 4 orang tidak bersedia. Alasan 3 orang supir dan 4 orang PKL tidak bersedia mengeluarkan nilai WTP dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Ketidaksediaan membayar (WTP) denda supir angkutan kota dan PKL

Alasan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Supir Biasa Saja 1 33,3

Tidak Peduli 2 66,7

Jumlah 3 100,0

PKL Biasa Saja 3 75,0

Tidak Peduli 1 25,0

Jumlah 4 100,0

Berdasarkan Tabel 19 di atas menunjukkan, terdapat alasan ketidaksediaan supir angkutan kota dan PKL membayar denda yang didasari dengan persepsi mereka mengenai kemacetan yang terjadi. Sebanyak 1 orang supir angkutan kota dan 3 orang PKL menyatakan kemacetan di Parung sudah menjadi hal yang biasa sehingga mereka tidak bersedia membayar denda. Sebanyak 2 orang supir angkutan kota dan 1 orang PKL menyatakan tidak peduli adanya kemacetan di

93% 7%

Supir

Bersedia Tidak Besedia 87% 13%

PKL

Bersedia Tidak Besedia

60

Parung karena kemacetan yang terjadi bukan disebabkan oleh mereka, sehingga supir angkutan kota dan PKL tidak bersedia membayar denda.

6.3.1 Analisis Willingness to Pay dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM)

Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL) mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan besaran nilai WTP tersebut. Besaran nilai WTP diperoleh dengan menggunakan 6 tahapan pendekatan CVM, yaitu:

1. Membangun Pasar Hipotetik

Seluruh responden diberikan skenario bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor akan memberlakukan kebijakan baru dengan memberikan sanksi berupa denda kepada supir angkutan kota dan Pedagang kaki lima (PKL) yang melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan karena telah menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan lalu lintas di Parung, dimana selama ini belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah secara jelas dan tegas mengenai sanksi berupa denda atas pelanggaran yang dilakuan supir angkutan kota dan PKL di bahu dan badan jalan. Biaya ini mencerminkan nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda atas pelanggaran yang telah dilakukan di Parung.

2. Memperoleh Nilai WTP

Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode

bidding game, maka diperoleh besarnya nilai WTP yang bersedia dibayar oleh supir angkutan kota dan PKL. Responden bersedia membayar WTP mulai dari Rp 2.500,00 hingga Rp 10.000,00 per hari per orang. Starting point nilai WTP ditentukan berdasarkan tarif pelajar angkutan penumpang umum dengan jarak tempuh 11 Km yang berlaku di Kabupaten Bogor sebesar Rp 2.500,00.

61 3. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP

Dugaan nilai Rata-rata WTP supir angkutan kota dan PKL dihitung berdasarkan distribusi WTP supir dan PKL. Data distribusi dugaan rata-rata nilai WTP supir dan PKL dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Distribusi WTP supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL)

Responden Pekerjaan Nilai WTP

(Rp/hari/orang)

Frekuensi (orang)

Frekuensi Relatif (%) Mean WTP (Rp)

Supir 2.500,00 19 45,24 1.131,00 5.000,00 10 23,81 1.190,48 7.500,00 9 21,43 1.607,14 10.000,00 4 9,52 952,38 Total 42 100 4.881,00 PKL 2.500,00 13 50,00 1.250,00 5.000,00 3 11,54 576,92 7.500,00 6 23,08 1.730,78 10.000,00 4 15,38 1.538,46 Total 26 100 5.096,16

Berdasarkan Tabel 20 di atas, dapat dilihat rata-rata WTP supir angkutan kota adalah sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang, sedangkan PKL adalah sebesar Rp 5.096,16 per hari per orang. Pada supir nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan adalah sebesar Rp 10.000,00 sebanyak 4 orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan supir adalah sebesar Rp 2.500,00 sebanyak 19 orang. Pada PKL nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan adalah Rp 10.000,00 sebanyak 4 orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan PKL adalah sebesar Rp 2.500,00 sebanyak 13 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kesanggupan supir dan PKL untuk membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung.

4. Menduga Estimating Curve

Kurva permintaan WTP supir angkutan kota dan PKL dibentuk berdasarkan nilai WTP mereka terhadap biaya denda yang dikeluarkan. Kurva ini menggambarkan hubungan tingkat WTP yang dikeluarkan (dalam Rp/hari/orang) dengan jumlah supir dan PKL yang bersedia mengeluarkan WTP. Hasil survei yang dilakukan pada supir dan PKL untuk nilai WTP yang bersedia dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 15.

62

Gambar 15 Dugaan estimating curve supir angkutan kota dan PKL

5. Menentukan Total WTP

Perhitungan total WTP supir angkutan kota dan PKL dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP supir angkutan kota yang menjadi responden yaitu sebesar Rp 205.000,00 per hari, sedangkan nilai total WTP seluruh supir yang memiliki trayek Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 jika dikalikan jumlah kendaraan lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 dengan asumsi jumlah supir sama dengan jumlah kendaraan tersebut. Nilai total WTP PKL yang menjadi responden adalah Rp 132.500,00 per hari, sedangkan nilai total WTP seluruh PKL yang berada di Parung diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari jika dikalikan dengan jumlah PKL yang berada di Parung pada bulan September tahun 2013. Nilai tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pengambilan keputusan untuk mengurangi kemacetan di Parung.

0 5 10 15 20 2500 5000 7500 10000 Re spo n d en WTP

Supir Angkutan

Kota

0 2 4 6 8 10 12 14 0 5000 10000 15000 R e sp o n d e n WTP

Pedagang Kaki

Lima (PKL)

63 Tabel 21 Total WTP supir angkutan kota dan PKL

Responden Pekerjaan Nilai WTP (Rp/hari/orang) Frekuensi (orang) Jumlah WTP (Rp) Supir 2.500,00 19 47.500,00 5.000,00 10 50.000,00 7.500,00 9 67.500,00 10.000,00 4 40.000,00 Total Responden 42 205.000,00 Jumlah Kendaraan 1.582* 7.721.742,00 PKL 2.500,00 13 32.500,00 5.000,00 3 15.000,00 7.500,00 6 45.000,00 10.000,00 4 40.000,00 Total Responden 26 132.500,00 Jumlah PKL 106** 540.193,00 Keterangan:

* = Jumlah Lintasan Trayek dan Kendaraan Asal Tujuan Parung tahun 2013 oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor, 2014

** = Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) berdasarkan Inventarisir Data Pedagang Kaki Lima di Jln Raya H. Mawi Parung bulan September tahun 2013 oleh

Kecamatan Parung, 2014

6. Evaluasi Pelaksanaan CVM

Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai R2

sebesar 65,5% (Lampiran 1). Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman nilai WTP supir angkutan kota dan PKL dapat dijelaskan oleh model sebesar 65,5%, sedangkan sisanya 34,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian mengenai WTP ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable). Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Garrod dan Willis (1999), penelitian yang berkaitan dengan lingkungan mentolerir nilai R2 sampai 15%.

6.4 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP