BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.3. Perkerasan Jalan
II.3.2 Kerusakan Perkerasan Lentur
A. Kerusakan Struktural
Kerusakan structural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian lapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.
B. Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan structural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang
diinginkan. Untukk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali baik.
Menurut Situmorang, dkk (2009) Pada prinsipnya jenis kerusakan fungsional akan menurunkan tingkat kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti :
- Meningkatkan kebisingan akibat gesekan roda dan permukaan jalan
- Meningkatkan resiko cipratan air (water splashing) pada saat permukaan basah - Menigkatkan resiko tergelincir saat menikung di saat permukaan basah
- Meningkatkan resiko tergelincir saat mengerem di saat permukaan basah maupun kering
Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya diklasifikasikan atas 5 bagian (Hary Christady Hardiyatmo, 2009), yaitu:
1. Deformasi 2. Retak
3. Kerusakan tekstur permukaan 4. Kerusakan di pinggir perkerasan
5. Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel
II.3.2.1 Deformasi
Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (sesudah pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan penting dari kondisi perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu-lintas (kekasaran, genangan air yang mengurangi kekesatan permukaan), dan dapat mencerminkan kerusakan
struktur perkerasan. Mengcu pada AUSTROADS (1987) dan Shanin (1994), beberapa tipe deformasi perkerasan lentur adalah:
Bergelombang (Corrugation)
Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perekerasan aspal. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh terjadinya aksi lalu lintas yang disertai dengan permukaan perkerasan atau lapis pondasi yang tidak stabil serta kadar air dalam lapis pondasi granural (granural base) terlalu tinggi, sehingga tidak stabil. Permukaan perkerasan yang tidak stabil ini, disebabkan karena campuran lapisan aspal yang buruk, mislanya akibat terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyaknya agregat halus, agregat berbentuk bulat dan cincin, atau terlalu lunaknya semen aspal. Tingkat kerusakan keriting dapat diukur berdasarkan kedalaman keriting yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan ringan (low) kedalaman < ½ inchi, untuk sedang (medium) kedalaman ½-1 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi.
Gambar 2.1 Corrugation (keriting)
Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan. Distorsi permukaan jalan yang membentuk alur-alur terjadi oleh akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Penyebab kerusakan kerusakan dimungkinkan oleh
1) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga akaibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
2) Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat.
3) Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada lintas roda yang disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi atau tanah dasar ditunjukkan dalam gambar 2.2b
4) Tanah dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal, pemadatan kurang, atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air tanah.
Sungkur (Shoving)
Sungkur (Shoving) adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu lintas mendorong perkerasan, maka mendadak timbul gelombang pendek di permukaannya. Penggembungan lokal permukaan perkerasan nampak dalam arah sejajar dengan arah lalu lintas dan/atau perpindahan horizontal dari material permukaan, terutama pada arah lalu lintas dimana aksi pengereman atau percepatan sering terjadi. Sungkur melintang juga dapat timbul oleh gerakan lalu lintas membelok. Sungkur biasanya juga terjadi pada perkerasan aspal yang berbatasan dengan perkerasan beton semen Portland (PCC). Perkerasan beton bertambah panjang (oleh karena suhu) dan menekan perkerasan aspal, sehingga terjadi sungkur.
Gambar 2.3 Sungkur (Shoving) Mengembang (Swell)
Mengembang adalah gerakan ke atas lokal dari perkerasan akibat pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Perkerasan yang naik akibat tanah dasar yang mengembang ini dapat menyebabkan retaknya permukaan aspal. Pengembangan dapat
dikarakteristikkan dengan gerakan perkerasan aspal, dengan panjang gelombang > 3 m. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh mengembangnya material lapisan di bawah perkerasan atau tanah dasar dan tanah dasar perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umunya, hal ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang mudah mengembang (lempung montmorillonite) oleh kenaikan air.
Benjol dan Turun (Bump and Sags)
Benjol adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil, dari permukaan perkerasan aspal sedangkan penurunan (sags) yang juga berukuran kecil, merupakan gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan. Bila distorsi dan perpindahan yang terjadi dalam area yang luas dan menyebabkan naiknya area perkerasan secara luas, maka disebut mengembang (swelling).
Kerusakan benjol tidak sama dengan sungkur, di mana kerusakan sungkur diakibatkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Jika benjolan nampak mempunyai pola tegak lurus arah lalu lintas dan berjarak satu sama lainkurang dari 10 ft ( 3m ), maka kerusakannya disebut keriting (corrugation).
II.3.2.2 Retak (Crack)
Retak dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, ratak dapat terjadi bila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut. Retak tunggal mungkin dapat ditangani dengan baik dan apabila terdapat banyak retakan dalam area yang luas, perawatan permukaan dapat menjadi pilihan yang tepat untuk perbaikan. Dalam kondisi yang lain, pembongkaran total pada area retakan dan pemasangan drainase mungkin dibutuhkan sebelum perbaikan yang lebih efektif dapat dilakukan. Mengacu pada AUSTROADS (1987), retak pada perkerasan lentur dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu:
Retak Memanjang (Longitudinal Cracks)
Retak berbentuk memanjang pada perkersan jalan, dapat terjadi dalam bentuk memanjang dapat terjadi oleh labilnya lapisan pendukung dari struktur perkerasan. Retak memanjang dapat timbul oleh akibaat beban maupun bukan. Retak yang bukan akibat beban, misalnya oleh akibat adanya sambungan pelaksanaan kea rah memanjang. Kurangnya ikatan antara bagian-bagian perkerasan selama pelaksanaan mengakibatkan timbulnya retakan.
Retak Melintang (Transverse Cracks)
Retak melintang merupakan retakan tunggal (tidak bersambungan satu sama lain) yang melintang perkerasan. Perkerasan, retak ketika temperatur atau lau lintas menimbulkan tegangan dan regangan yang melampaui kuat tarik atau kelelahan dari campuran aspal padat. Retak melintang akan terjadi biasanya berjarak lebar yaitu sekitar 15-20 m. Dengan berjalannya waktu, retak melintang berkembang pada interval jarak yang lebih pendek. Retak awalnya nampak sebagai retak rambut, dan akan semakin lebar dengan berjalannya waktu.
Gambar2.6 Retak Melintang Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)
Retak kulit buaya adalah retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang bersegi banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang-ulang yang awalnya berupa suatu rangkaian retak-retak memanjang, sesudah dibebani berulang-ulang retak saling berhubungan satu sama lain. Retak kulit buaya terjadi hanya pada daerah yang dipengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang, seperti lintasan roda. Karena itu, retak ini tidak menyebar ke seluruh area perkerasan, kecuali jika
pola lalu lintasnya juga menyebar. Pada lokasi retak, mungkin diikuti atau tidak diikuti oleh penurunan dan dapat terjadi di mana saja dalam area permukaan perkerasan. Retak kulit buaya merupakan retak yang umum terjadi pada perkerasan aspal dan biasanya diikuti dengan munculnya tipe kerusakan alur.
Gambar 2.7Alligator cracking
Retak Blok (Block Cracks)
Retak blok berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan dengan ukuran sisi blok 0.20 sampai 3 meter, dan dapat membentuk sudut atau pojok yang tajam sperti terlihat pada gambar berikut.
Retak blok biasanya terjadi pada area yang luas pada perkerasan aspal, tapi terkadang hanya terjadi pada area yang jarang dilalui lali-lintas. Tipe kerusakan ini berbeda dengan retak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil dan lebih banyak pecahan-pecahan dengan sudut tajam.
II.3.2.3 Kerusakan Tekstur Permukaan
Kerusakan tekstur permukaan merupakan kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah. Perkerasan nampak seakan pecah menjadi bagian-bagian kecil, seperti pengelupasan akibat terbakar sinar matahari atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Kerusakan aspal akibat disintegrasi ini tidak menunjukkan penurunan kualitas struktur perkerasan, hanya mempunyai pegaruh terhadap gangguan kenyamanan berkendaraan namun beberapa kerusakan yang tidak diperbaiki dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas struktur perkerasan. Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi:
Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering and Raveling)
Pelapukan dan butiran lepas (raveling) adalah disintegrasi permukaan perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke dalam. Butiran agregat berangsur-angsur lepas dari permukaan perkerasan, akibat lemahnya pengikat antara partikel agregat. Biasanya partikel halus dari agregat terlepas lebih dahulu kemudian baru disusul partikel yang lebih besar.
Lepasnya butiran, biasanya terjadi akibat beban lalu intas di musim hujan, yaitu ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi. Faktor pendukung yang menjadi penyebab kerusakan tipe ini adalah pemadatan yang kurang baik karena dilakukan pada musim hujan, campuran material aspal lapis permukaan kurang baik, melemahnya bahan pengikat dan/atau batuan serta jenis agregat yang hydrophilic (aregat yang mudah menyerap air).
Gambar 2.9 Raveling
Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan yang bermigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan. Kerusaka ini menyebabkan permukaan jalan menjadi licin dan pada temperatur tinggi aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Faktor yang menjadi penyebab kerusakan tipe ini adalah pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, kadar udara dalam campuran aspal terlalu rendah, serta pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat.
Gambar 2.10Bleeding
Pengelupasan (Delemination)
Kerusakan permukaaan ini terjadi oleh akibat terkelupasnya lapisan aus dari permukaan perkerasan, rembesan air lewat aspal (khususnya lewat retakan) sehingga memisahkan ikatan antara permukaan dan lapisan di bawahnya, serta lekatan dari lapisan pengikat di permukaan perkerasan dengan ban kendaraan.
Gambar 2.11 Jalan Terkelupas
II.3.2.4 Kerusakan di Pinggir Perkerasan
Kerusakan di pinggir perkerasan adalah retak yang terjadi di sepanjang pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan,
lebih-lebih bila bahu jalan tidak ditutup (unsealed). Kerusakan ini terjadi secara lokal atau bahkan bias memanjang di sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu bagian jalan. Akibat dari kerusakan pinggir adalah:
1) Lebar perkerasan menjadi berkurang
2) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan kecelakaan
3) Air masuk ke dalam lapis pondasi (base)
4) Terjadinya alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada bahu jalan. Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan di pinggir perkerasan aspal dapat dibedakan menjadi :
Retak Pinggir (Edge Cracking)
Reak pinggir biasanya terjadi sejajar dengan pinggir perkerasan dan berjarak sekitar 0,3-0,6 m dari pinggir. Akibat pecah di pingir bagian ini menjadi tidak beraturan. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan), drainase yang kurang baik, kembang susut tanah disekitarnya, konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan serta adanya pohon-pohonan besar di dekat pinggir perkerasan.
Jalur/Bahu Turun (Lane/Shoulder Drop-Off)
Jalur/bahu jalan turun adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan. Bahu jalan turun relative terhadap pinggir perkerasan, hal ini tidak dipertimbangkan penting bila selisih tinggi bahu dan perkerasan jalan kurang dari 10 -15 mm. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan penambahan lapis permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu jalan dan bahu jalan dibangun dengan material yang kurang tahan terhadap erosi dan abrasi.
Gambar 2.13 Lane/Shoulder Drop Off
II.3.2.5 Kerusakan Lubang (Potholes)
Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhububgan dengan kerusakan permukaan lainnya. Lubang bisa terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada ataupun ketika beban lalu lintas menggerus bagian-bagian kecil dari permukaan perkerasan, sehingga air bias masuk. Air yang masuk ked lam lubang dan lapis pondasi ini nantinya akan mempercepat kerusakan jalan. Jika lubang pada
kerusakan ini harus diidentifikasikan sebagai kerusakan lubang (pothole), dan bukan kerusakan tipe pelapukan (weathering). Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan campuran material lapis permukaan yang kurang baik, air yang masuk ke dalam lapisan pondasi lewat retakan di permukaan perkerasan yang tidak langsung segera ditutup, beban lalu lintas yang mengakibatkan disintegrasi lapsi pondasi, serta tercabutnya aspal pada lapisan aus akibat melekaat pada ban kendaraan.
Gambar 2.14 Lubang (Pothole)
II.3.2.6 Tamabalan dan Tamabalan Galian Utilitas (Patching and Utility Cut Patching)
Tambalan (patch) adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya kenyamanan kendaraan (kegagalan fugsional) atau rusaknya struktur perkerasan. Rusaknya tambalan akan menimbulkan distorsi, disintegrasi, retak atau terkelupas antara tambalan dan permukaan perkerasan asli. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan amblesnya tambalan yang pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pemadatan material urugan lapis pondasi (base) atau tambalan material aspal, cara pemasangan material bawah yang buruk, serta kegagalan dari perkerasan di bawah tambalan dan sekitarnya.
Gambar 2.15 Patch Utility Cut
II.3.2.7 Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)
Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa ambles atau benjolan di sekitar dan/atau antara lintasan rel. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan amblesnya perkerasan sehigga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel, dan pelaksanaan pekerjaan perkerasan atau pemasangan jalan rel yang buruk.
Gambar 2.16 Railroad Crossing
Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan atas empat modus kejadian, yaitu (Austroads, 1987): retak, cacat permukaan, deformasi, dan cacat tepi perkerasan. Untuk masing-masing modus
tersebut dapat dibagi lagi kedalam beberapa jenis kerusakan seperti yang ditunjukkan pada table berikut.
Tabel 2.2 : Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal
MODUS JENIS CIRI
• Retak Retak memanjang Retak melintang Retak tidak beraturan Retak selip
Retak blok Retak buaya
Memanjang searah sumbu jalan Melintang tegak lurus sumbu jalan Tidak berhubungan dengan pola
tidak jelas
Membentuk parabola atau bulan sabit
Membentuk poligon, spasi jarak > 300 mm
Membentuk poligon, spasi jarak < 300 mm
• Deformasi Alur Keriting Amblas sungkur
penurunan sepanjang jejak roda peurunan reguler melintang,
berdekatan
cekungan pada lapis permukaan peninggian lokal pada lapis
permukaan • Cacat Permukaan Lubang Delaminasi Pelepasan butiran Pengausan Kegemukan Tambalan
Tergerusnya lapisan aus di permukaan perkerasan yang berbentuk sperti mangkok
Terkelupasnya lapisan tambah pada perkerasan yang lama
Lepasnya butir-butir agregat dari permukaaan
Ausnya batuan sehingga menjadi licin
Pelelehan aspal pada permukaan perkerasan
Perbaikan lubang pada permukaan perkerasan
• Cacat Tepi Permukaan
Gerusan tepi Penurunan tepi
Lepasnya bagian tepi perkerasan Penurunan bahu jalan dari tepi
perkerasan
Sumber: Teknik Pengelolaan Jalan .(2005). Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi. JICA