• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DIAGNOSIS KESALAHAN MEMBACA PERMULAAN

D. Beberapa Bentuk Cara Mengatasi Membaca

1. Kesalahan Penggantian

Bentuk kesalahan ini dapat berupa penggantian huruf, suku kata, kata, dan kelompok kata. Dalam hal kesalahan penggantian huruf, pembaca biasanya dibingungkan oleh bentuk huruf dan bunyi huruf yang hampir sama.

Bentuk huruf dan bunyi huruf hampir sama memang membingungkan. Hal ini juga akan muncul pada saat siswa dihadapakan pada sebuah kata atau

kelompok kata yang mempunyai rangkaian huruf yang lebih kompleks. Hal itu berarti mereka sudah berusaha mencari huruf yang lain yang dapat difungsikan untuk mengganti huruf yang digantikannya, walaupun akhirnya salah. Dengan demikian, mereka sudah berusaha menghasilkan bunyi kata dengan mencari salah satu huruf yang lain. Hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya mereka belum menguasai sistem lambang bunyi yang sesuai dengan pemahamannya. Akan tetapi, jika mereka sudah paham tentang masing-masing huruf yang dipergunakan dalam bacaan dan sudah paham cara merangkainya, kesulitan membaca itu tidak akan ditemui.

Tugas guru khususnya guru Bahasa Indonesia adalah memberikan contoh yang baik dan benar tentang ucapan dan tekanan yang sesuai dengan konteks dan dapat diterima orang lain. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah bahwa guru (bahasa Indonesia) dalam mengajarkan lafal Bahasa Indonesia hendaknya tanpa diwarnai bahasa daerah, karena jika terjadi justru akan membingungkan anak. Untuk itu, siswa kelas awal baru dituntut untuk melafalkan dengan intonasi yang wajar.

Tindakan perbaikan yang tepat yang diberikan terhadap kasus kesalahan tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

a. Menirukan ucapan guru

Latihan ucapan ini dapat diberikan secara terus menerus dalam bentuk pelafalan yang tepat, tekanan, lagu kalimat dan sebagainya. Dengan latihan secara ters menerus akhirnya menjadi suatu kebiasaan berbahasa Indonesia yang baik diharapkan kebiasaan tersebut tidak mudah dilupakan.

b. Latihan mulut

Sebelum dilakukan latihan pengucapan, guru dapat menerangkan bunyi-bunyi yan akan dilatihkan. Misalnya suara bibir, tenggorokan, antara bibir dan gigi, dan sebagainya. Selain latihan tersebut guru juga dapat melatihkan suara diftong, yang kadang-kadang oleh responden kelas I dibaca sembarang. Misalnya /ia/ pada [Indonesia] bukan Indonesa. Guru memperlihatkan contoh pengucapannya, responden diminta menirukan.

c. Dikte suara

Agar responden dapat membedakan buny-bunyi secara tepat, guru dapat memberikan dikte. Bunyi-bunyi yang didiktekan haruslah ucapan-ucapan yang sering salah, guru dapat mengucapkan beberapa kata yang masih sering diucapkan salah, kemudian responden menulisnya.

d. Latihan tekanan

Dalam latihan ini, guru memberikan contoh-contoh dan siswa menirukan. Guru memberikan gambaran di papan tulis yang dapat disusun bertangga tentang tekanan yang diutamakan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih dipentingkan adalah bahan latihan dan cara melatih, sebab belum adanya paham yang sama.

Dalam hal kesalahan penggantian kata, hal ini sering dilakukan pembaca pemula yang sedang belajar membaca.

Membaca ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh ranah kognisi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh keterampilan dasar (Gunarso, 1990). Oleh karena itu, keterampilan membantu seseorang membentuk suatu konsep, dan di pihak lain anak sedang memobilisasi proses berfikirnya. Seandainya anak tidak dapat menghubungkan makna potensial dengan sesuatu yang dimiliki, anak tidak dapat mengetahui pesan tersebut. Pada masa awal belajar membaca, setidak-tidaknya anak berada pada dua periode awal dari enam periode yang dikemukakan Chall (1963, dalam Ellis, dkk, 1989) bahwa pembaca yang potensial pada periode pre-reading berarti pembaca sudah dapat mengumpulkan pengetahuan tentang huruf dan membedakannya. Pada tahap berikutnya (decoding) anak sudah belajar mengasosiasikan antara perangkat huruf dan kata-kata yang dituturkannya. Di pihak lain juga dinyatakan bahwa pembaca yang kurang mahir biasanya tidak menyadari bahwa pembaca memiliki kekurangan pemahaman. Selain itu, pembaca juga seringkali tidak mampu menerapkan suatu strategi koreksi yang tepat (Margaret dan Bonnie, dalam Cleary; Michael, 1993: 313-324).

Jadi, siswa melakukan hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain yaitu kurangnya pengetahuan pengalaman yang dimiliki, belum mampu membedakan dan merangkai huruf. Untuk itu, langkah perbaikan yang diberikan sesuai dengan penelitian ini adalah mengajarkan dengan cara bercerita dan

memperkenalkan huruf-huruf melalui kalimat, kata, suku kata, dan huruf melalui kegiatan dan kreativitas. Misalnya anak diminta mencari dan menyusun kartu sesuai dengan pembelajaran membaca permulaan. Hal tersebut haruslah dilakukan berdasarkan atas bahan pembelajaran yang lebih mudah.

Dalam hal kesalahan penggantian kelompok kata, siswa biasanya tidak memperhatikan makna yang dibaca. Sebagian besar pengajaran membaca yang sistematik, padahal akan masuk ke dalam rangkaian kesatuan dari penekanan kode sampai dengan makna. Decoding adalah fokus, namun makna tidak boleh ditinggalkan (Ellis, 1989). Adapun penekanan pada pengajaran awal (dan berikutnya) tujuannya adalah sama, yaitu menghasilkan pembaca yang dapat dan mampu membaca secara nyata. Oleh karena itu, guru harus pandai memilih metode membaca yang tepat bagi siswanya (Depdikbud, 1995/1996).

Berkaitan dengan kesalahan penggantian ini, tujuan guru adalah membimbing siswanya agar dapat membaca dengan menggunakan berbagai cara, cara tersebut misalnya sebagai berikut.

a. Siswa diminta membaca kembali bacaan yang berupa kelompok kata yang digantinya. Cara demikian diharapkan anak mampu memahami kelompok kata yang baru saja diucapkan.

b. Cara pengulangan tersebut dapat diberikan dengan membaca secara utuh dari apa yang diucapkan tersebut, pada akhirnya diharapkan anak memahami secara pelan-pelan, bahwa huruf, kata atau kelompol kata yang menggantinya ternyata salah.

c. Dari huruf, kata atau kelompol kata yang digantikan tersebut jika cara membacanya dan ucapannya sudah benar, anak kemudian diminta membaca berulang-ulang sampai paham mana yang benar dan mana yang salah.

d. Responden diminta menuliskan kata yang digantinya, agar lebih jelas tentang huruf dan kata yang digunakan. Pada akhirnya anak diajarkan membaca dengan metode yang sesuai dengan karakteristik anak misalnya dengan metode SAS.

Dokumen terkait