• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

AL-QUR’AN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

D. WAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT DI DALAM AL-QUR’ANDI DALAM AL-QUR’AN

4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja yang kerap disingkat de­ ngan K3 adalah salah satu bidang yang dikaji dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat. Istilah keselamatan dan kesehatan sangat erat hubungannya tetapi tidaklah sama. Salah satu pen­ dapat mengatakan bahwa keselamatan dikaitkan dengan kecela­ kaan sedangkan kesehatan berhubungan dengan penyakit. Pen­ dapat ini tentu sangat akurat untuk menggambarkan lingkup

keselamatan dan kesehatan kerja. Tinggal lagi masalahnya ada­ lah batasan nya saja. Contoh yang menarik adalah, tekanan hidup atau stres yang dapat menyebabkan gangguan sistem pencer­ naan atau perilaku sehingga berupa faktor gangguan kesehatan. Meskipun demikian, seseorang yang bekerja yang mengalami stres berkepanjangan cenderung bekerja tidak penuh perhatian dan itu dapat menyebabkan kecelakaan sehingga stres menjadi faktor keselamatan juga.60

K3 menjadi bidang yang harus mendapatkan perhatian se­ rius karena berhubungan dengan produktifitas suatu bangsa. Ti­ dak ada jaminan terhadap keselamatan kerja atau lingkungan

60 Indah Rachmatiah Siti Salami, Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2015), h. 1.

kerja yang ber potensi menimbulkan penyakit bagi karyawan­ nya, tentu akan sangat berpengaruh pada etos kerja. Sebaliknya, keberadaan K3 yang sudah tersistem dengan sangat baik dan se suai dengan standar K3 tentu akan memberikan rasa nyaman bagi pekerja sehingga mereka dapat senantiasa meningkatkan produktifitas kerjanya.

Dalam sudut pandang keagamaan, ada masalah yang harus didudukkan kaitannya dengan K3. Pandangan teologis yang ti­ dak tepat terhadap K3 akhirnya memberi persepsi yang keliru. Sebut saja misalnya, sering kali bencana menjadi wacana di ka­ langan umat manusia untuk menyadarkan orang lain atas kela­ laiannya terhadap suruhan Tuhan. Anggapan yang demikian ini menempatkan manusia menjadi orang yang dirugikan dua kali, yang pertama, dia sudah rugi dari segi materi dan fisik karena bencana yang dideritanya. Kedua, ia menjadi hamba yang terhu­ kum karena dituduh mendapatkan azab Tuhan.

Bencana demi bencana sering kali memunculkan spekulasi­ spe kulasi teologis di masyarakat. Pada akhirnya, mereka terje­ bak dalam dua per angkap teologis yang mengharukan. Kadang meng kambinghitamkan korban sendiri, ataupun menyalahkan Tuhan yang dianggap sebagai pihak yang tak pandang ampun dan tak kenal belas kasihan menghajar hamba­hambanya. Kira­ nya, untuk keluar dari keterjebakan berikut adalah dengan me­ lakukan pergeseran paradigma teologi. Bagaimana caranya agar manusia itu sendiri menyadari kesalahannya, sehingga ia dapat mengantisipasi kemungkinan­kemungkinan yang dapat men ce­ lakakan dirinya.

Tanpa mengabaikan dimensi Ilahiah, dalam perspektif K3, keselamatan dan kesehatan itu sejatinya bagian dari “rekayasa” manusia untuk menata hidupnya agar tidak mengalami kece­ lakaan atau sakit.

Di sinilah urgensi K3 untuk memastikan pekerja yang ke­ sehariannya mencari nafkah buat keluarga dan juga bekerja un­ tuk perusahaan harus memperoleh “jaminan” keselamatan dan

BAB 2 AL-QUR’AN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

63 kesehatan kerja itu. Kata “jaminan” yang diberi tanda kutip itu menandakan bahwa dari sisi teologis tidak ada manusia yang bisa menggaransi dirinya dan orang lain. Allah yang memili ki hak untuk hal itu. Namun sebagai manusia yang diberi bekal nalar, akal dan ilmu pengetahuan, dengan ilmunya manusia da­ pat memilah dan memilih serta menentukan mana faktor­fak­ tor yang dapat membawa keselamatan dan kesehatan dirinya. Dengan kata lain, manusia mampu menciptakan lingkungan ker­ ja yang memberikan keselamatan dan kesehatan kerja. Kenda­ ti demikian, di dalam kalbunya ia harus memberi ruang untuk mengakui ada kekuatan dan ketentuan Allah yang tidak bisa ditebak atau diprediksi. Katakanlah bencana alam berupa gem­ pa besar atau tsunami. Hal­hal seperti ini harus dikembalikan kepada qudrah dan iradat Allah Swt..

Di dalam Al­Qur’an kita diperintahkan untuk bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kata amal dengan segala derivasinya diungkap di dalam Al­Qur’an. Paling tidak ada 602 kali kata amal yang diter jemah kan dengan kerja. Dalam bahasa Indonesia, kata “amal” ini dipersempit maknanya dengan ibadah. Beramal sama dengan beribadah. Sejatinya tidak demikian. Kata “amal” harus dikembalikan kepada makna asalnya yaitu kerja.

Beberapa ayat berikut ini penting untuk diperhatikan: QS. at-Taubah [9]: 105.

ِِلاَع َلِإ َنوُّدَرُـتَسَو َنوُنِمْؤُمْلاَو ُهُلوُسَرَو ْمُكَلَمَع َُّللا ىَرَـيَسَف اوُلَمْعا ِلُقَو

َنوُلَمْعَـت ْمُتْـنُك اَِب ْمُكُئِّبَنُـيَـف ِةَداَهَّشلاَو ِبْيَغْلا

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Ada juga ayat yang berisi perintah bekerja dan mencari nafkah tetapi tidak menggunakan kata “amal”. Berkaitan dengan hal ini dapat dilihat pada QS. al-Jumu’ah ayat 9­10.

ِرْكِذ َلِإ اْوَعْساَف ِةَعُمُْلا ِمْوَـي ْنِم ِةلاَّصلِل َيِدوُن اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّـيَأ َي

ُةلاَّصلا ِتَيِضُق اَذِإَف .َنوُمَلْعَـت ْمُتْـنُك ْنِإ ْمُكَل ٌرْـيَخ ْمُكِلَذ َعْيَـبْلا اوُرَذَو َِّللا

َنوُحِلْفُـت ْمُكَّلَعَل اًيرِثَك ََّللا اوُرُكْذاَو َِّللا ِلْضَف ْنِم اوُغَـتْـباَو ِضْرلأا ِفي اوُرِشَتْـناَف

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan ting-gal kanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika ka mu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaran lah ka-mu di ka-muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah ba-nyak-banyak supaya kamu beruntung.

Perintah mencari rezeki atau karunia Allah setelah selesai melak sana kan shalat menunjukkan pentingnya bekerja. Tidak berlebihan jika disebut bahwa perintah shalat sejajar dengan mencari nafkah. Keduanya harus ditunaikan sebagai kewajiban Muslim. Hanya saja yang menarik di akhir hayat, ada pernyataan Allah, banyaklah berzikir kepada Allah mudah­mudahan kamu berbahagia. Perintah berzikir tentu saja tidak saja berkenaan dengan mengingat Allah, tetapi juga bermakna menjaga nikmat Allah, terutama yang berkenaan dengan diri sendiri. Oleh ka re­ na itu, seseorang dilarang menceburkan dirinya kepada keseng­ saraan.

Di dalam surah al-Baqarah [2]: 195, Allah Swt. berfirman:

ُّبُِي ََّللا َّنِإ اوُنِسْحَأَو ِةَكُلْهَّـتلا َلِإ ْمُكيِدْيَِب اوُقْلُـت لاَو َِّللا ِليِبَس ِفي اوُقِفْنَأَو

َينِنِسْحُمْلا

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang ber-buat baik.

BAB 2 AL-QUR’AN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

65 Pada ayat ini perintah berinfak sebagai perbuatan yang positif dilawankan dengan larangan menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Ayat ini bisa bermakna bahwa orang yang kikir dan pelit sesungguhnya ia mencelakakan dirinya sendiri. Namun ayat di atas dapat juga dipahami terpisah. Larangan menjatuhkan di­ ri ke dalam kebinasaan bermakna umum. Orang yang bekerja mencari harta kendatipun tujuannya untuk berinfak di samping sebagai nafkah buat keluarganya, jika tidak memperhatikan ke­ selamatan dan kesehatannya akan merana. Bahkan ia tentu tak bisa lagi beramal saleh seperti sedekah, infak maupun zakat.

Dengan demikian, kita akan sampai kepada sebuah pema­ haman yang sangat menarik. Dorongan Al­Qur’an untuk men­ cari nafkah agar sebagian dari harta itu bisa diinfakkan me nis ca­ yakan setiap Muslim harus memastikan ia bekerja dalam kon disi yang aman dan menjamin keselamatannya juga kesehatan nya. Sebaliknya, ia tidak boleh mencari nafkah secara asal­asalan dan tidak mempertimbangkan keselamatan dirinya walaupun tuju­ annya untuk memberi infak.

Kebahagiaan yang diisyaratkan dengan kata tuflihun pada surah al-Jumu’ah di atas mengingatkan bahwa kesehatan dan kese lamatan dalam bekerja merupakan salah satu unsur yang mem bawa kebaha giaan baik itu untuk pribadinya sendiri mau­ pun buat keluarga bahkan perusahaannya.

Tentu informasi Al­Qur’an tentang kesehatan masyarakat dengan segala dimensinya harus dikaji dan terus ditelaah. Ada banyak ayat­ayat yang sejatinya dapat dielaborasi sehingga da­ pat memberi perspektif baru tentang wawasan Al­Qur’an tentang kesehatan masyarakat.

BAB 3

KONSEP MAKANAN DAN GIZI DALAM