• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian ekologi untuk ekowisata bahari adalah suatu kriteria penilaian untuk sumberdaya dan lingkungan yang disyaratkan atau dibutuhkan bagi pengembangan ekowisata bahari. Pengembangan ekowisata yang berbasis pada ketersedian potensi sumberdaya hayati suatu kawasan sangat ditentukan oleh kesuaian secara ekologis. Wisata bahari seperti diving dan snorkeling sangat didukung oleh kesesuaian ekosistem terumbu karang yang sehat dan berada dalam kondisi yang bagus, yang akan menjadi objek dan daya tarik yang diincar oleh wisatawan (Salm 1986).

Daya dukung didefinisikan oleh Bengen dan Retraubun (2006) sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya atau kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung didalamnya dan memperhitungkan faktor lingkungan serta faktor lainnya yang berperan di alam. Sedangkan daya dukung wisata merupakan tingkat pengunjung yang memanfaatkan suatu kawasan wisata dengan perolehan tingkat kepuasan yang optimal dengan dampak yang minimal terhadap sumberdaya. Konsep ini memiliki dua konsep utama yang membatasi perilaku pengunjung yang berkaitan dengan daya dukung, yaitu (1) kondisi lingkungan dan (2) kondisi sosial budaya masyarakat (Mc Neely 1994).

Mc Neely (1994) menambahkan juga bahwa daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya. Daya dukung ekowisata juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana objek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana tersebut dilampaui, maka akan terjadi degradasi sumberdaya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya (Ceballos - Lascurain 1991; Simon et al. 2004).

Ekosistem terumbu karang sebagai media wisata mempunyai kapasitas

tertentu dalam melangsungkan fungsinya secara berkelanjutan. Berkaitan dengan

pemanfaatan non-ekstraktif, dalam hal ini pariwisata, maka upaya pelestarian

alam pada ekosistem terumbu karang yang ada hanya akan menampakkan hasil yang diharapkan bila pengembangan pariwisata yang dilakukan terkontrol dengan

baik, sementara perencanaan penggunaan kawasan terformulasikan dengan baik

dan benar, serta upaya pemantauan dan pengendalian atas kemungkinan dampak

negatif yang timbul dengan selalu melakukan upaya penegakan hukum secara

terarah dan konsisten (Wiharyanto 2007). Ada enam faktor yang menentukan

kapasitas daya dukung terumbu karang, yaitu: (1) Ukuran dan Bentuk Karang (2) Komposisi dan komunitas karang, Kedalaman, Arus dan Kecerahan perairan (4) Tingkat pengalaman snorkeler dan diver (5) Aksesbilitas dan (6) Atraksi (Lim 1998).

Konsep daya dukung digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan kapasitas ekosistem terumbu karang sehingga dapat meminimalisasi bahkan mengurangi kerusakan akibat aktifitas kegiatan pariwisata (Salm 1986) yang ditandai dengan penurunan persentase life hard coral cover atau meningkatnya kerusakan karang akibat kegiatan penyelaman (Schleyer dan Tomalin 2000). Kerusakan terumbu karang akan menjadi minimal jika pengelolaan kawasan sesuai pemanfaatannya berada di bawah konsep daya dukung, sebaliknya apabila pemanfaatannya diatas daya dukung maka akan sangat meningkatkan kerusakan terumbu karang (Hawkins dan Roberts 1997).

Beberapa penelitian tentang daya dukung pengunjung dan dampak penyelam terhadap terumbu karang yang fokus pada SCUBA divers di Laut Merah (Mesir), Laut Karibia dan Great Barrier Reef (Australia) (Davis dan Tisdell 1995; Hawkins dan Robert 1997; Jameson et aI. 1999). Dari hasi

penelitian ini didapatkan bahwa daya dukung (carrying capacity) untuk wisata bahari di kawasan terumbu karang tergantung tidak hanya pada jumlah

penyelam, tetapi juga tipe penyelaman, latihan, pendidikan mereka, tipe dari

bentuk pertumbuhan karang dan struktur komunitas karang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karang dapat dirusak oleh kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas penyelam amatir, dan pada berberapa kasus pembangunan

infrastruktur yang berasosiasi dengan wisata bahari dapat menyebabkan kerusakan pada lokasi penyelaman itu sendiri.

Pengembangan wisata bahari dan penerapan batas pelestarian (melalui

kapasitas daya dukung atau toleransi batas perubahan) sangat tergantung

pada situasi kondisi lingkungan perairan. Dampak yang berpengaruh pada

kualitas lingkungan laut juga akan berdampak pada wisata bahari baik yang

berdiri sendiri, maupun yang tidak berhubungan langsung dengan pariwisata,

tapi memiliki efek yang mengganggu (Davis dan Tisdell 1996). Selanjutnya

ditambahkan oleh de Vantier dan Turak (2004) bahwa dari perspektif

estetis (sosial/kenyamanan) mengendalikan jumlah penyelam dilakukan

dengan mengatur jumlah rata-rata penyelam sehingga penyelam memperoleh

kenyamanan ketika menyelam.

Berbagai aktifitas wisata bahari seperti diving dan snorkeling yang tidak

terkontrol, dapat menimbulkan kerusakan terhadap karang baik dari peralatan

seperti tabung (diving), fin dan kamera underwater. Aktifitas gerakan penyelam

seperti kayuhan fin dapat menyebabkan pengadukan sedimen didekat karang

(Zakai dan Chadwick 2002). Begitu juga beberapa interaksi dan kontak yang

kompleks dari kegiatan penyelam terhadap terumbu karang seperti tipe

penyelaman, kondisi alam lokasi (hamparan karang, arus, tipe komunitas karang

dan kharakteristik lainnya) yang beragam antara lokasi, pengalaman/ tingkah

laku penyelam, tingkat kerusakan karang, konsentrasi penumpukan penyelam,

pemisahan aktifitas selam, akses ke lokasi selam, berjalan di karang pada

snorkeling, tambatan atau jangkar kapal dan ukuran dari lokasi selam, yang

kesemuanya dapat mempengaruhi daya dukung, dan sangat penting diperhatikan

dalam menetapkan jumlah penyelam per lokasi (Barker dan Roberts 2003).

Beberapa penelitian tentang daya dukung (carryng capacity) terumbu karang dan dampak yang diakibatkan oleh penyelam terhadap terumbu karang telah dilakukan di Laut Merah (Mesir), Laut Karibia dan di Great Barrier Reef Australia (Davis dan Tisdell 1995; Hawkins dan Robert 1997; dan Jameson et al. 1999). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa daya dukung untuk wisata bahari, tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah penyelam, tapi tergantung juga pada tipe penyelam, latihan dan pendidikan mereka, tipe pertumbuhan karang, dan struktur

komunitas karang. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa kerusakan karang dapat diakibatkan oleh kerusakan lingkungan, penyelam amatir dan beberapa kasus pembangunan infrastruktur yang berasosiasi dengan wisata bahari. Daya dukung kawasan Daerah Perlindungan Laut untuk kegiatan wisata diving dan snorkeling dapat diestimasi dengan menggunakan angka yang direkomendasikan Hawkins dan Robert (1997) yaitu 5 000 – 6 000 penyelam perlokasi pertahun, bergantung pada jumlah lokasi penyelaman yang dapat digunakan. Sebaliknya Dixon et al. (1993) memberi batasan yaitu 4 000 – 6 000 penyelam perlokasi pertahun, hal ini disebabkan karena penyelaman sebelumnya telah memberi dampak kerusakan pada struktur komunitas karang di Banaire (Laut Karibia).

2.6. Aspek Sosial Wisata

Dokumen terkait