• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Pertimbangan Hakim Pra Pradilan dengan Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

54

Penulis Sependapat dengan Pertimbangan Hakim Tingkat I, mengenai Pemeriksaan Oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga yang melakukan Razia setelah ditelaah sudah sesuai dengan Prosedur Hukum yaitu dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam hal pembelaan yang disampaikan Pemohon dalam persidangan menunjuk saksi yaitu, Suharno sebagai Penggemudi 1 (satu) Unit Armada GRANDMAX Warna hitam Nomor Polisi H 8412 VC Pemilik Kendaraan Endar Susilo yang juga sebagai Komisaris LBH “SOLIDARITAS”. Pada saat dilakukan operasi razia, saksi tidak bersedia menandatangani surat tilang tersebut, Dalam hal tersebut yang harus dilakukan Petugas Satlantas Polres Salatiga yaitu, Pada Pasal 27 ayat (4) PP No 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penindakan Pelanggran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “ Dalam Hal pelanggar tidak bersedia menandatangani surat tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Petugas harus memberikan catatan. Karena menurut hemat penulis surat tilang harus ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dan pelanggar PP No 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Pasal 27 ayat (1), dijelaskan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan dilakukan

55

menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 270 ayat (4) UU No 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa tata penyitaan kendaraan umum berdasarkan Kitab Hukum Undang-undang Pidana.

Menurut KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, maka setelah itu penyidik wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya (Pasal 38 KUHAP).

Adapun Yang dapat dikenakan penyitaan menurut pasal 39 KUHAP adalah:

1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;

2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

56

Setiap Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan berdasarkan tata cara pemeriksaan cepat yang digolongan menjadi dua bagian yaitu :

a. Tata Cara pemeriksaan terhadap tindak pidana ringan; dan b. Tata Cara pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tertentu.

Tata cara pemeriksaan yang disebutkan diatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan penertiban angkutan jalan dilaksanakan dengan penerbitan surat tilang. Terlihat jelas proses Pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga sudah mengikuti ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Akan tetapi kesalahan terjadi pada Penggemudi yaitu Suharno yang tidak memperhatikan surat-surat kelengkapan kendaraannya dan Endar Susilo sebagai pemilik kendaraan yang tidak membayar pajak STNK tersebut. Kemudian mengenai penyitaan kendaraan bermotor oleh petugas polisi lalu lintas, hal ini terkait dengan kewenangan polisi lalu lintas.

Kewenangan petugas polisi lalu lintas tersebut diatur dalam Pasal 260 UULLAJ:

(1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:

57

a. Memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;

b. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

c. Meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;

d. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;

Kemudian, mengenai penyitaan kendaraan bermotor, hal tersebut dapat dilakukan jika Pasal 32 ayat (6) PP 80/2012):

a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan;

b. Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi;

c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor;

d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau

e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.

58

Polisi memiliki kewenangan dalam menjaga ketertiban, keamanan lalu lintas dan angkutan jalan. Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar yang diperintah menjalankan badan tidak melakukan larangan-larangan perintah. Tugas, Fungsi, kewenangan dijalankan atas kewajiban untuk mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan cara melaksanakan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa perantara pengadilan.4 Pada Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (represif). Perumusan fungsi ini didasarkan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang ditari dari kondisi sosial yang menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat dan polisi yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan tindak lanjut dan amanat ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 3 ayat (2). Oleh karena itu,

4

Momo Kelana, 1984. Hukum Kepolisian. Perkembangan di Indonesia Suatu studi Histories Komperatif Jakarta: PTIK, hlm. 18

59

undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan diantaranya meliputi eksistensi, fungsi, tugas dan wewenangmaupun bantuan, hubungan dan kerjasama kepolisian. Di dalam undang-undang dimaksud, fungsi kepolisian diartikan sebagai tugas dan wewenang, sehingga fungsi kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang- undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Petugas yang melakukan pemeriksaan atau razia kendaraan bermotor di jalan harus dilengkapi surat penugasan yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Polisi Negara Republik Indonesia dan menteri untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Pegawai Negeri Sipil. Dalam surat perintah tugas tersebut, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 14, harus pula memuat beberapa hal sebagai berikut:

a. Alasan dan jenis pemeriksaan.

b. Waktu pemeriksaan.

c. Tempat pemeriksaan.

d. Penanggung jawab dalam pemeriksaan.

60

f. Daftar pejabat penyidik yang ditugaskan selama dalam pemeriksaan.

Dalam hal memiliki kendaraan bermotor seorang pribadi ataupun badan wajib memperhatikan kelengkapan kendaraan umum yang dimiki. Pasal 106 ayat (5) jo Pasal 265 UULLAJ, SIM dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memang merupakan hal yang diperiksa oleh Petugas Polisi Lalu Lintas dalam hal pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. STNK dan SIM memiliki fungsi yang berbeda, STNK berfungsi sebagai tanda bahwa kendaraan bermotor telah diregistrasi (Pasal 65 UU LLAJ), sedangkan SIM berfungsi sebagai tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kontrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan berdasarkan UULLAJ (Pasal 1 angka 4 Perkapolri No 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi), Akan tetapi dalam hal ini juga dijelaskan Dalam Pasal 70 ayat (2) UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, disebutkan “ Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun”5, penulis berpendapat bahwa operasi tilang yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga pada tanggal 5 Februari 2014 telah sesuai dengan prosedur Hukum, karena masa berlaku surat tanda nomor bermotor dan tanda nomor (STNK) berlaku secara jelas disebutkan diatas selama 5 Tahun, akan tetapi yang melanggar lalu lintas ada Pajak kendaraan yang sudah tidak berlaku lagi, sehingga Pihak Petugas Satlantas Polres Salatiga memutuskan untuk menilang Suharno

5

61

sebagai Pengemudi dan menyita kendaraan sesuai dengan ketentuan pada Lampiran 10, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No : M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dielaskan bahwa “ Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan, tidak perlu mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, akan tetapi setelah penyitaan dilakukan wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2) karena keadaan tertangkap tangan disamakan pengertiannya dengan keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Jik pwnyitaan tersebut dilakukan dalam suatu razia, tidak diperlukan izin dari Ketua Pengadilan dikarenakan bahwa tindakan polisi dalam mengadakan razia itu adalah merupakan tindakan preventif yang berada di luar jangkaun KUHAP.

2. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Pra Pradilan dengan Tata Cara

Dokumen terkait