• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 2.1 Pengenalan DVB-T

DVB dikembangkan berdasarkan latar belakang pentingnya sistem broadcasting yang bersifat terbuka (open system) yang ditunjang oleh kemampuan interoperability, fleksibilitas dan aspek komersial. Sebagai suatu open system, maka standard DVB dapat dimanfaatkan oleh para vendor untuk mengembangkan berbagai layanan inovatif dan jasa nilai tambah yang saling kompatibel dengan perangkat DVB dari vendor lain. Selain itu program digital yang dikirimkan berdasarkan spesifikasi DVB dapat ditransfer dari satu medium transmisi ke medium transmisi lain dengan murah dan mudah. Pendekatan yang dilakukan oleh DVB adalah dengan memaksimalkan perangkat eksisting dan sistem umum yang tersedia di pasar komersial.

Dengan teknologi digital, DVB dapat memanfaatkan penggunaan bandwidth secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya hanya dapat digunakan untuk satu program TV analog, dengan menggunakan DVB dapat digunakan untuk menyiarkan 8 channel TV digital. Selain penambahan kapasitas channel TV, pada media transmisi terestrial dapat diperoleh kualitas gambar yang lebih baik dan bahkan pada media kabel TV, DVB-C menawarkan layanan interaksi two-way.

DVB-T (Digital Video Broadcast Terrestrial) adalah pemancar TV yang menggunakan sistem digital pada informasinya, sistem encoding, modulasi sampai sisi penerimaannya. Perbedaan yang mendasar dari sistem pemancar TV analog dan TV digital adalah informasi yang dikirim bukan lagi informasi terpisah antara sinyal video dan sinyal audio, tetapi sudah merupakan sinyal paket data dimana didalamnya sudah terdapat sinyal video dan sinyal audio yang sudah

di-encode. Agar dapat mengirimkan paket data tersebut, tentunya juga diperlukan

Gb. 2.1. Ilustrasi TV Analog dengan TV Digital.

Karena sinyal informasi berupa paket data digital (encoded), maka pada sisi penerima harus menggunakan decoder yang dinamakan Set Top Box untuk DVB-T. Pada sistem pemancar TV analog, semakin jauh sebuah tv penerima dari stasiun pemancar, signal akan melemah dan penerimaan gambar akan berkurang kualitasnya (berbayang atau buruk). Berbeda dengan dengan sistem digital yang kualitas gambarnya akan ditangkap dengan jernih sampai pada titik dimana sinyal tidak akan diterima lagi. Pemancar tv digital hanya mengenal 2 kondisi: Terima (1) atau Tidak (0).

Selain DVB-T ada beberapa jenis DVB lainnya yaitu : • DVB-S ( Digital Video Broadcast Satellite ) DVB-C ( Digital Video Broadcast Cable ) DVB-H ( Digital Video Broadcast Handheld )

DVB-Terestrial digunakan karena beberapa alasan berikut :

- lokasi geografis dimana sinyal dari satelit tidak bisa diterima dengan baik, kalaupun bisa harus menggunakan ukuran antena parabola yang cukup lebar. Misalnya di daerah Scandinavia dan Greenland.

- kebutuhan pengguna TV yang mobile atau berpindah.

- daerah yang padat penduduk dimana jaringan TV kabel tidak bisa dikembangkan.

Ada 5 standard TV Digital yang digunakan didunia, yaitu :

- European Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) - American Advanced Television Systems Comitee (ATSC)

- Japanese Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial (ISDB-T) - the Brazilian International Standard for Digital Television (ISDTV/Tb) - the Chinese Standard for Digital Television (DTMB)

Untuk Indonesia sendiri mengadopsi standard Eropa yaitu DVB-T.

2.2 Karakteristik DVB-T

Pada perkembangannya, teknologi audio video yang berawal dari sistem analog ke digital dengan tujuan mendapatkan kualitas yang lebih baik. Era audio mono yang berkembang menjadi sistem stereo. TV monochrome (hitam putih) berubah menjadi TV warna. Dari kualitas VCD (Video CD) sampai DVD (Digital Versatile Disc), semakin tinggi kualitas audio video, akan semakin besar membutuhkan kapasitas Transport Stream yang lebih besar juga. Dalam teknologi transmisi digital, hal ini berhubungan dengan pemakaian bandwidth yang akan semakin besar.

Salah satu keputusan mendasar yang diambil dalam menetapkan standard DVB adalah pemilihan MPEG-2 sebagai "data containers / Transport Stream". Dengan konsepsi tersebut maka transmisi informasi digital dapat dilakukan secara fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis informasi apa yang akan disimpan dalam "data container" tersebut. Pemilihan MPEG-2 untuk sistem coding dan kompresi dilakukan karena terbukti bahwa MPEG-2 mampu memberikan kualitas

yang baik sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Dari sudut pandang komersial, pengadopsian MPEG-2 yang merupakan standard eksisting dan proven sangat menguntungkan karena memungkinkan DVB untuk berkonsentrasi pada upayanya dalam menemukan cara untuk mengemas paket data MPEG-2 melalui media transmisi yang berbeda-beda termasuk satelit, kabel, maupun terestrial. Chip-sets untuk keperluan coding dan decoding MPEG-2 telah tersedia secara komersial sehingga harga decoder di pasar komersial berharga murah. Walaupun demikian karena MPEG-2 yang terdapat pada dokumen ISO bersifat generik, maka proyek DVB mengembangkan dokumen yang berisikan pembatasan terhadap sintaks dan parameter MPEG-2 serta rekomendasi nilai yang digunakan dalam aplikasi DVB. Selain itu, MPEG-2 memungkinkan desain decoder yang fleksibel seiring peningkatan kualitas pada sisi encoding. Setiap peningkatan unjuk kerja baru karena pengembangan sistem encoding akan secara otomatis direfleksikan pada kualitas gambar dari decoder.

DVB menawarkan perbaikan – perbaikan dari sisi kualitas gambar dengan resolusi yang lebih tinggi dan suara yang istilahnya "cinema sound" serta penggunaan program siaran yang lebih banyak. Pada DVB umumnya baik DVB-S, DVB-C maupun DVB-T, modulasi digital digunakan untuk mengurangi bandwidth transmisi sinyal data.

Pada DVB-T, karakteristik transmisi terestrial selalu ada gangguan berupa:

- multipath reception, berupa sinyal echo / pantulan yang berasal dari bangunan gedung, gunung, pepohonan ataupun kendaraan.

- Additive White Gaussian Noise (AWGN) - Interferensi dari pemancar radio lainnya

- Efek Doppler, pada keadaan penerimaan bergerak

DVB-T menggunakan metode multi carrier yaitu Orthogonal Frequency Division

Multiplexing (OFDM) karena akan memperkecil penggunaan bandwidth frekuensi

BAB III

MODULASI DAN SISTEM CODING PADA DVB-T

3.1 Modulasi Digital

Pada sistem analog, informasi yang dikirim sering mengalami kecacatan karena dibutuhkan sinyal yang sangat linear. Dengan sistem digital, cacat informasi bisa dihindarkan. Informasi atau data yang akan dikirim disimpan dalam format digital

Binary Digit (bit). Hal ini untuk menghidari cacat informasi saat proses transmisi karena

saat informasi tersebut mengalami kecacatan, akan bisa diperbaiki dan ditata ulang menggunakan error control code atau sistem error correction.

Didunia TV informasi video audio yang dikirim akan membutuhkan transfer rate yang sangat tinggi karena gambar bergerak dan suara analog yang dirubah ke format digital untuk mendapatkan kualitas bagus, kapasitasnya sangat besar. Dengan sistem multicarrier data yang dikirimkan akan sangat efisien dengan menggunakan sistem Orthogonal

Frequency Division Multiplexing (OFDM).

OFDM dipilih untuk siaran TV / komunikasi digital karena :

1. OFDM meningkatkan efisiensi frekuensi pada channel transmisi komunikasi digital. 2. OFDM tahan terhadap gangguan interferensi. Hanya sebagian kecil frekuensi

subcarrier yang bisa terpengaruh. Namun hal ini dapat diatasi dengan tehnik FEC

(Forward Error Correction).

3. OFDM cocok diaplikasikan untuk daerah yang berpotensial menghasilkan multipath

signal.

4. OFDM mudah digunakan untuk siaran TV dan pengguna yang bergerak (mobile). 5. OFDM sangat menguntungkan pada penggunaan jaringan siaran TV pada satu

3.1.1 OFDM

Gb. 3.1. Coded - Orthogonal Frequency Division Multiplex (COFDM)

DVB-T menggunakan modulasi OFDM (Orthoghonal Frequency Divion Multiplex) yaitu metode transmisi multicarrier yang berisi banyak subcarrier

dimana tiap – tiap subcarrier-nya tidak akan saling mengganggu (interfere) karena mereka saling tegak lurus (orthogonal). Setiap subcarrier-nya bisa dimodulasi secara terpisah yang berisi informasi berbeda dan tidak akan saling mengganggu.

QPSK (Quadrature Phase Shift Keying), 16QAM (16 Quadrature Amplitude Modulation) atau 64QAM (64 Quadrature Amplitude Modulation) adalah jenis –

jenis modulasi subcarrier yang dipakai pada DVB-T, dalam hal ini pemancar yang dianalisa milik KTDI menggunakan modulasi 16QAM. Dalam 1 channel frekuensi dengan lebar bandwidth 6 / 7 / 8 MHz, terdapat banyak subcarrier. Dengan Coded Orthogonal Frequency Division Multiplex (COFDM) dilengkapi dengan sistem proteksi error / FEC (Forward Error Correction).

Gb. 3.2. Spektrum Modulasi OFDM

Gambar diatas menunjukkan gabungan dari beberapa subcarrier (QAM), yang membentuk transisi fasa pada batas simbolnya.

Gb. 3.3. Bentuk sebenarnya OFDM menggunakan alat ukur

Lebar bandwidth satu channel DVB-T untuk band UHF adalah 8 MHz yang merupakan standard untuk broadcasting TV. Span bandwidth 16 MHz. Satu div / kotak mewakili lebar frekuensi 2 MHz.

Pada gambar diatas, koordinat Lower (-4,-40) dan Upper (4,-40) merupakan titik yang dinamakan Shoulder Attenuation, dimana hasil pengukuran yang sebenarnya menggunakan alat ukur harus -30 dB dari level puncaknya (peak level).

Gb.3.4. Shoulder attenuation

DVB-T menggunakan modulasi OFDM mode 2048 carrier (2k) atau 8192 carrier (8k). Namun tidak semua dari carrier tersebut digunakan sebagai payload

carrier / carrier pembawa informasi utama. Untuk mode 2k ada 1512 sebagai

payload carrier. Untuk mode 8k ada 6048 sebagai payload carrier-nya. Macam – macam carrier yang terdapat pada DVB-T adalah :

- Payload carrier - Inactive carrier - Continual pilot - Scattered pilot

- Transmission Parameter Signalling / TPS carrier

Payload carrier adalah carrier yang digunakan untuk membawa data transmisi yang sebenarnya. Pinggiran carrier pada upper dan lower channel di-set ke nol, tidak ada modulasi dinamakan Inactive carrier. Continual pilot berada pada sumbu utama pada sumbu "I" (in-phase). Continual pilot dinaikkan levelnya (boost) 3 dB

diatas sinyal power rata – rata dan digunakan direceiver sebagai referensi fasa dan untuk Automatic Frequency Control (AFC), misalnya untuk men-locked frekuensi pada frekuensi pemancar. Scattered pilot menyebar pada semua spektrum dari sebuah channel, dari simbol ke simbol dan menjadi sinyal sweep secara virtual pada channel tersebut. Dalam tiap simbol, terdapat Scattered pilot tiap 12 carrier. TPS carrier berada di posisi frekuensi yang tetap. Misalnya carrier no.50 adalah TPS carrier. TPS carrier ini mewakili informasi parameter transmisi pada sebuah channel yang dipancarkan.

Parameter – parameter yang dibawa oleh TPS adalah: - Nomer Frame : 00 / 01 / 10 / 11

- Tipe constellation : QPSK, 16QAM, 64QAM - Mode subcarrier : 2k atau 8k

- Forward Error Correction Code Rate : 1/2, 2/3, 3/4, 5/6, 7/8 - Guard interval : 1/4, 1/8, 1/16, 1/32

- Bandwidth yang digunakan : 6, 7, 8 MHz

3.1.2 QPSK, 16QAM, 64QAM

Quadrature Amplitude Modulation (QAM) merupakan modulasi digital

yang digunakan pada DVB-T. Merupakan bentuk modulasi yang berisi 2 digital bit streams dengan merubah amplitudo dari dua gelombang carrier menggunakan Amplitude Shift Keying (ASK). Dua gelombang tersebut yang biasanya sinusoidal akan saling beda fasa 90º dan dinamakan quadrature carrier. Gelombang modulasi saling menjumlahkan dan menghasilkan gelombang kombinasi antara Phase Shift Keying (PSK) dan Amplitude Shift Keying (ASK). Pada QAM biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram konstelasi / constellation diagram. Bentuk yang paling umum adalah 4QAM / QPSK, 16QAM, 64QAM, 128QAM dan 256QAM. Dengan menaikkan nilai QAM akan mungkin untuk lebih banyak mengirimkan transfer rate data lebih besar. Semakin tinggi transfer rate data artinya kualitas informasi akan semakin bagus maka akan semakin rentan terhadap gangguan.

Berikut perbandingan constellation diagram antara QPSK, 16QAM dan 64QAM:

Gb. 3.5a. Constellation diagram QPSK

Gb. 3.5c. Constellation diagram 64QAM

Gb. 3.5d. Sinyal constellation MQAM

Dari gambar diatas, dengan menggunakan alat ukur analisa pengukuran yang bisa dilakukan dengan hasil constellation diagram adalah:

- Signal/noise ratio S/N - Phase Jitter

- I/Q amplitude imbalance - I/Q phase error

- Modulation error rate

3.1.3 Modulation Error Rate

Modulation Error Rate (MER) adalah pengukuran parameter dari semua

efek interferen yang terjadi pada link transmisi DVB-T. Seperti pada Signal/noise ratio, pengukuran MER menggunakan satuan dB. MER akan sama dengan S/N hanya jika ada satu efek noise saja. Pada gambar dibawah, tampak terjadi deviasi pada constellation diagram. Apabila deviasi yang terjadi terlalu besar, titik tersebut akan menyentuh batas dari bit sehingga muncul bit error.

I

Gb. 3.6. Error Vector menunjukkan Modulation Error Rate (MER)

Deviasi yang terjadi pada garis batas diatas, bisa dianggap sebagai pengukuran parameter untuk magnitude dari arbitrary interferrer. Saat melakukan pengukuran MER, dengan asumsi bahwa titik yang sebenarnya pada daerah constellation

bergeser menjauh dari tengah – tengahnya yang berarti terjadi error karena interferen. Untuk nilai MER yang dianggap normal menggunakan alat ukur adalah harus lebih besar dari 33 dB.

Perbedaan mendasar dari ketiga constellation tersebut adalah semakin tinggi nilai QAM-nya maka akan semakin besar pula transfer rate data yang bisa ditransmisikan, tetapi akan sangat rentan terhadap gangguan yang bisa merusak sinyal. 16QAM lebih besar transfer rate data yang bisa ditransmisikan daripada QPSK. 64QAM akan lebih besar lagi transfer rate data yang dtransmisikan. Tetapi semakin besar transfer rate, akan semakin rentan terhadap gangguan yang bisa menimbulkan cacat informasi.

3.1.4 Guard Interval

Pada OFDM terdapat parameter yang dinamakan Guard Interval yang fungsinya untuk menghilangkan inteferensi intersimbol dengan memberi jarak / spacing dan waktu untuk impulse response pada suatu channel saat encoder berubah nilai simbolnya dan saat decoder menerima sinyal demodulasi. Guard interval dihasilkan dengan membuat sebagian salinan simbol guard interval tersebut pada bagian akhir saat akan dipancarkan dan mememancarkannya pada bagian awal dari sebelum simbol datanya seperti tampak pada gambar dibawah. Pada DVB Guard Interval adalah : 1/4, 1/8, 1/16 atau 1/32 dari simbol periode OFDM.

Gb. 3.7. Guard Interval pada DVB

Tanpa Guard Interval pada receiver akan terjadi gangguan berupa interferensi intersimbol yang disebabkan multipath propagation. Pemilihan nilai Guard Interval akan mempengaruhi kapasitas isi siaran pada channel yang tersedia.

Berdasarkan buku Coding and Modulation for Digital Television karangan

Gordon Drury, Garik Markarian dan Keith Pickavance didapat rumus penghitungan lebar bandwidth yang bisa digunakan adalah :

Rdes = Transport Stream data rate yang digunakan

W = lebar bandwidth yang digunakan pada satu channel (6, 7, 8 MHz) D = delay maximum => 100 µs

R = FEC code rate (1/2, 2/3, 3/4, 5/6, 7/8 ) fo = jarak antar subcarrier (subcarrier sparation) Ns = total subcarrier

ksubcarrier = jumlah informasi bit per subcarrier B = total bandwidth yang dipakai Constellation = (QPSK, 16-QAM, 64-QAM)

Digunakan guard time interval : T GUARD = 4 x D

Didapat persamaan :

T(symbol duration) = 5 x TGUARD

Jarak antar subcarrier (subcarrier sparation): fo = 1 / ( T - TGUARD )

Simbol OFDM ditentukan oleh : k = T x Rdes

Dengan constellation QPSK, 16-QAM atau 64-QAM dan FEC code rate (R) jumlah informasi bit per subcarrier didapatkan :

k subcarrier = R log2 • Constellation

Total subcarrier didapat dari perhitungan : Ns = k / k subcarrier

Dengan subcarrier sparation ( fo) , didapat total lebar bandwidth :

B = fo x Ns

Hasil yang didapat harus lebih kecil dari lebar bandwidth yang digunakan << W = 6,7, 8 MHz.

Tabel 3.1 Net Data Rate pada lebar bandwidth 8 MHz

Berdasarkan tabel diatas, akan didapat perhitungan banyaknya jumlah isi siaran sebagai berikut:

X = net_data_rate / TS data rate

x = jumlah isi siaran dalam satu bandwidth Rdes = Transport Stream data rate

3.2 Sistem Coding

Data stream yang akan dimodulasi dan ditransmisikan oleh pemancar berisi source coding (Transport Stream) dan channel coding.

Source coding atau disebut juga Transport Stream / TS merupakan coding yang yang terdiri dari :

- MPEG audio dan video coding - Data insertion

- Multiplexing - Scrambling code

Sedangkan untuk channel coding yang merupakan Forward Error Correction code terdiri dari :

- Outer Reed Solomon coding - Bit interleaver coding - Inner coding FEC LP Symbol Inter-leaver Frame Adapt. IFFT Guard Interv. Insert. Pre-Corr. FIR Filter FEC HP (Option) Dem u x Bit Inter-leaver Band-Pass Filter IF RF M ap p er Power Ampl. TS1 TS2 Pilots, TPS

C(oded) O(rthogonal) F(requency) D(ivision) M(ultiplex)

(2, 4, 6)

Gb. 3.8a. Blok Diagram Modulator DVB-T (C-OFDM)

Pada gambar (Gb.8a Blok Diagram Modulator DVB-T) diatas menunjukkan bahwa COFDM merupakan inti dari sistem pemancar DVB-T. Input sinyal yang disebut TS1 dan TS2 / Transport Stream merupakan gabungan data

stream yang menggunakan format MPEG-2 (Moving Picture Experts Group versi

2) yang berisi beberapa program siaran. MPEG-2 adalah format standard

internasional untuk coding dan compression data video dan audio.

TS1 sebagai input LP (Low Priority) akan mendistribusikan MPEG-2 dengan data rate yang tinggi, kompresi data rendah sehingga kualitas gambar / suara bagus, error protection rendah dengan modulasi 16QAM / 64QAM. Sedangkan TS2 merupakan input HP (High Priority) mendistribusikan MPEG-2 dengan data rate yang lebih rendah, kompresi data tinggi sehingga kualitas gambar / suara rendah, tapi dengan error protection tinggi dengan modulasi QPSK.

Untuk kualitas siaran yang baik, sinyal yang dipancarkan DVB-T membutuhkan Bit Error Rate (BER) yang sangat kecil. (10-10 – 10-12 dengan bit rate 30 Mbit/s). Channel yang mempunyai BER sangat kecil dinamakan Quasi

Error Free (QEF).

Base-band Interf. Sync Invers. Energy Disp. Reed-Solom. Enc. Conv. Inter-leaver Conv. Coder Punct u ring Synchronization Inv. Sync. TS In same as DVB-C same as DVB-S Code Rate 1/2...(3/4)...7/8 FEC1/ Outer Coder FEC2/ Inner Coder Data Rate In

= Date Rate Out [2.17...(1.63)...1.36]

x 204/188 x 2 x (1.5-Code Rate)

Coded Data Out

Gb. 3.8b. Blok Diagram Modulator DVB-T (Coded OFDM)

DVB-T menggunakan 204 byte untuk setiap paket 188 byte. Untuk proteksi terhadap error saat Transport Stream dikirimkan, terdapat FEC1 Outer Coder yang menggunakan sistem Red Solomon encoder (204, 188, t=8). Saat 188 bytes diterima, maka akan diperpanjang 16 byte. 188 byte pertama tetap. Code redundancy Red Solomon akan memperbaiki sampai 8 byte error pada satu frame

(204 byte). Jika terdapat lebih dari 8 error pada saat pengiriman satu paket data frame, indikator trasnport error akan menandai paket data ini sebagai paket data yang rusak. Decoder MPEG tidak akan men-encode paket data ini.

Gb. 3.9. Reed Solomon FEC (Forward Error Correction)

Gb. 3.10. MPEG-2 Paket Transport Stream dengan Reed Solomon error correction

Decoding dari Reed Solomon menggunakan Fast Fourir Transform untuk mengkalkulasi algoritma Euclidean untuk mencari kesalahan / error dan memperbaikinya menggunakan formula Forney.

Selanjutnya seperti tampak pada Gb. 3b, selain FEC1 Outer Coder yang menggunakan Reed Solomon coder, terdapat FEC2 yang dinamakan Inner Coder. Inner coder tersebut dinamakan Convolutional coding. Coding ini pada prakteknya akan menjadi continuous bitstream dari panjang arbitrary yang biasa dinamakan Viterbi coding. Digunakan untuk memperbaiki error yang random. Convolution coding men-transform input stream menjadi beberapa output stream sehingga menjadi saling me-redundansi.

Standard video kompresi yang digunakan didunia pertelevisian antara lain:

- MPEG-1 merupakan standard pertama untuk gambar bergerak dengan resolusi 384x288 pixel. Video data rate kurang dari 1,44 Mbit/s dengan kualitas gambar setara dengan VCD. MPEG-1 hanya digunakan untuk standard gambar bergerak pada media penyimanan seperti CD, dan belum digunakan pada dunia broadcasting.

- MPEG-2 pengembangan dari MPEG-1 dengan resolusi dan kualitas yang lebih baik. Paket data yang lebih kecil dibandingkan MPEG-1 dengan error corection dan sistem multiplexing lebih baik. Merupakan standard untuk dunia pertelevisian (SDTV / Standard Definition TV dan HDTV / High Definition TV). Resolusi gambar untuk SDTV 720x576 dengan video data rate sampai 15 Mbit/s. MPEG-2 inilah yang dijadikan standard untuk transport stream pada DVB-T.

- MPEG-4 adalah standard yang digunakan untuk aplikasi multimedia dengan komponen interaktif. Biasanya digunakan pada internet, aplikasi multimedia interaktif pada PC dan bagian kecil dari program siaran pada broadcast.

- MPEG-7 akan digunakan untuk Multimedia Home Platform (MHP) merupakan standard untuk set top box modern.

- MPEG-21 akan digunakan untuk sistem broadcast via internet nantinya. Masih dalam proses pengembangan.

Gb. 3.11. MPEG-2 Transport Stream

MPEG-2 Transport Stream adalah standard format encoding video, audio

dan data yang digunakan dalam dunia broadcasting sebagai sinyal baseband digital. Standard Definition TV (SDTV) mempunyai total data rate sampai 270 Mbit/s. Untuk keperluan broadcast, data rate ini terlalu besar sehingga harus dilakukan proses video kompresi sampai 2-7 Mbit/s.

Pada Gb. 3.12. tampak proses pengambilan gambar sebelum dilakukan kompresi ke format MPEG-2.

Gb. 3.13. Proses sinyal audio sebelum dikompres menjadi format MPEG-2

Untuk audio dengan sistem stereo akan menghasilkan data rate total 1,5 Mbit/s. Dan harus dikompres hingga 100 - 400 kbit/s.

Semakin besar data rate yang akan ditransmisikan, akan semakin bagus juga kualitas gambar dan suaranya.

Keluaran dari MPEG-2 Multiplexer ini yang merupakan Transport Stream yaitu sinyal Video dan Audio yang sudah terkompres 2-7 Mbit/s. Semaik besar nilai Transport Stream maka akan semakin banyak / bagus kualitas paket data informasi yang bisa ditransmisikan.

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Parameter Dan Hasil Pengukuran DVB-T KTDI Joglo

Pengumpulan data berikut dilakukan oleh penulis pada saat pengerjaan instalasi, maintenance dan test & commissioning DVB-T milik KTDI yang berada di Joglo Jakarta Barat pada bulan April - Mei 2009. Settingan terakhir adalah sebagai berikut :

Merk Pemancar : Rohde & Schwarz

Tipe : NV 7500V

Power : 5 kW

Channel (Frekuensi) : 46 UHF ( 674 MHz ) Bandwidth : 8 MHz

Jenis jaringan : SFN (Single Frequency Network)

Mode : 8k

Constellation : 64QAM

Input TS : Transport Stream ASI FEC Code rate : 3/4

Guard Interval : 1/32

TS ASI data rate : 3 Mbits/s VBR (variable bit rate sesuai isi program siaran tiap content-nya)

Jumlah isi siaran : 6 (SCTV, ANTV, MetroTV, TVONE, TransTV, Trans7)

Test & commissioning dilakukan menggunakan alat ukur TV Analyzer merk Rohde & Schwarz tipe ETL.

Test & commissioning pada perangkat pemancar DVB-T ini meliputi : 1. Kualitas transmisi: - Harmonic emission

- Spurious signal

2. Modulation analisis: - Constellation diagram - MER

3. Channel analysis: - Amplitude & phase

- Amplitude & group delay 4. Spectrum : - Shoulder attenuation

Hasil dari pengukuran sebagai berikut: 1. Kualitas Transmisi

Gb. 4.1. Hasil pengukuran harmonic emission

M1 adalah sinyal carrier dari pemancar ini di frekuensi 674 MHz dengan level -19.75 dBm.

D2 adalah sinyal harmonic 1 pada frekuensi 1,348 GHz, tidak tampak sinyal emisi pada titik tersebut. Level yang terbaca -55.46 dB.

D3 adalah sinyal harmonic 2 pada frekuensi 2,022 GHz. Tidak ada sinyal emisi. Level yang terbaca -53.1 dB.

Dari hasil pengukuran diatas, dinyatakan bahwa D2 (harmonisa 1) terbaca

-55.46dB yang artinya berada di level absolut -19.75 – (-55.46) = -75.21 dBm. Hasil ini menandakan bahwa level tersebut masih normal dibawah -60dBm.

2. Modulation Analysis

Dokumen terkait