• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Pemerintah diharapkan dapat meneruskan Program P-LDPM dengan menambah anggaran belanja P-LDPM untuk fasilitas, dimana anggaran dana untuk pembangunan gudang dirasa belum cukup sehingga diharapkan menambah anggaran untuk penyediaan mesin penggiling padi atau juga pengering padi dan memberikan pembinaan kepada petani yang belum tergabung untuk termotivasi menjadi peserta P-LDPM. Sehingga pemerintah dapat membantu meredam gejolak harga dengan tidak menekan harga dari petani.

2. Kepada Gapoktan penerima dana P-LDPM agar lebih memanfaatkan bantuan dari P-LDPM secara aplikatif dengan optimal dalam pemanfaatan dana bansos pada unit distribusi jual-beli cadangan pangan untuk mencapai tujuan dan manfaat pelaksanaan Program P-LDPM ini, sehingga dapat merasakan manfaat dari Program P-LDPM.

3. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti dengan variabel pembanding lainnya seperti ketersediaan beras/ gabah dan jagung dilihat dari tujuan Program P-LDPM untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan Gapoktan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi sekedar mengatasi rasa lapar tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau sesuai daya beli masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial (Purnawijayanti, 2001).

Menurut PPRI No. 68 Tahun 2002, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad milenium ini. Apabila melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut, upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Ketersediaan pangan berfungsi menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2)

tingkat wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan antar-pulau serta pemasaran pangan sangat penting untuk menunjang sistem distribusi yang efisien (Suryana, 2004).

Maleha (2004) berpendapat bahwa ada 2 variabel umum yang menentukan suatu daerah berada dalam kondisi memiliki ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan dan konsumsi pangan.

1. Ketersediaan Pangan

Menurut Suryana (2004), salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan pada tingkat wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Bruntrup (2008) menambahkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan antarpulau serta pemasaran pangan sangat penting untuk menunjang sistem distribusi yang efisien. Distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh wilayah sampai pada tingkat rumah tangga dapat terjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.

Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan berikut turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial

rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro maupun mikro (Baliwati dan Roosita, 2004).

2. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi. Konsumsi pangan bertindak sebagai penyedia energi bagi tubuh, pengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Menurut Sedioetama (1996), konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.

Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.

Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera

Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat

Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena berpengaruh langsung terhadap keberhasilan pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. Konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Penguatan LDPM

Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) adalah bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya (distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN dengan mekanisme dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan langsung kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan , 2010).

Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah, menyimpan dan mendistribusikan/memasarkan hasil produksinya dapat menyebabkan ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada saat terjadi panen raya dan kekurangan pangan pada saat musim paceklik.

Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2015 bertujuan:

1. Memberdayakan Gapoktan agar mampu mengembangkan unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan hasil dan unit pengelola cadangan pangan, antara lain dalam hal: a) sarana penyimpanan (gudang) sendiri, b) menyediakan dan mengelola cadangan pangan (gabah/beras) minimal bagi kebutuhan anggotanya di saat menghadapi musim paceklik, dan c) menjaga stabilisasi harga beli dari petani anggota untuk komoditas gabah, beras dan/atau jagung disaat panen raya melalui kegiatan pembelian-penjualan;

2. Mengembangkan agribisnis melalui peningkatan usaha pembelian dan penjualan gabah, beras dan/atau jagung dan pangan strategis lainnya di luar masa panen gabah/beras/jagung; dan

3. Meningkatkan nilai tambah produk petani anggotanya melalui kegiatan penyimpanan atau pengolahan atau pengemasan dan lain-lain (Anonimous, 2015).

Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (a) mendukung upaya petani memperoleh harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; (b) meningkatkan kemampuan petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di tingkat petani; dan (c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan, 2010).

Dengan memberdayakan Gapoktan, mereka mampu untuk: (a) meningkatkan kerja sama antar Gapoktan dengan unit-unit usaha yang dikelola dalam wadah Gapoktan; (b) menghimpun dan mengembangkan/memupuk dana yang dikelola oleh unit usaha/Gapoktan secara transparan, dengan aturan dan sanksi yang dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah dan mufakat oleh petani anggotanya; dan (c) meningkatkan keterampilan dalam hal: administrasi, pembukuan (pembelian-penjualan, pengadaan-penyaluran, keuangan), pemantauan secara partisipatif, pengawasan internal, dan bermitra serta bernegosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan

Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: (a) memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusi/ pemasaran /pengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikan/memasarkan gabah/beras/jagung dari petani anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pembelian dan penjualan kepada mitra usahanya baik di dalam maupun di luar wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan sehingga tercapai stabilisasi harga di tingkat petani; dan (b) memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan dalam mengelola cadangan pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pengadaan gabah/beras dan/atau jagung dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sehingga mudah diakses dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2010). Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa digunakan beberapa indikator kinerja, yaitu;

A . Indikator Masukan (Input)

1. Dana Bansos Tahun Anggaran 2010 sebagai tambahan modal bagi Gapoktan. 2. Terseleksinya pendamping tahun 2009 dan tahun 2010 yang siap

melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di Wilayahnya

3. Terseleksinya Gapoktan hasil Penumbuhan tahun 2009 yang siap untuk menerima dana tambahan Bansos

B. Indikator Keberhasilan (Outcome)

1. Tersedianya cadangan pangan (gabah/beras) di gudang milik Gapoktan

3. Meningkatnya modal usaha lebih besar dari dana bansos yang telah diterima. C. Indikator Manfaat (Benefit)

1. Dana terseleksi untuk membeli gabah/beras/jagung minimal dari hasil produksi petani anggotanya.

2. Minimal petani gabah/ beras/ jagung anggota Gapoktan terseleksi memperoleh harga gabah/beras serendah-rendahnya sesuai HPP dan HRD untuk jagung terutama saat panen raya.

3. Minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah pada saat musim paceklik.

4. Kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya semakin baik, transparan dan akuntabel bansos dari pemerintah dimanfaatkan dengan baik oleh Gapoktan.

D. Indikator Dampak (Impact)

1. Terwujudnya stabilitas harga gabah/ beras dan jagung di wilayah Gapoktan. 2. Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani.

3. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan. 4. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah

Gapoktan.

2.2.2. Pengertian Program

Menurut Jones (1996), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara lain adalah:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu 3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan.

Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Nasution (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkatn aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya sebagai pengembangan pertanian.

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, lembaga tradisional atau lokal. Kelembagaan merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai- nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas. Keberadaan lembaga dipedesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut,maka lembaga dipedesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok tani atau gapoktan.

Menurut Sesbany (2007) Kelembagaan mempunyai titik strategis (entry point) dslam menggerakkan system agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber daya yang ada dipedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian (Syahyuti, 2007).

Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi ouput tersebut (Prihartanto, 2009).

2.2.4. Stabilisasi Harga

Menurut Daniel (2002) harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai yang satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga merupakan masalah, malah lebih berkembang lagi menjadi masalah nomor wahid bagi petani. Kebijaksanaan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dengan

Harga dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25% dari kondisi normal. Dan koefisien variasi (CV) adalah salah satu ukuran yang paling sederhana yang dapat dipergunakan untuk melihat instabilitas. Dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

cv = koefisien variasi (%) StDev = standard deviasi Mean = rata-rata

Dan untuk mempermudah dalam membacanya kemudian dikalikan100 (dalam persen, dimana cv semakin kecil semakin stabil)

Dimana :

2.3. Penelitian Terdahulu

Syarief (2007) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) Di Kabupaten Lampung Tengah” memaparkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas Program DPM-LUEP adalah pendidikan formal, masa kerja SDM pengelola LUEP, sarana, jaringan pasar, produksi GKP mitra LUEP dan kualitas GKP mitra LUEP. Selain itu juga dianalisis bagaimana efektivitas program DPM- LUEP di Kabupaten Lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas Program DPM-LUEP berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu dan jumlah dana yang dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan pemanfaatan dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan waktu pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum berjalan sesuai tujuan.

Ashari (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis dan Kinerja Program bahwa DPM-LUEP belum berhasil/belum efektif dalam mengamankan Harga Pembelian Pemerintah. Selain itu juga dianalisis mengenai detil kinerja DPM-LUEP dan dampak DPM-LUEP terhadap pembentukan harga di tingkat wilayah. Kesimpulan yang diambil DPM-LUEP telah menunjukkan kinerja yang cukup baik serta mendapat respon positif dari petani, pemilik LUEP dan pemerintah daerah. Nilai Rasio Dampak Manfaat DPM menunjukkan kinerja dalam pemanfaatan dana tersebut cukup berhasil.

Lubis (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Serdang Bedagai” memaparkan bahwa hasil analisis menunjukkan dari 6 (enam) gapoktan peserta Program P-LDPM, hanya 3 yang masuk dalam kategori berhasil. Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan keberhasilan program adalah tingkat pendidikan petani peserta dan dua faktor lainnya yang dianalisis (umur dan pendidikan non formal) menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak ada hubungan yang signifikan terhadap keberhasilan Program P-LDPM. Tidak ada perbedaan penerimaan (harga) yang signifikan antara petani gapoktan yang berhasil melaksanakan program P-LDPM dengan petani gapoktan yang tidak berhasil melaksanakan program P-LDPM.

2.4.Kerangka Pemikiran Penelitian

Pada saat ini petani dihadapkan oleh beberapa permasalahan yang dihadapi pada saat produksi beras yaitu pada kondisi panen raya yang menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya pada periode tertentu seperti musim paceklik yang menyebabkan ketersediaan beras menjadi terbatas sehingga harga jual gabah melambung tinggi. Fluktuasi harga ini yang cenderung petani mengalami kerugian.

Untuk menghadapi permasalahan tersebut pemerintah membuat program yaitu P-LDPM. P-LDPM adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang dibentuk sejak tahun 2009 yang bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani. Program ini cukup mudah untuk dijalankan oleh petani- petani terutama petani-petani yang bernaung di bawah Gapoktan.

Dengan adanya program P-LDPM diharapkan bisa memeberikan pengaruh positif dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Melalaui bansos yang diberikan kepada Gapoktan melalui penguatan modal usaha untuk mendukung aktivitas dalam pembangunan sarana penyimpanan dan penyediaan dana dalam kegiatan pemasaran. Sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap petani dalam menjaga ketersediaan komoditi beras dan menciptakan stabilitas harga beras.

Sebelum Program P-LDPM Sesudah Program P-LDPM Keterangan : = Menyatakan hubungan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.5. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah adanya Petani Produksi Harga Jual Program Bansos Gapoktan Stabilitas Harga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, dengan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat maka masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan dalam pembangunan. Sehingga penyediaan pangan yang cukup, merata dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu prioritas yang terpenting guna mewujudkan ketersedian pangan. Dan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia sehingga tetap memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Sekitar 80% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokoknya dan sekitar 25 juta rumah tangga petani memperoleh pendapatan dari usahatani padi. Pada keadaan tersebut gejolak harga beras akan berdampak terhadap usahatani padi, kesejahteraan petani dan para konsumen beras terutama yang berasal dari ekonomi miskin (Sunanda, 2008).

Pola produksi tahunan komoditas gabah/beras di daerah sentra produksi menunjukkan produksi gabah/beras pada saat panen raya selalu melimpah sedangkan permintaan akan gabah/beras bulanan relatif stabil. Hal ini menyebabkan harga gabah/beras menjadi turun. Sebaliknya pada saat tidak terjadi panen (paceklik), produksi gabah/beras lebih sedikit sehingga lebih rendah dari kebutuhan gabah/beras. Akibatnya harga akan melonjak naik dan tidak terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak memiliki persediaan. Hal ini menunjukkan bahwa harga gabah/beras berfluktuasi menurut musim.

Di Sumatera Utara harga beras berfluktuatif, untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Harga Beras pada Tingkat Pedagang di Sumatera Utara Pada Bulan Agustus, September, dan Oktober Tahun 2015

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2015

Dari Tabel 1 dijelaskan bahwa harga rata-rata beras di Sumatera Utara dari Bulan Agustus - Oktober tahun 2015 mengalami penurunan. Harga rata-rata beras di Provinsi Sumatera Utara pada tingkat pedagang pada bulan Agustus 2015 adalah sebesar Rp 9.990/kg menurun menjadi Rp 9.869/kg di bulan September 2015 hingga mencapai Rp 9.669/kg pada bulan Oktober 2015.

Dalam penstabilan harga beras baik pada musim panen dan paceklik, pemerintah mengadakan program HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang dimulai pada tahun 2002. Demi tercapainya tujuan tersebut maka dilahirkanlah kebijaksanaan harga terendah atau harga dasar untuk padi dan gabah, dan harga tertinggi untuk

No. Kabupaten/Kota Harga Beras (Rp/kg)

Agustus September Oktober

1 Langkat 9.588 9.187 9.342 2 Deli Serdang 9.000 9.600 9.563 3 Serdang Bedagai 9.667 9.534 9.375 4 Simalungun 9.533 9.778 9.425 5 Karo 11.000 10.800 10.625 6 Asahan 10.375 9.750 9.500 7 Labuhan Batu 8.000 7.600 7.250 8 Tapanuli Utara 10.000 10.000 10.000 9 Toba Samosir 10.500 10.050 9.656 10 Tapanuli Tengah 13.000 13.200 12.875 11 Pematang Siantar 9.425 9.400 9.325 12 Samosir 10.500 10.500 10.075 13 Humbang Hasundutan 9.275 8.980 8.700 14 Mandailing Natal 10.000 9.800 9.667 Rata-rata 9.990 9.869 9.669

beras dalam negeri, yang terutama dilaksanakan dalam musim panen dan di daerah-daerah produksi. Hasil pembelian dalam negeri ini merupakan sebagian dari beras yang dikuasai Pemerintah untuk mengadakan penyaluran kepada masyarakat.

Ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan

keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasokan pangan; (3) pengelolaan cadangan

pangan.

Untuk mengatasi rendahnya harga gabah petani terutama saat panen raya, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian melaksanakan Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM). Program ini memberikan bantuan modal untuk petani yang tergabung dalam wadah gapoktan dengan mekanisme bantuan soial (bansos). Program ini menitikberatkan pada peningkatan kapasitas Gapoktan dalam mengelola kegiatan distribusi agar menerima harga yang optimal dan memupuk cadangan pangan bagi Gapoktan (BKP Sumut, 2015).

Program P-LDPM ini sendiri merupakan program pengganti Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) yang sejak tahun 2009 dihentikan oleh pemerintah. Program DPM-LUEP ini dihentikan karena dinilai memberatkan petani karena dana yang disalurkan dalam program ini berupa pinjaman. Selain itu untuk mendapatkan bantuan ini petani harus memiliki

efektif karena di akhir tahun anggaran dana sudah harus di kembalikan ke

Dokumen terkait