• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis untuk pengembangan sistem.

DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini akan dipaparkan tentang sumber-sumber literatur yang digunakan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini.

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu pengidentifikasian cacat kesikuan keramik dilakukan dengan menggunakan teknik morfologi dengan tujuan untuk mengklasifikasikan kualitas keramik secara otomatis. Penelitian yang dilakukan dengan mengimplementasikan teknik pengolahan citra dan pengoperasian morfologikal pada proses pendeteksian cacat pada keramik (Kurniawan, 2012). Cacat pada keramik diantaranya adalah cacat pada pinggiran dan sudut (kesikuan) keramik.

Dalam tugas akhir ini, penelitian lebih ditekankan pada keakuratan metode Transformasi Hough untuk mendeteksi kesikuan keramik. Hasil pendeteksian tepi adalah citra tepi yang nilai pixelnya menyatakan kekuatan tepi. Pixel tepi dinyatakan putih, sedangkan pixel bukan tepi dinyatakan hitam. Metode Canny adalah algoritma yang paling optimum dalam mendeteksi tepi citra. Setelah citra dideteksi tepi, selanjutnya akan dilakukan proses sesuai algoritma Transformasi Hough untuk menetukan kesikuan keramik dan perhitungan sudut kesikuan.

2.2. Artificial Intelligence

Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan (disingkat AI) adalah kemampuan suatu alat untuk melakukan fungsi yang biasanya dihubungkan dengan kecerdasan manusia, seperti penalaran dan pembelajaran melalui pengalaman. AI adalah cabang dari computer science yang berupaya meniru

kemampuan penalaran manusia dengan mengorganisasi dan memanipulasi pengetahuan faktual dan heuristik. Bidang aktivitas AI meliputi sistem pakar, pengenalan bahasa alami, pengenalan suara, penglihatan komputer (Computer Vision) dan robotika (Anonim, 1996).

2.3. Image

Data masukan yang diproses adalah suatu image. Image merupakan sebuah representasi khusus dari suatu obyek, baik obyek dua dimensi maupun tiga dimensi. Di mana representasi tersebut dinyatakan dalam bentuk dua dimensi. Image dapat berbentuk nyata, maya, ataupun dalam bentuk optik. Selain itu, image juga dapat berupa rekaman, seperti video image, digital image, atau sebuah gambar. Image dapat dikategorikan sebagai menjadi 2, yaitu analog

image dan digital image.

Menurut Shapiro dan Stockman (2001), Analog image adalah image 2D F (x, y) yang memiliki ketelitian tidak terbatas dalam parameter spasial x dan y dan ketelitian tak terbatas pada intensitas tiap titik spasial (x, y).

Digital image adalah image2D I[r,c] yang direpresentasikan oleh array diskrit 2D dari intensitas sampel, dimana masing-masing titik direpresentasikan dengan ketelitian terbatas.

Digital image juga didefinisikan sebagai representasi dari gambar dua dimensi sebagai himpunan terbatas dari nilai digital yang disebut picture elements atau pixel. Umumnya pixel disimpan dalam komputer sebagai gambar raster, yaitu array dua dimensi dari integer. Nilai ini kadang disimpan dalam bentuk terkompresi. Digital image dapat diperoleh dari berbagai macam

alat dan teknik pengambil gambar, seperti kamera digital, scanner, radar, dan sebagainya. Dapat pula disintesis dari data seperti fungsi matematika dan lain lain.

Pixel adalah sampel dari intensitas image yang terkuantisasi ke dalam nilai integer. Sementara Image merupakan array dua dimensi dari pixel-pixel

tersebut. Image inilah yang akan menjadi input awal dalam Computer Vision. Beberapa bentuk digital image yang sering digunakan dalam Computer Vision:

Binary image, yaitu digital image dengan nilai pixel 1 atau 0.

Gray scale image, yaitu digital image monokrom dengan satu nilai intensitas tiap pixel.

Multispectral image, adalah image 2D yang memiliki vektor nilai pada tiap pixel, jika image-nya berwarna maka vektornya memiliki 3 elemen. • Labeled image, adalah digital image dimana nilai pixel-nya adalah simbol

dari alfabet terbatas.

2.4. Computer Vision

Computer Vision (sering disebut juga dengan Machine Vision) dapat dideskripsikan sebagai ilmu yang mempelajari metode yang dapat digunakan untuk membuat komputer mengerti gambar atau data banyak dimensi umumnya.

Sementara definisi Computer Vision adalah penyimpulan (deduksi) otomatis akan struktur atau properti dari dunia tiga dimensi dari satu atau lebih

properti-properti ini, atau secara singkatnya yaitu proses mengenali objek tertentu dari suatu image (Kulkarni, 2001).

Tujuan dari Computer Vision adalah untuk membuat keputusan yang berguna tentang objek dunia nyata dan keadaan (scene) berdasarkan image yang diambil. Untuk membuat keputusan akan objek nyata, sangat penting untuk membangun deskripsi atau model objek tersebut dari gambar. Karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan dari Computer Vision adalah untuk membangun deskripsi keadaan dari image.

Artificial Intelligence digunakan untuk menganalisis keadaan dengan memproses representasi simbolik dari isi lingkungan setelah image telah diproses untuk diambil fiturnya. Banyak teknik dari Artificial Intelligence berperan penting didalam seluruh aspek Computer Vision. Pada dasarnya Computer Vision merupakan cabang dari Artificial Intelligence.

Secara garis besar tahapan tahapan dalam pemrosesan image dalam

Computer Vision terdiri dari: a. Image Acquisition

Tahapan awal dalam Computer Vision adalah Image Acquisition

(pengambilan digital image). Image Acquisition berhubungan dengan sensor yang mengambil image. Sensor yang digunakan bisa kamera atau scanner. Sifat dari sensor dan image yang dihasilkan ditentukan dari aplikasinya.

b. Image Enhancement

Setelah digital image diperoleh, tahapan selanjutnya adalah image enhancement yang termasuk dalam tahap prepocessing, image enhancement

mendukung tahapan selanjutnya. Tujuan dari image enhancement ini secara teknis untuk menghilangkan noise, memperhalus gambar, mempertajam gambar (menghilangkan blur), serta mengatur pencahayaan (brightness, contrast). Berdasarkan domainnya teknik peningkatan image dapat dibedakan menjadi 2 metode, yaitu domain spasial dan domain frekuensi.

Metode domain spasial didasarkan pada manipulasi langsung dari nilai

gray (keabuan) dari pixel-pixel suatu image. Sedangkan metode domain frekuensi didasarkan pada modifikasi fourier transform dari suatu image. Fourier transformmadalah suatu cara memetakan sinyal pada frekuensi-frekuensi komponennya.

Sementara beberapa teknik image enhancement yang digunakan antara lain:

Grayscale manipulation (manipulasi nilai keabuan)

Merupakan teknik pemetaan intensitas dimana tiap pixel diberikan nilai keabuan yang baru untuk meningkatkan ketajaman gambar. Operasi ini tidak merubah bentuk dan geometri image, yang berubah cuma level intensitasnya. Teknik ini dilakukan dengan cara memproses histogram tingkat keabuan (gray level histogram) dari image.

Untuk mengubah image berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan b menjadi image grayscale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dituliskan :

………..……….(2.1)

= + +

Histogram dalam computer vision adalah representasi dari image yang diperoleh dengan cara menghitung nilai tiap pixel. Singkatnya histogram merupakan grafik yang menggambarkan distribusi intensitas pixel dari suatu

image atau bagian tertentu di dalam citra. Histogram menunjukkan frekuensi kemunculan intensitas pada image.

Gambar 2.1. Image sebelum dilakukan manipulasi. (Kulkarni, 2001) Sementara gray level histogram adalah histogram yang menampilkan dalam tiap tingkat jumlah pixel dalam gambar yang memiliki tingkat keabuan (gray-level) tertentu. Histogram ini dimanipulasi dengan cara di stretch, shrink, atau slide.

Filtering (convolution)

Menurut nixon dan aquado, filtering yang merupakan suatu group operation pada pixel, menghitung nilai pixel baru dengan menggunakan pixel- pixel tetangganya. Filtering dijelaskan dengan istilah template convolution dimana template-nya adalah suatu matriks koefisien bobot (yang umumnya ganjil dan sama sisi, misalnya 3x3, 5x5, dan seterusnya). Nilai pixel baru dihitung dengan menempatkan template pada suatu titik, kemudian nilai-nilai pixel

dikalikan dengan bobot dan ditambahkan sebagai nilai keseluruhan, jumlah tersebut menjadi nilai baru bagi pixel ditengah template, inilah yang menjadi pixel

bagi image baru. Proses ini diulang pada semua pixel dalam gambar. Operator yang sering digunakan adalah averaging, gaussian, dan median filtering.

Gambar 2.2. Image setelah dilakukan manipulasi (dari kiri ke kanan): stretch,

shrink dan slide pada histogramnya. (Kulkarni, 2001) 2.5. Pengolahan Citr a Digital

Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. (Rinaldi Munir, 2010)

Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu bahwa citra kaya dengan informasi. Citra juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu citra tampak (foto, gambar, lukisan, apa yang nampak di layar monitor/televisi, hologram, dan lain-lain) dan citra tidak tampak (data foto/gambar dalam bentuk file, citra yang direpresentasikan dalam fungsi matematis). Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, dan digital yang dapat langsung disimpan pada media penyimpan magnetik. Citra digital adalah citra yang disimpan dalam format digital (dalam bentuk file). Hanya citra digital yang dapat diolah menggunakan komputer. Jenis citra lain jika akan diolah dengan komputer harus diubah dulu menjadi citra digital. Citra digital tersusun atas sejumlah berhingga elemen, masing-masing memiliki lokasi dan nilai/intensitas tertentu. Elemen-elemen ini disebut elemen gambar, elemen citra, pels, dan juga piksel. Pencitraan (imaging) adalah kegiatan mengubah informasi dari citra tampak/citra non digital menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah scanner, kamera digital, kamera sinar-x/sinar infra merah, dan lain-lain. Jadi, pengolahan citra digital adalah proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis citra digital dengan bantuan komputer. Masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan.

Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh manusia atau mesin. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Inputan pada proses ini adalah citra

dan keluarannya juga berupa citra dengan kualitas lebih baik daripada citra inputan sebelumnya.

Gambar 2.3. Pengolahan citra (Agung Priyo, 2005)

Pengenalan Pola, mengelompokkan data numeric dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis, oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut dan memberikan keluaran berupa deskripsi objek didalam citra. (Agung Priyo, 2005)

Selain dalam dunia fotografi pengolahan citra digunakan juga dalam dunia kedokteran terutama untuk memperjelas citra hasil sinar-x organ tubuh manusia, pengolahan citra juga digunakan dalam bidang lain seperti penyiaran, telekomunikasi digital, sistem multimedia, bilogi, sistem penginderaan jauh, seni grafis, percetakan, militer, bidang pertanian dan masih banyak bidang lainnya.

Gambar 2.4 Pengenalan Pola (Agung Priyo, 2005) 2.5.1. Grayscale

Mencari tingkat keabuan adalah proses pengubahan warna citra menjadi format warna yang hanya berdasarkan tingkat keabuan. Proses ini menghilangkan informasi hue dan saturation dari piksel dan hanya meninggalkan nilai brightness. Setiap piksel dari tingkat keabuan citra memiliki nilai brightness antara 0 (hitam) sampai 255 (putih). Foto hitam putih merupakan contoh umum dari model warna tingkat keabuan. Walaupun disebut hitam putih, sesungguhnya foto tersebut terbentuk dari banyak warna abu-abu yang berbeda. Tujuan perhitungan tingkat keabuan adalah memudahkan proses selanjutnya yaitu proses thresholding. Dengan algoritma perhitungan tingkat keabuan, piksel dari suatu citra yang mengandung warna-warna RGB (merah, hijau dan biru) diubah menjadi warna-warna dalam berbagai tingkat keabuan dengan menjumlahkan nilai warna merah, hijau dan biru kemudian dibagi tiga sehingga didapatkan nilai rata-rata dari ketiga warna.

2.5.2. Thresholding

Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk

Citra Pengenalan pola

Deskripsi objek

obyek dan background dari citra secara jelas. Salah satu metode yang sering digunakan dalam pengolahan citra digital atau image processing adalah

thresholding citra.

Tujuan dari thresholding adalah untuk memisahkan pixelyang mempunyai nilai keabuan (gray value) lebih tinggi dengan yang lebih rendah. Misalnya pixel

yang nilai keabuannya lebih tinggi diberi nilai biner 1 sedangkan pixel dengan nilai keabuan lebih rendah diberi nilai biner 0.

Berdasarkan penentuan nilai threshold-nya, metode thresholding dapat dibedakan menjadi metode manual dimana nilai threshold adalah tetap dan ditentukan secara manual, dan metode otomatis, dimana nilai threshold

ditentukan oleh sistem secara otomatis berdasarkan pengetahuan sistem akan objek, lingkungan dan aplikasinya (misalnya karakteristik intensitas objek, ukuran objek, daerah image yang diduduki objek, jumlah jenis objek dalam image).

Thresholding otomatis menganalisis penyebaran nilai keabuan dalam image

dengan menggunakan histogram dan pengetahuan akan aplikasi tersebut untuk menemukan threshold paling cocok.

Salah satu metode thresholding otomatis yang cukup terkenal adalah metode Otsu yang menentukan nilai threshold berdasarkan minimalisasi varian dalam kelas (within class variance) dari dua kelompok pixel yang terpisah. Menurut Morse (2002), nilai threshold diperoleh dari pencarian threshold secara berulang-ulang, tiap pengaturan threshold menyebabkan penyebaran kelas yang satu bertambah dan yang lainnya berkurang, nilai threshold yang dipilih adalah nilai yang meminimalisasi sebaran kombinasi kedua kelas.

Pada umumnya ada 2 (dua) jenis Thresholding yang sering di gunakan yaitu : Thresholding tunggal dan Thresholding ganda. Untuk Thresholding

tunggal, dapat dilihat melalui fungsi berikut :

g( , ) = 0 ( , ) <

1 ( , ) ≥ ...(2.2) Atau

g( , ) = 0 ( , ) ≥

1 ( , ) < ...(2.3)

Sedangkan untuk thresholding ganda, dapat dilihat melalui fungsi berikut : g( , ) = 0 min ( , ) ≤ 1 ...(2.4) Atau g( , ) = 1 min ( , ) ≤ 0 ...(2.5)

Nilai Thresholding (T) dapat di peroleh dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah dengan melakukan perhitungan sederhana, dimana nilai rata-rata jumlah piksel yang memiliki nilai dibawah T sama dengan nilai rata-rata jumlah piksel yang memiliki nilai diatas T. Untuk perhitungan ini, nilai T yang didapat untuk gambar yang memiliki histogram yang telah ter-equalize adalah berkisar antara 127 dan 128. Nilai dari maksimum T adalah nilai tertinggi dari system

warna yang digunakan dan nilai minimum dari T adalah nilai terendah dari system

warna yang digunakan. Untuk 256 graylevel maka nilai tertinggi T adalah 255 dan nilai terendahnya adalah 0.

2.5.3. Segmentasi Citr a

Segmentasi citra merupakan bagian dari proses pengolahan citra. Proses segmentasi citra ini lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada sistem pengenalan objek dalam citra. Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel – piksel tetangganya, kemudian hasil dari proses segmentasi ini akan digunakan untuk proses tingkat tinggi lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap suatu citra, misalnya proses klasifikasi citra dan proses identifikasi objek. Adapun dalam proses segmentasi citra itu sendiri terdapat beberapa algoritma, diantaranya: algoritma Deteksi Titik, Deteksi Garis, dan Deteksi Sisi ( berdasarkan Operator Robert dan Operator Sobel ).

Segmentasi adalah proses pembagian sebuah citra kedalam sejumlah bagian atau obyek. Segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam analisis citra secara otomatis, sebab pada prosedur ini obyek yang diinginkan akan disadap untuk proses selanjutnya, misalnya: pada pengenalan pola. Algoritma segmentasi didasarkan pada 2 buah karakteristik nilai derajad kecerahan citra, yaitu: discontinuity dan similarity. Pada item pertama, citra dipisahkan/dibagi atas dasar perubahan yang mencolok dari derajad kecerahannya. Aplikasi yang umum adalah untuk deteksi titik, garis, area, dan sisi citra. Pada kategori kedua, didasarkan atas thresholding, region growing, dan region spiltting and merging. Prinsip segmentasi citra bisa diterapkan untuk citra yang statis maupun dinamis. Segmentasi citra adalah membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen.

2.5.4. Deteksi Tepi

Deteksi tepi merupakan sebuah proses di mana proses tersebut berfungsi untuk mendeteksi garis tepi yang membatasi dua wilayah citra. Saat ini telah banyak operator – operator yang dapat digunakan dalam pembuatan deteksi tepi, contohnya adalah operator Robert , Prewitt, Sobel, serta operator turunan seperti

Laplace. Deteksi tepi itu sendiri bertujuan untuk menandai bagian yang menjadi detail citra, dan memperbaiki serta mengubah citra.

Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Karena tepi termasuk ke dalam komponen berfrekuensi tinggi, maka pendeteksian tepi dapat dilakukan dengan penapis lolos-tinggi. (Rinaldi Munir, 2004 )

Pendeteksian tepi menghasilkan citra tepi yang berupa citra biner (pixel tapi berwarna putih, sedangkan pixel bukan-tepi berwarna hitam). Rangkaian pixel-pixel tepi yang membentuk batas daerah disebut kontur. Pixel-pixel di dalam daerah dapat ditemukan dengan algoritma pengisian.

Manfaat yang bisa diperoleh dari deteksi tepi dalam berbagai bidang, misalnya yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran adalah untuk menentukan stadium kanker, mendeteksi tepi citra USG janin, mendeteksi karies pada gigi, sehingga bentuk citra yang dihasilkan dapat terlihat lebih jelas. Di bidang lainnya, deteksi tepi digunakan untuk aplikasi

pengenalan plat kendaraan, aplikasi pengenalan sidik jari, dan untuk membedakan uang asli dengan uang palsu.

Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk mendeteksi tepi, antara lain:

• Operator gradien pertama (differential gradient)

mendeteksi tepi di dalam citra, yaitu operator gradien selisih-terpusat, operator Sobel, operator Prewitt, operator Roberts, operator

Canny.

• Operator turunan kedua (Laplacian)

Operator Laplace mendeteksi lokasi tepi khususnya pada citra tepi yang curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol, yaitu titik di mana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua, sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol.

• Operator kompas (compass operator)

Digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah di dalam citra. Operator kompas yang dipakai untuk deteksi tepi menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat, Barat Daya, dan Barat Laut.

Contoh beberapa gradien pertama yang dapat digunakan untuk turunan pertama menghasilkan tepi yang lebih tebal, sedangkan turunan kedua menghasilkan tepi yang lebih tipis. Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital. Ketiganya adalah:

Tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90°. b. Tepi landau

Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landau dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.

c. Tepi yang mengandung derau (noise)

Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi. (Rinaldi Munir, 2004)

2.5.5. Metode Canny

Salah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual manusia.

Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:

a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)

Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan pemilihan parameter-parameter konvolusi yang dilakukan. Sekaligus juga memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.

b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)

Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli.

Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa parameter tersebut antara lain:

1. Nilai Standart Deviasi Gaussian 2. Nilai Ambang

Gambar 2.5. Jenis – jenis tepi. (Rinaldi Munir, 2004)

Di dalam Matlab untuk menghitung piksel warna putih dengan menggunakan fungsi nnz (number of nonzero entries). Pada callback edge detectionnya diberi imbuhan nnz kemudian pemanggilan variable dari deteksi tepi metode Canny.

2.6. Transfor masi Hough

Transformasi Hough pertama kali diperkenalkan oleh Paul Hough pada tahun 1962 untuk mendeteksi garis lurus. Transformasi Hough adalah teknik

transformasi citra yang dapat digunakan untuk mengisolasi atau dengan kata lain memperoleh fitur dari sebuah citra. Karena tujuan dari sebuah transformasi adalah mendapatkan suatu fitur yang lebih spesifik, Classical Hough Transform

merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk mendeteksi objek yang berbentuk kurva seperti garis, lingkaran, elips dan parabola. Keuntungan utama dari Transformasi Hough adalah dapat mendeteksi sebuah tepian dengan celah pada batas fitur dan secara relatif tidak dipengaruhi oleh derau atau noise.

Menurut Brigida (2012), Transformasi Hough bekerja dengan memproyeksikan objek dari koordinat xy ke koordinat lingkaran. Sehingga sebuah garis bisa diwakilkan oleh 2 komponen, yakni jari-jari (rho) dan sudut (theta). Dengan kemampuannya mengembalikan 2 variabel ini kita bisa juga menggunakannya untuk rekonstruksi citra yakni perbaikan geometri kemiringan.

Transformasi Hough menspesifikasikan kurva dalam bentuk parametric. Kurva dinyatakan sebagai bentuk parametric (x(u, y(u)). Bentuk parametric tersebut menspesifikasikan titik-titik sepanjang kurva p = (x(u ), y(u )) ke titik akhir p² = (x(u²), y(u²)).

Transformasi Hough menggunakan voting untuk menentukan garis. Untuk memilih lebih dari 1 garis, maka perlu memberikan nilai ambang batas (threshold) karena memang yang dibutuhkan hanya observasi terhadap hasil threshold yang

Dokumen terkait