• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab berikut ini berisi mengenai kesimpulan atas sejumlah hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Selanjutnya, kesimpulan ini akan didiskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Sedangkan pada akhir bab akan dikemukakan saran bagi penelitian selanjutnya serta berbagai pihak yang terkait dengan tema permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

V.A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan. Hasil ini menggambarkan bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan.

2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedua mean baik empirik maupun hipotetik berada pada kategori sedang, hal ini berarti sampel pada penelitian ini berada pada skor rata-rata yang sama dengan rata-rata kesepian pada populasi berdasarkan skala kesepian yang diperoleh.

a. Berdasarkan keempat aspek kesepian, diperoleh bahwa terdapat dua aspek yang dirasakan kurang signifikan berpengaruh terhadap kesepian yaitu impatient boredom dan depression daripada kedua aspek lainnya yaitu desperation dan self-deprecation.

b. Aspek kesepian yang paling menonjol dirasakan oleh wanita yang bercerai dan meninggal pasangan adalah, depression, kemudian diikuti dengan perasaan desperation, self deprecation dan terakhir adalah

impatient boredom.

c. Berdasarkan usia, disimpulkan tidak terdapat perbedaan namun dengan membandingkan mean skor diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan usia 31-35 tahun memiliki mean yang paling tinggi, dan paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan usia 31-35 tahun.

d. Berdasarkan lama perpisahan, disimpulkan tidak terdapat perbedaan namun dengan membandingkan mean skor diperoleh bahwa mean skor tertinggi berada pada wanita yang bercerai dengan lama perpisahan 1 tahun dan paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 3 tahun.

e. Berdasarkan kehadiran anak, disimpulkan terdapat perbedaan kesepian antara subjek penelitian dan dengan membandingkan mean skor diperoleh bahwa skor tertinggi berada pada subjek yang bercerai dengan jumlah anak 6 orang dan paling rendah adalah subjek yan meninggal pasangan dengan junlah anak 1 orang.

f. Berdasarkan tinggal bersama orang lain, disimpulkan tidak terdapat perbedaan namun dengan membandingkan mean skor diperoleh mean skor tertinggi berada pada wanita yang meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar, dan mean skor paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dan tinggal bersama anak saja.

g. Berdasarkan tingkat pendapatan, disimpulkan tidak terdapat perbedaan namun dengan membandingkan mean skor diperoleh mean skor tertinggi berada pada wanita yang bercerai dengan pendapatan < Rp. 800.000, paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan pendapatan > Rp.3.500.000.

V.B. Diskusi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan. Hal ini mendukung pendapat Etaugh & Hoehm, (1995) yang menyatakan bahwa ketika wanita bercerai, ia akan berpisah dengan teman dan kerabat yang dulunya dimiliki bersama pasangan. Mereka kehilangan rumah atau bahkan anak-anak. Ditambah lagi masyarakat akan memberi pandangan negatif pada wanita yang bercerai. Sebab sebagian besar masyarakat menganggap bahwa seorang wanita muda membesarkan anak tanpa pasangan belum dapat diterima apalagi karena perceraian, berbeda halnya bila wanita tersebut tidak memiliki pasangan karena kematian atau meninggal dunia yang tidak direncanakan atau tidak dikehendaki.

Beberapa pandangan negatif yang diterima dari masyarakat itu diantaranya kemiskinan, diskriminasi, terpisah dari orang-orang disekitar tempat tinggal, serta kurangnya dukungan sosial yang diterima karena status sebagai wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal (Ambert, 2006). Pandangan negatif tersebut dapat pula memberi dampak pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal, sehingga membuat mereka berpikiran negatif pada dirinya sendiri dan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Pikiran negatif tersebut antara lain seperti rendahnya harga diri dan memunculkan simptom-simptom depresi yang dapat pula memberi dampak pada perubahan perilakunya seperti mengabaikan anak- anak, merokok dan mengkonsumsi minum minuman keras atau perilaku lain yang tidak memperhatikan kesehatannya (Peden et al, 2004). Beberapa hal di atas akan memberi dampak semakin meningkatkan kesepian yang dirasakannya. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa karakteristik orang yang kesepian adalah rendahnya harga diri dan depresi serta menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagai hal yang berada di luar kendali (Anderson & Snodgrass dalam Myers, 1999). Kemudian menurut Kaganoff & Spano (1995), menyatakan bahwa perceraian adalah salah satu pengalaman yang paling membuat tertekan. Depresi dan kemarahan adalah respon yang paling sering ditunjukkan terutama bagi wanita. Penyesuaian terhadap perceraian cukup kompleks dan membutuhkan banyak waktu. Mereka akan menjauh dari suatu hubungan dan menyesali hilangnya ikatan pada pasangan sebelumnya (Kitson, 1992).

Thompson (1994) menyatakan bahwa penghayatan kesepian yang dirasakan oleh wanita dipengaruhi oleh kehadiran anak. Kemudian Lopata (dalam Brehm, 2002) menjelaskan pentingnya kehadiran anak bagi pasangan bercerai. Semakin banyak anak maka semakin banyak kontak yang dilakukan oleh anak- anaknya sehingga semakin sedikit pengalaman kesepian yang dirasakannya. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh melalui self report yang disertakan pada skala penelitian yang mencantumkan kehadiran anak, diperoleh bahwa jumlah anak yang dimiliki wanita yang bercerai lebih sedikit daripada wanita yang meninggal pasangan. Sehingga mendukung pendapat kedua tokoh diatas, yang menyatakan kehadiran anak berbanding terbalik dengan tingkat kesepian yang dirasakan oleh subjek penelitian.

Berdasarkan keempat aspek kesepian, diperoleh bahwa terdapat dua aspek yang kurang signifikan pengaruhnya terhadap kesepian yang dirasakan pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai, yaitu impatient boredom dan depression dibandingkan dengan desperation dan self-deprecation.

Hal ini dapat disebabkan karena kedua aspek tersebut, impatient boredom dan

depression, masing-masing memiliki indikator perilaku seperti rasa bosan, tidak sabar, merasa berada di tempat lain, marah tidak dapat berkonsentrasi serta tertekan, sedih dan hampa juga dialami oleh kedua kelompok subjek penelitian baik wanita yang bercerai maupun wanita yang meninggal pasangan. Sedangkan kedua aspek lainnya, desperation dan self-deprecation, memiliki indikator seperti perasaan putus asa, tidak berdaya, tidak punya harapan serta perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa malu dan bodoh yang lebih sering dialami oleh

wanita yang bercerai. Sehingga kedua perasaan tersebutlah desperation dan self- deprecation, yang paling signifikan dirasakan berpengaruh bagi wanita yang bercerai dalam penelitian ini.

Selain itu berdasarkan usia, walaupun tidak terdapat perbedaan, namun jika dilihat melaui mean skor maka yang paling tinggi adalah wanita bercerai usia 31-35 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1999), yang menyatakan bahwa masa ketegangan emosional berada pada usia tiga puluhan, yang merupakan tanda bahwa kehidupan orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan. Pada umumnya tampak dalam bentuk keresahan yang biasanya disebabkan penyesuaian dalam pekerjaan, keluarga dan peran sebagai orangtua. Bila dibandingkan dengan usia awal dua puluhan, menurut Hurlock (1999), pada usia tersebut orang akan menikah dan bila mereka belum menikah atau tidak menikah mereka akan menyelesaikan pendidikannya atau memulai kehidupan karirnya sehingga tidak terlalu memikirkan masalah kesepiannya.

Berdasarkan lama perpisahan, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan lama perpisahan 1 tahun adalah yang lebih merasakan kesepian. Hal ini sesuai dengan pendapat (Kitson, 1992) yang menyatakan bahwa penyesuaian terhadap perceraian cukup kompleks dan membutuhkan banyak waktu. Mereka akan menjauh dari suatu hubungan dan menyesali hilangnya ikatan pada pasangan sebelumnya. Sehingga dengan demikian, tahun-tahun pertama setelah perceraian adalah waktu yang menyulitkan bagi wanita bercerai untuk membina kembali suatu hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya.

Berdasarkan kehadiran anak, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan jumlah anak 6 orang adalah yang lebih sering merasakan kesepian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Brehm (2002), bahwa penghayatan kesepian berbanding terbalik dengan kehadiran anak. Hal ini dapat saja terjadi, dan dikaitkan dengan pendapat dari Brehm (2002) mengenai tingkat pendapatan, semakin banyak anak maka semakin tinggi pula tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga subjek yang bercerai tidak mampu memperoleh tingkat pendapatan yang tinggi, dan tingkat pendapatan berbanding lurus dengan kesepian. Keadaan ini sesuai dengan data yang diperoleh melalui self report yang disertakan pada skala penelitian bahwa wanita yang bercerai dengan jumlah anak 6 orang berada pada tingkat pendapatan rendah.

Selanjutnya berdasarkan tinggal bersama orang lain, wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar adalah yang lebih merasa kesepian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hetherington (1999), yang menyatakan bahwa wanita yang berpisah dari pasangannya dan berperan sebagai orangtua tunggal yang masih tinggal bersama keluarganya, maka wanita tersebut akan mendapatkan dukungan sosial dan emosional dari keluarganya terutama ibunya. Hal ini dapat saja terjadi pada penelitian ini, berdasarkan data dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar adalah jumlah yang paling sedikit dan kurang mewakili keseluruhan jumlah sampel yang ada. Selain itu, peneliti juga tidak mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini.

Untuk itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat diperoleh data maupun teori-teori yang lebih dapat mendukung pernyataan tersebut di atas.

Kemudian berdasarkan tingkat pendapatan, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan tingkat pendapatan < Rp. 800.000 adalah yang lebih merasakan kesepian. Hal ini sesuai dengan Weiss (dalam Brehm 2002) yang menyatakan bahwa rendahnya pendapatan menunjukkan kecenderungan mengalami kesepian. Hal ini juga didukung oleh beberapa studi yang dilakukan Page & Cole (dalam Brehm 2002) menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah 4,6 kali lebih merasakan kesepian daripada keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi.

V.C. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diberikan peneliti untuk lebih menyempurnakan hasil maupun penelitian lanjutan, antara lain:

1. Saran Metodologis

a. Penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih banyak terutama pada sampel wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai, sehingga dapat diperoleh data yang lebih bervariasi mengenai sampel penelitian.

b. Penelitian lebih lanjut juga diharapkan mampu menambahkan teori yang berhubungan dengan lamanya perpisahan, tinggal bersama orang lain

dan tingkat pendapatan sehingga dapat memperkaya hasil penelitian dan memperoleh data yang lebih mendalam.

c. Penambahan data-data secara kualitatif dan data observasi juga sebaiknya digunakan pada penelitian selanjutnya, sehingga dinamika wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan dapat lebih digali sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi subjek penelitian.

2. Saran Praktis

a. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang meninggal pasangan. Diharapkan individu ini dapat menjalin hubungan emosional yang baik dengan anak-anak karena kehadiran anak adalah hal yang sangat membantu mengatasi kesepian yang dialami. Di tahun-tahun pertama perpisahan, sebaiknya menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan pasangan, baik dari kehidupan sosial (teman-teman), maupun kehidupan finansial yang terbiasa dibagi berdua sekarang harus bekerja sendiri. Berbagi tugas dengan anak-anak dapat membantu ibu tunggal untuk menyelesaikan hal-hal praktis dalam rumah tangga. Keterlibatan anak-anak di rumah adalah hal yang sangat membantu dalam keluarga dengan orangtua tunggal.

b. Bagi individu yang berusia dewasa muda seperti dalam penelitian ini, dapat mengatasi kesepiannya dengan tidak larut dalam kesendiriannya

tersebut dan tidak mengarah pada reaksi-reaksi yang negatif bagi dirinya maupun orang lain terutama bagi anak-anaknya. Karena usia yang masih dewasa muda, individu dapat mengatasi kesepiannya dengan memulai kembali menyelesaikan pendidikannya atau membangun karir yang lebih baik dalam pekerjaannya, sehingga dapat mencukupi kehidupan finansial yang layak bagi dirinya dan anak-anaknya. Menghabiskan waktu senggang dengan melakukan kegemaran positif dan mengembangkan keterampilan sosial lainnya juga dapat mengurangi kesepian yang dirasakan. Selain itu, individu juga berusaha membuka diri untuk hubungan sosial yang lebih baik, tidak berpikiran negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi atau mengalihkan kesepian yang dirasakan seperti bekerja, menghabiskan waktu bersama anak-anak, olahraga, mendengarkan musik, dan kegiatan lainnya.

c. Bagi wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan, dapat mengurangi kesepiannya dengan tidak mengingat benda-benda fisik milik pasangannya, seperti memberikan pakaian pasangan pada keluarga atau orang lain, menghindari tempat-tempat yang sering dikunjungi bersama pasangan, tidak hanya merenung atau menangis di dalam kamar, namun membuka diri untuk ikut aktif dalam kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan sosial. Kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan juga dapat membantu untuk mengurangi kesepian yang dirasakan wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal.

d. Bagi masyarakat di sekitar wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal sebaiknya juga berpikiran terbuka, bahwa mereka bukanlah orang yang harus dianggap negatif dengan kesendiriannya, tidak menganggap status sosial mereka yang tidak memiliki pasangan menjadi lebih rendah dari wanita yang memiliki pasangan, tidak mendiskriminasikan, tidak mengasihani namun membantu dengan membina hubungan sosial yang baik bersama keluarga dengan orangtua tunggal, baik wanita yang menjadi orangtua tunggal maupun anak-anak mereka.

Dokumen terkait