• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya terhadap berbagai resiko pasar tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja merupakan bagian dari sistem perlindungan sosial. Di negara-negara maju, jaminan sosial tenaga kerja merupakan bagian terpenting dari sistem perlindungan sosial karena hampir seluruh keluarga dalam masyarakat tercakup oleh jaminan sosial tenaga kerja. Akan tetapi, di negara-negara yang sedang berkembang, jaminan sosial tenaga kerja hanya mencakup sebagian kecil keluarga dalam masyarakat, terutama karena sebagian besar penduduk bekerja di sektor informal.

Dalam masyarakat tradisional, perlindungan sosial terhadap warganya lebih banyak dilakukan secara informal dengan mengandalkan bantuan keluarga, tetangga, dan masyarakat. Tetapi meningkatnya urbanisasi dan formalisasi perekonomian, menurunnya tingkat kelahiran, dan meningkatnya umur harapan hidup telah menimbulkan tekanan-tekanan yang mengakibatkan sistem perlindungan sosial informal melemah. Hal ini mendorong timbulnya kebutuhan untuk menciptakan sistem perlindungan sosial yang bersifat formal, yang dikelola secara modern dengan aturan-aturan yang jelas dan mengikat.

Sistem jaminan sosial tenaga kerja yang dikembangkan di suatu negara harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian, khususnya kondisi ketenagakerjaan, di negara yang bersangkutan. Besarnya proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor informal di Indonesia tidak memungkinkan bagi sistem jaminan sosial tenaga kerja formal untuk mencakup sebagian besar keluarga. Walaupun demikian, berbagai program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelola oleh negara telah dibentuk dan telah berjalan. Sampai saat ini terdapat tiga kategori jaminan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia, yaitu: (i) untuk karyawan sektor swasta dikelola oleh PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek); (ii) untuk pegawai negeri sipil dikelola oleh PT Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (PT Taspen) dan PT Asuransi Kesehatan (PT Askes); dan (iii) untuk anggota TNI dan Polri dikelola oleh PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PT Asabri).

Program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia sesungguhnya sudah mulai dirintis sejak awal kemerdekaan, tetapi undang-undang khusus mengenai program asuransi sosial tenaga kerja baru dikeluarkan pada tahun 1977. Program jaminan sosial tenaga kerja yang berlaku sekarang didasarkan pada undang-undang yang diterbitkan pada tahun 1992. Ruang lingkup program ini terdiri dari empat program perlindungan pekerja, yaitu: (i) jaminan kecelakaan kerja; (ii) jaminan kematian; (iii) jaminan hari tua; dan (iv) jaminan pemeliharaan kesehatan. Premi program-program ini ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja, kecuali iuran jaminan hari tua yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja. Setiap bulan pemberi kerja harus membayar premi yang nilainya sebesar 7,24 – 11,74 persen dari total upah yang dibayarkan kepada pekerja. Ini berarti bahwa secara rata-rata pemberi kerja setiap tahunnya harus membayar tambahan satu bulan upah pekerja untuk membayar premi program ini.

Secara obyektif akan sangat sulit untuk menjadikan program jaminan sosial tenaga kerja sebagai mekanisme utama bagi sistem perlindungan sosial apabila pengelolaannya masih tetap seperti sekarang. Jumlah angkatan kerja Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 100 juta orang dan terus tumbuh lebih dari dua persen per tahun. Akan sangat sulit bagi perusahaan manapun untuk mencapai dan mengelola jumlah nasabah sebesar itu. Selain itu, program Jamsostek masih menghadapi masalah-masalah mengenai instrumen pengelolaan dana yang kurang terdiversifikasi, terbatasnya jumlah dana yang diterima kembali oleh peserta Jamsostek yang sudah dapat menikmati hak mereka, tingginya biaya administrasi, dan tata kelola yang kurang transparan. Semua permasalahan ini berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat dan antusiasme mereka untuk mengikuti program ini.

Oleh karena itu sistem monopoli dalam pelaksanaan program Jamsostek seperti yang berlaku selama ini perlu dihapuskan karena justru akan menjadi faktor penghambat bagi pengembangan sistem jaminan sosial tenaga kerja dan sistem perlindungan sosial yang ingin dikembangkan. Disamping itu, mayoritas tenaga kerja Indonesia bergerak di sektor informal. Walaupun perkembangan perekonomian semakin lama akan makin memperkecil peranan sektor informal, tetapi hal ini hanya akan tercapai dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Sementara itu pengelolaan pensiunan pegawai negeri dan anggota TNI/Polri secara tersendiri dengan memperoleh alokasi dari APBN dapat menimbulkan masalah ketidakadilan. Mengapa pensiunan pegawai negeri dan anggota TNI/Polri harus memperoleh bantuan dari anggaran negara yang dibiayai dengan pajak yang dibayar oleh rakyat, sementara pensiunan bukan pegawai negeri tidak memperoleh bantuan? Hal ini mungkin bisa dilihat sebagai kompensasi karena undang-undang tidak memungkinkan pemerintah untuk memberikan kontribusi terhadap premi jaminan hari tua seorang pegawai negeri, sementara seorang pegawai swasta memperoleh kontribusi dari pemberi kerja yang justru lebih besar daripada premi yang dia bayar sendiri. Tetapi hal ini setidak-tidaknya menunjukkan bahwa pengelolaan jaminan sosial untuk pegawai negeri dan pegawai swasta secara terpisah menimbulkan masalah tersendiri.

Karena itu, perlu dipikirkan inisiatif baru untuk menciptakan suatu sistem jaminan sosial tenaga kerja nasional yang terintegrasi. Dalam sistem ini pemerintah sebaiknya lebih menekankan pada peranannya sebagai pengatur dan pengawas, serta melepaskan peranannya sebagai monopoli pelaksana jaminan sosial tenaga kerja. Dalam sistem ini pemerintah pusat menetapkan standar minimum berbagai komponen jaminan sosial yang harus disediakan oleh setiap pemberi kerja – termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah – terhadap pekerjanya. Pemberi kerja dapat menyediakan sendiri berbagai komponen jaminan sosial tersebut ataupun membeli jasa dari suatu perusahaan yang mengkhususkan diri sebagai penyedia jasa suatu atau beberapa komponen jaminan sosial tenaga kerja. Pemerintah juga perlu membuat peraturan khusus dan standar minimum bagi perusahaan-perusahaan semacam itu, serta secara teratur melakukan akreditasi terhadap mereka.

LAMPIRAN

Tabel A1. Peserta Program Jamsostek, 1978-2000

Tahun Perusahaan Tenaga Kerja

1978 3.263 874.947 1979 3.972 1.141.787 1980 5.243 1.252.805 1981 6.774 1.340.990 1982 7.945 1.453.337 1983 8.926 1.760.181 1984 12.245 2.058.372 1985 14.783 2.352.358 1986 16.793 2.606.096 1987 18.795 3.008.922 1988 21.774 3.335.396 1989 25.657 3.497.530 1990 29.562 3.929.307 1991 33.536 4.468.984 1992 38.462 5.278.760 1993 47.302 6.504.210 1994 51.601 7.604.673 1995 60.049 9.171.090 1996 69.366 11.329.704 1997 77.772 13.388.056 1998 82.632 14.959.138 1999 87.703 16.424.128 2000 90.848 18.140.886 Sumber: PT Jamsostek

Tabel A2. Penerimaan Iuran Jamsostek Menurut Program, 1978-2000 (dalam juta rupiah)

Tahun Iuran JKK Iuran JHT

Iuran JKM

Iuran JPK Lainnya Total Iuran 1978 1.768 0 699 0 0 2.468 1979 3.318 0 1.798 0 0 5.117 1980 4.003 10.924 2.226 0 0 17.154 1981 5.848 16.785 3.429 0 0 26.063 1982 7.800 20.307 4.084 0 0 32.192 1983 8.626 23.214 4.729 0 0 36.570 1984 10.932 29.707 6.033 0 0 46.672 1985 13.959 38.628 7.940 0 0 60.527 1986 14.850 42.419 8.935 0 0 66.205 1987 17.766 49.076 10.201 0 0 77.043 1988 19.910 55.301 11.864 0 0 87.075 1989 22.231 66.444 13.596 0 0 102.271 1990 29.469 89.093 18.220 0 0 136.782 1991 37.748 116.584 24.646 0 0 178.978 1992 49.733 154.449 31.679 0 38.771 274.632 1993 62.214 323.079 32.553 6.651 35.626 460.123 1994 65.771 525.826 28.206 26.122 34.742 680.668 1995 97.475 656.929 43.073 44.365 48 841.889 1996 106.536 894.075 43.365 63.298 0 1.107.274 1997 143.322 1.139.969 60.894 82.243 0 1.426.428 1998 164.289 1.303.147 72.162 97.341 0 1.636.940 1999 192.560 1.497.370 82.012 134.312 31.981 1.938.235 2000 247.288 1.923.718 102.740 173.096 29.976 2.476.818 Sumber: PT Jamsostek

Tabel A3. Iuran Jamsostek Menurut Jenisnya, 1997-2000

1997 1998 1999 2000

Jenis Iuran Rp juta % Rp juta % Rp juta % Rp juta %

Iuran JKK 143.322 10.0 164.289 10.0 192.560 9.9 247.288 10.0 Iuran JHT 1139.969 79.9 1.303.147 79.6 1.497.370 77.3 1.923.718 77.7 Iuran JKM 60.894 4.3 72.162 4.4 82.012 4.2 102.740 4.1 Iuran JPK 82.243 5.8 97.341 5.9 134.312 6.9 173.096 7.0 Lainnya 0 0.0 0 0.0 31.981 1.7 29.976 1.2 Total Iuran 1.426.428 100.0 1.636.940 100.0 1.938.235 100.0 2.476.818 100.0 Sumber: PT Jamsostek

Tabel A4. Portofolio Investasi PT JAMSOSTEK, 1997- Juni 1999

1997 1998 Juni 1999

Portofolio Investasi

Rp juta % Rp juta % Rp juta %

Promes - - - - 44.723 0.5 Commercial paper - - - -Deposito 4.642.937 79.7 6.554.510 84.9 7.907.569 86.0 SBI - - 73.463 1.0 - -Obligasi 407.938 7.0 328.488 4.3 355.538 3.9 Reksadana 90.928 1.6 91.706 1.2 124.747 1.4 Saham 292.630 5.0 229.817 3.0 326.435 3.5 Tanah & Bangunan 342.855 5.9 395.911 5.1 398.146 4.3 Penyertaan 47.476 0.8 42.927 0.6 42.927 0.5 Total 5.824.763 100.0 7.716.823 100.0 9.200.084 100.0

Sumber: PT Jamsostek

Tabel A5. Hasil Investasi PT Jamsostek (Persero), 1997- Juni 1999

1997 1998 Juni 1999

Investasi

Rp juta % Rp juta % Rp juta %

Promes 54 0.0 - - 4.991 0.4 Commercial paper - - - -Deposito 526.000 71.6 1.427.086 89.3 1.038.818 83.8 SBI 81.192 11.0 23.297 1.5 1.537 0.1 Obligasi 65.730 8.9 73.118 4.6 56.391 4.5 Reksadana 2.975 0.4 693 0.0 1.300 0.1 Saham 20.406 2.8 62.850 3.9 82.493 6.7 Tanah & Bangunan 187 0.0 798 0.0 499 0.0

Penyertaan 432 0.1 132 0.0 -

-Lain-lain 37.852 5.2 9.395 0.6 53.609 4.3 Pendapatan Investasi Brutto 734.828 100.0 1.597.368 100.0 1.239.637 100.0 Beban Investasi 29.347 4.0 110.324 6.9 63.671 5.1 Pendapatan Investasi Netto 705.480 96.0 1.487.044 93.1 1.175.966 94.9

Dokumen terkait