• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Untuk dapat mendaftar menjadi member dalam perusahaan Tupperware

tidak terdapat syarat yang rumit dan mengikat, hanya perlu memberikan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), meninggalkan nomor handphone,

dan membeli Kitbag Tupperware. Mekanisme transaksi jual beli dalam

perusahaan Tupperware sangat mudah, dimana konsumen akan melalui tiga tahap transaksi, mulai dari mencari informasi produk-produk Tupperware yang diinginkan dan dirasakan akan dapat memenuhi kebutuhannya (Tahap Pra-Transaksi Konsumen), kemudian melakukan pembelian produk Tupperware (Tahap Transaksi Konsumen), dan setelah pembelian serta penggunaan produk, apabila dirasa produk memiliki kualitas atau mutu yang baik serta bermanfaat, maka konsumen akan berlangganan pada produk Tupperware tersebut (Tahap Purna-Transaksi Konsumen). Levering (penyerahan) barang dalam perusahaan Tupperware dilakukan secara langsung pada saat dilakukan pembelian dan sesudah dilakukannya pembayaran. Namun, apabila barang yang dipesan sedang kosong, maka pihak Tupperware akan mengeluarkan invoice dengan tanda “BB” atau “Barangnya Belum”, dan setelah barang datang, maka pada hari itu juga barang tersebut akan diberikan kepada konsumen dengan menunjukkan invoice tersebut.

2. Keluhan-keluhan yang sering terjadi di perusahaan Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa) adalah mengenai keterlambatan pendistribusian atau pengiriman barang karena adanya perubahan sistem dari perusahaan Tupperware pusat. Mengenai kualitas produk, ada sebagian konsumen yang mengeluh mengenai tutup bekal makanan yang tidak dapat ditutup secara rapat sehingga makanan yang ada di dalamnya tumpah, dan kemudian ada yang mengeluhkan mengenai ukuran tutup botol minuman yang tidak sesuai dengan wadahnya sehingga botol minum tersebut tidak dapat ditutup. Keluhan-keluhan tersebut kemudian akan segera ditindaklanjuti oleh pimpinan perusahaan. Apabila keluhan konsumen

menyangkut tentang staff perusahaan, maka para staff PT Kartika Swarna

Dwipa akan diajak untuk mengadakan rapat dan evaluasi oleh pimpinan perusahaan. Namun, apabila keluhan konsumen menyangkut tentang produk/barang Tupperware, maka pimpinan PT Kartika Swarna Dwipa akan mengajak para konsumen untuk rapat dan menjelaskan kendala- kendala yang terjadi.

3. Di Indonesia, terdapat beberapa peraturan hukum yang mendasari tentang

bisnis Multi Level Marketing (MLM) dan perlindungan terhadap para

konsumen, namun sayangnya masih banyak pebisnis MLM sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen yang tidak mengetahui mengenai peraturan-peraturan hukum tersebut, sehingga masih ada saja konsumen yang dirugikan oleh para pebisnis MLM ini. Akan tetapi, terkadang terdapat pula konsumen yang tidak beritikad baik dalam

melakukan transaksi jual beli, sehingga pihak pelaku usaha harus diberikan perlindungan hukum dari konsumen yang tidak beritikad baik tersebut. Perusahaan Tupperware, dalam menjalankan bisnisnya, memberikan perlindungan hukum yang jelas kepada para konsumennya. Perlindungan yang diberikan tersebut adalah berupa garansi seumur hidup apabila produk/barang Tupperware tersebut rusak selama pemakaian. Garansi tersebut dapat diberikan apabila produk/barang tersebut rusak akibat pemakaian normal, bukan karena digigit tikus, disayat, maupun sengaja dipecahkan. Dengan adanya garansi inilah yang membuat konsumen merasa aman dan terlindungi dalam menggunakan produk Tupperware. Untuk melakukan claim ganti rugi, konsumen dapat langsung datang ke kantor distributor Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa) dengan membawa produk/barang yang rusak tersebut ke divisi barang rusak, kemudian produk/barang yang rusak tersebut akan diganti dengan produk/barang yang baru dengan model yang sama. Namun, apabila produk/barang tersebut sudah tidak diproduksi lagi, maka pihak Tupperware akan memberikan voucher belanja di Tupperware seharga produk/barang yang rusak tersebut. Selama menjalankan bisnisnya, perusahaan distributor Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa) belum pernah mengalami sengketa yang besar, melainkan hanya pernah terjadi

kesalahpahaman kecil antara staff dengan konsumen, namun tidak

menutup kemungkinan terjadinya sengketa antara pihak perusahaan Tupperware dengan pihak konsumen. Apabila terjadi sengketa, maka

pihak perusahaan Tupperware dan konsumen akan menyelesaikannya melalui penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, yaitu dengan cara melakukan negosiasi.

B. Saran

1. Mengenai prosedur pendaftaran member Tupperware yang sangat tidak

mengikat, yaitu hanya dengan menyerahkan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk (KTP) dan nomor handphone, sebaiknya dibuat suatu peraturan

atau tata cara baru dalam mendaftar sebagai member Tupperware, yaitu

dengan mengisi formulir pendaftaran yang disertai dengan klausul-klausul perjanjian yang mengikat terhadap orang-orang yang ingin mendaftarkan

diri sebagai member Tupperware tersebut. Hal ini dilakukan agar

perjanjian yang dibuat antara pihak perusahaan Tupperware dengan member tersebut dapat memberikan suatu ikatan pada member tersebut

sehingga member tersebut tidak berani sewenang-wenang atau

sembarangan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang dapat merugikan pihak perusahaan maupun pihak konsumen Tupperware, sehingga dengan demikian, kejahatan dalam bisnis MLM ini akan dapat berkurang.

2. Dalam hal pemberian kuesioner keluhan konsumen, sebaiknya isi dari

kuesioner tidak hanya terbatas pada pelayanan dari tiap-tiap divisi yang ada di perusahaan Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa), karena dalam hal ini, berarti konsumen hanya dapat mengeluhkan tentang hal-hal yang

Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa), tanpa bisa mengeluhkan hal-hal mengenai mutu atau kualitas produk/barang yang diproduksi oleh perusahaan Tupperware. Di dalam kuesioner, sebaiknya ditambah dengan pertanyaan seputar keluhan konsumen mengenai mutu atau kualitas produk/barang pada perusahaan Tupperware.

3. Dalam hal pemberian perlindungan hukum terhadap konsumen, sebaiknya

perusahaan Tupperware mengeluarkan peraturan tertulis mengenai kode etik apa saja yang harus ditaati oleh seorang distributor, seorang member, maupun seorang konsumen agar tidak ada pihak yang dirugikan di kemudian hari. Selain itu, pihak perusahaan Tupperware dan konsumen juga sangat perlu untuk sedikit banyak mengetahui dan mempelajari peraturan-peraturan yang mendasari bisnis Multi Level Marketing (MLM) serta perlindungan konsumen di Indonesia untuk mencegah terjadinya

pelanggaran hak-hak konsumen di dalam bisnis Multi Level Marketing

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar

Grafika: Jakarta.

Nyotoprabowo, Oktavianus Yudistira. 2014. The Biggest Secret To Success In

MLM Finally Revealed. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Siahaan, N.H.T. 2005. Hukun Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Panta Rei: Jakarta.

Miru, Ahmadi. 2011. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di

Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2012. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia:

Jakarta.

Sunggono, Bambang. 1996. Metodologi Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo

Persada: Jakarta.

Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Mandar

Maju: Bandung.

Sidharta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo: Jakarta. Lowe, R. 1983. Commercial Law 6th Edition. Sweet & Maxwell: London.

Nasution, Az. 1999. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Daya

Widya: Jakarta.

Susanto, Happy. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Visimedia: Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty

Yogyakarta: Yogyakarta.

Arrasjid, Chainur. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika: Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen.

Rajawali Pers: Jakarta.

Harianto, Dedi. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Periklanan yang Menyesatkan. Ghalia Indonesia: Bogor.

Agus, Azwir. 2013. Arbitrase Konsumen Gambaran Dalam Perubahan Hukum

Perlindungan Konsumen. USU Press: Medan.

Rozi, Muhammad Fachrur. 2003. Budaya Industri Pemasaran Jaringan di

Indonesia. Netbooks Press: Yogyakarta.

Clothier, Peter J. 1994. Meraup Uang Dengan MLM. PT Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

Roller, David. 1995. Menjadi Kaya Dengan Multi-Level Marketing. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Amway. 2008. Panduan Pemesanan dan Pengembalian Produk. PT Amindoway Jaya: Jakarta.

Harefa, Andrias. 2007. Menapaki Jalan DS-MLM. Gradien Books: Yogyakarta.

Ibrahim, Jabbar. 2009. MLM Bikin Saya Kaya Raya. PT Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

MLM Leaders. 2007. The Secret Book Of MLM. Mic Publishing: Jakarta.

Yarnell, Mark dan Rene Reid Yarnell. 1999. Tahun Pertama Anda Dalam

Kisata, Pindi. 2005. Why Not MLM?. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti:

Bandung.

Shofie, Yusuf. 2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukumnya. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.

Harahap, Yahya. 1997. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelesaian Sengketa. Citra Aditya Bakti: Bandung.

2. Peraturan Perundang-undangan

Subekti, R. dan R.Tjitrosudibio. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Jakarta: Pradnya Paramita.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) Nomor 32/M- DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) Republik Indonesia Nomor 73/MPP/KEP/3/2000 Tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13/M-

DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 75/DSN MUI/VII/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).

3. Jurnal

Sudarsono, Heri. 2009. Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perbankan di Indonesia : Perbandingan Antara Bank Konvensional dan Bank Syariah. La-Riba Jurnal Ekonomi Islam. Volume III: hal. 12-13.

Kartajaya, Hermawan. 1998. Menjaga MLM Tetap Berjaya. Jurnal Swasembada. Volume XIV: hal. 66.

Marzuki, Peter Mahmud. 1997. The Need For The Indonesian Economic Legal Framework. Jurnal Hukum Ekonomi. Edisi IX: hal. 28.

Zaqeus, Edy. 2005. Membedakan Bisnis DS-MLM dengan Money Game. INFO APLI. Edisi XXX: hal. 8.

Anonim. 1999. Pesona Pesona. Yogyakarta: Kabar Kampus.

Palupi, Dyah Hasto. 1998. Untung Berjenjang Bebas Krisis. Jurnal Swasembada. Volume XIV: hal. 64-65.

4. Skripsi

Sekartati, Henny. 2007. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Maharani, Susfani Kesuma. 2012. Analisa Yuridis Penegakan Hukum Pidana di Indonesia Dalam Menanggulangi Praktek Bisnis Berkedok Multi Level

Marketing. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatera

5. Disertasi

Harianto, Dedi. 2007. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Periklanan

yang Menyesatkan. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

6. Makalah

Valentine, Debra A. 1998. Pyramid Schemes. International Monetary Fund’s

Seminar On Current Legal Issues Affecting Central Banks. Washington DC: 13 Mei.

7. Internet

Mion, Alvhy Cliquers. MLM Dalam Pandangan Islam.

http://www.scribd.com/doc/147290997/MLM-Dalam-Pandangan-Islam. 2 Desember 2014.

Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemasaran_berjenjang. 5 Maret 2015. Situs resmi WFDSA http://www.wfdsa.org/about_dir_sell/?fa=whatisds. 5 Maret

2015.

Hati-Hati MLM http://www.oocities.org/hubungan_bisnis/hati-hati_mlm.htm. 6 Maret 2015.

ABE Network, Cara Cek MLM Legal & Ilegal.

http://www.abenetwork.com/apli.php. 5 Maret 2015.

Subandriyo, Toto. Belajar dari Kasus CV Medical.

HASIL WAWANCARA PADA PT KARTIKA SWARNA DWIPA (DISTRIBUTOR TUPPERWARE MEDAN)

Narasumber : Rafika Saputri

Hari/Tanggal : Sabtu / 14 Maret 2015

1. Apakah perusahaan Tupperware sudah tergabung di dalam Asosiasi

Penjualan Langsung Indonesia (APLI)?

Jawab : Perusahaan Tupperware sudah tergabung di dalam Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI).

2. Apakah perusahaan Tupperware telah memiliki Surat Izin Usaha Penjualan

Langsung (SIUPL)?

Jawab : Ada. Perusahaan Tupperware memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL).

3. Bolehkah Saudara ceritakan sedikit mengenai profil PT Kartika Swarna

Dwipa?

Jawab : PT Kartika Swarna Dwipa bermula dari bisnis peralatan rumah tangga yaitu produk Tupperware pada tahun 1994, yang dikelola oleh Ibu Susan Erlina Hayati Rompies di Medan, yang beranggotakan 3 (tiga) orang karyawan. Seiring semakin banyaknya permintaan akan produk dari Tupperware, maka pada tanggal 29 Maret 1996, PT Tupperware Indonesia menunjuk Ibu Susan sebagai distributor sehingga didirikanlah perusahaan dengan nama PT Kartika Swarna Dwipa yang beralamat di Jalan Kolonel Sugiono Nomor 29 B, dimana makin bertambahnya

permintaan akan produk Tupperware sehingga bertambah pula member/agen sebanyak 10 (sepuluh) orang. Karena produk Tupperware banyak diminati ibu-ibu rumah tangga khususnya ibu-ibu yang berkarier di bisnis ini, pada tahun 2002, PT Kartika Swarna Dwipa pindah ke Jalan Juanda Nomor 31 AA. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya minat ibu-ibu akan produk Tupperware dan permintaan akan produk semakin tinggi serta

semakin banyak anggota yang masuk untuk menjadi

member/agen. Pada tahun 2002, staff karyawan bertambah menjadi 7 (tujuh) orang, untuk General Manager (GM) 4 (empat) orang, dan Konsultan 50 (lima puluh) orang. Untuk mengantisipasi kemajuan di masa yang akan datang, PT Kartika Swarna Dwipa pindah ke Jalan Brigjend Katamso Komplek Istana Business Center Nomor 7-8 pada tahun 2010 sampai dengan

sekarang. Saat ini, jumlah staff di PT Kartika Swarna Dwipa

adalah sebanyak 30 (tiga puluh) orang, General Manager (GM)

18 (delapan belas) orang, Manager 200 (dua ratus) orang,

Assistant General Manager (AGM) 1 (satu) orang, dan Konsultan 1.000 (seribu) orang. PT Kartika Swarna Dwipa telah banyak menerima penghargaan dari PT Tupperware Indonesia, dimana salah satunya adalah menduduki peringkat ke-39 (tiga puluh sembilan) dunia pada tahun 2014. Saat ini, PT Kartika Swarna Dwipa dipimpin oleh Ibu Brenda Marta Cristina sebagai

distributor. Sebagai sebuah perusahaan, PT Kartika Swarna Dwipa dalam menjalankan bisnisnya memiliki visi dan misi. Adapun visi dan misi dari PT Kartika Swarna Dwipa adalah sama dengan visi dan misi dari Tupperware, dimana visi dari PT Kartika Swarna Dwipa sebagai distributor Tupperware adalah

untuk menjadi Company of Coice dan Brand of Choice,

sedangkan misi dari PT Kartika Swarna Dwipa sebagai distributor Tupperware adalah untuk mengubah hidup banyak orang dan keluarganya menjadi lebih baik.

4. Apakah terdapat syarat tertentu untuk menjadi member ataupun distributor

perusahaan Tupperware?

Jawab : Untuk menjadi distributor, seseorang tersebut harus melalui jenjang karir terlebih dahulu, sedangkan untuk menjadi seorang member, tidak terdapat syarat yang mengikat, dimana seseorang tersebut hanya perlu menyerahkan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk (KTP), meninggalkan nomor handphone yang bisa

dihubungi, dan membeli Kitbag Tupperware seharga Rp

270.000,- (dua ratus tujuh puluh ribu rupiah), dimana dengan

membeli Kitbag Tupperware tersebut, seorang member dapat

memperoleh sebuah tas bermerek Tupperware, Party Kit (untuk

memudahkan melakukan Tupperware Party, berisi amplop party,

formulir pesanan konsumen, form nyonya rumah, undangan

Booklet, buku sukses bersama Tupperware, katalog Tupperware, sales order form, pensil, binder, dan beberapa produk Tupperware seharga Rp 550.000,- (lima ratus lima puluh ribu rupiah). Seseorang yang telah memberikan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk (KTP) dan membeli Kitbag Tupperware sudah bisa

dianggap sebagai member Tupperware, namun member tersebut

hanya terdaftar secara nama saja dan dianggap belum aktif.

Apabila member tersebut ingin dianggap aktif, maka member

tersebut harus berbelanja produk-produk Tupperware minimal seharga Rp 900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah) dalam waktu 1 (satu) minggu.

5. Dalam menjalankan bisnis ini, apakah penting bagi seorang member

Tupperware untuk memiliki downline?

Jawab : Sebenarnya hal tersebut tergantung pada masing-masing member, apakah member tersebut ingin mengikuti jenjang karir atau tidak.

Jika member tersebut ingin mengikuti jenjang karir, maka

member tersebut wajib memiliki downline untuk menunjangnya

agar bisa naik pangkat nantinya. Tetapi, jika member tersebut

hanya ingin menjadi member biasa selama-lamanya, maka

6. Bagaimanakah mekanisme transaksi jual beli dalam perusahaan Tupperware ini?

Jawab : Mekanisme transaksinya mudah saja, yaitu konsumen hanya perlu datang ke kantor distributor Tupperware, kemudian setelah memilih dan menyetujui harga produk yang ingin dibeli, maka

konsumen dapat melakukan pemesanan atau order atas produk-

produk yang diminati, kemudian konsumen membayar sejumlah biaya atas produk yang dipesan tersebut di kasir, lalu konsumen akan langsung mendapatkan produk yang diinginkan tersebut pada saat itu juga.

7. Bagaimana apabila barang yang diinginkan konsumen sedang tidak ada di

tempat atau sedang kosong barangnya?

Jawab : Apabila barang sedang kosong atau tidak ada di tempat, biasanya

dari pihak kantor distributor akan mengeluarkan invoice atau

faktur kepada konsumen dengan membuat kode “BB”, yang maksudnya adalah “Barangnya Belum”. Apabila kemudian produk tersebut sudah ada, maka pada hari masuknya produk tersebut, konsumen sudah bisa langsung mengambil produk

tersebut ke kantor distributor dengan membawa invoice atau

faktur tersebut untuk diperlihatkan kepada pihak kantor distributor.

8. Apakah dalam perusahaan Tupperware ini terdapat kode etik yang tertulis untuk melindungi hak-hak konsumen maupun hak-hak dari perusahaan Tupperware sebagai pelaku usaha?

Jawab : Kode etik sebenarnya ada, tetapi tidak ada kode etik yang tertulis. Kode etik tersebut seperti misalnya antara sesama distributor yang

masing-masing memiliki downline tidak boleh saling berebutan

atau saling mencuri anak atau downline-nya. Selain itu,

perusahaan Tupperware juga melarang seorang member untuk

terdaftar dalam dua distributor yang berbeda.

9. Kode etik yang dikemukakan tadi merupakan kode etik bagi pelaku usaha,

lalu apakah ada kode etik yang dibuat untuk melindungi hak-hak konsumen? Jawab : Kalau itu saya kurang tahu, namun sepertinya tidak ada.

10. Apakah Saudara mengetahui peraturan hukum apa sajakah yang mendasari

bisnis Multi Level Marketing atau Penjualan Berjenjang ini? Jawab : Saya tidak tahu sama sekali mengenai hal itu.

11. Apa sajakah hal yang sering dikeluhkan oleh konsumen pada perusahaan

Tupperware (PT Kartika Swarna Dwipa) ini?

Jawab : Keluhan-keluhan yang sering dikeluhkan oleh konsumen produk Tupperware disini yaitu mengenai adanya keterlambatan dalam pendistribusian barang yang telah dipesan kepada konsumen. Keterlambatan tersebut terjadi karena disebabkan oleh adanya perubahan sistem yang terjadi di Tupperware pusat, yang akhirnya berakibat pada terjadinya gangguan terhadap ekspedisi

barang, yang mengakibatkan barang-barang yang telah dipesan oleh konsumen terpaksa harus ditunda atau di-pending terlebih dulu.

12. Apakah konsumen pernah mengeluhkan mengenai kualitas atau mutu dari

produk Tupperware?

Jawab : Tidak pernah. Konsumen tidak pernah mengeluhkan tentang kualitas ataupun mutu dari produk Tupperware, karena perusahaan Tupperware memberikan garansi seumur idup, yang

mana pihak konsumen dapat melakukan claim ganti rugi apabila

terjadi kerusakan pada produk Tupperware. Maka dari itu, konsumen tidak pernah mengeluh mengenai kualitas atau mutu dari produk Tupperware.

13. Bagaimanakah cara perusahaan Tupperware ini menanggapi keluhan-keluhan

yang datang dari para konsumen?

Jawab : Untuk menampung keluhan-keluhan dari konsumen, pihak Tupperware telah mempersiapkan kuesioner kepuasan konsumen yang akan diberikan pada setiap konsumen untuk diisi dan apabila konsumen memiliki keluhan, maka konsumen tersebut dapat menyampaikan keluhannya tersebut di dalam kuesioner. Kuesioner tersebut kemudian akan dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Kemudian setelah terisi penuh, pimpinan perusahaan akan membaca satu per satu keluhan dari konsumen tersebut. Apabila keluhan-keluhan konsumen tersebut berhubungan dengan

pelayanan dari karyawan/staff Tupperware, maka pimpinan perusahaan akan mengadakan rapat untuk mengevaluasi kinerja dari para karyawan/staff tersebut. Namun apabila keluhan- keluhan konsumen tersebut berhubungan dengan produk-produk Tupperware, maka pimpinan perusahaan akan mengajak para konsumen tersebut untuk rapat dan menjelaskan lebih lanjut mengenai kendala-kendalanya.

14. Apakah pernah terjadi sengketa antara konsumen dengan pihak PT Kartika

Swarna Dwipa?

Jawab : Seingat saya, apabila sengketa yang benar-benar sengketa tidak ada, yang ada hanya berupa kesalahpahaman saja.

15. Apabila terjadi kesalahpahaman antara pihak konsumen dengan pihak PT

Kartika Swarna Dwipa, bagaimanakah penyelesaiannya?

Jawab : Biasanya kita menyelesaikannya secara bersama-sama, dimana orang-orang yang bersangkutan atau yang saling berselisih paham dipertemukan untuk dibahas dan ditemukan solusinya.

16. Bagaimana tata cara untuk melakukan claim ganti rugi terhadap produk

Tupperware yang rusak?

Jawab : Jika seorang konsumen ingin melakukan claim kerusakan atau

claim ganti rugi atas produk Tupperware yang dibelinya, maka konsumen tersebut hanya perlu datang ke kantor distributor dengan membawa produk Tupperware yang rusak tersebut untuk kemudian dilakukan claim ganti rugi di divisi defective atau divisi

barang rusak. Namun, tidak semua produk/barang Tupperware

yang rusak dapat dilakukan claim ganti rugi, dimana

produk/barang yang rusak tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Produk/barang yang rusak tersebut hanya dapat

dilakukan claim apabila produk/barang tersebut rusak dalam

pemakaian normal, misalnya saja tutup dari botol Tupperware yang patah di bagian tengahnya karena saat membuka botol sering ditekan di bagian tengah. Sedangkan untuk produk/barang Tupperware yang rusak karena digigit tikus, terbakar, sengaja

dipecahkan, dan disayat tidak dapat dilakukan claim ganti rugi

atas kerusakan produk/barang tersebut.

17. Berapa lama waktu yang dibutuhkan konsumen untuk dapat menerima

penggantian kerugian atas produk Tupperware yang rusak tersebut?

Jawab : Setelah dilakukan claim ganti rugi, apabila stock produk/barang

yang rusak tersebut masih tersedia di gudang, maka produk/barang yang rusak tersebut akan langsung diganti dengan produk/barang baru yang sama dengan produk/barang yang diclaim, dimana perusahaan Tupperware berkewajiban untuk

menyediakan stock barang untuk segera memenuhi pemesanan.

Namun, apabila produk/barang yang diclaim tersebut sudah lama dan tidak diproduksi lagi di Tupperware, maka dari pihak perusahaan Tupperware akan menghargai produk tersebut sesuai berapa harganya, lalu kemudian konsumen akan diberikan

voucher belanja sesuai harga produk/barang yang diclaim tersebut

sehingga konsumen dapat menggunakan voucher tersebut untuk

Dokumen terkait