• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, telah dijelaskan latar belakang

budidaya kemenyan hingga pada aspek ekonomi petani kemenyan di Desa Hutajulu. Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang melatar belakangi budidaya kemenyan di Desa Hutajulu ialah faktor geografis, faktor keuntungan, budidaya praktis dan warisan orang tua. Tanaman kemeyan sudah lama ditemukan tumbuh di areal hutan Desa Hutajulu, akan tetapi tidak dibudidayakan secara khusus.Kemenyan tumbuh pada ketinggian 600-1500 m di atas permukaan laut. Sebelum tahun 1960 masyarakat Desa Hutajulu bermata pencaharian dari hasil hutan yaitu mencari rotan dan menggergaji papan. Saat itu, yang diperoleh petani dianggap kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat diketahui harga kemenyan tinggi dan permintaan atas kemenyan meningkat akhirnya masyarakat mulai menanam dan membudidayakan kemenyan. Dari segi faktor keuntungan masyarakat merasa mampu memperoleh hasil yang cukup. Budidaya yang praktis juga menjadi salah satu alasan budidaya kemenyan di Desa Hutajulu.

Sistem budidaya kemenyan di Desa Hutajulu masih sederhana. Lahan yang

digunakan masyarakat harus dipastikan dahulu belum ada yang memiliki. Sebagian besar lahan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Hutajulu tidak memiliki surat dari negara. Hingga tahun 1990 lahan kemenyan diperoleh dari warisan orang tua dan

akan dilanjutkan oleh anak-anaknya. Untuk pembibitan kemenyan tidak dilakukan secara khusus, bibit kemenyan yang tumbuh secara liar akan dipindahkan ke lahan yang kosong. Penanaman bibit kemenyan dilakukan dengan cara menggali lobang kecil dengan menggunakan parang atau tongkat runcing. Yang perlu diperhatikan dalam penanaman yaitu jarak bibit kemenyan dengan pohon kemenyan disampingnya ialah berjarak 4-5 meter. Untuk perawatan kemenyan dibagi atas dua jenis, yaitu: pertama, untuk perawatan pada pohon yang kecil dan sampai besar hingga bisa dikatakan berproduksi. Kedua, perawatan untuk pohon kemenyan yang sudah tua, yakni pohon yang sudah tidak bisa memproduksi getah kemenyan. Pemanenan dilakukan ketika daun kemenyan sudah berwarna hijau muda dan rindang. Pohon kemenyan yang berdiameter lebih kurang 20 cm dan sudah berumur 7-10 tahun sudah bisa disadap. Setelah selesai proses penyadapan, petani akan menunggu kurang lebih selama empat bulan untuk memanen getah kemenyan. Proses pengolahan pasca panen dilakukan dengan membersihkan getah kemenyan dari kotoran-kotoran. Setelah itu,kemenyan yang diperoleh disortir untuk menyesuaikan harga.Setelah proses ini dilakukan, kemenyan bisa dijual kepada pedagang pengumpul yang berada di Desa Hutajulu.

Perkembangan pertanian kemenyan di Desa Hutajulutahun 1960-1990, dapat

dilihat bahwa hampir 90 % masyarakat Desa Hutajulu bertani kemenyan. Dalam kurun waktu 30 tahun petani kemenyan setiap tahun bertambah 6 petani. Bertambah 6 petani dengan asumsi setiap KK itu adalah pemilik kemenyan. Jadi setiap tahunnya

petani kemenyan mengalami peningkatan. Dari jumlah areal yang digunakan, luas areal kemenyan Desa Hutajulu mengalami penambahan yakni 306 ha di tahun 1960 menjadi 504 ha tahun 1990. Seiring bertambahnya areal, maka jumlah pohonpun bertambah. Tahun 1960 jumlah pohon kemenyan masyarakat Desa Hutajulu diperkirakan 137.149,2 pohon, dan tahun 1990 yakni 314.092,8 pohon. Hal ini terjadi karena luas lahan bertambah dan masyarakat makin intensif menanam kemenyan dengan mengoptimalisasi lahan.Disisi lain, untukproduksi kemenyan, kuantitasnya bertambah sedangkan kualitas relatif menurun. Kuantitas produksi kemenyan tahun 1960 yakni 543,1kg/minggu dan tahun 1990 adalah 1.243,807 kg/minggu, sedangkan kualitas kemenyan di tahun 1960 untuk mata kasar 52%, dan tahir 48%, sementara kualitas kemenyan tahun 1990 adalah mata kasar 46% dan tahir 54%.

Pertanian kemenyan di Desa Hutajulu tidak memerlukan modal biaya

produksi yang besar. Modal yang dikeluarkan oleh petani yakni pembuatan gubuk atau tempat penginapan, pembelian peralatan pertanian, konsumsi, dan upah tenaga kerja. Total modal yang dikeluarkan oleh petani pada tahun 1960 diperkirakan Rp.800/bulan dan modal tahun 1990 sekitar Rp.55.600/bulan. Untuk pemasaran kemenyan masyarakat Desa Hutajulu menjual hasil kemenyan dalam dua bentuk yakni: mata kasar dan tahir. Harga mata kasar lebih tinggi dari tahir. Kemenyan dijual kepada pedagang pengumpul yang berada di Desa Hutajulu, namun sebagian juga ada yang menjual langsung ke pasar. Penghasilan petani dapat hitung dari hasil pendapatan dikurangi dengan besarnya modal yang dikeluarkan. Besarnya hasil

penjualan kemenyan dan hasil pertanian lainnya dapat diketahui dari tabel 14, petani mendapat untuk perekonomian petani.

Dari perhitungan penulis pertanian kemenyan di Desa Hutajulu tahun 1960

berkontribusi sekitar 69%-76% dan tahun 1990 sekitar 67%-79% terhadap penghasilan petani. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Hutajulu sangat tergantung dari hasil pertanian khususnya kemenyan. Penghasilan yang diperoleh masyarakat mampu meningkatkan taraf kehidupan petani kemenyan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Hutajulusetelah bertani kemenyan. mereka bisa melakukan perbaikan rumah, menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi, membeli kendaraan roda dua, menabung, dan membeli perlengkapan rumah. Diakui oleh masyarakat bahwa dengan pertanian kemenyan ini memberikan kesejahteraan yang cukup buat mereka.

7.2 Saran

Kemenyan merupakan salah satu tanaman andalan di Sumatera Utara, begitu juga di Desa Huta julu kemenyan menjadi tanaman favorit masyarakat. Hal ini karena pertanian kemenyan dapat menguntungkan bagi masyarakat, maka sangat diperlukan dukungan dan perhatian dari pemerintah untuk tanaman kemenyan ini guna untuk meningkatkan pertanian kemenyan. Berbagai bantuan diharapkan kepada pemerintah termasuk perbaikan jalan menuju hutan kemenyan kiranya dapat membantu agar jalan menuju hutan kemenyan tidak terlalu susah untuk ditempuh. Selain itu, perlu pendataan jumlah lahan yang sebenarnya yang dimiliki oleh masyarakat Desa Hutajulu.

BAB II

DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang termasuk di dalamnya wilayah dan pemerintahan, penduduk, dan mata pencaharian. Desa Hutajulu sebenarnya sudah ada sebelum jaman kemerdekaan, namun, awalnya desa hanya terdiri dari beberapa kampung yang dikepalai oleh kepala kampung. Bab II ini juga menjelaskan kepada pembaca dimana letak dan keadaan Desa Hutajulu hingga tahun 1960. Selain itu, juga membahas bagaimana bentuk pemerintahan dan sistem mata pencaharian masyarakat yang awalnya hanya pencari rotan dan penggergaji papan dihutan hingga beralih menjadi petani kemenyan.

Letak desa yang berada pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut, menjadi salah satu alasan tumbuhnya kemenyan di desa tersebut. Bukti menunjukkan bahwa kemenyan sudah lama ditemukan keberadaannya di hutan di sekitar Desa Hutajulu. Perubahan mata pencaharian pada masyarakat Desa Hutajulu terjadi ketika dikenalnya pohon kemenyan yang bisa menghasilkan lebih dari yang mereka peroleh selama sebelum tahun 1960. Pekerjaan mencari rotan, dan menggergaji di hutan merupakan pemicu untuk penanaman kemenyan.

2.1 Wilayah dan Pemerintahan

Desa Hutajulu sudah terbentuk sebelum jaman kemerdekaan, namun pada saat itu belum dinamai dengan desa. Sebelum jaman kemerdekaan Desa Hutajulu terdiri dari beberapa perkampungan yang dikepalai oleh seorang kepala kampung (dalam istilah batak disebut kapala happung).Selanjutnya jaman berkembang, perkampungan yang sebelumnya dikepalai oleh Kepala Kampung digabungkan menjadi Nagari yang dikepalai oleh Kepala Nagari.Setelah kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Desa, sehingga disepakatilah beberapa perkampungan yang sebelumnya dikepalai oleh kepala Nagari untuk

dijadikan desa yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa.6

Nama Hutajulu dipilih karena wilayah Desa Hutajulu berada tepat di bagian Ujung (Julu) Kecamatan Pollung atau tepatnya berada di sebelah ujung wilayah yang didiami oleh kelompok marga marbun. Desa Hutajulu terdiri dari tiga dusun, memiliki luas wilayah 4.025,05 Ha, dengan perincian sebagai berikut :

1. Dusun I : 1.500 Ha

2. Dusun II : 1.500 Ha

3. Dusun III : 1.025,05 Ha.7

Desa Hutajulu terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun I yang terdiri atas huta Parmiahan, Lumban Ginjang, Tapian Nauli, Lumban Tonga-Tonga, dan Lumban Muda. Di Dusun II meliputi Huta Godang, Lumban Sopar, dan Peajojor, sedangkan

6

Op cit, hlm 8. 7

di Dusun III terdisri dari huta Lumban Sinaga dan Sosor Toruan.Sebagian perkampungan(huta) dinamai dengan nama marga yang dominan berada di kampung itu seperti perkampungan Lumban Sinaga, karena masyarakat yang berdomisili mayoritas marga Sinaga. Semua nama-nama perkampungan di Desa Hutajulu memiliki makna masing-masing. Nama perkampungan dibuat ketika dulu kampung tersebut baru dibuka oleh orang yang pertama bermukim atau bertempat tinggal di perkampungan itu dan yang disebut sibukka huta. Nama perkampungan akan diberikan oleh sibukka huta dan akan disepakati bersama-sama oleh masyarakat Desa

Hutajulu.8

Hingga tahun 1960 pemerintahan masyarakat di kampung Hutajulu dikepalai oleh seorang Kepala Kampung yang dipilih langsung oleh masyarakat, yang dianggap mampu untuk memimpin. Masa jabatan sebagai Kepala Kampung tidak ditentukan.Ada yang sampai lima tahun, bahkan ada yang delapan tahun. Namun, ketika Kepala Kampung sudah usia tua maka akan digantikan oleh orang yang bersedia menjadi Kepala Kampung. Akan tetapi ada juga pergantian Kepala Kampung bukan karena faktor usia, namun, karena sudah tidak ingin menjabat lagi. Kepala Kampung tidak digaji dengan uang. Masyarakat hanya memberikan beras

sebagai upah menjadi seorang Kepala Kampung9.

8

Wawancara, Hotben Lumban Gaol, Desa Hutajulu, 10 Juli 2015. 9

Desa Hutajulu saat ini masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten

Humbang Hasundutan10,tetapi pada periode kajian ini termasuk bagian dari

Kabupaten Tapanuli Utara. Desa Hutajulu berjarak kurang lebih 7 km arah utara dari Kantor Camat Pollung, dengan batas-batas desa sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan : Kecamatan Harian Boho

• Sebelah selatan berbatasan dengan : Desa Huta Paung

• Sebelah timur berbatasan dengan : Desa Ria-Ria

• Sebelah barat berbatasan dengan : Kecamatan Parlilitan

Desa Hutajulu berada pada ketinggian antara kurang lebih 1.300 m diatas permukaan laut, terdiri dari dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan iklim tropis tergolong dingin. Tanah di Desa Hutajulu merupakan tanah Podzolit. Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah/dingin. Dengan demikian sebagian besar lahan di Desa Hutajulu cocok untuk lahan pertanian seperti kopi, padi, nenas, palawija, dan hortikultura. Keadaan tanahnya tergolong bergelombang, cocok

untuk lahan perkebunan, penghijauan, dan pertanian.11

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Hutajulu dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pertanian dan pemukiman. Bentuk pemukiman desa ini tidak jauh berbeda dengan desa-desa tetangga yang bersebelahan. Terutama untuk Desa

10

Awalnya Kecamatan Pollung bergabung pada Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Tapanuli Utara. Namun, pada tahun 1985 Pollung dipisahkan dari Kecamatan Dolok Sanggul menjadi membentuk sebuah kecamatan yakni Kecamatan Pollung kabupaten Tapanuli Utara.

11

HutaPaung, kesamaan bentuk itu sangat jelas terlihat. Hampir keseluruhan pemukiman masyarakat letaknya disepanjang jalan desa, dan sebagian berada di sisi bagian dalam desa yang tidak jauh dari jalan lintasan utama.

Desa Hutajulu merupakan desa yang paling ujung di Kecamatan Pollung. Desa ini bisa kita lewati ketika melintas dari arah Medan menuju Siborong-borong dan bisa melihat sekaligus pemukiman masyarakat yang berjajar di pinggir jalan lintasan.Sebelum tahun 1960 untuk menempuh perkampungan-perkampungan yang berada jauh dari lintasan sangatlah susah. Masyarakat yang bermukim diperkampungan sisi dalam desa tersebut harus melewati sawah dan lahan-lahan pertanian lainnya untuk sampai pada perkampungan. Jalan menuju kampung masih kecil dan belum bagus. Sepanjang jalan jarang sekali dan hampir tidak ada ditemukan rumah masyarakat pada waktu itu. Hanya ada lahan pertanian di samping kiri dan kanan jalan kecil tersebut. Hal ini dikarenakan setiap pemukiman masyarakat harus memiliki perkampungan yang sudah dinamai. Biasanya dalam satu perkampungan didalamnya semua masyarakat yang bermukim masih merupakan kerabat dan keluarga.

Status kepemilikan tanah di Desa Hutajulu terbagi dalam tiga bagian sebagai berikut : 1. Milik rakyat : 4.021,05 Ha 2. Milik Pemerintah : 4 Ha12 12 Ibid, hlm, 11.

Tanah milik rakyat merupakan tempat pemukiman dan pertanian masyarakat Desa Hutajulu. Tanah milik rakyat disebut juga sebagai tanah adat, sedangkan tanahmilik pemerintah ialah hutan lindung seluas empat ha, yang lokasinya berada di hutan Desa Hutajulu.

Gambar 1

PETA DESA HUTAJULU

2.2 Penduduk

Penduduk Desa Huta Julu mayoritas etnik Batak dari sub-etnik Batak Toba, dengan bahasa sehari-harinya mempergunakan dialek Batak Toba. Penduduk yang

pertama kali bermukim di Desa Hutajulu yaitu Batak Toba yang bermarga Marbun13.

Marga marbun dibagi menjadi tiga bagian yaitu, Lumban Gaol, Lumban Batu dan Banjar Nahor. Kebanyakan orang yang sudah tinggal di kota, ketika ditanya marganya akan lebih sering menyebut marga Marbun, karena masyarakat di kota lebih kenal dengan sebutan ini. Setelah itu akan ditanya kembali masuk dalam marga Marbun apa apakah Lumban Gaol, Lumban Batu atau Banjar Nahor. Di Desa Hutajulu, masyarakat langsung memperkenalkan dirinya dengan marga yang dia miliki, misalnya Lumban Gaol dan tidak menggunakan marga Marbun lagi.

Awalnya mereka datang dari Aek Nauli yang masih satu kecamatan dengan Desa Huta Julu. Alasan marga marbun datang dan bermukim yakni masyarakat tersebut melihat bahwa Desa Huta Julu layak untuk dihuni dan sekaligus cocok untuk lahan pertanian. Namun, pada waktu itu tempat ini belum dinamai Desa Hutajulu yang masih dalam bentuk perkampungan. Ada juga marga-marga lainnya yang berada di desa ini yang akhirnya ikut bermukim, seperti Marga Sinaga, Bakkara, Situmorang dan marga-marga lainnya. Namun, tetap yang dominannya adalah Marga

Marbun.14

13 Hingga tahun berikutnya ada beberapa suku lain yang datang dan menetap di Desa Hutajulu, seperti suku nias dan suku jawa.

14

Kehidupan masyarakat Desa Huta Julu sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/ berumahtangga-mati).Masyarakat masih sering melakukan perayaan adat seperti acara kelahiran, kematian, dan pernikahan. Masyarakat Desa Huta Julu menganut nilai-nilai leluhur yaitu : gotong royong, bekerja keras, dan dalihan natolu.

Kebudayaan dan adat-istiadat pada masyarakat Desa Hutajulu masih cukup kental. Tradisi-tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka masih masyarakat jalankan. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat masih menghormati leluhur mereka dan nilai-nilai adat-istiadat tidak akan luntur. Adat-istiadat, seperti ketika acara pernikan atau mangadati masih tetap dilakukan, salah satunya acara manortor batak yang diiringi dengan musik batak. Manortor salah satu kebudayaan orang Batak yang diwariskan oleh nenek moyang. Manortor dilakukan ketika acara pernikahan, acara ulang tahun, acara kematian, dan acara-acara besar lainnya dan itu

masih dijalankan oleh masyarakat Desa Hutajulu.15

Masyarakat Desa Hutajulu mayoritas beragama Kristen, baik Katolik dan Protestan. Hal ini terbukti karena sudah ada dua gereja yang berada di Desa Hutajulu sebelum tahun 1960 yakni GerejaHuria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Katolik. Gereja HKBP sudah dibangun tahun 1910, sedangkan gereja katolik sudah ada pada tahun 1950-an. Fasilitas lainnya yang berada di Desa Hutajulu sebelum tahun 1960 yaitu hanya ada satu sekolah yakni Sekolah Rakyat yang hanya

15 Ibid

dilaksanakan hingga kelas tiga. Untuk melanjutkan pendidikan sampai kelas enam harus bersekolah ke Sekolah Rakyat Sambungan (SRS) yang berada di Pollung.

Berdasarkan mata pencaharian, masyarakat Desa Hutajulu umumnya bertani.Hingga tahun 1960 hanya ada satu orang yang berprofesi sebagai guru yang mengajar di Sekolah Rakyat, disamping ituada juga yang berprofesi sebagai

pedagang. Namun, yang mendominan adalah bermata pencaharian dari bertani.16

Pada pengkajian ini tidak diperoleh data jumlah penduduk pada tahun 1960, tetapi dari hasil wawancara dari beberapa tokoh desa bahwa jumlah penduduk Desa Hutajulu pada tahun 1960 mencapai 500 jiwa dengan jumlah 100 KK (Kepala

Keluarga17.

2.3 Mata Pencaharian

Diatas telah dijelaskan sedikit bahwa masyarakat Desa Hutajulu bermata pencaharian dari bertani. Masyarakat Desa Huta Julu sebelum tahun 1960, di samping bertani juga bekerja sebagai pencari rotan di hutan yang dikerjakan oleh laki-laki. Rotan yang telah dikumpulkan di hutan akan dibawa kembali kerumah dan dijual kepada penampung. Selain mencari rotan laki-laki juga bekerja sebagai penggergaji. Mereka dipekerjakan oleh seorang yang disebut toke dan diberangkatkan ke hutan

16

Hotben Lumban Gaol, Op cit. 17

untuk mengergaji pohon untuk dijadikan papan. Papan tersebut kemudiandijual

kepada toke yang berada di Desa Hutajulu.18

Pekerjaan mencari rotan dan mengergaji papan di hutan sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat Desa Hutajulu. Desa yang masih dikelilingi oleh hutan mampu memenuhi kebutuhan kerja masyarakat. Disamping itu, ketika kaum laki-laki pergi bekerja ke hutan,ada juga pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di rumah. Disamping bertani perempuan melakukan pekerjaan penganyam bayonuntuk

dijadikan seperti tikar, tandok, dan tempat nasi19. Hasil anyaman dijual ke pasar,

sebagai penambah penghasilan masyarakat. Tidak semua perempuan mampu menganyam. Bayon tidak dibeli, tetapi ditanam oleh masyarakat dilahan pertanian mereka.

Disamping pekerjaan tersebut masyarakat Desa Hutajulu juga bertani seperti padi, kopi, dan ubi. Penanaman padi sudah dilakukan sejak dulu, sementara penanaman kopi dikenal mulai pada tahun 1950. Hasil kopi dan ubi dijual ke pasar,Sementara hasil panen padi tidak dijual, tetapi dijadikan sebagai makanan sehari-hari. Pertanian tersebut dapat juga membantu perekonomian masyarakat Desa Hutajulu. Dari hasil mencari rotan, menggergaji papan, menganyam bayon, dan bertani tidak menjadikan masyarakat memiliki uang banyak.

18

Hotben Lumban Gaol., Op cit.

19Bayon dalam bahasa daerah di Toba digunakan sebagai bahan baku untuk membuat tikar dan sejenisnya. Tandok terbuat dari bahan baku bayon, berupa tempat meletakkan beras sebagai perlengkapan wanita dalam upacara adat.

Selain bemata pencaharian dari bertani, menggergaji papan, dan mencari rotan di hutan, masyarakat Desa Hutajulu juga beternak. Hewan-hewan yang dipelihara adalah kerbau, kuda, ayam, itik, babi, dan anjing. Kerbau dan kuda, selain untuk tujuan untuk dijual dan konsumsi sendiri, juga dipelihara guna membantu pekerjaan di sawah atau alat transportasi. Kerbau biasanya dijual untuk acara adat yang besar. Contohnya: acara adat kematian seorang yang sudah tua, begitu juga dengan kuda. Namun, peranan kuda digunakan untuk transportasi. Masyarakat juga menghasilkan uang dari beternak. Ternak akan dijual kepasar dan uangnya bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Penanaman padi dilakukan ditanah yang basah atau tanah berair, sementara lahan yang kering merupakan tempat penanaman ubi-ubian dan kopi. Sistem penanam padi pada masyarakat Desa Hutajulu masih bersifat tradisional. Panen hanya satu kali dalam setahun. Penanaman padi dilakukan secara serentak, yaitu pada bulan September merupakan awal pengolahan lahan sawah. Selanjutnya akan diikuti sampai proses penanaman padi. Panen padi biasanya jatuh pada bulan Mei-Juni. Setelah padi dipanen maka lahan sawah akan dibiarkan istirahat selama kurang lebih tiga bulan, yakni dari bulan Juli sampai dengan awal bulan September. Sistem pengairan pada lahan padi dilakukan secara irigasi, yakni membuka sumber air dari hutan agar air berjalan kelahan pertanian padi. Hal ini dilakukan secara gotong royong oleh masayarakat Desa Hutajulu.

Berbeda dari penanam padi, penanaman ubi dan kopi berada di lahan yang kering. Ubi bisa ditanam bersebelahan dengan tanaman kopi. Hal ini karena ubi bisa dipanen dalam beberapa bulan kemudian dan bisa ditanam kembali. Lahan-lahan kosong dimanfaatkan untuk penanaman ubi-ubian. Selain untuk dijual, ubi juga merupakan salah satu makanan pengganti nasi yang dikonsumsi oleh masyarakat Desa Hutajulu. Untuk menghemat beras maka masyarakat jaman dahulu akan mengkonsumsi ubi terlebih dahulu kemudian akan disusul dengan mengkonsumsi nasi.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Desa Hutajulu1adalah salah satu desa dari 12 desa di Kecamatan Pollung.2

Secara administratif Batas Desa Hutajulu adalah:di sebelah Utaradengan Kecamatan Harian Boho, sebelah Selatan dengan Desa Hutapaung, sebelah Timur dengan Desa Ria-Ria dan sebelah Barat dengan Kecamatan Parlilitan. Desa Hutajulu terbagi dalam tiga dusun. Jarak antara Desa Hutajulu dengan ibukota Kecamatan Pollung yang berpusat di Pollung yakni 7 km, dengan ibukota kabupaten Dolok Sanggul 17 km, dan dengan ibukota propinsi Sumatera Utara yakni 296 km.Untuk mencapai desa ini dapat dilalui dalam dua jalur lintasan, jalur pertama yakni Medan - Kabupaten Deli Serdang - Sibolangit - Kabupaten Karo - Kabupaten Dairi - Tele - Hutagalung - Huta Julu. Jalur kedua yakni Medan - Serdang Bedagai - Tebing Tinggi - Siantar - Parapat - Siborong-borong - Dolok Sanggul - Pollung - Desa Hutajulu. Desa Hutajulu dapat

1Tapanuli Utara merupakan salah satu kawasan yang berada dalam wilayah administratif pemerintah provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Tapanuli Utara sebagai kabupaten induk dari

Dokumen terkait