• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap, 2000).

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).

2.1.3. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Harahap, 2000):

1. Skabies pada orang bersih

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SKABIES

2.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap, 2000).

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).

2.1.3. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Harahap, 2000):

1. Skabies pada orang bersih

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

2. Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi lesi terdapat di muka.

3. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya pada peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Lesi akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.

4. Skabies noduler

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.

5. Skabies inkognito

Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.

6. Skabies akibat terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)

Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema dan distrofi kuku. Krusta ini akan melindungi Sarcoptes scabiei di bawahnya.

2.1.4. Etiologi

Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Contohnya penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei, tempat tidur dan sebagainya. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2 – 3 hari dan pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relatif 40 – 80% (Harahap, 2000). Sarcoptes scabiei betina besarnya 330 – 450 µ, sedang yang jantan lebih kecil dari yang betina, bentuknya bulat, memiliki punggung yang cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata (Sembiring, 2011 dan Handoko, 2007).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei dewasa betina memiliki warna putih kotor. Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006

Siklus hidup tungau ini adalah Sarcoptes scabiei jantan dan betina mengadakan kopulasi pada permukaan kulit inang, setelah kopulasi yang jantan akan mati, walaupun ada beberapa ditemukan masih hidup pada terowongan yang dibuat betina maupun terowongan yang dibuatnya sendiri. Betina setelah kopulasi

dilakukan pada malam hari, panjang terowongan bisa mencapai 3 cm. Dalam terowongan betina akan bertelur selama 4-6 minggu jumlah telur bisa mencapai kira-kira 40 butir. Selama hidupnya yang betina tidak pernah meninggalkan terowongan tersebut, dan setelah habis masa bertelurnya akan mati. Telur-telur akan menetas setelah 3-2 hari dan keluar larva yang telah mempunyai 3 pasang kaki. Kemudian larva akan meninggalkan terowongan dan bergerak bebas di permukaan inangnya kemudian akan membuat terowongan baru walaupun ada sebagian menempati terowongan induknya (Sembiring, 2011).

Setelah 2-3 hari larva ini akan menjadi nimfa. Yang jantan nimfanya hanya 1 kali saja, sedang yang betina mengalami stadium nimfa 2 kali. Siklus hidup memakan waktu selama 12-14 hari, bentuk dewasa betina hidup selama 4-6 minggu, bila host mati maka dalam tempo 2-3 hari tungau akan mati. Masa ikubasi skabies ini kira-kira 1 minggu dengan gejala gatal-gatal yang disebabkan oleh sekresi toksik dan tinja Sarcoptes scabiei (Sembiring, 2011).

Gambar 2. Siklus Hidup dari Sarcoptes scabiei. Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2010

2.1.5. Patogenesis

Tungan betina yang hamil, menggali terowongan di Stratum korneum, kemudian meletakkan telur dan butiran tinja (skibala) dibelakangnya seiring dengan gerakan majunya (Goodheart, 2009).

Peletakan telur, butiran tinja, dan sekresi lain memicu reaksi iritasi dan alergi, yang merupakan penyebab timbulnya gatal dan reaksi hipersensitivitas tipe IV (lambat) yang terjadi sekitar 30 hari setelah infestasi (Goodheart, 2009).

Dokumen terkait