ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1Simulai Sistem Saluran
5.1.1 Simulasi Sistem Saluran Tanpa Riser
Variabel pada sistem satu saluran ini tidak ada yang diubah yaitu dimulai dari sprue dengan diameter 17 mm dan tinggi 121 mm,runner dengan luasan 654 mm2 didapatkan panjang 55mm dan lebar 54 mm. Perubahan dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan software CAD dan mendesain ulang model 3D dari gate, material yang digunakan pada simulasi adalah alumunium ADC 12 dengan properti mengacu pada software simulasi yang dilakukan yakni dengan menggunakan sistim satu saluran, dua saluran hingga tiga saluran tanpa saluran penambah. Model 3D dari pemasangan produk cor, sistem saluran untuk produk rumah transmisi A dan B seperti pada gambar berikut :
Rumah Transmisi A
5.1 Tabel Hasil Simulasi Cacat Shrinkage Rumah Transmisi A
Variasi Model 3D Shrinkage
Satu Saluran
Dua Saluran
Tiga Saluran
Seperti pada Tabel 5.1 dengan mengaplikasikan sistem satu saluran,, dua saluran, dan tiga saluran, didapatkan cacat shrinkage pada daerah produk cor ( diindikasikan dengan warna orange), dengan presentase cacat total terkecil berdasarkan perhitungan dari hasil simulasi yakni sebesar 2.88 %. Secara teori, dan mengacu penelitian oleh Zhou Gen (2005),penyebab terjadinya cacat shrinkage adalah masih terdapat titik panas (hot spot) pada produk cor yang tidak terisi logam cair. Dari simulasi didapatkan data temperatur untuk menunjukkan lokasi hot spot yakni sebagai berikut :
5.2 Tabel posisi hotspot yang mempengaruhi shrinkage
Variasi Fase Cair Fase padat
Satu Saluran
Dua Saluran
Tiga Saluran
Dari gambar diatas potongan produk cor dapat diketahui bahwa pada kondisi masih cair yakni pada waktu setelah penuangan, bagian dalam dari produk cor mempunyai temperature temperatur > 550 oC dan pada bagian luar < 510 oC. Setelah kondisi logam cair mulai fase padat pada setelah penuangan, pada bagian dalam produk cor didaerah yang ditunjukkan seperti pada gambar diatas masih terdapat hot spot
yakni dengan temperatur ± 560 oC.Hal ini mengindikasikan bahwa masih terjadi titik panas (hot spot) pada bagian Rumah transmisi, dan dapat disimpulkan bahwa rancangan pada sistim saluran masih kurang maksimal. Dan hasil data yang didapat dari perhitungan simulasi didapat presentase cacat paling kecil yaitu cacat shrinkage 4.03 %.
Rumah Transmisi B
5.4 Tabel Hasil Simulasi Cacat Shrinkage Rumah Transmisi B
Variasi Model 3D Shrinkage
Satu Saluran Dua Saluran Tiga Saluran
Tidak jauh berbeda dengan Rumah Transmisi A, dengan mengaplikasikan sistem satu saluran,, dua saluran, dan tiga saluran, didapatkan cacat shrinkage pada daerah produk cor ( diindikasikan dengan warna orange), dengan presentase cacat total terkecil berdasarkan perhitungan dari hasil simulasi yakni sebesar 2.84 %. Adapun posisi hotspot yang ada pada rumah transmisi B ini seperti terlihat pada table 5.4
Tabel 5.4 Tabel posisi hotspot yang mempengaruhi shrinkage
Variasi Fase Cair Fase padat
Satu Saluran Dua Saluran Tiga Saluran
Dari tabel diatas potongan produk cor dapat diketahui bahwa pada kondisi masih cair yakni pada waktu setelah penuangan, bagian dalam dari produk cor mempunyai temperature temperatur > 550 oC dan pada bagian luar < 510 oC. Setelah kondisi logam cair mulai fase padat pada setelah penuangan, pada bagian dalam produk cor didaerah yang ditunjukkan seperti pada gambar diatas masih terdapat hot spot
yakni dengan temperatur ± 560 oC.Hal ini mengindikasikan bahwa masih terjadi titik panas (hot spot) pada bagian Rumah transmisi, dan dapat disimpulkan bahwa rancangan pada sistim saluran masih kurang maksimal. Dan hasil data yang didapat dari perhitungan simulasi didapat presentase cacat paling kecil yaitu cacat shrinkage 3.07 %.
Dari hasil simulasi diatas dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.5 Hasil Simulasi Cacat Shrinkage
gat
e Pengecoran Secara Simulasi A Pengecoran Secara Simulasi B Presentase Cacat Shringkag e (%) A B 1 4.03 3.07 2 4.84 3.3 3 5.2 5.8
Keterangan Warna Pada Hasil Simulasi :
Dari tabel 5.5 dan 5.6 didapatkan data hasil simulasi perbandingan eksperiman ke 3 sistem saluran, untuk pengecoran dengan sistem 1 saluran didapatkan cacat
shringkage sebesar 4.03% dan 3.07%. Sedangkan pada pengecoran sistem 2 saluran didapatkan cacat shringkage sebesar 4.84% dan 3.3% lebih besar dari pengecoran dengan sistem 1 saluran. Pada pengecoran dengan sistim 3 saluran didapatkan cacat shringkage sebesar 5.2% dan 5.8% lebih besar dari sistem 1 saluran dan sistem 2 saluran, ini membuktikan bahwa sistim 1 saluran lebih baik dari sistem 2 saluran dan sistem 3 saluran. Namun ketiga sistem saluran tersebut masih mampu lebih optimal dengan penggunaan saluran penambah (riser).
5.1.2 Optimalisasi Mengurangi Cacat Penyusutan
pada Sistem Saluran dengan Open Riser. Transmisi A
Dimensi pada sistem dua saluran ini tidak ada yang diubah dimulai dari sprue dengan diameter 17 mm dan tinggi 121 mm,runner dengan luasan 654 mm2 didapatkan panjang 55mm dan lebar 54 mm,satu riser pada sprue dengan diameter 40 mm dan tinggi 80 mm serta empat riser diatas produk cor dengan diameter 20 mm dan tinggi 115 mm. Perubahan dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan software CAD dan mendesain ulang model 3D dari riser dan gate, material yang digunakan pada simulasi adalah alumunium ADC 12 standard dengan properti mengacu pada software.Simulasi pengecoran dengan
software yang pertama dilakukan yakni dengan menggunakan sistim satu saluran. Model 3D dari pemasangan produk cor, sistem saluran, dan riser seperti pada gambar berikut :
: Shrinkage
5.6 Tabel Hasil Simulasi Cacat Shrinkage Rumah Transmisi A dengan Riser
Variasi Model 3D Shrinkage
Satu Saluran Dua Saluran Tiga Saluran
Seperti pada Tabel 5.6 dengan mengaplikasikan sistem satu saluran,, dua saluran, dan tiga saluran, didapatkan cacat shrinkage pada daerah produk cor ( diindikasikan dengan warna orange), dengan presentase cacat total terkecil berdasarkan perhitungan dari hasil simulasi yakni sebesar 0.002 % dimana sistem 1 saluran dengan penambah terlihat efektif dalam mengurangi cacat penyusutan.
Tabel 5.7 Tabel posisi hotspot yang mempengaruhi shrinkage
Variasi Fase Cair Fase padat
Satu Saluran Dua Saluran Tiga Saluran
Dari tabel diatas produk cor dapat diketahui bahwa pada kondisi masih cair yakni pada waktu setelah penuangan, pada fase cair dapat dilihat riser masih mampu untuk mempertahankan temperature, dan pada fase padat, dapat dilihat pula titik panas (hotspot) terletak pada riser, sehingga riser mendingin terakhir yang mengakibatkan titik panas bergeser keluar produk cor. Dapat disimpulkan bahwa sistem saluran dengan riser ini sudah optimal, dengan cacat shrinkage
Transmisi B
5.6 Tabel Hasil Simulasi Cacat Shrinkage Rumah Transmisi A dengan Riser
Varias i Model 3D Shrinkage Satu Salura n Dua Salura n Tiga Salura n
Tidak jauh berbeda dengan Rumah Transmisi A, dengan mengaplikasikan sistem satu saluran,, dua saluran, dan tiga saluran dengan penambahan open riser, didapatkan cacat shrinkage pada daerah produk cor ( diindikasikan dengan
warna orange), dengan presentase cacat total terkecil berdasarkan perhitungan dari hasil simulasi yakni sebesar 0.09%. dimana sistem 1 saluran masuk dengan penambah terlihat efektif dalam mengurangi cacat penyusutan.
Tabel 5.8 posisi hotspot yang mempengaruhi shrinkage
Variasi Fase Cair Fase padat
Satu Saluran Dua Saluran Tiga Saluran
Dari tabel diatas produk cor dapat diketahui bahwa pada kondisi masih cair yakni pada waktu setelah penuangan, pada fase cair dapat dilihat riser masih mampu untuk mempertahankan temperature, dan pada fase padat, dapat dilihat pula titik panas (hotspot) terletak pada riser, sehingga riser mendingin terakhir yang mengakibatkan titik panas bergeser keluar produk cor. Dapat disimpulkan bahwa sistem
saluran dengan riser ini sudah optimal, dengan cacat shrinkage
paling kecil adalah 0.09%
Dari hasil simulasi diatas dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.9 Hasil Simulasi Cacat Shrinkage
g a t e Pengecoran Simulasi A Pengecoran Simulasi B Presentase Shrinkage (%) A B 1 0.002 0.09 2 0,14 1.61 3 0.97 3.1
Dari tabel 5.7 didapatkan data perbandingan hasil simulasi dengan riser untuk pengecoran satu saluran didapatkan cacat shrinkage sebesar 0.002 % dan 0.09 % untuk kedua jenis rumah transmisi A maupun B walaupun sudah
terjadi penurunan penyusutan drastis pada tiap simulasi sehingga penyusutan paling tinggi ialah pada saluran ke 3 yaitu 0.97 dan 3.1%. Dari simuasi yang dijalankan, dipilihlah sistem satu saluran untuk dilakukan eksperimen.
5.2 Pengecoran Sistem Satu Saluran Untuk Rumah Transmisi A dan B
Setelah diketahui sistem saluran paling baik untuk menghilangkan cacat, dilakukan pengecoran dengan hasil seperti table dibawah ini
Tabel 5.8 Hasil Eksperimen dari hasil Simulasi terbaik
Rumah Transmisi A Rumah Transmisi B
Dari pengamatan langsung penyusutan tidak terlihat dari luar, sedangkan riser tampak menyusut yang berarti produk cor
mampu terisi oleh riser, sehinggaa dilakukan pengujian berat , ultrasonic, dan radiografi .
Untuk pengujian berat benda coran, digunakan berat sesuai dengan desain dengan mengalikan massa jenis aluminium ADC12 dengan volume benda coran seperti yang terdapat pada spesifikasi pada data pengecoran awal.
Tabel 5.9 Spesifikasi berat benda coran
A B
Massa Jenis 2.7 gr/mm3 2.7 gr/mm3
Volume 1.801.792 mm3 2.138.454 mm3
Berat Coran 4.866.24 gram 5775.6 gram
Data diatas menjadi acuan awal dimana kita dapat mengetahui berat benda coran yang dihasilkan, jika berat benda coran actual lebih rendah dibandingkan software, kemungkinan terjadi shrinkage pada benda coran tersebut, berat benda coran ditunjukkan pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Pengujian berat jenis coran
A B
Hasil
Penimbangan
Berat Coran
Eksperimen 4865.6 gram 5774 gram
Dari pengujian berat terjadi selisih antara benda coran simulasi dan eksperimen, dimana selisih berat beda coran pada produk A sebesar 0.6 gram dan produk B sebesar 1.6 gram, dimana lebih rendah dari penyusutan pada hasil simulasi.
5.2.1 Pengujian Ultrasonik
Pengujian ultrasonic ini digunakan untuk mengamati ada atau tidaknya perubahan ketebalan pada benda produk coran, yang digunakan sebagai pengamatan pada produk coran adalah lokasi yang diindikasi terdapat shrinkage seperti yang ditemukan pada hasil simulasi, dimana dapat dilihat sebagai berikut :
(a)
(b)
Gambar 5.10 Lokasi pengambilan data untuk dilakukan
Ultrasonic testing
Pada pengujian ultrasonic ini dibagi menjadi beberapa bagian dimana seperti ditunjukkan pada gambar 5.10. Hasil dari pengamatan Ultrasonik untuk rumah transmisi A ditampilkan pada tabel 5.10 dan untuk rumah transmisi B pada tabel 5.11
Tabel5.10 pengamatan menggunakan ultrasonic testing rumah transmisi A Area Pengukuran UT (mm) Pengukuran sebenarnya (mm) 1 A 19.2 19 B 19.3 C 19.2 2 A 44.2 44 B 44.3 3 A 60.7 60 B 60.6 C 60.8 4 A 19.7 19
Tabel5.10 Pengamatan menggunakan ultrasonic testing rumah transmisi B
Area Pengukuran UT Pengukuran
sebenarnya
1 A 19.3
19
C 19.3 2 A 41.4 41 B 41.4 C 40.9 3 A 19.7 19 B 19.6 4 A 38.9 38 B 38.6 C 38.8 5 A 19.6 19
Dari pengamatan ultrasonic dari kedua rumah transmisi diatas, didapatkan bahwa tidak ada ketebalan yang berbeda jauh yang dapat dianggap tidak terjadi cacat shrinkage pada posisi yang diindikasi terjadi cacat, sehingga sesuai dengan refrensi yakni oleh Bhupendra J. Chudasama (2013), yakni
tentang SOLIDIFICATION ANALYSIS and
OPTIMIZATION USING PRO-CAST, didapatkan cacat
shrinkage pada benda cor secara eksperimen lebih kecil dari pengecoran secara simulasi. Namun untuk meyakinkan kembali ada atau tidaknya shrinkage, dapat dilakukan pengamatan radiography
5.2.2 Pengujian Radiografi
Tujuan Pengujian Radiografi ini untuk melihat ada atau tidaknya rongga penyusutan didalam benda uji.
1. Rumah Transmisi A
Pada Rumah transmisi A pada saat simulasi awal tanpa penggunaan riser terdapat shrinkage yang cukup besar sebesar 4% lalu berkurang hingga <0.1%. sehingga pada gambar dibawah ini dibandingkan hasil simulasi tanpa riser dan sesudah riser untuk mencari lokasi yang digunakan untuk inspeksi
(a)
(b)
Gambar 5.1 Perbandingan lokasi penyusutan pada pengecoran rumah transmisi A (a) Rumah Transmisi A tanpa
riser (b) Rumah Transmisi A dengan riser
Setelah mendapatkan perbandingan lokasi penyusutan pada rumah transmisi A, ditentukan posisi untuk pengujian radiografi.
(a)
(b)
Gambar 5.2 Lokasi pengambilan data untuk dilakukan radiologi
Dari gambar 5.2 dapat dilihat menjadi 2 region dalam pengambilan data yaitu penembakan depan, dan belakang. Untuk penembakan depan dan belakang dibutuhkan penembakan dari samping dikarenakan untuk mencari volume dari penyusutan itu sendiri.
Dari pengamatan bagian depan, dari atas tertangkap void saat pengamatan, namun ketika dilakukan pengamatan samping void tidak terlihat, karena sifat dari material aluminium memiliki pori yang banyak, void yang tertangkap saat penembakan adalah pori dipermukaan karena ketika dilakukan pengamatan dari samping pori tersebut tidak terlihat void.
Gambar 5.4 Pengamatan Region Belakang Pada hasil simulasi tanpa riser, terdapat void pada bagian ini, namun setelah dilakukan pengamatan radiografi, penyusutan pada bagian belakang rumah transmisi A tidak nampak.
2. Rumah Transmisi B
Pada Rumah transmisi B pada saat simulasi awal tanpa penggunaan riser terdapat shrinkage yang cukup besar sebesar 3% lalu berkurang hingga <0.1%. sehingga pada gambar dibawah ini dibandingkan hasil simulasi tanpa riser dan sesudah riser untuk mencari lokasi yang digunakan untuk inspeksi
(a)
(b)
Gambar 5.5 Perbandingan lokasi penyusutan pada pengecoran rumah transmisi B (a) Rumah Transmisi B tanpa
riser (b) Rumah Transmisi dengan riser
Setelah mendapatkan perbandingan lokasi penyusutan pada rumah transmisi B, ditentukan posisi untuk pengujian radiografi.
(b)
Gambar 5.6 Lokasi pengambilan data untuk dilakukan radiologi (a) Pengamatan tampak atas (b) Pengamatan tampak
samping
Dari gambar 5.2 dapat dilihat menjadi 3 bagiandalam pengambilan data yaitu bagian depan,tengah dan belakang. Untuk bagian depan dibutuhkan pengamatan dari samping dikarenakan untuk mencari volume dari penyusutan itu sendiri.
Gambar 5.7 Pengamatan radiografi bagian depan Dari pengamatan bagian depan, dari atas tertangkap void saat pengamatan, namun ketika dilakukan pengamatan samping void tidak terlihat, karena sifat dari material aluminium memiliki pori yang banyak, void yang tertangkap
saat penembakan adalah pori dipermukaan karena ketika dilakukan pengamatan dari samping pori tersebut tidak terlihat void.
Gambar 5.8 Pengamatan bagian samping Pada hasil simulasi tanpa riser, terdapat void pada bagian ini, namun setelah dilakukan pengamatan radiografi, penyusutan pada bagian samping rumah transmisi B tidak nampak.
Gambar 5.9 Pengamatan Region Belakang Pada hasil simulasi tanpa riser, terdapat void pada bagian ini, namun setelah dilakukan pengamatan radiografi, penyusutan pada bagian belakang rumah transmisi B tidak nampak.
5.3 Perbandingan Cycle time Pengecoran dengan
Machining
Pada pembuatan prototip untuk rumah transmisi ini sendiri sebelumnya dilakukan machining, tujuan dilakukan pengecoran sendiri selain untuk menurunkan harga produksi,
cycle time pengecoran ini jauh lebih rendah dibandingkan machining, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5.11.
Gambar 5.11 Perbandingan cycle time proses machining
dengan sand casting
Pada machining dilakukan selama 17 hari kerja dengan tiap waktu kerja per-hari adalah 8 jam sehingga total dilakukan 8160 menit. Sedangkan dalam pengecoran dilakukan selama 99 menit dari persiapan cetakan, pelelehan aluminium, penuangan, pembongkaran hingga pemotongan gating system. Sehingga dalam satu kali produk machining ini dibuat, mampu dihasilkan 82 pasang produk rumah transmisi
8160
99
M A C H I N I N G S A N D C A S T I N G
C YC L E T I M E
cycle time
97
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, analisa dan simulasi percobaan didapatkan beberapa
kesimpulan diantara lain sebagai berikut :
1. Pada simulasi Rumah Transmisi A system satu saluran masuk
presentase cacat shrinkage sebesar 4.03%, simulasi system
dua saluran masuk presentase cacat shringkage 4.84%, dan
simulasi system tiga saluran masuk presentase cacat shringkage 5.2%. Sedangkan pada simulasi Rumah Transmisi A dengan riser, system satu saluran masuk presentase cacat
shrinkage sebesar 0.002%, simulasi system dua saluran
masuk presentase cacat shringkage 0.14%, dan simulasi
system tiga saluran masuk presentase cacat shringkage 0.97%.
2. Pada simulasi Rumah Transmisi B system satu saluran masuk
presentase cacat shrinkage sebesar 3.07%, simulasi system
dua saluran masuk presentase cacat shringkage 3.3%, dan
simulasi system tiga saluran masuk presentase cacat shringkage 5.8%. Sedangkan Pada simulasi Rumah Transmisi B dengan riser, system satu saluran masuk presentase cacat
shrinkage sebesar 0.09%, simulasi system dua saluran masuk
presentase cacat shringkage 1.61%, dan simulasi system tiga
saluran masuk presentase cacat shringkage 3.1%.
3. Dari ketiga system saluran, didapatkan cacat yang paling
sediki adalah satu system saluran dengan presentase cacat shringkage 0.002% untuk rumah transmisi A dan 0.09 untuk rumah transmisi B.
4. Pelaksanaan pada proses pengecoran menggunakan system
satu saluran sudah efisien.
5. Setelah dilakukan pengamatan secara visual dari hasil proses
pengecoran rumah transmisi,tidak terlihat cacat pada
98
pengamatan dengan bantuan radiography dan ultrasonic,
tidak terlihat adanya cacat penyusutan pada produk coran.
6.2 Saran
1. Pengecoran Rumah transmisi Brajawahana perlu
dikembangkan lagi kedepannya dalam segi teknologi pengecorannya agar mendapatkan kualitas pengecoran yang baik dan selain itu mempertimbangkan hasil coran dengan simulasi dimana dijadikan batasan masalah dalam penelitian.
2. Mengembangkan software pengecoran untuk dapat
menghitung cacat shrinkage hanya pada daerah tertentu
secara otomatis.
133
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://xlusi.com/2012/car-components/clutch/transmisi-gear-box/. 27 Oktober 2014 20:04 WIB
[2] Surdia, Tata., Chijiwa, Kenji., 2006. “Teknik Pengecoran
Logam.” PT Pradnya Paramita. Jakarta.
[3] Sutiyoko., Suyitno., 2012. “Riser Dalam Pengecoran Besi
Cor Kelabu Dengan Metode Lost foam Casting.”
Politeknosains Edisi Khusus Dies Natalis.
[4] Tjitro, Soejono., 2001. “Pengaruh Bentuk Riser Terhadap
Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir.”
[5] CSIRO Light Metals Flagship Nasional Research.
“Technical data Sheet forHeat Treated Alluminium High
Pressure Die Castings.” Private bag 33 clayton South
MDC, Victoria 3169, Australia,Roger.Lumley@csiro.au.
[6] Surdia, T., Saito, S., 1992, “Pengetahuan Bahan Teknik.”
P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, pp. 129-142. ”,
[7] ASM Handbook,1992. “Sifates and Selection: Nonferrous
Alloys and Special Purpose Materials.” Volume 2,ASM
International. [8] Yugohindra.<
http://www.scribd.com/doc/165375474/Jtptunimus-Gdl-Yugohindra-6423-3-3-Babii#scribd>
[9] Teknik Metalurgi Unjani
.http://www.modulpengecoranpeleburanlogamaa-110422023533-phpapp02. 15 November 2013
[10] Modul Praktikum Pengecoran Logam.2011 : Lab
Gunardma<http://tm-lanjut.lab.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2011/07/modul praktikum-pengecoran-logam.pdf>
[11] Ahmad.Supriyadi.2012”Pengaruh TiBAL Pada
Pengecoran ADC12 Terhadap Perubahan Butir Struktur
Mikro dan Kekerasan.Polines National Enggineering
134
[12] American Foundrymen’s Society Training & Research
Institute. 1972. Basic Principle of Gating and Risering. Golf&Wolf Roads Des Plainers Illinois.
[13] R Brown, John. Foseco Ferrous Foundryman’s Handbook.
11th edition. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1994.
[14] Sun Z, Hu H, Chen X, Wang Q, Yang W (2008). Gating
System Design for a Magnesium Alloy Casting. J. Mater. Sci. Tech., 24 (1): 93-95.
[15] Shafiee MRH, Hashim MYB, Said MNB (2009). Effects
of Gating Design on The Mechanical Strength of Thin Section Castings. Proceeding of MUCEET. Pahang: MUCEET, pp: 1-4.
[16] Zhou Gen. (2004). Analysis of reasons causing riser
feeding failure in nodular casting production no.4
BIODATA PENULIS
Penulis yang memiliki nama lengkap Yordian Fachrie, lahir di Jakarta, 30 April 1993 merupakan anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan yoserizal (alm.) dan fajar puji astuti.
Penulis memulai pendidikannya pada umur 5 tahun di SDI Bani Saleh 5 Bekasi (1998-2004), SMPI Al-Azhar 9 (2004-2007), SMA Negeri 71 Jakarta (2007-2010), dan melanjutkan studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Mesin pada tahun 2010. Hingga pada tahun 2016 mengukuhkan gelar sarjana teknik.
Semasa menempuh pendidikan, penulis aktif berorganisasi. Pada periode 2011/2012 pernah menjabat sebagai staf divisi Internal Mesin ITS Autosport, pada periode selanjutnya menjadi kadiv racing di Mesin ITS Autosport. Pada periode 2013/2014 penulis menjadi kepala komisi Aspirasi Dewan Presidium Keluarga Mahasiswa Mesin. Selain berorganisasi penulis turut aktif di kepanitiaan dan tim kampus yaknipada tahun 2013, 2014 dan 2015 sebagai racing committee pada lomba
mobil hemat energy Indonesia Energy Marathon
Challenge, penulis juga sempat mengambil bagian pada
tim ITS Solar Car Racing Team dan Tim Mobil Listrik