• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

1. Kecamatan Maja, memiliki curah hujan rata – rata per tahun 3130,7 mm/tahun, kemiringan lereng antara 0 – 8% yang berada di kelas I yaitu seluas 2390 Ha atau 38,06% luas paling kecil yaitu kemiringan lereng kelas V ( > 40%) yaitu seluas 552 Ha atau 8,85%,.penggunaan lahan didominasi oleh semak belukar dengan luas 2.377 Ha atau 37,75% luas paling kecil adalah sawah irigasi dengan luas 104 atau 1,66%, kedalaman efektif sangat tebal mendominasi dengan luas 5337,55 Ha atau 84,96% luas paling kecil yaitu kedalaman efektif sedang dengan luas 460,37 atau 7,33%, pelapukan batuan didominasi oleh pelapukan sedang dengan luas 3438,3 Ha atau 54,73% luas paling kecil yaitu pelapukan batuan berat dengan luas 113,2 atau 1,80%, tekstur tanah didominasi oleh tekstur tanah sedang dengan luas 4.756,17 Ha atau 75,70% luas paling kecil yaitu tekstur tanah sangat halus dengan luas 664,86 atau 10,58%, sedangkan Struktur tanah didominasi oleh struktur tanah granular sedang kasar dengan luas 3.426, 17 Ha atau 54,53% luas paling kecil yaitu struktur tanah granular sangat halus dengan luas 1333,20 atau 21,22%. 2. Kecamatan Maja memiliki empat tingkat kerawanan longsor yaitu rendah,

sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Secara keseluruhan Kecamatan Maja didominasi tingkat kerawanan rendah dan tinggi, dengan rincian sebagai berikut: tingkat kerawanan rendah terdapat di semua desa dengan luas total luas total 1.598,37 Ha atau 25,45%, tingkat kerawanan longsor sedang sama halnya dengan tingkat kerawanan rendah yaitu berada di semua desa di Kecamatan Maja dengan luas total 2.206,20 Ha atau 35,13%, tingkat kerawanan tinggi berada di 13 desa, yaitu Desa Anggrawati, Cengal, Cieurih, Cihaur, Cipicung, Maja Selatan, Maja Utara, Malongpong, Nunuk Baru, Pageraji, Paniis, Tegalsari, Wanayasa dengan luas total 2.117,45 Ha atau

97

Agung Eka Saptaji, 2013

Analisis Sebaran Kerawanan Bencana Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

33,72%, Sedangkan tingkat kerawanan sangat tinggi hanya terdapat pada enam desa yaitu Desa Cengal, Cipicung dan Wanahayu dengan luas total 357,98 Ha atau 5,70%.

B. Rekomendasi

1. Perlu dilakukan relokasi pada permukiman yang berada pada daeraah rawan longsor tinggi dan sangat tinggi seperti di Desa Cengal, Cipicung dan Wanahayu ke darah yang rawan longsor rendah.

2. Pembangunan pemukiman di daerah yang mempunyai kelas kemiringan lereng, IV dan V sebaikanya dihindari, karena kemiringan lereng yang demikian sangat berpengaruh terhadap intensitas longsor.

3. Para petani yang berada di Kecamatan Maja agar dalam mengelola tanaman dan mengelolah lahan pertanian hendaknya memperhatikan teknik-teknik konservasi yang sesuai dengan kaidah konservasi lahan dari dinas yang terkait pengendalian lingkungan hidup dan dinas pertanian di pemerintah setempat.

4. Perlu dilakukan usaha konservasi pada lokasi rawan longsor tingkat kerawanan tinggi yang berada areal tepi jalan yang memiliki tebing yang curam.

5. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam mitigasi pencegahan longsor perlu terus dibina dan ditingkatkan.

6. Pembuatan sistem peringatan dini yang efektif berdasarkan prediksi, bilamana dan dimana longsor akan terjadi juga tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saat bencana datang.

7. Pemerintah Kabupaten dan pemerintah Provinsi harus melakukan pemetaan rawan bencana secara berkala.

8. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai jenis tanaman atau tutupan vegetasi yang cocok pada daerah kawasan rawan longsor serta efektifitasnya dalam mencegah terjadinya longsor.

Agung Eka Saptaji, 2013

Analisis Sebaran Kerawanan Bencana Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Arsyad, S. (2012). Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Informasi Geospasial. (2011). Atlas Kebencanaan Indonesia. Jakarta: BNPB & Badan Informasi Geospasial.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2011). Indeks rawan Indonesia. Jakarta: BNPB.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah. (2012). Rekapitulasi Kejadian Bencana

Tahun 2012 Kabupaten Majalengka. Majalengka: BPBD.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka. (2012). Kecamatan Maja Dalam

Angka. Bandung Barat : BPS.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. (2005). Pengenalan Gerakan

Tanah. Jakarta.

Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2008). Memahami

Bencana : Informasi Tindakan Masyarakat Mengurangi Risiko Bencana.

Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No :

22/Prt/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Jakarta.

Departemen Pertanian. (2006). Peraturan Menteri Pertanian No : 47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Jakarta.

Effendi, A. D. (2008). Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan

Faktor-Faktor Utama Penyebabnya di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Skripsi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

Mukti, A. B. (2012). Pola Sebaran Titik Longsor dan Keterkaitannya dengan

Faktor-Faktor Biogeofisik Lahan (Studi Kasus Kabupaten Garut Jawa Barat). Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

99

Agung Eka Saptaji, 2013

Analisis Sebaran Kerawanan Bencana Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor. Skripsi pada Departemen

Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

Paimin, Sukresno, dan Pramono, Irfan Budi. (2009). Teknik Mitigasi Banjir dan

Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos International Indonesia Programme.

Prahasta, E. (2005). Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar. Bandung: Informatika.

Prahasta, E. (2009). Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Puntodewo, A., Sonya Dewi dan Jusupta Tarigan. (2003). Sistem Informasi

Geografis: Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Central for International Forestry Research (CIFOR).

Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management). Jakarta: PT Dian Rakyat.

Rohmat, D. (2009). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : Buana Nusantara.

Sarief, S. (1989). Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Bandung : CV. Pustaka Buana.

Setiawan, I. (2010). Dasar-dasar sistem Informasi Geografis. Bandung : Buana Nusantara Press.

Subhan. (2006). Identifikasi dan Penentuan Faktor-Faktor Utama Penyebab

Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tesis pada Program Studi

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung : ALFABETA.

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius.

Sukarjo, D. (2010). Studi Tingkat Kerawanan Longsor Lahan di Sub Daerah

Aliran Ci Karo Daerah Aliran Ci Karo. Skripsi pada Jurusan Pendidikan

Geografi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Sumaatmaja, N. (1988). Studi Geografi; Suatu Pendekatan Analisa Keruangan. Bandung: Alumni.

100

Agung Eka Saptaji, 2013

Analisis Sebaran Kerawanan Bencana Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Yunianto, A. C. (2011). Analisis Kerawanan Tanah Longsor dengan Aplikasi

Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh di Kabupaten Bogor. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

Yunus, H. S. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wahyono. (2003). Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di

Kompleks Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran

Gombel, 8 Februari 2002. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 32-43.

Dokumen terkait