• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gen hemo dari V.harveyi berhasil teramplifikasi pada isolat V-U5 dan V-U24 dengan menggunakan primer Myhemo F1R1,menghasilkan produk berupa pita tunggal berukuran sekitar 518 bp. Program PCR menggunakan suhu

annealing 500C sebanyak 35 siklus.

Saran: Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk merancang program nested

PCR dengan melakukan optimasi kembali pada pasangan primer internal Myhemo

24

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2007. Produksi Udang Vannamei (Littopenaeus.

Vannamei) di Tambak dengan Teknologi Intensif. Http: www.dostocs

.com/docs/199916721/SNI-01-7246-2006. [11 Februari 2011]

Boyd, C. E. and Clay, J. W. 2002.Evaluation of Belize aquaculture LTD, a superintensive shrimp aquaculture system.Report prepared under the World Bank, NACA, and FAO consorsium. Work in progress for public discussion.Published by the consorsium.17 pages.

Cano-Gomez, A., Bourne, D. G., Hall, M. R., Owens, L., Hoj, L. 2009. Molecular identification, typing and tracking of Vibrio harveyi in aquaculture system : current method and future prospects. Journal Aquaculture. 287 : 1-10

Conejero, M. J. U., and C. T. Hedreyda . 2004. PCR detection of hemolysin (vhh) gene in Vibrio harveyi, Appl. Microbiol., 50: 137-142.

Dale, J. W. 2002. From genes to genomes: concepts and applications of DNA technology. John Wiley and Sons Ltd, England.

Erlich, H. A. 1989. PCR technology principles and application for DNA amplification. New York: M Stockton Press.

Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi dasar dalam praktek, teknik dan prosedur dasar laboratorium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Haliman, R. W. dan Adijaya, D. 2007. Udang vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hirono, I., Masuda, T., and Aoki, T. 1996. Cloning and detection of the hemolysin

gene of Vibrio anguillarum. Microb. Pathog., 21, 173-182.

Karunasagar, I., Pai, R., Malathi, G. R. Karunasagar, I., 1994. Mass mortality of

Penaeus monodon larvae due to antibiotic-resistant Vibrio harveyi

infection. Aquaculture 128, 203-209.

Lavilla-Pitogo, C. R., L. L. Baticados, E. R. Cruz Lacierda, and L. D. de la Pena. 1990. Occurrence of luminous bacterial diseases of Penaeus monodon

larvae in the Philippines. Aquaculture, 91: 1-13.

Lee, C. Y., Pan, S. F.,and Chen, C. H. 1995b. Sequence of a cloned pR72H fragment and its use for detection of Vibrio parahaemolyticus in shellfish with the PCR. Appl. Environ. Microbiol 61: 1311-1317

Lightner, D.V. 1983. Disease in culture penaid shrimp.p:289-320. In: J.Mc Vey (Ed.). CRC Handbook of mariculture.Vol. I. Crustacean Aquaculture. CRC Press, Boca Raton, FL.

25

Liu, P. C., K. K. Lee, K. C. YII, G. H. Kou, and S. N. Chen. 1996b. Isolation of

Vibrio harveyi from diseased kuruma prawns Penaeus japonicus. Current Microbiology. 33: 129-132.

Muladno. 2002. Teknologi rekayasa genetika. Penebar Swadaya.Jakarta

Nishibuci, M., Khaeomanee-iam, V., Honda, T., Kaper, J. B., and Miwatani, T. 1990. Comparative analysis of the hemolysin genes of Vibrio cholera

non-O1, Vibrio mimicus, and Vibrio hollisae that are similar to the tdh

gene of Vibrio parahaemolyticus. FEMS Microbiol. Lett., 67, 251-256 Nishibuci, M. and Kaper, J. 1995. Thermostable direct hemolysin gene of Vibrio

parahaemolyticus: A virulence gene acquired by a marine bacterium.

Infect. Immun., 63, 2093-2099

Pass, D. A. Dybdah, R., and Mannion, M. M. 1987. Investigation into the causes of mortality of the pearl oyster, Pinctada maxima (Jamson), in Western Australia. Aquaculture 65, 149-169.

Poernomo ,S.H. 2008. DKP pacu produksi udang nasional . Pusat Data, Statistik dan Informasi DKP. WWW.dkp.go.id [21 Maret 2010]

Rasmussen R, Reed G. 1992. Optimizing rapid cycle DNA amplification reaction.www.idahotechnology.com/pdfs/RapidCycler/RapidCyclist%20 V1.1992.pdf [17 April 2009]

Rojrosakul, P., V. Boonsaeng., W. Panbangred, O. Suthienkul, T. Pasharawipas, and T. W. Flagel. 1998. Detection of V. parahaemolyticus shrimp hemolymph by DNA hybridization and PCR amplification. P: 227-234.

In. T. W. Flegel (ed). Advances in shrimp biotechnology. National centre for genetic engineering and biotechnology, Bangkok, Thailand.

Saeed, M. O. 1995. Association of Vibrio harveyi with mortalities in cultured marine fish in Kuwait. Aquaculture 136, 21-29.

Saiki, R. K. 1990. Amplification of genomic DNA. In: Innis, M. A, Gelfand, D. H, Sninsky, J. J. White (eds) PCR protocol: A guide to methode and applications. Academic press, San Diego, CA, p13-20.

Suryanto, D., Irmayanti, dan Lubis, S. 2007. Karakterisasi dan uji kepekaan antibiotik beberapa isolat Staphylococcus aureus dari Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 40. NO.2.Juni s2007. Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.\

Tada, J., T. Ohashi, Nishimura, Y, Shirasaki, H. Ozaki, S. Fukushima, J. Takano, M. Nishibuchi, and Y. Takeda. 1992a. Detection of the thermostable direct hemolysin gene (tdh) and the thermostable direct hemolysindene (trh) of V. Parahaemolyticus by polymerase chain reaction. Mol. Cell. Probes. 6: 477-487.

Tada, J., T. Ohashi, Nishimura, H. Ozaki, S. Fukushima, J. Takano, M. Nishibuchi, and Y. Takeda. 1992b. Non-isotopik microtitre plate-based assay for detecting products of polymerase chain reaction amplification :

26

application to detection of the tdh gene of V. Parahaemolyticus by. Mol. Cell. Probes. 6: 489-494

Trefil, J, Haen, R. M. 2004. Physics Matter: An introduction to conceptual physic. John Wiley an Sons Inc, United States Of America.

Trobos. 2011. Target produksi udang meleset. Majalah Trobos Edisi Februari 2011. Http://MajalahTrobos/ Produksi vannamei [4 Februari 2011]

Yufrialdi. 2008. Penggunaan PCR untuk penentuan gen CTX penghasil toksin kolera (CTX) pada bakteri. Http://Wikipedia.org/wiki/ Penaeus_ vannamei [12 Juli 2009]

Yuhana, M., Widanarni, dan Sukenda. 2008. Desain primer, karakterisasi gen 16S rRNA dan afiliasi filogenetik dari Vibrio sp. yang di isolasi dari tambak dan pembenihan udang putih (Littopenaeus vannamei ) di Lampung, Indonesia. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Yuhana, M.,Widyastuti, U dan Sukenda. 2009. Pengembangan penanda molekuler untuk diagnostik cepat penyakit Vibrio berpendar pada budidaya udangLittopenaeusvannamei.Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Zhang, X.-H and Austin, B. (2000) Pathogenicity of Vibrio harveyi to salmonids. J. Fish Dis., 23, 93-102

Zhang, X. -H., Meaden, P. G., and Austin, B. 2001. Duplication of hemolysin genes in a virulent isolate of Vibrio harveyi. Appl. Environ Micribiology., 67, 3161-3167

27

Lampiran 1. Penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan sebar

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah yang mengandung antara 30-300 koloni. Karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pecawanan. Jumlah sel bakteri pada suatu sampel diketahui dengan menghitung jumlah koloni tumbuh pada media tersebut dikalikan dengan faktor pengencernya dengan satuan colony forming unit

(CFU/mℓ atau CFU/g).

Metode kerja diawali dengan menyiapkan eppendorf, masing-masing berisi 0,9 mℓ fisiologis dan disusun berderet seperti tampak pada gambar di bawah ini. Sampel suspensi bakteri yang akan dihitung dikocok terlebih dahulu sampai kekeruhannya nyata. Sebanyak 0,1 mℓ suspensi bakteri diambil secara aseptik, lalu dimasukan kedalam eppendorf yang pertama (10-1), kemudian dikocok atau divortex agar homogen, lalu secara aseptik 0,1 mℓ sampel dari pengencer pertama dimasukkan ke dalam tabung pengencer kedua (10-2), dan seterusnya untuk eppendorf-eppendorf pengencer selanjutnya. Sebanyak 3 cawan petri media TSA disiapkan dan diberi kode sesuai dengan kode eppendorf pengencer yang akan disebar. Sebanyak 0,1 mℓ sampel dari tabung pengencer tiga pengencer tertinggi dipipet secara aseptik, dan masing-masing disebar pada media TSA menggunakan batang penyebar. Setelah itu diletakkan dalam posisi terbalik untuk diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian jumlah koloni yang tumbuh (30-300) dihitung dan dikalikan dengan faktor pengencernya.

Gambar. Prosedur hitungan cawan sebar 0,1mℓ 0,1mℓ 0,9mℓ Sampel 10-1 10-2 10-3 10-4 Agar TSA dalam cawan

28 Lampiran 2. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram digunakan untuk melihat bentuk bakteri dan sifat terhadap zat warna, cara melakukan uji ini adalah :

1.Mula-mula ambil koloni bakteri dan dioleskan pada gelas objek yang telah ditetesi akuades.

2.Preparat kemudian dihomogenkan dan dikering udarakan, jika telah dikering udara, olesan bakteri difiksasi di atas nyala api kemudian digenangi dengan kristal violet selama 1 menit.

3.Setelah itu preparat dibilas dengan akuades, olesan bakteri kemudian digenangi lagi dengan kalium iodida selama 2 menit, dibilas dengan air atau akuades.

4.Preparat kemudian dilakukan pemucatan dengan meneteskan alkohol atau ethanol 95% selama 30 detik

5.Setelah itu olesan bakteri diberi warna tandingan yaitu safranin selama 30 detik dan dibilas denga akuades.

6.Kemudian dikeringkan dan diamati di bawah mikroskop dengan menggunkan minyak imersi.

7.Bila hasil pewarnaan berwarna merah berarti Gram negatif dan bila warna ungu atau biru berarti Gram positif.

29 Lampiran 3. Media Luria bertani (LB)

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat LB adalah : 1. Yeast 0,125 g

2. Tripton 0,250 g 3. NaCl 0,750 g

Semua bahan dilarutkan ke dalam 25 mℓ akuades dengan menggunakan erlenmeyer, lalu ditutup dengan menggunakan alumunium foil dan dihomogenkan dengan penangas air. Setelah homogen LB diserilkan menggunakan autoclave

pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. LB siap untuk digunakan.

Lampiran 4. Prosedur penggunaan spektrofotometer

1. Sebelum digunakan spektrofotometer dihidupkan terlebih dahulu 30 menit, dengan memutar power switch searah jarum jam.

2. Panjang gelombang diatur dengan memutar tombol pengatur pada 600 nm 3. Nilai transmisi harus diatur pada 0% dengan memutar tombol pengatur

kekanan/kekiri

4. Tabung blanko dibersihkan sebelum diletakkan pada ruang sampel.

5. Ruang sampel ditutup dan diatur 100% T dengan memutar tombol pengatur

6. Tabung blanko diangkat dan dimasukkan tabung yang sudah berisi cairan sampel

7. Nilai yang didapat adalah dalam bentuk %T 8. Nilai ini diolah menjadi OD = 2-Log %T

30 Lampiran 5. Media Trypticase Soy Agar (TSA)

Medium TSA ini digunakan untuk menumbuhan bakteri. Pembuatan TSA dilakukan degan cara 4 g TSA dilarutkan dengan 100 mℓ akuades dalam erlenmayer dan ditutup dengan alumunium foil. Setelah itu media dihomogenkan dengan menggunakan penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen. Kemudian disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan kedalam tabung reaksi steril atau cawan petri steril secara aseptik, setelah itu didiamkan sampai agar mengeras, selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik yang telah disemprot dengan alkohol, lalu disimpan dalam kulkas.

iii

ABSTRAK

MUHAMMAD ARIF MULYA.Amplifikasi gen penyandi hemolysin dari bakteri Vibrio harveyi dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan SUKENDA.

PenyakitVibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi berpendar,masih menjadi kendaladalam budidayaudang vannamei hingga saat ini.Pada saat wabah, kepadatan populasi bakteri ini ribuan kali sehingga menyebabkan kematian missal larva udang hingga100%. Deteksi cepat danakuratuntuk mengetahuikeberadaan bakteri pathogen pada saat populasi masih rendah mutlak dibutuhkan.Salah satu metode yang dipakai adalah dengan teknik berbasis PCR (PolymeraseChain

Reaction).Penelitianinidilakukan untuk mengevaluasi

aplikasipasanganprimerpenyandigenhemolysinuntuk mendeteksi keberadaanbakteri V.harveyiyang merupakan isolat lokal Indonesia. Sebanyak 8 isolat bakteri terpilih hasil isolasi dilakukan uji konfirmasi dengan pewarnaan Gram, penghitungan optical density (OD) bakteri, uji hemolisisdarah,ekstraksiDNAdanoptimasi PCR. Hasil uji hemolisis darahmenunjukkan bahwasemua isolat mampumelisisdarahpadamediablood

agar.GenhemodariV.harveyidengan primerMyhemo forward

F15’-GATGGTCAGTGCCTCTCA-3’, dan reverse

R15’-CCCAGTTGTATAGCGGTA-3’berhasil teramplifikasipada isolat U5dan V-U24, menghasilkan produk berukuran sekitar 518bp. Program PCR yang digunakan yaitu ; denaturasi 94oC selama 1 menit, annealingprimer 50oC selama 1 menit dan tahap ektension DNA pada 72 oC selama 1 menit sebanyak 35 siklus. Kata kunci : luminous vibriosis, PCR, gen hemolysin.

iv

ABSTRACT

MUHAMMAD ARIF MULYA. Amplification of hemolysingene of Vibrio harveyiby Polymerase Chain Reaction(PCR) technique.Supervised by MUNTI YUHANA and SUKENDA.

Vibriosis disease which is caused by lumiunescent Vibrio harveyi until today become a trouble in the cultivation of vannamei shrimp. When the epidemic occurs and the density of bacterial population reachs in thousands times, it causes the mass mortality of the shrimp larvae. Therefore the diagnose method that can accurately and quickly detect this bacterial pathogen is absolutely required. One of method that commonly used is PCR (polymerase chain reaction)-based method. The objective of this research was to evaluate the primer pair application targeted the hemolysin gene, so that primer pair which has been designed can successfully amplify and therefore can detect the presence of hemolysin gene in V. harveyi. This primer pair was designed from the local vannamei strain isolated from Indonesia. Eight vibrio isolates obtained from shrimp, were used in this study. After the cell morphologically tested with Gram staining, then the following methods were applied as follows ; optical density count, hemolysin test, DNA extraction and PCR method optimalization. The result of blood hemolysis test showed that all of V. harveyi isolates produced clear zones surround their colonies on blood agar medium. The PCR result using Myhemo primer pair of F1

5’-GATGGTCAGTGCCTCTCA-3’(forward) and R1

5’-CCCAGTTGTATAGCGGTA-3’(reverse) successfully amplified the hemolysin gene of isolates V-U5 and V-U24 in size of approximately of 518 bp. The PCR programme used in this study was at the following conditions ; DNA denaturation at 94oC for 1 min, primer annealing at 50oC for 1 min and DNA extension at 72

o

C for 1min as many as 35 cycles.

AMPLIFIKASI GEN PENYANDI hemolysin

DARI BAKTERI Vibrio harveyi

DENGAN TEKNIK PCR(Polymerase Chain Reaction)

MUHAMMAD ARIF MULYA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

1

I.PENDAHULUAN

Udang vaname merupakan salah satu komoditas unggulan dalam perikanan budidaya Indonesia.Dan kini semakin populer dikalangan petambak seiring dengan adanya keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 01/MEN/2002 tentang sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan dan standar nasional Indonesia (SNI) no 01-7246-2006 tentang produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan teknologi intensif untuk dapat dipergunakan oleh pembenih, pembudidaya, pelaku usaha dan instansi yang memerlukan (BSN, 2007).

Sebagai salah satu komoditas primadona untuk ekspor non migas, selama periode tahun 2003-2007 ekspor udang cenderung meningkat, yaitu dari 137.636 ton pada tahun 2003 menjadi 160.797 ton pada tahun 2007 (Poernomo, 2008). Kemudian berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan adanya kenaikan produksi udang nasional sebesar 2,6 % dari 338.060 ton pada 2009 menjadi 352.600 ton pada 2010. Bahkan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014 produksi udang akan ditingkatkan sampai 74,75% dari 400.000 ton menjadi 699.000 ton yang terdiri dari jenis udang vanname dan udang windu (Trobos, 2011).

Udang vaname memiliki beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya, diantaranya produktivitas tinggi dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha (Boyd dan Clay, 2002), masa panen lebih cepat, dan lebih resisten terhadap penyakit. Meskipun udang vaname lebih resisten terhadap penyakit, tidak dapat dipungkiri bahwa penyakit Vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio harveyi

berpendar, masih menjadi masalah dalam budidaya udang vannamei hingga saat ini.

Luminous Vibriosis atau penyakit udang berpendar disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Penyakit berpendar pada larva udang vaname termasuk penyakit berbahaya karena setiap saat dapat mengakibatkan kematian massal.

2

berbagai ikan laut dan udang di berbagai belahan dunia (Pass et al, 1987; Saeed, 1995; Zhang and Austin, 2000). Vibrio sp. berpendar juga dilaporkan sebagai agen penyebab utama pada penyakit vibriosis pada udang budidaya dan menyebabkan kerugian yang sangat besar di wilayah Asia Tenggara (Lavilla-Pitogo et al, 1990; Karuna Sagar et al, 1994; Liu et al, 1996). Vibriosis juga telah menyebabkan mortalitas pada berbagai stadia larva, pasca larva, juvenil dan dewasa (Lightner, 1983). Dampak buruk terhadap udang budidaya akibat penyakit ini, menuntut agar diperoleh informasi yang memadai mengenai cara mendeteksi keberadaan penyakit ini sejak dini. Hal ini dilakukan untuk mengambil tindakan selanjutnya yang paling tepat. Seperti dalam pengambilan keputusan untuk melakukan emergency harvesting, dan keputusan untuk menggunakan broodstock

maupun larva yang akan dibudidayakan.

Deteksi dini terhadap keberadaan agen penyakit merupakan cara yang tepat untuk mengetahui penyebab serangan dan jenis penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan secepat mungkin, karena air sebagai medium hidup ikan akan memungkinkan penularan penyakit secara meluas dalam waktu relatif cepat. Pemeriksaan penyakit Vibriosis secara konvensional dengan melihat gejala klinis pada tubuh udang, mengisolasi bakteri penyebab penyakit, melakukan uji fisiologis dan biokimia membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk kasus penyakit Vibriosis berpendar, secara visual dapat dilihat pendaran atau luminesensinya pada malam hari, jika hal ini terjadi maka dapat dipastikan populasi sel bakteri vibrio sudah dalam kepadatan yang tinggi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk deteksi cepat keberadaan penyakit Vibriosis yang menyerang udang vaname adalah dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Dengan metode ini hanya dalam waktu hitungan jam saja hasilnya sudah dapat diketahui.

PCR merupakan suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuen DNA tertentu dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA (Erlich, 1989). PCR merupakan suatu teknik amplifikasi rantai DNA yang diinginkan secara in vitro. PCR dapat digunakan untuk menghasilkan sejumlah DNA yang

3

bisa dideteksi hanya dari satu molekul saja dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengkarakterisasi dan menganalisa bagian spesifik dari DNA maupun RNA (Powledge, T. M.,2003 dalam Yufrialdi, 2008).

Dalam penggunaan PCR perlu adanya gen penyandi untuk mengidentifikasi gen target secara spesifik, sehingga proses deteksi terhadap agen penyakit dapat dilakukan. Gen penyandi yang umum digunakan adalah 16S-rRNA. Namun penggunaan 16S-rRNA ini masih kurang spesifik dalam mengidentifikasi mikroorganisme sampai ke tingkat spesies. Dalam kasus

V.harveyi sangat sulit dibedakan dari jenis vibrio lainnya, dari kelompok inti (V. alginolyticus, V.campbellii, V. parahaemolyticus dan V. rotiferinus) misalnya V. harveyi, V. campbellii, dan V. rotiferinus memiliki lebih dari 99% kesamaan untuk urutan identitas 16S rRNA (Gomezz-Gil et al. 2003 dalam Gomez et al.

2009).

Menurut Yuhana et al (2008) karakterisasi gen-gen 16S rRNA dari isolat-isolat Vibrio dengan sekuensing nukleotida, menunjukkan tingkat homologi yang sangat tinggi (homologi sebesar 99%) dengan sekuen nukleotida Vibrio harveyi. Konsekuensinya, potensi penggunaannya untuk penanda spesifik adalah kurang. Alternatif gen penyandi lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme melalui teknik PCR yaitu hemolysin (Yuhana et al, 2008).

Hemolysin merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap kerusakan membran eritrosit (hemolisis) dan dilaporkan gen hemolysin terdapat pada beberapa genus termasuk V. harveyi (Hirono et al, 1996; Nishibuchi and Kaper, 1995; Nishibuchi et al, 1990; Zhang et al, 2001). Gen hemolysin sudah pernah diusulkan pada penelitian terdahulu (Conejero dan Hedreyda, 2004) sebagai penanda untuk deteksi Vibriosis. Sekuen gen hemolysin ini bervariasi pada spesies bakteri yang berbeda, sehingga gen ini dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan bakteri Vibrio sampai pada tingkat spesifik spesies.

Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi aplikasi pasangan primerpenyandi gen hemolysin sehingga dapat diketahui apakah sekuen primer gen penyandi hemolysin yang telah didesain mampu mengamplifikasi gen

4

genom dan amplifikasi gen penyandi hemolysin pada Vibrio harveyi digunakan sebagai langkah awal deteksi dini keberadaan bakteri V.harveyi pada udang vaname.

5

II.BAHAN DAN METODE

2.1 Isolasi Dan Karakterisasi Pewarnaan Gram Bakteri Vibrio harveyi

Media TCBS disiapkan dalam keadaan aseptik, sampel udang yang terserang vibriosis dipindahkan menggunakan ose dan digoreskan ke media TCBS kemudian diinkubasi selama 24 jam. Identifikasi bakteri Vibrio harveyi dengan menggunakan metode pewarnaan gram atau secara sederhana yaitu dengan cara media TCBS dimasukkan ke dalam ruang gelap, jika terbentuk warna hijau berpendar maka bakteri yang tumbuh tersebut merupakan bakteri V.harveyi. Bakteri V. harveyi yang diperoleh dikultur murni dan ditumbuhkan pada media TCBS dengan menggunakan agar miring. Selanjutnya, kultur dipindahkan dari media padat ke media cair (NB) yang ditambahkan dengan NaCl 1,5% dan biakan diletakkan dalam shaker selama 24 jam.

Langkah awal dalam pewarnaan Gram (Lampiran 2) yaitu bakteri V. harveyi dioleskan diatas gelas objek. Kemudianlarutan kristal violet diteteskan pada preparat olesan bakteri sebanyak 2-3 tetes dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan kertas isap. Kemudian preparat diteteskan larutan Kalium Iodida sebanyak 2-3 tetes dan dibiarkan selama 1 menit. Preparat dicuci kembali dengan air dan dikeringkan. Tahap selanjutnya preparat diteteskan alkoholdan didiamkan selama 30 detik, kemudian preparat dicuci dan dikeringkan kembali. Selanjutnya larutan safranin diteteskan dan didiamkan selama 30 detik, kemudian safranin dicuci dan dikeringkan dengan kertas isap. Kemudian preparat diamati dibawah mikroskop.

2.2 Karakterisasi Ekspresi Gen Hemolysin Isolat Pada Media Agar Darah. Media agar darah (blood agar), merupakan media differensial yang berfungsi untuk membedakan bakteri berdasarkan kemampuan mereka untuk melisiskan sel-sel darah merah. Pembuatan media agar darah dimulai dengan melarutkan TSA sebanyak 40 gram dalam akuades sebanyak 1000 ml (Lampiran 5), kemudian pH media diukur sampai mencapai 7,3. Kemudian media dipanaskan di penangas sampai larut dan diaduk sampai homogen. Setelah itu media

6

disterilkan. Ketika menunggu proses sterilisasi media, hangatkan darah kambing segar sampai suhu 500C sebanyak 5% dari volume total media atau sebanyak 50 ml yang sudah didefibrinasi dengan menggunakan larutan Na citrat. Dinginkan pula TSA steril sampai suhu mencapai 500C (Hadioeutomo, 1993).

Secara aseptik kemudian darah kambing segar dituangkan ke dalam labu berisi TSA dan dicampur dengan cara memutar-mutar labu tersebut dengan hati-hati. Kemudian media dituangkan sebanyak 12 ml ke dalam cawan petri steril. Kemudian biakan bakteri ditanam dengan menggunakan ose dan digoreskan ke media agar darah dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu ruang. Ekspresi dari gen hemolysin dapat diketahui dari ada tidaknya zona bening di sekitar goresan/koloni dari kultur yang ditumbuhkan yang menunjukkan adanya lisis sel darah merah.

2.3 Ekstraksi DNA

Vibrio harveyi yang dikultur selama 18-24 jam dalam media cair LB (luria bertani) (lampiran 3) diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam eppendorf steril. Kemudian eppendorf disentrifuse

Dokumen terkait