• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis untuk pengembangan aplikasi.

DAFTAR PUSTAKA :

Pada bagian ini akan dipaparkan tentang sumber-sumber literatur yang digunakan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini.

2.1. Peneliti Pendahulu

Dalam penelitian pendahulu deteksi wajah digunakan untuk melacak dimana letak wajah manusia dalam sebuah image dan kemudian dilakukan penglokalisasian pada wajah manusia.

Penelitian mengenai deteksi wajah teknologi computer vision telah banyak dilakukan, salah satunya adalah menggunakan Haar-like feature yang dikenal sebagai HaarCascade Classifier. Haar-like features merupakan rectangle (persegi) features, yang memberikan indikasi secara spesifik pada sebuah gambar atau image. Ide dari Haar-like features adalah untuk mengenali obyek berdasarkan nilai sederhana dari fitur tetapi bukan merupakan nilai pixel dari image obyek tersebut. Metode ini memiliki kelebihan yaitu komputasinya sangat cepat, karena hanya bergantung pada jumlah pixel dalam persegi bukan setiap nilai piksel dari sebuah image (Viola P &Michael J Jones, 2001). metode ini memberikan tingkat deteksi sekitar 95% untuk mata dan hidung. Deteksi mulut memiliki tingkat yang lebih rendah karena ukuran minimum yang diperlukan untuk deteksi. oleh mengubah parameter tinggi dan lebar untuk lebih akurat mewakili dimensi mulut dan pelatihan classifier akurasi harus meningkatkan akurasi itu fitur-fitur lain. Metode ini merupakan metode yang menggunakan statistical model (classifier). Pendekatan untuk mendeteksi objek dalam gambar menggabungkan empat konsep utama :

2.1.1. Training Data

Algoritma Haar menggunakan metode statistical dalam melakukan pendeteksian wajah. Metode ini menggunakan sample haa-rlike fetures. Classifier ini menggunakan gambar berukuran tetap (umumnya berukuran 24x24). Cara kerja dari haar dalam mendeteksi wajah adalah dengan menggunakan teknik sliding window berukuran 24x24 pada keseluruhan gambar dan mencari apakah terdapat bagian dari gambar yang berbentuk seperti wajah atau tidak. Haar juga memiliki kemampuan untuk melakukan scaling sehingga dapat mendeteksi adanya wajah yang berukuran lebih besar ataupun lebih kecil dari ganbar pada classifier (Viola P &Michael J Jones, 2001).

Tiap feature dari haar-like feature didefinisikan pada bentuk dari feature, diantaranya koordinat dari feature dan juga ukuran dari feature tersebut ((Viola P &Michael J Jones, 2001).

2.1.2. Fitur Haar

Haar Feature adalah fitur yang didasarkan pada Wavelet Haar (Viola, P; Michael J; Jones, 2001). Wavelet Haar adalah gelombang tunggal bujur sangkar (satu interval tinggi dan satu interval rendah). Untuk dua dimensi, satu terang dan satu gelap. Selanjutnya kombinasi-kombinasi kotak yang digunakan untuk pendeteksian objek visual yang lebih baik. Setiap Haar-like feature terdiri dari gabungan kotak - kotak hitam dan putih (Viola P &Michael J Jones, 2001).

2.1.3. Integral Image

Integral Image digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya dari ratusan fitur Haar pada sebuah gambar dan pada skala yang berbeda secara efisien. Pada umumnya, pengintegrasian tersebut berarti menambahkan unit-unit kecil secara bersamaan. Dalam hal ini unit-unit-unit-unit kecil tersebut adalah nilai-nilai piksel. Nilai integral untuk masing-masing piksel adalah jumlah dari semua pixel dari atas sampai bawah. Dimulai dari kiri atas sampai kanan bawah, keseluruhan gambar itu dapat dijumlahkan dengan beberapa operasi bilangan bulat per pixel (Viola P &Michael J Jones, 2001).

2.1.4. Cascade Classifier.

Cascade classifier adalah sebuah rantai stage classifier, dimana setiap stage classifier digunakan untuk mendeteksi apakah didalam image sub-window terdapat obyek yang diinginkan (object of interest). Stage classifier dibangun dengan menggunakan algoritma adaptive-boost (AdaBoost). Algoritma tersebut mengkombinasikan performance banyak weak classifier untuk menghasilkan strong classifier. Weak classifier dalam hal ini adalah nilai dari haar-like feature. Jenis AdaBoost yang digunakan adalah Gentle AdaBoost (Viola P &Michael J Jones, 2001).

Dalam penelitian pendahulu pengembangan library emgu cv banyak di kolaborasikan di bahasa pemrograman C# karena sama dengan bahasa yang terdapat di emgu cv

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Artificial Intelligence

Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan (disingkat AI) adalah kemampuan suatu alat untuk melakukan fungsi yang biasanya dihubungkan dengan kecerdasan manusia, seperti penalaran dan pembelajaran melalui pengalaman. AI adalah cabang dari computer science yang berupaya meniru kemampuan penalaran manusia dengan mengorganisasi dan memanipulasi pengetahuan faktual dan heuristik. Bidang aktivitas AI meliputi sistem pakar, pengenalan bahasa alami, pengenalan suara, penglihatan komputer (Computer Vision) dan robotika.(Dr. John Fernandez.2003)

2.2.2. Citra Digital

Digital image didefinisikan sebagai representasi dari gambar dua dimensi sebagai himpunan terbatas dari nilai digital yang disebut picture elements atau pixel. Umumnya pixel disimpan dalam komputer sebagai gambar raster, yaitu array dua dimensi dari integer. Nilai ini kadang disimpan dalam bentuk terkompresi. Digital image dapat diperoleh dari berbagai macam alat dan teknik pengambil gambar, seperti kamera digital, scanner, radar, dan sebagainya. Dapat pula disintesis dari data seperti fungsi matematika dan lain lain. (Gonzales R.C.,1992). pixel adalah sampel dari intensitas image yang terkuantisasi ke dalam nilai integer. Sementara Image

merupakan array dua dimensi dari pixel-pixel tersebut. Image inilah yang akan menjadi input awal dalam Computer Vision (Gonzales R.C.,1992).

Citra digital adalah citra dengan f(x,y) yang nilainya didigitalisasikan baik dalam koordinat spasial maupun dalam gray level. Digitalisasi dari koordinat spasial citra disebut dengan image sampling. Sedangkan digitalisasi dari gray level citra disebut dengan gray-level quantization .Citra digital dapat dibayangkan sebagai suatu matriks dimana baris dan kolomnya merepresentasikan suatu titik di dalam citra, dan nilai elemen matriks tersebut menunjukkan gray level di titik tersebut Hal tersebut diilustrasikan oleh Gambar 2.1. (Gonzales, R.C.,1992)

Gambar 2.1 Citra Digital (Gonzales, R.C.,1992).

2.2.3. Warna

Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna

(berwarna putih). Nilai warna ditentukan oleh tingkat kecerahan maupun kesuraman warna. Nilai ini dipengaruhi oleh penambahan putih ataupun hitam.

Untuk keperluan penampilan secara visual, nilai data digital merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format citra digital yang banyak dipakai adalah :

a) Citra Biner (binary image)

Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan yaitu hitam dan putih. Pixel-pixel objek bernilai 1 dan pixel-pixel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah hitam. Jadi latar belakang pada citra biner berwarna putih sedangkan objek berwarna hitam yang tercemin dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Citra biner (Gonzales, R.C.,1992). b) Citra Warna (true color)

Setiap pixel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red,

Green, Blue). Setiap warna pokok mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8-bit).

Citra dalam komputer tidak lebih dari sekumpulan sejumlah triplet dimana setiap triplet terdiri atas variasi tingkat keterangan (brightness) dari elemen red, green dan blue. Representasinya dalam citra, triplet akan terdiri dari 3 angka yang mengatur intensitas dari Red (R), Green (G) dan Blue (B) dari suatu triplet. Setiap triplet akan merepresentasikan 1 pixel (picture element). Suatu triplet dengan nilai 67, 228 dan 180 berarti akan mengeset nilai R ke nilai 67, G ke nilai 228 dan B k nilai 180. Angka-angka RGB ini yang seringkali disebut dengan color values. Pada format .bmp citra setiap pixel pada citra direpresentasikan dengan dengan 24 bit, 8 bit untuk R, 8 bit untuk G dan 8 bit untuk B, dengan pengaturan tiga sumbunya yang mewakili komponen warna merah (red) R, hijau (green) G, biru (blue) B seperti pada Gambar 2.3 di bawah ini (Gonzales R.C.,1992).

c) Cita Grayscale (skala keabuan)

Citra grayscale adalah citra digital yang setiap pixel-nya merupakan sampel tunggal, yaitu informasi intensitas. Citra jenis ini terbentuk hanya dari warna abu-abu pada tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari warna hitam pada tingkat intensitas terendah hingga warna putih pada tingkat intensitas tertinggi seperti pada Gambar 2.4 dibawah ini. (Gonzales R.C.,1992).

Gambar 2.4 Citra Grayscale (Gonzales, R.C.,1992).

2.3. Pengolahan Citr a Digital(Image Processing)

2.3.1. Tahapan Normalisasi Ukuran Citr a (Resizing)

Citra dipetakan pada pixel dengan ukuran tertentu sehingga memberikan representasi dimensi yang tetap. Tujuan dari normalisasi citra adalah mengurangi resolusi citra yang berguna saat proses pengenalan citra dan juga meningkatkan akurasi pengenalan. Proses yang digunakan pada tahap normalisasi ini adalah proses penskalaan citra.

Scaling atau penskalaan pada citra disebut juga image zooming, yaitu proses untuk mengubah ukuran citra asli (zoom in / memperbesar ukuran citra asli atau zoom out / memperkecil ukuran citra asli). Proses perubahan ukuran resolusi citra dibutuhkan untuk menyesuaiakan resolusi citra masukan dengan resolusi citra template. Contoh gambar resizing seperti Gambar 2.5 dibawah ini, (Gonzales, R.C.,1992).

150x150 pixel 200x200 pixel

Gambar 2.5 ResizingImage

Gambar 2.5 mengilustrasikan perubahan ukuran pixel dengan ukuran awal 200x200 pixel menjadi 150x150 pixel.

2.3.2. Tahapan Grayscaling.

Grayscale merupakan proses pengolahan citra dengan cara mengubah nilai-nilai piksel awal citra menjadi sebuah citra keabuan. Citra keabuan adalah citra yang setiap pikselnya mengandung satu layer dimana nilai intensitasnya berada pada interval 0-255, sehingga nilai-nilai piksel pada citra keabuan tersebut dapat direpresentasikan dalam sebuah matriks yang dapat

memudahkan proses perhitungan pada operasi berikutnya contoh perbuaha citra RGB ke Gray seperti pada Gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.6 Grayscaling Image

Grayscale dapat dengan mudah dihitung berdasarkan nilai RGB yang diketahui menggunakan prosedur sederhana seperti dibawah ini :

W =

(2.1)

W = nilai grayscale R = nilai warna merah G = nilai warna hijau B= nilai warna biru

2.3.3. Tahapan Thresholding

Thresholding adalah proses untuk mengelompokkan semua pixsel pada citra dengan nilai tertentu menjadi dua bagian dengan nilai gray level yang telah ditentukan (Gonzales R.C.,1992).

Pembuatan citra biner adalah salah satu bentuk thresholding dengan nilai 0 dan 1, yaitu melakukan perubahan semua nilai pixel yang lebih besar atau sama dengan nilai ambang menjadi 1 dan semua nilai pixel yang lebih kecil dari nilai ambang menjadi 0. (Gonzales R.C.1992). Gambar 2.7 mencerminkan perubahan warna gray ke thresholding.

Warna hitam pixel < 0 Warna pitih pixel > 1

Gambar 2.7 Thresholding image (Gonzales R.C.,1992).

2.3.4. Tahapan Deteksi Wajah (face detection)

Deteksi wajah adalah teknologi komputer yang menentukan lokasi dan ukuran wajah manusia di sembarang (digital) gambar. Mendeteksi fitur wajah dan mengabaikan hal lain, seperti bangunan, pohon dan tubuhan.

Deteksi wajah dapat dianggap sebagai kasus khusus dari object-class deteksi . Dalam Object-Class deteksi, tugas ini adalah untuk menemukan lokasi dan ukuran dari semua benda di gambar yang termasuk kelas tertentu.

Deteksi wajah dapat dianggap sebagai kasus yang lebih umum dari lokalisasi wajah . Di lokalisasi wajah, tugas ini adalah untuk menemukan lokasi dan ukuran dari sejumlah dikenal wajah (biasanya satu). Dalam deteksi wajah, seseorang tidak memiliki informasi tambahan (Dr. John Fernandez.2003).

Awal algoritma face-detection difokuskan pada deteksi wajah manusia frontal, sedangkan algoritma baru mencoba untuk memecahkan masalah yang lebih umum dan sulit multi-view deteksi wajah. Artinya deteksi wajah yang baik diputar sepanjang sumbu dari wajah untuk pengamat, atau diputar sepanjang sumbu vertikal atau kiri-kanan , atau keduanya. Algoritma baru memperhitungkan variasi dalam gambar atau video dengan faktor-faktor seperti penampilan wajah, pencahayaan, dan pose (Dr. John Fernandez.2003).

2.3.5. Metode Cascade Classifier

Cascaded classifier merupakan suatu metode pengklasifikasian bertingkat, dimana input dari setiap tingkatan merupakan output dari tingkatan sebelumnya. Pada classifier tingkat pertama, yang menjadi inputan adalah seluruh citra sub-window.Semua citra sub-window yang berhasil melewati classifier pertama akan dilanjutkan ke classifer ke dua, dan seterusnya. Apabila suatu sub-window berhasil melewati semua tingkat classifier, maka sub-window tersebut dinyatakan sebagai wajah. Sedangkan untuk sub-window yang gagal melewati suatu tingkat classifier akan langsung dieliminasi dan

dinyatakan sebagai bukan wajah (tidak akan diproses lagi). Hal ini sangat mempercepat proses pengklasifikasian, karena jumlah inputan yang diterima di setiap classifier akan semakin berkurang (Viola P &Michael J Jones, 2001).

Cascaded classifier dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan tingkat pendeteksian dan mengurangi jumlah positif palsu. Setiap tingkatan classifier merupakan representasi hasil dari algoritma boosting. Jadi, di setiap tingkat classifer memiliki sejumlah weak classifiers. Setiap weak classifier memberikan aturan pasti mengenai fitur Haarlike yang digunakan (jenis, ukuran, dan lokasi), nilai threshold terbaik untuk setiap fitur, serta nilai batasan setiap fitur tersebut. Biasanya, semakin tinggi tingkat classifer, semakin banyak pula jumlah weakclassifier yang ada. Hal ini mengakibatkan semakin sulitnya suatu sub-window untuk berhasil melewati tingkatan classifier tersebut, sehingga jumlah sub-window yang dieliminasi akan semakin banyak, dan jumlah sub-window yang berhasil lolos ke classifier tingkat selanjutnya akan semakin sedikit. Oleh karena semakin sedikit sub-window yang berhasil lolos ke classifier selanjutnya, maka semakin sedikit pula jumlah false positive (citra negatif yang dianggap sebagai citra positif) yang berhasil lolos. Dengan berkurangnya false positive tingkat keakuratan pendeteksian pun meningkat. Jadi, semakin banyak tingkat classifier di dalam suatu cascaded classifier, maka semakin akurat hasil yang akan didapatkan (Viola P &Michael J Jones, 2001). Gambar 2.8 menjelasakn alur bagaimana classifier dalam mendeteksi wajah.

Gambar 2.8 Cascade Classifier (Viola dan jones,2001).

Pada klasifikasi tingkat pertama, tiap subcitra akan diklasifikasi menggunakan satu fitur. Klasifikasi ini kira-kira akan menyisakan 50% subcitra untuk diklasifikasi di tahap kedua. Seiring dengan bertambahnya tingkatan klasifikasi, maka diperlukan syarat yang lebih spesifik sehingga fitur yang digunakan menjadi lebih banyak. Jumlah sub-citra yang lolos klasifikasi pun akan berkurang hingga mencapai jumlah sekitar 2%.

2.3.6. Haarcascade Template File

Kreteria wajah manusia yang dapat terdeteksi dalam template haarcascade antara lain :

a) Warna kulit tidak berpengaruh

b) Wajah yang menghadap ke depan (frontal) dan dalam posisi tegak c) Tidak terhalangi sebagian oleh objek lain seperti tangan, wajah

lain, rambut yang menutupi sebagian wajah.

Jenis haarcascade template file yang penulis gunakan adalah haarcascade_frontalface_alt.xml. Template ini memiliki 22 tah apan (stage 0 sampai stage 21). Jumlah tahapan ini menunjukkan jumlah tingkatan classifier bertingkat yang digunakan (Viola dan jones,2001)..

Potongan code dalam haarcascade_frontalface_alt.xml sebagai berikut: <opencv_storage> <haarcascade_frontalface_default type_id="opencv-haar-classifier"> <size>24 24</size> <stages> <_> <!-- stage 0 --> <trees> <_> <!-- tree 0 --> <_> <!-- root node --> <feature> <rects> <_>6 4 12 9 -1.</_> <_>6 7 12 3 3.</_></rects> <tilted>0</tilted></feature> <threshold>-0.0315119996666908</threshold> <left_val>2.0875380039215088</left_val> <right_val>-2.2172100543975830</right_val></_></_> <_> <!-- tree 1 --> <_> <!-- root node --> <feature> <rects> <_>6 4 12 7 -1.</_> <_>10 4 4 7 3.</_></rects> <tilted>0</tilted></feature> <threshold>0.0123960003256798</threshold> <left_val>-1.8633940219879150</left_val> <right_val>1.3272049427032471</right_val></_></_> <_> <_> <!-- tree 196 --> <_> <!-- root node --> <feature> <rects> <_>3 17 9 6 -1.</_>

<_>3 19 9 2 3.</_></rects> <tilted>0</tilted></feature> <threshold>-0.0191600006073713</threshold> <left_val>-0.7988010048866272</left_val> <right_val>-0.0340790003538132</right_val></_></_> <_> <!-- tree 197 --> <_> <!-- root node --> <feature> <rects> <_>16 2 3 20 -1.</_> <_>17 2 1 20 3.</_></rects> <tilted>0</tilted></feature> <threshold>-3.7730000913143158e-003</threshold> <left_val>-0.1912409961223602</left_val> <right_val>0.2153519988059998</right_val></_></_> <_> <!-- tree 198 --> <!-- tree 199 --> <_> <!-- root node --> <feature> <rects> <_>9 1 6 22 -1.</_> <_>12 1 3 11 2.</_> <_>9 12 3 11 2.</_></rects> <tilted>0</tilted></feature> <threshold>-0.0221730004996061</threshold> <left_val>0.4860099852085114</left_val> <right_val>3.6160000599920750e-003</right_val></_></_></trees> <stage_threshold>-2.9928278923034668</stage_threshold> <parent>23</parent> <next>-1</next></_></stages></haarcascade_frontalface_default> </opencv_storage>

Pada bagian awal code, terdapat definisi ukuran window yang akan digunakan dalam mengklasifikasikan setiap citra sub-window yang ada, yaitu pada bagian <size>. Hal ini menunjukkan bahwa setiap citra sub-window yang

akan diklasifikasi, berapapun ukurannya akan diubah terlebih dahulu ke dalam ukuran 24x24. Misal, terdapat sub-window berukuran 40x40, maka sub-window tersebut akan dikonversi menjadi window berukuran 24x24 (seperti contoh pda Gambar 2.9). Demikian pula, jika terdapat sub-window yang lebih kecil dari 24x24 ,misalnya 10x10 sub-window tersebut akan diubah ke dalam ukuran 24x24 (seperti contoh pda Gambar 2.10). Dengan melakukan pengkonversian ini, maka citra sub-window berukuran sekecil apapun dapat diklasifikasi.

Gambar 2.9 Citra Sub-Window Berukuran 40x40 Diubah Ke Ukuran 24x24(Viola dan jones,2001).

Gambar 2.10 Citra Sub-Window Berukuran 10x10 Diubah Ke Ukuran 24x24(Viola dan jones,2001).

Setelah dikonversi ke dalam ukuran 24x24, selanjutnya setiap citra sub-window akan diklasifikasikan sebagai wajah ataupun bukan wajah, dengan melalui setiap tahapan yang ada di dalam cascaded classifier atau template file tersebut. Dari potongan code di atas, dapat dilihat bahwa di dalam setiap tahapan terdapat sebuah nilai threshold (stage_threshold) dan beberapa tree. Tree ini adalah weak classifier yang didapatkan dari setiap tahapan algoritma boosting. Jumlah tree di setiap tahapan berbeda-beda.Biasanya, semakin tinggi tahapannya, semakin banyak pula jumlah tree. Misalnya, pada tahap 0 terdapat 8 tree dan tahap 21 terdapat 213 tree. Jumlah tree pada suatu tahapan

menunjukkan jumlah fitur yang digunakan untuk mengklasifikasi setiap sub-window yang mencapai tahapan tersebut (Viola dan jones,2001).

Bentuk fitur yang digunakan, bisa sama, tetapi bisa juga berbeda, begitu juga dengan posisi dan ukuran fitur tersebut. Namun tidak ada fitur yang persis sama (memiliki bentuk, posisi, dan ukuran yang sama) di tree yang berbeda.Di setiap tree hanya terdapat satu node, yaitu root node. Di dalam setiap node ini,terdapat fitur Haarlike (rects), nilai threshold (threshold), serta nilai-nilai batasan minimum dan maksimum (left_val dan right_val) yang harus dipenuhi suatu fitur agar sub-window dapat lolos ke tahap selanjutnya. Untuk dapat melewati suatu tahapan, suatu sub-window harus berhasil melewati semua tree yang ada di dalam tahapan tersebut.Perhitungan nilai fitur juga dilakukan di dalam tree. Berikut adalah penjelasan mengenai fitur Haarlike (rects) pada setiap tree (Viola dan jones,2001).

<rect s>

<_>3 7 1 4 4 - 1 .< /_> <_>3 9 1 4 2 2 .< /_> < /rect s>

pada kolom pertama dan ke dua menunjukkan posisi (x,y) fitur persegi pada sub-window. Angka pada kolom tiga menunjukkan lebar (width) fitur, dan angka pada kolom empat menunjukkan tinggi (height) fitur. Sedangkan angka pada kolom terakhir merupakan konstanta yang akan dikalikan dengan

setiap nilai pixel pada fitur persegi tersebut. Apabila fitur persegi pada suatu baris bertemu dengan fitur persegi pada baris lain, maka setiap nilai pixel akan dikalikan dengan hasil penjumlahan antara angka terakhir dari masing-masing baris yang saling bertemu tersebut.

Fitur persegi tersebut kemudian di-threshold dengan algoritma sebagai berikut:

IF pixel < 0 THEN set_to _black ELSE set_to_white

Contoh: Angka-angka pada baris pertama, menunjukkan bahwa, fitur terletak pada piksel ke (3,7), dengan ukuran lebar x tinggi sebesar 14x4, dan setiap nilai pixel pada fitur tersebut akan dikalikan dengan -1. Sedangkan angka-angka pada baris ke dua menunjukkan bahwa, fitur terletak pada piksel ke (3,9), dengan ukuran 14x2, dan setiap nilai pixel pada fitur akan dikalikan dengan 2. Persegi pertama bertemu dengan persegi ke dua pada titik (3,9) hingga titik (16,10), sehingga setiap piksel pada daerah tersebut dikalikan dengan hasil penjumlahan angka terakhir dari baris pertama dan ke dua, yaitu (-1)+2=1. Cara implementasi manualnya seperti pada contoh Gambar 2.11 di bawah ini.

Gambar 2.11 Stages Tree 0 Pada haarcascade_frontalface_alt.xml (Viola dan jones,2001).

Citra sub-window kemudian di-threshold sebesar nilai yang tertera pada bagian threshold. Kemudian, dengan menggunakan nilai pixel dari citra sub-window yang telah di-threshold tersebut, dilakukan perhitungan fitur Haarlike seperti Gambar 2.12 pohon keputusan dibawah ini.

Gambar 2.12 Pohon keputusan dalam haarcascade_frontalface_alt. (Viola dan jones,2001).

Hasil perhitungan tersebut lalu dibandingkan dengan nilai threshold, apabila nilai fitur lebih kecil dari nilai threshold, maka fitur tersebut akan dianggap tidak ada.Sebalinya, jika nilai fitur lebih besar atau sama dengan nilai threshold, maka nilai fitur ini akan dilanjutkan ke left_val dan right_val. Apabila nilai fitur berada di antara nilai left_val dan right_val, maka sub-window tersebut berhasil melewati classifier lemah atau tree.

Demikianlah proses pengklasifikasian yang terjadi di dalam setiap tree. Apabila suatu sub-window berhasil melewati seluruh tree di dalam

Dokumen terkait