• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diperlukan atas pembahasan dan penyelesaian masalah yang telah dilakukan.

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3 yang berlaku. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi :

a. Memiliki masa kerja terbatas

b. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar

c. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif rendah

d. Memiliki intensitas kerja yang tinggi e. Bersifat multi disiplin dan multi crafts

f. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan kondisinya

g. Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

2.1.1. Tempat Kerja

Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di

22 dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Kemudian dalam penjelasannya pada pasal 1 ayat (1), dengan perumusan ini, maka ruang lingkup dari UU tersebut jelas ditentukan oleh 3 unsur yaitu:

a. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha. b. Adanya tenaga kerja yang bekerja.

c. Adanya bahaya dan resiko kerja yang ada di tempat kerja.

2.1.2. Keselamatan kerja

Menurut Widodo Siswowardojo (2003), keselamatan kerja adalah keselamatan dan kesehatan kerja secara definitif dikatakan merupakan daya dan upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Menurut Suma’mur (1996), keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keselamatan kerja merupakan suatu program perlindungan terhadap karyawan pada saat bekerja dan berada didalam lingkungan tempat kerja dari resiko kecelakaan dan kerusakan mesin atau alat kerja untuk berusaha mencegah dan menimbulkan atau bahkan menghilangkan sebab terjadinya kecelakaan.

2.1.3. Kesehatan Kerja

Menurut Widodo Siswowardojo (2003), kesehatan kerja adalah peningkatan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya,

23 baik fisik, mental maupun sosial, mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja dan faktor-faktor lain yang berbahaya, menempatkan tenaga kerja dalam suatu lingkungan yang sesuai dengan fatal dan jiwa serta pendidikannya, meningkatkan efisiensi kerja dan produktivitas, serta mengusahakan agar masyarakat lingkungan sekitar perusahaan terhindar dari bahaya pencemaran akibat proses produksi, bahan bangunan, dan sisa produksi.

Sedangkan menurut Suma’mur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah spesialisasi dari ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja ataupun masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja dan terhadap penyakit umum.

Pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja merupakan suatu kondisi di lingkungan kerja yang bebas dari penyakit fisik dan mental.

2.1.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya. Secara disiplin ilmu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan sebagai“ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan

24 pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan”.

Secara hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan sebagai “Suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif”. Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan skala prioritas, karena dalam pelaksanaannya, selain dilandasi oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu, terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran. Adapun tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja menurut Suma’mur 1989 antara lain:

a.Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.

2.2. Defenisi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna

25 terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif. (Permen: 2008).

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pada dasarnya SMK3 merupakan implementasi ilmu dan fungsi manajemen dalam melakukan perencanaan, implementasi, maupun evaluasi program K3 di tempat kerja dalam suatu sistem.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal sebagai berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Berdasarkan Pasal 4 Permenaker tentang Sistem Manajemen K3, terdapat 5 (lima) ketentuan yang harus perusahaan/pengusaha laksanakan, yaitu:

1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

26 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.1. Pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terdapat beberapa alasan yang mengungkapkan pentingnya Sistem Manajemen K3 diterapkan dalam suatu perusahaan/laboratorium. Alasan tersebut dapat dilihat dari aspek manusiawi, ekonomi, UU dan Peraturan, serta nama baik (Adrian, dkk, 2009). Berikut adalah argumentasi betapa pentingnya Sistem Manajemen K3.

1. Alasan Manusiawi. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini dikarenakan kecelakaan yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya (misalnya kematian, cacat/luka berat, luka ringan), melainkan juga penderitaan bagi keluarganya. Oleh karena itu pengusaha mempunyai

27 kewajiban untuk melindungi pekerja dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.

2. Alasan Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi, seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya pengobatan, dan biaya santunan kecelakaan. Oleh karena itu, dengan melakukan langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

3. Alasan UU dan Peraturan. UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau suatu organisasi bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi, makin meningkatnya pembangunan dengan menggunakan teknologi modern, pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi.

4. Nama Baik Institusi. Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat mempengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain. Reputasi atau citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting terutama bagi industri jasa, termasuk jasa konstruksi, karena berhubungan dengan kepercayaan dari pemberi tugas/pemilik proyek. Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung reputasi perusahaan itu, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan kerja yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak langsung.

28 Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :

a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.

c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

d. Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit. e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.2.2. Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.

Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat

29 mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman.

2.3.Prinsip Dasar SMK3 dalam Perundang-undangan

Sesuai dengan Bab III pasal 3 ayat 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada perusahaan dengan syarat:

1. Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.

2. Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja dapat diukur menurut Permenaker Nomor: 05/MEN/1996 sebagai berikut:

1. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan (nonconformance) dikenai tindakan hukum.

2. Untuk tingkat pencapaian 60-84% diberikan sertifikat dan bendera perak. 3. Untuk tingkat pencapaian 85-100% diberikan sertifikat dan bendera emas.

30 Sedangkan pada undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat prinsip dasar SMK3 yang diatur dalam pasal 87 tentang ketenagakerjaan yang diantaranya berisi:

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manjemen keselamatan dan

kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah peraturan SMK3 dalam undang-undang, maka dikeluarkan peraturan pelaksanaan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan pelaksanaan ini ditujukan untuk kegiatan industri yang terdiri dari ayat (b), (c) dan (d) sebagai berikut:

a) Ayat (b) menyatakan bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, maka perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b) Ayat (c) menyatakan bahwa dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

c) Ayat (d) menyatakan bahwa untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

31 2.4. Acuan/Elemen-elemen Penerapan SMK3

Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

4. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 09/PRT/M/2008 tentang pedoman SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum tercantum elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sebagai berikut:

32

2.4.1. Komitmen dan Kebijakan K3

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga mengeluarkan suatu kebijakan K3 demimemulai sebuah aturan terhadap pelaksanaan SMK3 di proyek konstruksi. Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasinal (Permenaker, 1996). Adapun persyaratan kebijakan K3 yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan Penyedia Jasa harus menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan konstruksi yang dilaksanakan.

b. Pimpinan Penyedia Jasa harus mengesahkan Kebijakan K3.

c. Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a) Sesuai dengan sifat dan kategori resiko K3 bagi Penyedia Jasa.

b) Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3.

c) Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang terkait dengan K3.

d) Sebagai kerangka untuk menyusun dan mengkaji sasaran K3. e) Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara.

f) Dikomunikasikan kepada semua personil yang bekerja dibawah pengendalian Penyedia Jasa agar peduli K3.

33 h) Dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih

relevan dan sesuai.

2.5. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko (IBPR)

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus diterapkan dan dipelihara prosedurnya sebagai berikut yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 berikut:

1) Penyedia Jasa harus menetapkan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

2) Prosedur untuk identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya harus mempertimbangkan:

a) Mengakomodasi kegiatan rutin. b) Mengakomodasi kegiatan non rutin.

c) Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja. d) Perilaku manusia, kemampuan dan factor manusia lainnya.

e) Mengidentifkasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan krselamatan personil di tempat kerja.

f) Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan kerja penyedia jasa.

34 g) Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang

disediakan oleh penyedia jasa atau pihak lain.

h) Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya pada operasi, proses dan kegiatannya.

i) Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian resiko dan penerapan dan pengendaliannya.

j) Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia.

3). Penyedia Jasa harus menerapkan prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

4). Penyedia Jasa harus memelihara prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

5) Penyedia Jasa harus mendokumentasikan dan menjaga rekaman hasil identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

Identifikasi potensi bahaya merupakan suatu proses aktivitas yangdilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagaipenyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul ditempat kerja.

Berikut variabel bahaya yang mungkin timbul selama proses proyek konstruksi jembatan rel kereta api:

35 1. Bekerja di dalam penggalian:

• Air yang merembes masuk ke dalam galian dari dinding atau dasar galian

• Air permukaan masuk ke dalam galian atau berakumulasi pada permukaan tanah dekat penggalian

• Heaving atau swelling tanah di dasar galian

• Permukaan tanah yang turun (amblas) sepanjang tepi galian

• Mesin dioperasikan dekat tepi galian (pengaruh berat dan vibrasi)

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengamanan pribadi

2. Bekerja di permukaan tanah:

• Tidak ada pagar pengaman di sekeliling penggalian

• Tangga akses di dalam penggalian yang tidak aman

• Lubang yang tidak diproteksi0diidentifikasi

• Penyimpanan materil konstruksi yang melintas di atas orang

• Pergerakan beban crane yang melintas di atas trotoar, jalan akses, gudang dan fasilitas lainnya

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

3. Bekerja di ketinggian:

• Bukaan/lubang yang tidak diidentifikasi atau diberi pagar pengaman

• Bagian tepi bangunan yang tidak diberi pengaman

• Tidak ada/disediakan perlengkapan dan system penahan jatuh (fail-arrest system)

36

• Penggunaan tangga yang tidak tepat

• Tidak adanya pegangan tangan

• Tidak disiplin dalam menggunakan peralatan pribadi

4. Pekerjaan strukur yang bersifat sementara (penahan galian, bekisting, scaffolding):

• Penahan galian yang kurang kuat

• Pembongkaran penahan galian yang premature

• Tidak adanya penahan galian

• Pmbongkaran penahan galian secara tidak aman

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

• Kesalahan desain, seperti asumsi desain yang buruk atau tidak tepat

• Kualitas material yang cacat (defect), seperti kurang homogeny

• Kerusakan fisik material sehingga kekuatan dan dimensinya berubah

• Pembebanan pada saat pelaksanaan tidak sesuai desain

• Pemeliharaan, penggunakan dan inspeksi material yang buruk

• Ketidakstabilan tanah di bawah base plate scaffolding

• Pembongkaran penyangga yang premature

• Kesalahan penempatan kembali dari penyangga ulang

• Kendaraan dan peralatan yang bergerak berada terlalu dekat dengan berkisting/scaffolding

• Penuangan beton yang tidak tepat

• Pemasangan komponen bekisting secara tidak tepat

37

• Bracing dan ikatan (ties) yang tidak memadai

• Drat (thread) dari adjustable jack yang karatan/usang

• Training yang tidak memadai yang berakibat paktek kerja yang tidak aman

• Pengawasan yang tidak memadai berakibat praktek kerja yang tidak aman

5. Penanganan Material:

• Overloading pada alat pengangkat

• Kegagalan akibat instabilitas tumpuan (tidak rata, menyudut, kasar, dsb) sehingga terguling

• Pemasangan pembongkaran dan pemeliharaan yang tidak tepat

• Keterbatasan daya pandang selama operasi

• Penggunaan sling yang tidak tepat

• Material sling yang tidak memenuhi syarat

• Mulut kait yang melebar akibat beban berulang

• Tidak ada pengunci pada mulut kait

• Penyimpanan/penumpukan material yang tidak tepat

• Beban yang sedang diangkut/diangkat berada dalam kondisi tidak stabil

• Kegagalan pada komponen control, seperti alat pengangkat, rem dan stir

• Pengoperasian kendaraan/peralatan yang terlalu cepat

• Overlapping antara tower crane satu dengan lainnya

38

• Tidak adanya pengetesan peralatan sebelum digunakan

• Modifikasi dari peralatan sehingga timbul kondisi tidak aman

• Tidak membuat prosedur kerja yang aman atau memberikan pekerja informasi yang berhubungan dengan penggunaan peralatan yang aman

• Kurangnya prosedur kerja berkaitan dengan inspeksi, pemeliharaan dan/atau perbaikan

• Membuka/melepaskan alat pengaman (safeguard) pada peralatan

• Bekerja pada peralatan yang sedang bergerak atau berbahaya

• Mengoperasikan peralatan tanpa adanya perintah

• Training yang tidak memadai yang berakibat praktek kerja tidak aman

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

6. Bekerja pada lapangan yang berhubungan dengan sumber/arus listrik:

• Instalasi, pembongkaran dan pemindahan scaffolding dalam jarak yang dekat dengan arus listrik

• Memasang kawat (leads) dan kabel listrik tegangan tinggi pada scaffolding

• Mengoprasikan peralatan dalam jarak yang cukup dekat dengan kabel listrik tegangan tinggi

• Instalasi dan/atau peralatan listrik yang tidak aman

• Konektivitas/sambungan yang buruk

• Arus listrik yang melalui sebuah kabel /konduktor melebihi kapasitas

39

• Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman pribadi

7. Kondisi lapangan (site) secara umum:

• Akses yang terbatas untuk pekerja material dan peralatan serta kendaraan

• Cuaca yang buruk

• Penerangan yang tidak memadai dan memuaskan

• Instalasi public bawah tanah (PAM, gas, listrik, dan sebagainya) yang tidak diketahui posisinya

• Kontrol lalu lintas yang kurang baik

• Penyimpanan/penempatan material membuat kondisi lapangan menjadi padat

2.5.1. Pemeriksaan (Evaluasi)

Pemeriksaan merupakan pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.

2.5.2. Pengukuran dan Pemantauan

Adapun syarat dalam pengukuran dan pemantauan adalah sebagai berikut: 1) Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk pengukuran dan

pemantauan kinerja K3 secara teratur yang meliputi: a) Pengukuran kualitatif dan kuantitatif.

40 b) Pemantauan lebih luas terhadap keseuaian dengan sasaran K3

penyedia jasa.

c) Pemantauan efektivitas.

d) Pemantauan penyakit, insiden (termasuk kecelakaan, hampir kena) dan bukti historis.

e) Pencatatan data, hasil pemantauan dan pengukuran harus dapat mencukupi kebutuhan untuk analisa tindakan perbaikan dan pencegahan.

2) Merencanakan memelihara prosedur kalibrasi peralatan.

2.5.3. Evaluasi Kepatuhan

Adapun syarat dalam evaluasi kepatuhan adalah sebagai berikut:

a. Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur secara berkala sehingga dapat mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. b. Mengevaluasi kepatuhan terhadap persyaratan lainnya yang diikuti.

c. Penyedia jasa dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kepatuhan terhadap peraturan yang mengacu dalam prosedur terpisah.

2.5.4. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan & Pencegahan

a. Penyelidikan Insiden

Adapun syarat/peraturan dalam hal penyelidikan insiden adalah:

Dokumen terkait