• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Faktor ekonomi:

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis sesuai dengan permasalahan dan tujuan serta hipotesis yang diperhatikan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbedaan Jam Kerja Menurut Upah, Umur, dan Pendidikan

Hasil analisis deskripsi, dilihat dari tingkat upah yang diterima dan jam kerja 35,80% pekerja laki-laki yang upahnya kurang dari upah minimum, mereka bekerja dengan jam kerja di atas normal. Selanjutnya 55,77% pekerja laki-laki yang menerima upah sama dengan upah minimum dan 69,80% pekerja laki-laki yang menerima upah di atas upah minimum, mereka bekerja dengan jam kerja di atas normal. Sedangkan pekerja perempuan 48,56% menerima upah kurang dari upah minimum dan bekerja dengan jam kerja kurang dari jam kerja normal. Pekerja perempuan yang menerima upah sama dengan upah minimum (44,76%) dan yang menerima upah di atas upah minimum (52,04%), mereka bekerja dengan jam kerja di atas normal.

Analisis deskripsi juga menunjukkan, pekerja laki-laki cenderung bekerja dengan jam kerja lebih dari jam kerja normal yaitu 55,14% pekerja pada kelompok umur 15 – 25 tahun dan 55,35% pekerja pada kelompok umur 25 – 59 tahun. Sedangkan untuk kelompok umur 60 tahun ke atas

cenderung bekerja dengan jam kerja kurang dari jam kerja normal yaitu 39,14%. Sementara pekerja perempuan pada setiap kelompok umur cenderung bekerja dengan jam kerja kurang dari jam kerja normal, yaitu 35,56% pada kelompok umur 15 – 24 tahun; 39,97% pada kelompok umur 25 – 59 tahun; dan 48,63% pada kelompok umur 60 tahun ke atas.

Hasil analisis regresi berganda dengan memperhatikan variabel upah, umur, dan pendidikan menunjukkan adanya perbedaan pengaruh variabel upah terhadap jam kerja. Untuk pekerja dengan karakteristik upah kurang dari upah minimum dan umur pekerja 15 – 24 tahun, hasil perhitungan lama jam kerja per minggu untuk pekerja dengan karakteristik tersebut adalah 36,992 jam. Pekerja dengan karakteristik upah sama dengan upah minimum dan umur 15 – 24 tahun, diperoleh jam kerja per minggu adalah 46,995 jam. Sedangkan untuk pekerja dengan karakteristik upah di atas upah minimum dan umur 15 – 24 tahun, hasil perhitungan lama jam kerja per minggu adalah 51,210 jam. Hal ini menunjukkan upah mempunyai pengaruh positif terhadap jam kerja, artinya pekerja dengan kelompok upah yang lebih tinggi mempunyai jam kerja yang lebih panjang dibanding pekerja dengan kelompok upah yang lebih rendah.

Selanjutnya, terdapat pula perbedaan pengaruh variabel umur terhadap jam kerja. Dari hasil perhitungan diperoleh jam kerja per minggu bagi pekerja dengan karakteristik pekerja umur 10 – 24 tahun dan upah sama dengan upah minimum adalah 46,995 jam; 45,969 jam untuk pekerja dengan karakteristik umur 25 – 59 tahun dan upah sama dengan upah minimum; 41,492 jam untuk pekerja dengan karakteristik umur 60 tahun ke atas dan

upah sama dengan upah minimum. Hal itu menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh negatif terhadap jam kerja, artinya pekerja dengan kelompok umur tua mempunyai jam kerja yang lebih pendek dibanding pekerja dengan kelompok umur yang lebih muda.

Selain itu, analisis regresi berganda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh variabel pendidikan terhadap jam kerja. Artinya, rata-rata jam kerja per minggu pekerja di Jawa Tengah baik yang berpendidikan SD ke bawah, SLTP – SLTA maupun D1+ tidak ada perbedaan. Kemungkinan yang dapat melatarbelakangi keadaan tersebut adalah ketatnya persaingan di pasar tenaga kerja sehingga meskipun memiliki pendidikan yang lebih tinggi mau menerima pekerjaan dengan jam kerja yang lebih panjang. Selain itu kemungkinan karena jam kerja sudah ditentukan oleh perusahaan (instansi) atau tempat kerja.

2. Perbedaan Jam Kerja Menurut Tempat Tinggal

Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja tinggal di desa (55,57%). Dilihat dari jam kerja dan tempat tinggal 48,78% pekerja lak-laki di desa bekerja dengan jam kerja di atas jam kerja normal, pekerja laki-laki di kota 59,77% bekerja dengan jam kerja di atas jam kerja normal. Pekerja perempuan di kota sebagian besar bekerja dengan jam kerja di atas jam kerja normal yaitu 35,35%. Sedangkan pekerja perempuan di desa sebagian besar bekrja dengan jam kerja kurang dari jam kerja normal yaitu 45,27%.

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh variabel upah terhadap jam kerja, Sedangkan variabel tempat tinggal tidak menunjukkan adanya perbedaan pengaruh terhadap jam kerja. Artinya, rata-rata jam kerja per minggu pekerja di Jawa Tengah yang tinggal di kota tidak ada perbedan secara signifikan dengan pekerja yang tinggal di desa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke setor jasa, sehingga sebagian besar pekerja bekerja pada sektor informal.

3. Perbedaan Jam Kerja Menurut Jenis Kelamin

Menurut jenis kelamin, hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa 35,80% pekerja laki-laki yang upahnya kurang dari upah minimum; 55,77% yang upahnya sama dengan upah minimum dan 69,80% yang upahnya di atas upah minimum, mereka bekerja dengan jam kerja di atas jam kerja normal. Pekerja perempuan yang upahnya kurang dari upah minimum (48,56%) bekerja dengan jam kerja di bawah jam kerja normal. Sedangkan yang menerima upah sama dengan upah minimum (44,76%) dan yang menerima upah di atas upah minimum (52,04%), mereka bekerja dengan jam kerja di atas jam kerja normal.

Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh variabel upah dan jenis kelamin terhadap jam kerja. Jam kerja per minggu untuk pekerja dengan karakteristik pekerja laki-laki dengan upah kurang dari upah minimum dari hasil perhitungan diperoleh 36,349 jam. Sedangkan untuk pekerja perempuan dengan upah kurang dari upah

minimum yaitu 34,022 jam per minggu. Hal itu menunjukkan bahwa pekerja laki-laki mempunyai jam kerja yang lebih panjang dibanding pekerja perempuan pada tingkat upah yang sama. Hal ini dimungkinkan karana sesuai dengan “bread winner ystem” di mana lelaki sebagai pencari nafkah utama. Selain itu juga dimungkinkan karaena perempuan menyandang peran ganda yaitu mengurus rumah tangga dan sebagai pekerja.

4. Perbedaan Jam Kerja Menurut Status

Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh variabel upah dan status terhadap jam kerja. Jam kerja per minggu untuk pekerja dengan karakteristik status kawin dan upah sama dengan upah minimum, dari hasil perhitungan diperoleh yaitu 45,839 jam. Sedangkan untuk pekerja dengan status tidak kawin dan upah sama dengan upah minimum yaitu 44,985 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa jam kerja pekerja yang berstatus kawin lebih panjang dibanding pekerja yang berstatus tidak kawin pada tingkat upah yang sama. Hal ini dimungkinkan karena bertambahnya jumlah tanggungan bagi pekerja yang berstatus kawin.

B. Keterbatasan

1. Keterbatasan dalam model menyebabkan tidak diketahui apakah hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas berbentuk parabolis. Sehingga tidak diketahui titik puncak variabel upah dan umur yang memberikan jam kerja maksimal.

2. Jam kerja hanya dilihat dari jam kerja pekerjaan utama tanpa memperhatikan sektor pekerjaan, padahal dalam sektor formal jam kerja sudah ditentukan oleh perusahaan (instansi) tempat kerja, sehingga tidak mencerminkan alokasi waktu dari pilihan individu.

C. Saran

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan saran yang berhubungan dengan kebijakan khususnya dalam menangani masalah ketenagakerjaan di propinsi Jawa Tengah sebagai berikut:

1. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh variabel pendidikan terhadap jam kerja. Artinya, rata-rata jam kerja baik pekerja dengan latar belakang pendidikan SD ke bawah, SLTP – SLTA maupun D1+ tidak ada perbedaan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ketatnya persaingan di pasar kerja, sehingga meskipun dengan pendidikan yang lebih tinggi mau menerima pekerjaan dengan jam kerja yang lebih panjang. Selain itu juga dimungkinkan karena jam kerja sudah ditentukan oleh perusahaan (instansi) atau tempat kerja.Oleh karena itu perlu adanya perluasan pendidikan di propinsi Jawa Tengah, misalnya pendidikan dasar tidak 9 tahun tetapi menjadi 12 tahun.

2. Bagi pemerintah, perlu mengubah sektor informal menjadi sektor formal untuk memudahkan dalam pemberdayaan, misalnya dalam pemberian kredit usaha. 3. Bagi pembuat kebijakan publik maupun perusahaan untuk menghilangkan

diskriminasi antara pekerja laki-laki dan perempuan dalam pasar kerja baik dari segi jabatan maupun pemberian upah.

4. Bagi pengusaha, perlu peningkatan kesejahteraan pekerja khususnya di sektor swasta bagi pekerja yang berstatus kawin seperti peningkatan jumlah tunjangan istri maupun anak.

5. Bagi peneliti selanjutnya pengembangan model dapat dilakukan dengan model regresi non-linear, sehingga akan diketahui titik puncak yang akan memberikan jam kerja maksimal.

6. Perlu kehati-hatian dalam mengintepretasikan dan membandingkan logika teoritis dan empiris seperti, upah maupun jam kerja dalam sektor formal ditentukan oleh perusahaan (instansi) tempat kerja meskipun ada regulasi pemerintah yang mengatur tentang jam kerja maupun upah.

Dokumen terkait