• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Karakteristik umur responden berusia 31- 40 tahun sebanyak 67,2% responden, suami dalam menggunakan alat kontrasepsi pria memiliki jumlah anak tiga atau lebih sebanyak 93,1% responden, sebahagian besar suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria memiliki pekerjaan wirausaha sebanyak 55,2%, sebahagian besar suami dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah pria yang memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 27, 6%.

2. Gambaran pengetahuan suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan kurang sebanyak 100%.

3. Sikap suami dalam penggunaan alat kontrasepsi termasuk dalam kategori tingkat sikap sedang sebanyak 82,2% dan sebahagian kecil responden termasuk dalam kategori tingkat sikap baik sebanyak 17,2%

6.2. Saran

1. Untuk petugas BKKBN Kabupaten Karo agar terus melaksanakan promosi program KB dan meningkatkan kemudahan akses untuk mendapatkan informasi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam penggunaan kontrasepsi bagi suami.

2. Untuk tenaga kesehatan Puskesmas Juhar agar terus meningkatkan pengetahuan suami mengenai keluarga berencana dan kontrasepsi pada pria

dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik dari rumah ke rumah, pendekatan secara keagamaan baik itu setelah kebaktian di gereja maupun ceramah di masjid yang dilakukan bersama tokoh agama, berbagai kegiatan adat bersama tokoh adat dan juga dalan musyawarah desa bersama tokoh masyarakat.

3. Untuk tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat yang ada di Desa Juhar juga memberikan himbauan kepada masyarakat untuk ikut mendukung program KB dengan menggunakan alat kontrasepsi pria dan juga mendukung program hanya memiliki 2 orang anak baik laki-laki dan perempuan sama saja, mengingat masih banyaknya masyarakat Desa Juhar yang masih merasa kurang lengkap jika sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki dan perempuan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,berpendapat,bersikap)maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoadmojo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam

tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terahadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003).

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari- hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmojo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekijo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (kenyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan

tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.2. Suami

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008). Suami berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Effendi, 1998).

2.3. Alat Kontrasepsi

2.3.1 Definisi Alat Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti "mencegah" atau "melawan" dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari terjadinya

kehamilan akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2005). Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut Prawirohardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen. Penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Program Keluarga Berencana merupakan usaha langsung yang untuk mengurangi angka kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (BKKBN, 2004).

2.3.2. Manfaat Alat Kontrasepsi

Di bidang keluarga berencana, Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 mengamanatkan bahwa tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga

berencana diusahakan diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat termasuk daerah pemukiman baru. Penggunaan alat kontrasepsi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu dapat mengatur jarak kelahiran, menunda kelahiran serta mencegah kehamilan (Hestiantoro, 2008).

2.3.3 Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi

Ada beberapa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi yaitu faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi. Dalam faktor pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama, dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam faktor alat kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektivitas, efek samping, komplikasi-komplikasi yang potensial, dan biaya (Hartanto, 2003).

2.3.4 Jenis alat kontrasepsi pada laki-laki

Menurut Manuaba (1998), jenis-jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh laki-laki ada 4 yaitu kondom, vasektomi, pantang berkala, dan senggama terputus. Kondom merupakan salah satu metode pencegahan kehamilan pada suatu kegiatan senggama dengan menggunakan alat berbentuk kantong tipis yang terbuat dari bahan lateks (karet), pelastik (vinil) atau bahan alami, yang dikenakan pada alat vital seorang pria. Cara kerja kondom adalah dengan menghalangi pertemuan antara sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak dapat masuk ke dalam saluran reproduksi wanita. Keuntungan penggunaan kondom yaitu

dapat bertindak efektif sebagai alat kontrasepsi, murah dan mudah didapatkan, tidak memerlukan pengawasan medis, dapat mencegah PMS dan hepatitis B, serta sebagai penghambat orgasme bagi pria yang mengalami kelemahan ejakulasi dini. Sedangkan kelemahan penggunaan kondom yaitu sedikit sulit dalam pemakaiannya, dapat menyebabkan alergi terhadap jeli spermisida pada beberapa wanita sehingga menimbulkan keputihan dan iritasi, serta dapat mengganggu kenikmatan pada saat berhubungan seksual.

Vasektomi merupakan suatu tindakan penutupan, pemotongan, pengikatan atau penyumbatan pada kedua saluran mani (testis) sebelah kiri dan kanan sehingga menghambat produksi sperma. Menurut WHO (1994) vasektomi merupakan cara sterilisasi pria dengan melakukan pemotongan vas deferens yang berguna untuk menghalangi transport spermatozoa. Keuntungan vasektomi yaitu: tidak mengubah kemampuan pria untuk orgasme dan angka kegagalan sangat sedikit yaitu 0,15%. Sedangkan kelemahan vasektomi adalah kemungkinan komplikasi yang terjadi saat pembedahan yang menyebabkan perdarahan, rasa nyeri dan infeksi ringan.

Senggama terputus (coitus ineruptus) merupakan metode KB tradisional dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari dalam vagina sebelum pria mencapai orgasme. Keuntungan senggama terputus yaitu: tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan tidak menggunakan zat-zat kimiawi, dapat digunakan setiap waktu, dan dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya. Sedangkan kelemahan metode senggama terputus yaitu tingkat kehamilan tinggi (17-

25 %), dan kepuasan dalam hubungan seksual berkurang serta dapat menimbulkan tekanan kejiwaan.

Pantang berkala yaitu metode KB yang mempertimbangkan masa subur wanita yang berkaitan erat dengan siklus menstruasi. Prinsip pasangan adalah tidak melakukan hubungan seksual pada saat masa subur istri. Keuntungan pantang berkala adalah : hubungan seksual yang alami dan kepuasan seksual tidak terganggu. Sedangkan kelemahan pantang berkala adalah kegagalan tinggi bila siklus menstruasi istri tidak teratur.

2.5.Kerangka Konsep

Alat kontrasepsi pria Karakteristik -Umur -Pendidikan -Jumlah anak Pengetahuan Sikap

Keterangan

Untuk mengungkap gambaran pengetahuan dan sikap suami tentang alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin-angin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012, maka kerangka konsep yang digunakan menurut teori Green yang menyatakan bahwa karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak), pengetahuan dan sikap merupakan termasuk dalam faktor predisposing yang dapat mempengaruhi tindakan suami dalam menggunakan alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program pembangunan telah dilakukan, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera.

Keluarga Berencana merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi . Keluarga Berencana memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk.

Jumlah penduduk dunia pada tahun 2007 telah mencapai sekitar 26,6 miliar jiwa dan jumlah penduduk Indonesia menempati urutan keempat dunia yaitu 236 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita. Jumlah penduduk Indonesia setiap saat mengalami peningkatan, padahal pemerintah telah berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per wanita. Meski begitu, masih ada saja dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai anak banyak (Riski, 2010).

Untuk coba mengatasi permasalahan laju penduduk ini maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan program Keluarga Berencana (KB). Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur yaitu suami dan isteri. Sekarang ini program keluarga berencana nasional mempunyai paradigma baru dengan visi yang telah diubah menjadi mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015, keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009). KB dapat dilaksanakan jika pasangan usia subur mau berpartisipasi dalam menggunakan alat kontrasepsi sebagai upaya untuk mewujudkan program keluarga berencana. Jumlah akseptor KB di Indonesia telah mencapai 66,2% dimana akseptor kondom sebesar 0,6% dan akseptor vasektomi sebesar 0,3%. Artinya, dari total akseptor KB aktif, pria yang menjadi akseptor KB hanya 0,9% (SDKI 2002-2003).

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 12,982,204 orang dari 237,641,326 orang total jumlah penduduk di Indonesia ( BPS, 2010). Hal ini berbeda dengan jumlah peserta KB yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara yang masih jauh dari provinsi lainnya yang semakin mengalami peningkatan (BKKBN, 2010). Berdasarkan data BKKBN tahun 2009 bahwa jumlah pasangan usia subur di Sumatera Utara sebanyak 1.982.810 pasangan yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 1.266.071 atau 63,8% %. Dari jumlah pasangan usia subur yang berhasil dibina menjadi

peserta KB dengan menggunakan kondom dan metode operasi pria (MOP) masih sangat rendah yaitu kondom 4,62% dan MOP 0,30% sebagai aat kontrasepsi.

Kontrasepsi secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Kontrasepsi menjadi tanggung jawab bersama antara pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan kontrasepsi pria seperti kondom, pantang berkala,

Dokumen terkait