• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

1. Penelitian ini telah dapat membangun perangkat lunak yang mengimplementasikan algoritma backpropagation dalam melakukan indetifikasi tingkat kematangan buah jambu biji merah berdasarkan warna RGB menggunakan media pengambil gambar dengan tingkat identifikasi keberhasilan pengujian 83,3 %.

2. Dari hasil identifikasi pengujian yang telah dilakukan menghasilkan tiga output identifikasi yaitu jambu biji merah mentah 90 % terdeteksi, matang 85% terdeteksi, dan lewat matang 75% terdeteki dimana seluruh data gambar 100% dapat dikenali.

3. Perilaku kegiatan pengujian identifikasi kematangan ini memiliki keakuratan yang cukup tinggi terhadap melakukan pembacaan terhadap klasifikasi buah yang memiliki klasifikasi mentah, matang, dan lewat matang.

4. Identifikasi terhadap data gambar buah jambu biji merah yang telah dilatih 100% data gambar dapat dikenali dengan tingkat identifikasi keberhasilan sampel 100%.

5. Dalam alogaritma backpropagation, aplikasi identifikasi kematangan buah jambu biji merah ini menggunakan 3 input, 50 hidden layer dan 3 output dengan target 10 digit binary sehingga maksimal pelatihan mencapai 1024. 6. Dalam aplikasi identifikasi kematangan buah jambu biji merah ini,

menggunakan 0,01 error minimum, 0,05 ratio pelatihan dan menggunakan 50000 iterasi

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan persentase keberhasilan identifikasi buah jambu biji merah dengan menambahkan parameter hasil pengolahan data gambar masukan seperti energi, entropi, kontras, luas proyeksi dan lainnya.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dimana sistem dapat langsung mengolah gambar yang telah dipotret seperti mnggunakan webcam yang langung terintegrasi ke perangkat lunak dalam komputer atau laptop.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan penelitian guna menambah nilai mobilitas penggunaan aplikasi misalnya dalam pengaplikasian pada smartphone ataupun dengan menggunakan sistem robotik.

5 Jambu biji merah (Psidium guajava L.)

Jambu biji merah (Psidium guajava L.) merupakan tanaman impor, yakni bukan tanaman asli dari Indonesia. Berbagai sumber menyebutkan bahwa jambu biji merah berasal dari negara bagian Amerika yakni Meksiko Selatan, Amerika Tengah yang memiliki iklim tropis. Salah satu manfaat buah jambu biji merah yakni berfungsi dalam menambah trombosit pada penderita demam berdarah (Mulato, 2015).

Jambu biji dikenal juga dengan nama lain Psidium aromaticum Blanco. Tanaman ini asli dari daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru, menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis. Jenis jambu biji yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang buah bermacam-macam, diantaranya jambu krikil, jambu biasa, jambu mawar, jambu sukun dan jambu Bangkok (Yuliani, et. al., 2001).

Buah jambu biji merupakan tanaman semak yang memiliki ukuran yang besar, atau merupakan tanaman pohon kecil yang selalu berdaun hijau yang pada umumnya memiliki ketinggian 3-10 m, dan memiliki banyak ranting, batang yang tidak lurus, kulit kayu berwarna cerah sampai dengan coklat gelap, ramping, halus, dan terus-menerus dapat terkelupas, sistem perakaran pada umumnya dangkal dan sangat luas. (Orwa, et. al., 2009)

Jambu biji merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan

yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang. Dan memiliki daging buah yang berwarna merah. (Mulato, 2015)

Jenis jambu biji yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang buah bermacam-macam diantaranya buah jambu krikil, jambu biasa, jambu mawar, jambu sukun, dan jambu bangkok. Buah jambu batu terutama dari jenis berwarna merah sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus hasil olahan buah ini dikatakan dapat meningkatkan nilai trombosit pada penderita demam berdarah (Yuliani, et. al., 2001).

Klasifikasi botani tanaman jambu merah adalah sebagai berikut: - Divisi : Spermatophyta

- Sub divisi : Magnoliophyta - Kelas : Magnoliopsida - Keluarga : Murtaceae

- Genus : Psidium Linnaeus/Psidium L.

- Spesies : Psidium guajava Linnaeus/Psidium guajava L. (USDA, 2003).

Jambu biji termasuk komoditi yang mudah rusak sehingga tanpa penanganan yang baik hanya dapat disimpan beberapa hari saja, apabila disimpan dalam suhu kamar. Kerusakan yang terjadi pada buah-buahan diakibatkan proses metabolisme seperti respirasi dan transparasi. Proses metabolisme tersebut akan

terus berlangsung sehingga akan terjadi perubahan-perubahan yang dapat mengakibatkan penurunan mutu bahan pangan tersebut. Disamping banyak kerusakan yang terjadi disebabkan oleh perlakukan mekanis, fisis dan biologis (Wahyuni, et. al., 2009)

Kematangan buah biasanya ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya adalah parameter ukuran, berat, ciri warna, keharuman dari buah tersebut dan sebagainya. Kematangan buah dari sisi warna kulit buah merupakan salah satu faktor yang paling penting di dalam identifikasi kematangan buah. Umumnya, klasifikasi kematangan buah dilakukan dengan cara manual yaitu menggunakan indra penglihatan untuk membedakan kematangan buah berdasarkan ciri warna kulit buah yang memiliki kelemahan seperti penilaian oleh manusia yang bersifat subjektif dan tidak konsisten (Andri, et. al., 2014).

Kondisi buah jambu biji ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya adalah parameter tingkat kematangan yang dilihat dari sisi warna dari buah jambu biji tersebut. Umumnya klasifikasi kematangan buah jambu biji dilakukan dengan cara manual yaitu menggunakan rabaan indera manusia dan juga indera pengelihatan manusia. Proses identifikasi buah-buahan yang dilakukan secara tradisional mengalami banyak kendala, hal ini disebabkan karena sifat manusia itu sendiri yang mempunyai kelemahan yang akhirnya menyebabkan kurangnya kualitas dalam penyortiran antara buah matang dan tidak matang. Pada penentuan tingkat pematangan buah jambu biji merah dapat diklasifikan sebagai berikut yakni berwarna hijau dengan kriteria keras dan belum matang. Pada kondisi jambu matang, buah akan berwarna hijau kekuningan dan pada saat buah

berwarna kuning muda buah berkriteria matang penuh sedangkan jika buah telah berwarna kuning kemerahan maka buah telah lewat matang dan daging buah telah lunak (Mulato, 2015).

Tabel 1. Tingkat kematangan buah jambu biji merah

No. Warna Kulit Kriteria

1 2 3 4 5 6 Hijau Hijau kekuningan

Hijau lebih banyak daripada kuning

Kuning lebih banyak daripada hijau

Kuning muda Kuning kemerahan

Keras, belum matang Mulai terjadi pematangan

- - Matang penuh

Lewat matang, daging buah lunak,

(Mulato, 2015)

Menurut Lestari (2015), menyatakan bahwa secara alami, buah jambu biji dapat ditentukan tingkat kematangannya dari beberapa faktor, yakni melalui warna buah, aroma buah, serta tekstur fisik buah. Jambu biji dasarnya memiliki warna hijau. Jika jambu sudah menuju tingkat kematangan, maka warna hijau terang akan perlahan berubah menjadi hijau kekuningan atau hijau yang lebih muda. Warna hijau kekuningan ini terlihat merata di seluruh bagian kulit buah jambu. Perhatikan juga bagian permukaan kulit buah jambu, jika terdapat cacat atau berlubang bekas dimakan serangga maka beralihlah ke jambu lainnya.

Buah jambu biji merah memiliki keterbatasan umur simpan, yakni antara 1-2 minggu setelah pascapanen. Daya simpan buah jambu biji merah yang relattif singkat mengharuskan pemanenan jambu biji merah dilakukan pada saat jambu

biji merah masih dalam kondisi mentah untuk keperluan industri lokal maupun ekspor. (Mulato, 2015)

Dalam melakukan identifikasi kematangan buah jambu biji merah dapat dilakukan secara destruktif dan nondestruktif. Kematangan buah jambu biji merah secara destruktif dilakukan dengan membuka buah jambu biji merah untuk mengetahui tingkat kematangannya. Penentuan tahap kematangan buah jambu biji merah berdasarkan komponen warna diperlukan teknik klasifikasi yang tepat. Teknik yang dapat memisahkan tahap kematangan buah jambu biji merah. Hal ini sangat penting karena kesalahan klasifikasi tahap kematangan akan mempengaruhi mutu buah tersebut.

Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki daging buah yang berwarna merah.

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang terinspirasi oleh sistem sel syaraf biologi, sama seperti otak yang memproses suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah struktur baru dari sistem pemrosesan informasi. Jaringan syaraf tiruan seperti manusia yakni belajar dari contoh. Jaringan syaraf tiruan dibentuk untuk memecahkan suatu masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses pembelajaran (Yani, 2005).

Menurut Pandjaitan (2007) dalam melakukan komputasi jaringan syaraf tiruan memberikan keuntungan-keuntungan yakni (1) bersifat adaptif terhadap perubahan parameter yang mempengaruhi karakteristik sistem sehingga pada proses belajar dan melaksanakan tugas berbasis pada data yang diberikan saat pelatihan, (2) memiliki kekebalan atau toleran terhadap kesalahan yang artinya jaringan syaraf tiruan tetap berfingsi walaupun ada ketidaklengkapan data yang dimasukkan dan mempunyai kemampuan mengisi bagian masukan yang kurang lengkap sedemikian rupa sehingga tetap diperoleh keluaran yang lengkap, (3) sistem dapat dilatih dengan memberikan keputusan yang memberikan set pelatihan sebelumnya untuk mencapai target tertentu sehingga sistem mampu membangun dan memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diterima pada proses pelatihan, (4) mempunyai struktur paralel dan terdistribusi yang artinya komputasi dapat dilakukan oleh lebih dari satu elemen pemroses yang bekerja secara simultan. (5) mampu mengklasifikasi pola masukan dan pola keluaran melalui proses penyesuaian, yang dimana pola keluaran dihubungkan

dengan masukan yang diberikan oleh sistem, (6) mengurangi derau sehingga dihasilkan keluaran yang lebih bersih, (7) dapat dimanfaatkan pada proses optimisasi penyelesaian suatu masalah, dan (8) dapat digunakan pada proses pengendalian sistem agar masukan memperoleh tanggapan yang diinginkan.

Maru’ao (2010) berpendapat bahwa, jaringan syaraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi sebagai berikut:

a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neurons) b. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui

penghubung-penghubung.

c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

d. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada penumlahan masukan (input) yang diterima. Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Struktur jaringan umumnya terdiri dari beberapa kelompok neuron yang disebut lapisan (layer). Lapisan-lapisan akan dihubungkan dengan aturan tertentu yang membentuk arsitektur dasar jaringan sebagai berikut:

1. Jaringan Lapis Tunggal (Single Layer Network)

Pada jaringan ini, sekumpulan masukan neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan keluarannya. Sinyal mengalir searah dari lapisan

masukan sampai lapisan keluaran. Setiap simpul dihubungkan dengan simpul lainnya yang berada diatas dan dibawahnya, tetapi tidak dengan simpul yang berada pada lapisan yang sama. Model yang masuk kategori ini antara lain: Adaline, Hopfield, Perceptron, LVQ, dan lain-lain.

2. Jaringan Lapis Jamak (Multiple Layer Network)

Jaringan ini merupakan perluasan dari jaringan lapisan tunggal. Dalam jaringan ini, selain unit masukan dan keluaran, ada unit-unit lain (sering disebut lapisan tersembunyi). Model yang termasuk kategori ini antara lain: Madaline, backpropagation.

3. Jaringan Recurrent

Model jaringan recurrent (recurrent network) mirip dengan jaringan lapisan tunggal ataupun jamak. Hanya saja, ada simpul keluaran yang memberikan sinyal pada unit masukan (sering disebut feedback loop). Dengan kata lain sinyal mengalir dua arah, yaitu maju dan mundur. Contoh: Hopfield network, Jordan network, Elmal network (Maru'ao, 2010).

Aplikasi jaringan syaraf tiruan untuk memecahkan persoalan sistem visual terus meningkat yang dapat dilihat pada dekade terakhir ini penerapan jaringan syaraf tiruan adalah untuk mengolah berbagai data yang dihasilkan oleh sistem visual dalam upaya pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan data-data yang sebelumnya telah dimasukkan dan hubungannya satu sama yang lainnya (Ahmad, 2005)

Metode Backpropagation

Metode backpropagation menurut Pandjaitan (2007) dapat disebut dengan jaringan propagasi balik yang memiliki pengertian berupa jaringan lapis banyak yang dibuat dari unit-unit yang nonlinier yang memiliki tujuan untuk belajar ketidaklinieran pemetaan-pemetaan antar pasangan pola masukan-pengeluaran dimana dapat digunakan sebagai pengklasifikasi pola, umumnya untuk menyelesaikan persoalan yang nonlinier.

Menurut Deswari et. al., (2013) menyatakan bahwa untuk melakukan pelatihan Backpropagation meliputi 3 tahap. Tahap pertama adalah tahap maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Tahap kedua adalah tahap mundur. Selisih antara keluaran yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Tahap ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan nilai kesalahan yang terjadi.

Menurut Maru’ao (2010) dalam melakukan pelatihan metode backpropagation meliputi 3 fase yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Fase 1, yaitu propagasi maju, yakni selama propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivitasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapisan tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivitas yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (yk). Berikutnya, keluaran jaringan (yk)

dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih tk–yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

2. Fase 2, yaitu propagasi mundur, yakni berdasarkan kesalahan tk–yk, dihitung

faktor δk (k = 1,2,..., m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk

juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj di setiap unit lapisan

tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di lapisan dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua

faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit

masukan dihitung.

3. Fase 3, yaitu perubahan bobot, yakni setelah semua faktor δ dihitung, bobot

semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan

atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot

garis yang menuju ke lapisan keluaran didasarkan atas δk yang ada di unit

keluaran.

Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan

sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.

Menurut Warman, et. al (2014), dalam melakukan model perhitungan pelatihan dengan metode backpropagatio terhadap data pelatihan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni:

a) Gambar subjek penelitian tiap klasifikasi (mentah, matang dan lewat matang) dijadikan data masukan dengan target disesuaikan dengan kematangan dari subjek tersebut.

b) Dilakukan pengubahan nilai target kedalam bentuk angka biner, dimana target yang digunakan, disimbolkan sebagai m, dimana nilai m= 10 dalam bilangan biner, sehingga sistem ini mampu mengenali sebanyak 1024 data gambar. c) Dilakukan penentuan nilai maksimum perulangan, error minimum, dan rasio

pelatihan.

d) Dilakukan penginisialisasian bobot awal dengan nilai acak.

e) Perulangan dilakukan selama nilai perulangan lebih kecil dari maksimal perulangan dan nilai kuadrat error lebih besar dari nilai error minimum.

f) Melakukan perhitungan pada operasi pada hidden layer yang dapat dihitung dengen menggunakan rumus:

...(1)

..…...(2) Lalu kemudian dilakukan perhitungan operasi pada output layer menggunakan rumus:

...(3) Sehingga di dapatkan rumus:

...(4)

Kemudian dilakukan penghitungan nilai error menggunakan rumus:

error = Tik – yk ...(5) g) Melakukan perhitungan terhadap alur mundur dengan cara:

Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan (�) dengan menggunakan rumus

�� = ...(6) Melakukan penghitungan suku perubahan bobot w ( �i), dengan rumus:

jk = ...(7)

Dimana:

� = rasio

�= faktor unit kesalahan

Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan pada layer tersembunyi dengan rumus:

�_���= �*��� ...(8) Melakukan penghitungan suku perubahan bobot v dengan menggunakan rumus ��,�= ...(9) h) Melakukan perhitungan terhadap perubahan bobot dengan cara:

Melakukan penghitungan bobot w baru dengan menggunakan rumus:

Lalu dilakukan penghitungan bobot v baru dengan menggunakan rumus

...(11) Pengolahan Citra Digital

Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual buatan adalah suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image) yang secara umum bertujuan untuk membuat model nyata dari sebuah citra. Citra adalah berupa citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu sensor yang prosesnya disebut digitasi (Ahmad, 2005)

Citra merupakan fungsi kontiniu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi yang dimana secara matematika fungsi intensitas cahaya pada bidang dua dimensi disimbolkan dengan f(x,y) dengan ketentuan berupa (x,y) merupakan koordinat pada bidang dua dimensi, dan f(x,y) merupakan intensitas cahaya pada titik (x,y). (Sitorus, et. al., 2006).

Image processing atau sering disebut pengolahan citra digital merupakan suatu proses filter gambar asli menjadi gambar lain sesuai dengan keinginan kita. Misalnya, kita mendapatkan suatu gambar yang terlalu gelap. Dengan image processing, kita dapat memprosesnya agar mendapatkan gambar yang jelas (Sigit, et. al., 2005)

Menurut Warman (2014) mengatakan bahwa pada pengolahan gambar atau image processing biasanya memiliki dasar warna berupa Red, Green, dan Blue (RGB). Tingkat RGB dikonversi dalam pola bit, dari ketiga warna tersebut

digunakan sistem 32 bit. Bentuk indeks warna RGB dinormalisasi setiap komponen warna dengan persamaan sebagai berikut

...(12) ...(13) ...(14) Dalam melakukan pengambilan gambar menggunakan kamera, cahaya sangat mempengaruhi dalam melakukan proses pengambilan gambar tersebut, hal ini disebabkan karena cahaya memiliki beberapa sifat. Menurut Mundaryati, et. al. (2015), pencahayaan ditentukan dari beberapa sifat, yakni:

1. Kuantitas cahaya, berupa banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan sekitarnya yang di pengaruhi faktor ukuran obyek, derajat kontras di antara obyek dan sekelilingnya, luminensi yakni suatu ukuran tingkat terangnya suatu permukaan sehingga sesuai dengan yang dipantulkan atau disinarkan oleh permukaan, serta lamanya melihat.

2. Kualitas cahaya, menyangkut warna, arah sinar, difusi cahaya yakni pembaruan cahaya yang memberikan penerangan lembut merata pada obyek sekitarnya, sehingga akan mengurangi detail dan kesan tiga dimensional obyek karena ketiadaan bayangan, jenis cahaya, serta tingkat kesilauan

Analisis Sistem

Menurut Warman et. al (2015) berpendapat bahwa proses untuk membedakan kematangan buah jambu biji merah dalam kebutuhan sortasi buah saat ini dilakukan dalam perbedaan diameter buah dan juga tekstur fisik buah berupa tingkat kelunakan buah. Penglasifikasian tingkat kematangan buah jambu biji merah saat ini digunakan dengan cara membedakan warna buah yang dilakukan secara manual. Buah dilihat secara visual oleh mata lalu direspon oleh otak untuk membedakan tingkat kematangannya. Selain melalui dari warna buah, jambu biji merah dapat juga dilihat melalui tingkat kelunakan buah.

Selama ini para petani jambu biji merah membedakan buah hanyak tertuju berdasarkan sortasi ukuran. Namun, dalam keperluan industri buah harus memiliki kualitas dan grade yang baik. Tingkat kematangan buah sangat berpengaruh bagi industri untuk menentukan bahan atau buah jambu biji merah mana yang tepat untuk diolah menjadi produk mereka. Selain itu, konsumen yang menikmati buah secara langsung tanpa diolah tentu variatif. Ketika konsumen menginginkan buah yang akan dimakannya memiliki rasa manis, tentu akan sulit bagi penjualnya untuk menjamin rasa buah tanpa mencobanya (Mulato, 2015).

Dalam hal menentukan kematangan buah yang dilakukan dengan visualisasi mata, hal ini bersifat subjektif tergantung pada operatornya. Dalam hal panen raya, maka operator akan sulit untuk menjaga kinerjanya, karena berlangsung terus menerus maka mata dan otak akan lelah sehingga akurasi dalam penglasifikasian akan rawan terhadap kesalahan. Tentu hal ini akan membuat kerugian baik hilangnya kepercayaan dari konsumen dan menghabiskan banyak

tenaga. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang dapat menjamin keseragaman tingkat kematangan dari buah jambu biji merah. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan identifikasi buah berdasarkan ciri warna dengan bantuan komputer. Metode pengukurannya non-konvensional yaitu menggunakan pengolahan citra digital (image processing) menghasilkan data yang akan diproses secara pelatihan dengan jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network), kemudian data diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer sehingga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan buah jambu biji merah (Warman, et. al., 2015).

Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki daging buah yang berwarna merah.

1 Latar Belakang

Salah satu jenis tanaman hortikultura yang paling banyak di manfaatkan

Dokumen terkait