• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN

Kekayaan spesies yang diperoleh dari isolasi sebanyak 27 spesies. Kekayaan dan keanekaragaman cendawan endofit pada batang yang terserang penggerek lebih tinggi yaitu 2.723 dengan kekayaan spesies berjumlah 19. Indeks keanekaragaman pada batang yang tidak terserang penggerek 2.192 dengan kekayaan spesies 14. Indeks kesamaan jenis cendawan endofit pada kedua batang hanya 0.37 dengan jumlah spesies yang sama enam spesies. Cendawan endofit yang dominan adalah Verticillium. Cendawan yang hanya diperoleh dari batang tidak terserang penggerek adalah khamir; Nigrospora sp.1; Trichocladium sp.2; Acremonium sp.; Stachylidium sp.; Hifa steril putih; Curvularia pallescens; dan Thielaviopsis sp. Cendawan yang berpotensi sebagai mutualis dan diperoleh dari batang tidak terserang penggerek dan kemungkinan dapat dijadikan agens pengendalian hayati yaitu Nigrospora sp.1; Trichocladium sp.2; dan khamir.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai pengaruh cendawan endofit terhadap bioekologi penggerek batang padi kuning, terutama cendawan yang tidak menekan perkecambahan panjang batang dan akar.

Andoko A. 2002. Budi Daya Padi secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Azevedo JL, Maccheroni JW, Pereira JO, Arauzo WL de. 2000. Endophytic

microorganisms: a review on insect control and resent advances on tropical plants. Electronic Journal of Biotecnology 3:1-4.

Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Virginia: Burgers Publishing Company.

Budiprakoso B. 2010. Induksi cendawan endofit untuk ketahanan tanaman padi terhadap wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stahl. (Hemiptera: Delphacidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Canon PF, Simmons CM. 2002. Diversity and host preference of leaf endophytic fungi in the Iwokrama Forest Reserve, Guyana. Mycologia 94: 210-220. Cantrell RP. 2001. The role of rice in Asia. Di dalam: Diskusi Panel dan

Pameran Budidaya Padi; Surakarta, 28 Agustus 2001. Jakarta: Yayasan Padi Indonesia. Hlm 1-10.

Chen Y. 2008. The Unsung Heroes of the rice field. Rice today January-March 2008. IRRI. P 30-31.

Dingle J, Mc Gee PA. 2003. Some endophyte fungi reduce the density of pustules of Puccinia recondite f.sp. tritici in wheat. Mycol Res 107: 310- 316.

Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists. Oikos 98:25- 36.

Fagi AM, Abdullah B, Kartaatmadja S. 2001. Peran padi sebagai sumber daya genetic padi modern. Di dalam: Diskusi Panel dan Pameran Budaya Padi; Surakarta, 28 agustus 2001. Jakarta: yayasan Padi Indonesia. Hlm: 33-34.

Genarro M, Gonthier P, Nicolotti G. 2003. Fungal endophytic communities in healty and declining Quercus robur L. and Q. cerris L. tress in Northern Italy. Journal Phytopathology 151: 529-534.

Haniah M. 2008. Isolasi jamur endofit dari daun sirih (Piper belte L.) sebagai antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococus aureus dan Candida albicans [skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang.

Harahap IS, Tjahjono B. 1988. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hermawati H. 2007. Pengaruh cendawan endofit terhadap biologi dan pertambahan populasi Aphis gossypii Glbv. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman cabai [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

  22  

Hill DS. 1972. Agriculture Insects Pest of the Tropics and their Control. Second Edition. Sidney: Cambrige, London, New York, New Rochole, Melbourne.

Hoerunnisa. 2006. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada pertanaman padi PHT dan konvensional di Ciasem, kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Irmawan DE. 2007. Kelimpahan dan keragaman cendawan endofit pada beberapa varietas padi di Kuningan, Tasikmalaya dan Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Laan PA Vaan der, penerjemah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Ho eve. Terjemahan dari: De plagen van Cultuurgewasse in Indonesia.

Kloepper JW, 1997. Current status and future trends in biological control research

and development in the U.S. International non pathogenic Fusarium

oxysporum . Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 52: 15-21.

Lethonen P, Helander M, Saikkonen. 2005. Are endophyte-mediated effects on herbivore conditional on soil nutriens?. Oecologia 142: 38-45.

Lingga R. 2010. Uji nematisidal jamur endofit tanaman padi (Oryza sativa L.) terhadap nematode puru akar (Meloidogyne spp.) [skripsi]. Sumatera Utara: Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Maheswari R. 2006. What is an endophytic fungus. Current Science 90: 1309. Manuwoto S, Indriyani N. 1994. Perkembangan, kelangsungan hidup dan

reproduksi wereng cokelat Nilavarpata lugens (Stal) (Homoptera: Delphacidae) pada empat varietas padi. Buletin HPT 7: 61-67.

Maria GL, Sridhar KR, Raviraja NS. 2005. Antimicrobial and enzyme activity of mangrove endophytic fungi of south west coast of India. Journal of Agriculture Technologi: 74

Narisawa K, Ohki KT, Hashiba T. 2000. Suppression of clubroot and Verticillium yellow in Chinese cabbage in the field by the root endophytic fungus, Heteroconium chaetospira. Plant Pathology 49: 141-146.

Pathak MD, Khan ZR. 1994. Insect pests of rice. IRRN. ICIPE. P 1-12.

Petrini O. 1992. Fungal endophytes of tree leaves. Di dalam. JH. Andrew and SS Hirano, editor. Microbial Ecology of Leave. Berlin: Springer Verlag. hlm 179.

Redlin, Carris. 1996. Endophyte fungi in grasses and woody plants systematics, ecology and evolution. Di dalam : Redlin CS, Carris LM, editor.

Endophyte Fungi in Grasses and Woddy Plants Systematics, Ecology and Revolution. Minnesota : APS Press. hlm 223 p.

Rubia EG. 1990. Simulation of rice yield reduction caused by stemborer (SB). IRRN 15(1): 34.

Sabzalian MR, Hatami B, Mirlohi A. 2004. Mealybug, Phenacoccus solani (Homoptera: Pseudococcidae) and barley aphid, Sipha maydis (Homoptera: Aphididae) response to endophyte-infected tall and meadow fescues. Entomologia Experimentalis et Applicata 113: 205-209.

Semangun H. 1991. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya. Warti. 2006. Perkembangan hama tanaman padi pada tiga sistem budidaya

pertanian di desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wilia W. 2010. Potensi cendawan endofit dan khamir untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum acutatum L.) pada tanaman cabai [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut pertanian Bogor.

Worang, R.L. 2003. Fungi endofit sebagai penghasil antibiotik. Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. http//tumotou.net/702_07134/rantje_worang.html diakses tanggal 26

November 2011  

Lampiran A G D J M P S

1 Mikroskoopik cendaw

H E B K N T Q wan T I F C L O U R

  Keteranga Lampiran M A E I Q V an : A. Pes D. Fusa berbulu K. Nig N. Pen Q. Tric 1; T. Tr W. Acr 2 Uji Pato stalotia sp.; arium sp. 1 u; H. hifa grospora sp nicillium sp chocladium Trichoderma remonium s genisitas B F J N R W ; B. Fusari ; E. Gliocla putih; I. A p. 5; L. N p.; O. tidak sp. 2; R. Tr a sp. 2; U. N sp. C G K S O ium sp. 2; adium sp; F Aspergillus Nigrospora k teridentifi richocladium Nigrospora C G K S O C. Curvul F. hifa steril sp.; J. Nig sp. 1; M. fikasi; P. Th m sp. 1; S. sp. 3; V. N D H L T P laria palles l cokelat; G grospora s Nomuraea Thielaviopsis Trichoderm Nigrospora   26 scens; G. hifa sp. 2; a sp.; s sp.; ma sp. sp.4;

Keterangan : A. Penicillium sp.; B. Stachylidium sp.; C. Trichoderma sp.2; D. Acremonium sp.; E. Pestalotia sp; F. hifa putih; G. Curvularia

pallescens; H. Nigrospora sp.4; I. Thielaviopsis sp.; J. Verticillium sp.2; K. Aspergillus fumigatus; L. hifa berbulu;

M. Trichoderma sp.1; N. Aspergillus sp.; O. Gliocladium sp.; P. hifa steril cokelat.; Q. Khamir; R. Nigrospora sp.1; S. tidak teridentifikasi; T. Nomuraea sp.; U. Trichocladium sp.2; V. Nigrospora sp.2; W. Trichocladium sp.1; X. Nigrospora

sp.3; Y. Fusarium sp.2; Z. Nigrospora sp.5; AA. Fusarium sp.1; AB. Kontrol   Y Z AA V W X U AB

ABSTRAK

NUR’ASIAH. Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit pada Batang Padi. Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan HERMANU TRIWIDODO.

Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia. Permasalahan dalam budidaya tanaman padi salah satunya yaitu hama penggerek batang padi. Salah satu alternatif pengendalian hama yaitu pengendalian hayati menggunakan cendawan endofit. Penelitian inibertujuanmengetahui keanekaragaman cendawan endofit dari batang padi dan potensinya terhadap pertumbuhan benih padi. Isolasi cendawan diperoleh dari 17 batang padi tidak terserang penggerek dan 17 batang padi terserang penggerek. Cendawan hasil isolasi diuji patogenisitas terhadap benih padi. Benih yang ditanam sebanyak sepuluh bulir benih padi dengan tiga kali ulangan pada tiap isolat yang diujikan dan diinkubasi selama seminggu. Pengamatan perkecambahan benih setelah satu minggu dengan menghitung persentase perkecambahan benih, panjang batang, dan panjang akar. Hasil isolasi cendawan endofit dari batang padi tidak terserang penggerek dan terserang penggerek didapatkan 27 spesies. Cendawan endofit yang mengkolonisasi pada kedua batang diantaranya Nigrospora sp.3, Penicillium, Trichoderma sp.2, Nigrospora sp.4, Verticillium, dan hifa steril cokelat. Cendawan endofit yang dominan pada batang padi adalah Verticillium. Keanekaragaman cendawan pada batang yang terserang penggerek lebih tinggi. Nilai indeks keragaman pada batang tidak terserang penggerek sebesar 2.723 dan batang yang tidak terserang penggerek sebesar 2.192. Indeks kesamaan cendawan endofit pada kedua batang hanya 0.37 sehingga dapat dikatakan bahwa cendawan endofit pada batang tidak terserang dan terserang penggerek berbeda. Cendawan endofit yang meningkatkan pertumbuhan panjang batang dan panjang akar dalam perkecambahan yaitu Nigrospora sp.1; Trichocladium sp.1; Trichocladium sp.2; khamir; Nigrospora sp.3; dan Nomuraea sp.

Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia. Nasi sebagai hasil olahan dari padi menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sekitar 1,75 miliar dari tiga miliar penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Penduduk Asia mengonsumsi 90% beras dari hasil padi yang ditanam (Fagi et al. 2001; Andoko 2002). Padi terpilih sebagai makanan utama karena cara budidaya dan pengolahan menjadi bahan pangan lebih sederhana serta penyedia 70% hingga 80% kalori dan 40% hingga 70% protein (Siregar 1981; Fagi et al. 2001). Kebutuhan beras nasional terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Tahun 2025 Asia diperkirakan harus meningkatkan produksi padi sebesar 50% untuk mempertahankan tingkat konsumsi saat ini. Luas lahan untuk menanam padi semakin berkurang khususnya di daerah perkotaan, tenaga kerja yang bergerak dibidang pertanian semakin sedikit dan persediaan air semakin terbatas (Cantrell 2001).

Usaha untuk meningkatkan produksi padi senantiasa dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Budidaya tanaman padi tidak terlepas dengan adanya faktor pembatas diantaranya hama dan penyakit tanaman. Hama merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas padi. Hama dapat menyerang akar, batang, daun, dan bulir padi (Semangun 1991). Ledakan jenis hama terjadi silih berganti dan tidak jarang diikuti oleh munculnya biotipe baru yang lebih virulen (Manuwoto & Indriyani 1994).

Salah satu hama padi yaitu hama penggerek batang padi. Hama penggerek batang menyerang tanaman padi sejak di persemaian hingga tanaman fase generatif. Menurut Warti (2006), luas serangan penggerek batang di beberapa sistem budidaya padi mengalami peningkatan setiap minggunya walaupun saat 11 minggu setelah tanam (MST) serangan mulai menurun. Pada fase vegetatif, kehilangan hasil padi akibat serangan penggerek tidak terlalu besar namun tetap ada pengurangan hasil karena anakan yang baru lebih kecil dan menghasilkan

  2  

malai yang kecil pula. Tanaman padi pada fase generatif masih mengkompensasi kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang sampai 30% (Rubia et al. 1990). Penurunan hasil pada fase generatif disebabkan adanya pengurangan jumlah malai akibat gejala beluk. Kerugian yang disebabkan oleh setiap persen gejala beluk berkisar 1-3% (Pathak & Khan 1994). Pengurangan hasil oleh penggerek batang padi kuning di Asia berkisar antara 2-5% (Chen 2008).

Metode pengendalian hama mengikuti perkembangan sistem budidaya tanaman. Dalam sistem pertanian modern, penggunaan pestisida menjadi alternatif pengendalian hama. Pengendalian yang umum dilakukan dalam mencegah perkembangan hama yaitu penggunaan pestisida secara kontak ataupun sistemik. Penggunaan bahan kimia pada sistem pertanian modern berpengaruh buruk terhadap lingkungan dan mengurangi keanekaragaman hayati pada agroekosistem (Hoerunnisa 2006).

Pengendalian menggunakan pestisida bukan satu-satunya pengendalian, masih ada beberapa alternatif pengendalian hama lainnya. Salah satunya pengendalian hama secara alami. Pengendalian hama secara alami saat ini menjadi prioritas utama. Hal ini dikarenakan pengendalian secara alami bersifat ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Pengendalian secara hayati menjadi alternatif pengendalian hama. Salah satu pengendaliaannya menggunakan cendawan endofit.

Cendawan endofit merupakan cendawan yang hidup dalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan resistensi bagi tanaman terhadap hama, penyakit, dan lingkungan ekstrim (Petrini 1992; Maheswari 2006). Interaksi cendawan endofit dan inang tanaman umumnya bersifat simbiosis mutualisme. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin seperti alkaloid pada tanaman rumput-rumputan mampu melindungi inang dari serangan invertebrata, herbivor, nematoda, dan patogen. Cendawan Neotyphodium mampu melindungi inang dari serangan vertebrata pemakan rumput (Faeth 2002).

Peranan cendawan endofit dalam melindungi inang tanaman dari serangan hama dilaporkan tahun 1981 yaitu cendawan Phomopsis oblonga melindungi pohon yang tinggi dari serangan kumbang Physocnemum brevilineum (Colepotera: Cerambycidae) (Azevedo et al. 2000). Tahun 1985 di Perancis

cendawan Beauveria brongniartii digunakan untuk mengendalikan hama Melolontha melolontha (Coleoptera: Scarabaeidae) (Petrini 1992). Cendawan Nigrospora sp. dapat meningkatkan perkecambahan benih padi, memberikan resistensi tanaman terhadap hama wereng batang cokelat (Nilavarpata lugens), menekan dan memperpanjang siklus hidup Aphis gosypii serta ukuran tubuh kutu daun tersebut menjadi lebih kecil, dan menekan perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman cabai sebesar 16,18% dan pada buah petik 49,49% (Budiprakoso 2010; Wilia 2010).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman cendawan endofit dari batang padi yang tidak terserang dan terserang penggerek dan potensinya terhadap pertumbuhan benih padi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat dikembangkannya metode pengendalian hayati dari cendawan endofit yang didapatkan, dalam pengendalian hama penggerek batang padi kuning.

Dokumen terkait