• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II

DASAR TEORI

2.1. DIODA INFRA MERAH

Dioda infra merah dapat dibuat dengan menggunakan bahan campuran seperti: AlGaAs (Aluminium Gallium Arsenide), GaAsP (Galium Arsenideda Phospat) atau GaP (Galium Fosfida) [1]. Pemakaian jenis dan kadar bahan dasar inilah yang menentukan LED akan memancarkan cahaya yang tampak (visible) maupun tidak tampak (invisible).

Gambar 2.1 Pola Radiasi LED Infra Merah

LED infra merah mempunyai kemiripan dengan dioda biasa yaitu memiliki sambungan p-n. Saat sambungan p-n diberi bias maju, elektron bergerak menerobos dinding p-n, kemudian mengadakan rekombinasi dengan hole dan menghasilkan

photon. Beberapa photon membentuk berkas sinar. Pancarannya yang acak menyebabkan radiasi cahaya yang dihasilkan menyebar (incoherent) dengan sudut kurang lebih 8º. Pola radiasi ini dapat digambarkan seperti gambar 2.1.

2.1.1 SPEKTRUM EMISI

Spektrum emisi menunjukkan kekuatan intensitas pada rentang panjang gelombang. Spektrum emisi ini biasa disertakan dalam datasheet pabrik pembuat LED. Agar kerja LED Infra Merah tersebut optimal, maka rentang daerah serapan phototransistor disesuaikan dengan spektrum emisi LED infra merah. Spektrum emisi untuk LED infra merah ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Spektrum Emisi LED Infra Merah

Konfigurasi rangkaian yang digunakan oleh LED infra merah sebagai sumber cahaya dengan menggunakan resistor sebagai pembatas arus yang masuk ditunjukkan oleh gambar 2.3 .

VCC

R

LED If

Vd

Gambar 2.3 Rangkaian dengan LED Infra Merah

Arus If besarnya diperoleh dengan persamaan :

R Vd Vcc If ………...(2.1) Dengan, If = arus Vcc = sumber tegangan

Vd = tegangan diode infra merah R = hambatan

2.2. PHOTOTRANSISTOR

Phototransistor merupakan transistor yang peka terhadap cahaya. Pada dasarnya phototransistor merupakan transistor yang akan saturasi bila menerima cahaya dan cut-off pada saat tidak ada cahaya yang mengenainya. Dilihat dari bentuk fisiknya biasanya phototransistor terdiri dari dua kaki yaitu kaki kolektor dan kaki

emitor, sedangkan sisi yang peka terhadap cahaya adalah kaki basis, dimana tegangan basis akan berubah sesuai dengan intensitas cahaya yang mengenainya.

Cahaya yang masuk ke daerah basis akan memacu terjadinya arus basis (Ib). Saat ada cahaya yang masuk maka elektron-elektron pada hole didaerah basis akan terdorong keluar sehingga menjadi elektron bebas. Elektron bebas tersebut akan mengalir dari basis menuju emitor sehingga phototransistor menjadi aktif. Saat phototransistor cut-off maka tidak terjadi aliran arus kolektor menuju emitor sehingga kolektor akan berkondisi high. Apabila phototransistor saturasi yaitu saat menerima cahaya maka arus mengalir dari kolektor ke emitor sahingga tegangan pada kaki kolektor akan low. Phototransistor mengubah energi cahaya menjadi sinyal-sinyal listrik, oleh karena itu komponen ini harus mampu mengumpulkan cahaya sebanyak mungkin. Sering kali sebuah lensa cembung ditambahkan pada permukaan penerimanya. Untuk phototransistor yang hanya peka terhadap cahaya infra merah maka lensa didesain agar hanya cahaya infra merah yang dilewatkan. Untuk aplikasi jarak jauh (biasanya komunikasi dengan infra merah) sering ditambahkan lensa lain agar cahaya terkumpul menjadi kuat. Lensa ini dinamakan lensa fressnel yang terbuat dari plastik dan kemudian diumpankan ke phototransistor dengan jarak tertentu pada fokus lensa ini.

Cara kerja phototransistor adalah saat cahaya dengan panjang gelombang pada rentang serapannya meradiasi basis phototransistor, pasangan-pasangan hole dan elektron terbentuk. Hal ini menyebabkan resistansi antara kolektor dan emitor

menjadi menurun, sehingga arus yang mengalir dari kolektor ke emitor menjadi semakin besar. Rangkaian dasar dari phototransistor diperlihatkan pada gambar 2.4.

VCC

Q1 PHOTO NPN

Out

R1

Gambar 2.4 Rangkaian Dasar Phototransistor

Besar tegangan keluaran (Vout) saat phototransistor aktif adalah Vout = Vcc –IcRc ………..(2.2) Sedangkan pada saat tidak aktif besar tegangan keluarannya adalah

Vout ≈ Vcc ………(2.3)

2.3 DETEKTOR CAHAYA MENGGUNAKAN LDR

LDR (Light Depending Resistor) disebut juga photoconductive cell atau photoresistor yaitu sebuah komponen elektronik yang mempunyai dua terminal yang hambatannya akan bertambah jika mendapat cahaya (disinari cahaya) [5]. LDR terbuat dari lapisan semikonduktor yang tipis terbuat dari CdS (Cadmium Sulfate) dan dilapisi kaca kedap udara.

lipat dari hambatan awal jika disinari cahaya dengan intensitas yang cukup tinggi. Dan ketika cahaya hilang (gelap) lagi hambatannya akan naik ke hambatan awal. Aplikasi LDR sangat penting terutama sebagai sensor cahaya karena sifatnya yang dipengaruhi cahaya. Gambar 2.5 merupakan rangkaian sederhana sensor cahaya menggunakan LDR.

VCC

R

RLDR

VO

Gambar 2.5 Rangkaian menggunakan LDR

Tegangan output (Vo) merupakan hasil dari pembagi tegangan dengan persamaan sebagai berikut:

Vcc R RLDR RLDR Vo    ……….(2.4)

Ketika sinar cahaya mengenai LDR maka Vo akan semakin kecil karena hambatan LDR semakin kecil dan sebaliknya jika hambatan LDR semakin besar (gelap) maka Vo juga semakin besar. Hambatan R diatur sesuai keperluan seberapa besar level tegangan Vo yang dibutuhkan pada keadaan intensitas cahaya tertentu.

2.4 KOMPARATOR

Merupakan rangkaian pembanding yang akan membandingkan tegangan dari output rangkaian yang ingin dibandingkan dengan tegangan referensi sehingga dihasilkan tegangan sebesar Vcc atau –Vcc dengan tegangan masukan kurang atau melebihi tegangan referensi. Gambar dari rangkaian komparator ini ditunjukkan oleh gambar 2.6.

-vcc vcc Vin Vref + -LM324 3 2 1 4 11 Vout

Gambar 2.6 Rangkaian Komparator

2.5 MIKROKONTROLER AT89S51

AT89S51 adalah mikrokontroler keluaran Atmel dengan 4K byte Flash PEROM (Programmable and Erasable Read Only Memory) [2]. AT89S51 merupakan memori dengan teknologi nonvolatile memory, isi memori tersebut dapat diisi ulang ataupun dihapus berkali-kali. Konfigurasi kaki-kaki dari mikrokontroler AT89S51 ditunjukkan pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Konfigurasi Pin Mikrokontroler AT89S51

Memori ini biasa digunakan untuk menyimpan instruksi (perintah) berstandar MCS-51 code sehingga memungkinkan mikrokontroler ini untuk bekerja dalam mode single chip operation (mode operasi keeping tunggal) yang tidak memerlukan external memory (memori luar) untuk menyimpan source code tersebut.

2.5.1 DESKRIPSI MIKROKONTROLER AT89S51 1. VCC (power supply)

2. GND (ground)

3. Port 0, yaitu pin p0.7..p0.0

ataupun menerima kode byte pada saat Flash Programming. Pada saat sebagai I/O biasa port ini dapat memberikan output sink ke delapan buah Transistor Transistor Logic (TTL) input atau dapat diubah sebagai input dengan memberikan logika 1 pada port tersebut.

4. Port 1, yaitu pin p1.0...p1.7

Port 1 berfungsi sebagai I/O biasa atau menerima low order address bytes selama pada saat Flash Programming. Port ini mempunyai internal pull up dan berfungsi sebagai input dengan memberikan logika 1. Sebagai output port ini dapat memberikan output sink ke empat buah input TTL. Fasilitas khusus dari port 1 ini adalah adanya In-System Programming, yaitu port 1.5 sebagai MOSI, port 1.6 sebagai MISO, port 1.7 sebagai SCK.

5. Port 2, yaitu mulai pin p2.0...p2.

Port 2 berfungsi sebagai I/O biasa atau high order address, pada saat meng- akses memori secara 16 bit (Movx @DPTR). Pada saat mengakses memori secara 8 bit (Mov @Rn), port ini akan mengeluarkan isi dari Special Function Register. Port ini mempunyai pull up dan berfungsi sebagai input dengan memberikan logika 1. Sebagai output, port ini dapat memberikan output sink ke empat buah input TTL.

6. Pin 3.0, sebagai RXD (Port Serial Input). 7. Pin 3.1, sebagai TXD (Port Seial Output). 8. Pin 3.2, sebagai INT0 (Port External Interupt 0).

9. Pin 3.3, sebagai INT1 (Port External Interupt 1). 10.Pin 3.4, sebagai T0 (Port External Timer 0). 11.Pin 3.5, sebagai T1 (Port External Timer 1).

12.Pin 3.6, sebagai WR (External Data Memory Write Strobe). 13.Pin 3.7, sebagai RD (External Data Memory Read Strobe). 14.Pin 9, sebagai RST

Reset akan aktif dengan memberikan input high selama 2 cycle. 15.Pin 30, sebagai ALE/PROG

Pin ini dapat berfungsi sebagai Address Latch Enable (ALE) yang me-latch low byte address pada saat mengakses memori external. Sedangkan pada saat Flash Programming (PROG) berfungsi sebagai pulse input. Pada operasi normal ALE akan mengeluarkan sinyal clock sebesar 1/16 frekuensi oscillator, kecuali pada saat mengakses memori external. Sinyal clock pada saat ini dapat pula di disable dengan men-set bit 0 Special Function Register. 16.Pin 29, sebagai PSEN

Pin ini berfungsi pada saat mengeksekusi program yang terletak pada memori eksternal. PSEN akan aktif dua kali setiap cycle.

17.Pin 31, sebagai EA/VPP

Pada kondisi low, pin ini akan berfungsi sebagai EA yaitu mikrokontroler akan menjalankan program yang ada pada memori eksternal setelah sistem

direset. Jika berkondisi high, pin ini akan berfungsi untuk menjalankan program yang ada

pada memori internal. Pada saat Flash Programming pin ini akan mendapat tegangan 12 Volt (VPP).

18.Pin 19, sebagai XTALL1 (Input Oscillator). 19.Pin 18, sebagai XTALL2 (Output Oscillator).

2.5.2 STRUKTUR MEMORI

AT89S51 mempunyai stuktur memori yang terdiri atas :

1. RAM Internal, memori sebesar 128 byte yang biasanya digunakan untuk menyimpan variabel atau data yang bersifat sementara.

2. Special Function Register (Register Fungsi Khusus), memori yang berisi register-register yang mempunyai fungsi-fungsi khusus yang disediakan oleh mikrokontroler tersebut, seperti timer, serial dan lain-lain.

3. Flash PEROM, memori yang digunakan untuk menyimpan instruksi-instruksi MCS51.

AT89S51 mempunyai struktur memori yang terpisah antara RAM Internal dan flash PEROM nya seperti diperlihatkan pada gambar 2.8 RAM Internal dialamati oleh RAM Address Register (Register Alamat RAM) sedangkan Flash PEROM yang menyimpan perintah-perintah MCS-51 dialamati oleh Program Address Register (Register Alamat Program). Dengan adanya struktur memori yang terpisah tersebut,

walaupun RAM Internal dan Flash PEROM mempunyai alamat yang sama, yaitu alamat 00h, namun secara fisik kedua memori tidak saling berhubungan.

Gambar 2.8 Struktur Memori AT89S51

2.5.3. SPECIAL FUNCTION REGISTER (SFR)

Special Function Register adalah register-register yang mempunyai fungsi khusus, diantaranya ada yang digunakan untuk mengatur input output data dari mikrokontroler. Sebagai contoh register P0, P1, P2, dan P3 digunakan sebagai register untuk menampung data input/output. Selain itu SFR juga digunakan untuk mengatur dan memantau kondisi UART, yaitu register SCON. Register yang digunakan untuk mengatur kerja timer adalah register TCON. Special Function Register terdapat pada ruang memori

RAM yang mempunyai alamat 80H sampai FFH. Tidak semua alamat itu digunakan oleh Special Function Register. Ciri alamat yang bisa dialamati secara bit pada Special Function Register adalah digit keduanya adalah 0 atau 8, misalnya 80H,

88H, 90H, 98H dan F8H. Berikut merupakan penjelasan tentang SFR-SFR beserta fungsinya:

1. ACCUMULATOR

Merupakan register yang berfungsi untuk menyimpan data sementara. Register accumulator sering digunakan dalam proses operasi aritmatika, logika, pengambilan data dan pengiriman data. Register ini dapat dialamati secara bit dan mempunyai alamat E0H.

2. REGISTER B

Digunakan untuk proses aritmetik dan dapat juga difungsikan sebagai register biasa.

3. REGISTER PORT

Terdapat 4 buah register, yaitu register port 0, port 1, port 2 dan port 3. Register port ini digunakan sebagai port input output untuk menyimpan data dari atau ke port untuk masing-masing P0, P1, P2 dan P3.

4. REGISTER TIMER

Mikrokontroler AT89S51 ini mempunyai dua buah 16 bit timer, yaitu timer 0 dan timer 1. Timer 0 dibentuk oleh register TH0 dan TL0. Timer 1 dibentuk oleh register TH1 dan TL1. Perilaku TH0, TH1, TL0, dan TL1 diatur oleh register TMOD dan register TCON.

5. REGISTER CONTROL

pencacah atau pewaktu dan port serial, yaitu register IP (interrupt priority), IE (interrupt enable), TMOD (Timer Mode), TCON (timer Control), SCON (Serial Control) dan PCON (Power Control).

a. Register IP digunakan untuk mengatur prioritas dari masing-masing interupsi.

b. Register IE gigunakan untuk mengaktifkan atau menonaktifkan sarana interupsi. IE.0 sampai IE.6 mengatur masing-masing sumber interupsi, sedangkan IE.7 mengatur interupsi secara keseluruhan. Jika IE.7 bernilai 0. maka sistem interupsi akan menjadi nonaktif atau keadaan IE.0 sampai IE.6 tidak diperhatikan.

c. Register TMOD digunakan untuk mengaktifkan atau menonaktifkan sarana interupsi. Dengan mengatur mode kerja timer maka register ini dapat mengatur masing-masing timer untuk diatur menjadi timer 16 bit, timer 13 bit, atau timer 8 bit yang dapat diisi ulang secara otomatis. Selain itu, register ini dapat juga mengatur agar proses pencacah timer dapat dikendalikan melalui sinyal dari luar mikrokontroler.

d. Register TCON digunakan untuk memulai atau menghentikan proses pencacah timer, mengatur sinyal interupsi dari INT0 atau INT1, serta memantau apakah ada sinyal yang masuk ke INT0 atau INT1.

e. Register SCON digunakan untuk mengatur perilaku dari UART yang diantaranya adalah memantau proses pengiriman dan penerimaan data seri.

f. Register PCON digunakan untuk mengatur pemakaian daya pada IC.

2.5.4 PROGRAM STATUS WORD ( PSW )

Register PSW berisi informasi status program yang mana masing-masing bit menunjukkan kondisi CPU setelah operasi dijalankan. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Susunan Bit Register PSW

Tabel 2.2 Fungsi Register Program Status Word

Simbol Posisi Fungsi

CY PSW.7 Bendera bawaan (Carry flag) di set pada operasi aritmetika yang menghasilkan bawaan

AC PSW6 Bendera bawaan Bantu (auxiliary carry flag) digunakan pada operasi BCD

F0 PSW5 Bendera status serba guna RS1 PSW4 Bit 1 pemilih bank register RS0 PSW3 Bit 0 pemilih bank register

0V PSW2 Flag overflow l (limpahan) diset melalui operasi aritmetika

- PSW1 Flag yang dapat di definisikan pengguna (cadangan)

CY

AC F0 RS1 RS0 0V ___ P CY

Simbol Posisi Fungsi

P PSW0

Paritas genap akumulator di set melalui perangkat keras (menjaga agar logika ‘1’ di akumulator selalu genap)

2.6 ANTAR MUKA SERIAL

Port serial pada AT89S51 bersifat dupleks-penuh atau fullduplex, artinya port serial bisa menerima dan mengirim secara bersamaan. Selain itu juga memiliki penyangga penerima, artinya port serial mulai bisa menerima byte yang kedua sebelum byte pertama dibaca oleh register penerima (jika sampai byte yang kedua selesai diterima sedangkan byte pertama belum juga dibaca, maka salah satu byte akan hilang). Penerimaan dan pengiriman data port serial melalui register SBUF. Penulisan ke SBUF berarti mengisi register pengiriman SBUF sedangkan pembacaan dari SBUF berarti membaca register penerimaan SBUF yang memang terpisah secara fisik (secara perangkat lunak namanya menjadi satu yaitu SBUF). Port serial pada AT89S51 bisa digunakan dalam 4 mode kerja yang berbeda. Dari 4 mode tersebut, 1 mode diantaranya bekerja secara sinkron dan 3 lainnya bekerja secara asinkron. Keempat mode kerja tersebut adalah :

1. Mode 0 : Mode ini bekerja secara sinkron, data serial dikirim dan diterima melalui kaki P3.0 (RxD), sedangkan kaki P3.1 (TxD) dipakai untuk menyalurkan detak pendorong data serial yang dibangkitkan AT89S51. Data dikirim/diterima 8 bit sekaligus, dimulai dari bit yang bobotnya paling kecil

atau LSB (bit 0) dan diakhiri dengan bit yang bobotnya paling besar atau MSB (bit 7). Kecepatan pengiriman data (baud rate) adalah 1/12 frekuensi kristal yang digunakan.

2. Mode 1 : Pada mode ini tetap yaitu, data dikirim dan diterima melalui kaki P3.0 (RxD), secara asinkron (juga mode 2 dan 3). Pada Mode 1 data dikirim/diterima 10 bit sekaligus, diawali dengan 1 bit start, disusul dengan 8 bit data yang dimulai dari bit yang bobotnya paling kecil (bit 0), diakhiri dengan 1 bit stop. Pada AT89S51 yang berfungsi sebagai penerima bit stop adalah RB8 dalam register SCON. Kecepatan pengiriman data (baud rate) bisa diatur sesuai dengan keperluan. Mode inilah (mode 2 dan 3) yang umum dikenal sebagai UART (Universal Asynchronous Receiver/Transmiter ).

3. Mode 2 : Data dikirim/diterima 11 bit sekaligus, diawali dengan 1 bit start, disusul 8 bit data yang dimulai dari bit yang bobotnya paling kecil (bit 0), kemudian bit ke 9 yang bisa diatur lebih lanjut, diakhiri dengan 1 bit stop. Pada AT89S51 yang berfungsi sebagai penerima, bit 9 ditampung pada bit RB8 dalam register SCON, sedangkan bit stop diabaikan tidak ditampung. Kecepatan pengiriman data (baud rate) bisa dipilih antara 1/32 atau 1/64 frekuensi kristal yang digunakan.

4. Mode 3 : mode ini sama dengan mode 2, hanya saja kecepatan pengiriman data (baud rate) bisa diatur sesuai dengan keperluan, seperti halnya Mode 1.

Pada mode asinkron (mode 1, mode 2, mode 3), port AT89S51 bekerja secara fullduplex.

2.7 REGISTER KONTROL PORT SERIAL

Register kontrol dan status untuk port serial berada dalam SCON (gambar 2.10). Register ini mengandung bit-bit pemilihan mode kerja port serial, bit data ke-9 pengiriman data (TB8 dan RB8) serta bit-bit interupsi port serial (TI dan R1).

Gambar 2.10 Register SCON

Keterangan: 1. SM0

Serial port mode bit 0, bit pengubah mode serial. 2. SM1

Serial port mode bit 1, bit pengatur mode serial. 3. SM2

Serial port mode bit 2, bit untuk mengaktifkan komunikasi multiprosessor pada kondisi set.

4. REN

Receive Enable, bit untuk mengaktifkan penerimaan data dari port serial pada kondisi set.

5. TB8

Transmit bit 8, bit ke-9 yang akan dikirim pada mode 2 atau mode 3. 6. RB8

Receive bit 8, bit ke-9 yang diterima pada mode 2 atau mode 3. Pada mode 1 bit ini berfungsi sebagai stop bit.

7. TI

Transmit Interupt Flag, bit yang akan di set pada akhir pengiriman karakter. 8. RI

Receive Interupt Flag, bit yang akan diset pada akhir penerimaan karakter. a. Bit SM0 dan SM1 (bit7 dan 6 pada register SCON) dipakai untuk menentukan

mode kerja port serial. Setelah reset kedua bit ini bernilai ‘0’ dan penentuan mode kerja port serial mengikuti tabel 2.3.

b.Bit REN (bit4) dipakai untuk mengaktifkan kemampuan port serial untuk menerima data. Pada mode 0 kaki RxD (P3.0) dipakai untuk mengirim data serial. Dan juga untuk menerima data serial. Sifat ini terbawa pula pada saat port serial bekerja pada mode 1,2 dan 3, meskipun pada mode–mode tersebut kaki RxD hanya dipakai untuk mengirim data, agar kaki RxD bisa dipakai untuk menerima data terlebih dulu harus dibuat REN = ‘1’. Setelah reset bit REN bernilai ‘0’.

c. Pada mode 2 dan mode 3, port serial bekerja dengan 9 bit data (dari 11 bit, 1 bit untuk start dan 1 bit untuk stop), SBUF yang kapasitasnya 8 bit tidak

cukup untuk keperluan ini. Bit kesembilan yang akan dikirim terlebih dulu diletakkan di TB8 (bit 3), sedangkan bit RB8 (bit2) merupakan bit yang dipakai untuk menampung bit ke-sembilan yang diterima port serial.

d. Pada mode 1, RB8 dipakai untuk menampung bit stop yang diterima, dengan demikian apabila RB8 bernilai ‘1’ maka data diterima dengan benar, sebaliknya apabila RB8 = ‘0’ berarti terjadi kesalahan frame (framing error). Kalau bit SM2 (bit 5) bernilai ‘1’ pada mode 1, jika terjadi kesalahan frame, RI tidak akan menjadi ‘1’(aktif ) meskipun SBUF sudah berisi data dari port serial (bit stop diterima dengan benar). Bit ke 9 ini bisa dipakai sebagai bit paritas, hanya saja bit paritas yang dikirim harus ditentukan sendiri dengan program dan diletakkan pada TB8 dan bit paritas yang diterima pada RB8 dipakai untuk menentukan integritas data secara program pula. Tidak seperti dalam UART standart. Semuanya dikerjakan oleh perangakat keras dalam IC UART.

e. Bit T1 (bit 1) merupakan sinyal yang setara dengan sinyal Transmiter Holding Register Empty (THRE) yang umum dijumpai pada UART standard. Setelah port serial selesai mengirim data yang tersimpan dalam SBUF, bit T1 akan bernilai ‘1’ dengan sendirinya, kemudian bit ini harus di-nolkan dengan program agar bisa dipakai untuk memantau keadaan SBUF dalam pengiriman data berikutnya.

f. Bit RI (bit0) merupakan sinyal yang setara dengan sinyal RDA (Receiver Data Available) yang umum dijumpai pada UART standart. Setelah SBUF menerima data dari port serial, bit RI akan bernilai ‘1’ dengan sendirinya, bit ini harus di-nol-kan dengan program agar bisa dipakai untuk memantau keadaan SBUF dalam penerimaan data berikutnya.

Tabel 2.3 Register Kontrol Port Serial

SM0 SM1 MODE Keterangan Baud rate 0 0 0 Register geser Tetap (fosc/12)

0 1 1 UART 8-bit Bisa diubah-ubah (dengan timer)

1 0 2 UART 9-bit Tetap (fosc/64 atau fosc/32 1 1 3 UART 9-bit Bisa diubah-ubah (dengan timer)

2.8 PENGATURAN BAUD RATE PORT SERIAL

Baud rate dari port serial dapat diatur pada mode 1 dan mode 3, namun pada mode 0 dan mode 2 baud rate tersebut mempunyai kecepatan yang permanen yaitu untuk mode 0 adalah 1/12 frekuensi osilator dan mode 2 adalah 1/64 frekuensi osilator. Dengan mengubah bit SMOD yang terletak pada register PCON menjadi set (kondisi awal saat sistem reset adalah clear), baud rate pada mode 1, 2 dan 3 akan berubah menjadi dua kali lipat. Rumus penghitungan baud rate pada komunikasi serial ditunjukkan oleh tabel 2.4.

Tabel 2.4 Rumus penghitungan Baud rate pada komunikasi serial

2.9 RANGKAIAN PENGUBAH LEVEL TEGANGAN

RS232 digunakan untuk mengubah level/karakteristik elektrik yang berbeda dengan level TTL dengan menggunakan IC driver MAX232. RS232 bekerja pada level tegangan +3 s/d +15 Volt untuk space (logic 0) dan -3 s/d -15 Volt untuk mark (logic 1). Sedangkan TTL bekerja pada level tegangan -5 s/d +5 Volt. Piranti tambahan yang kita butuhkan adalah IC MAX232. Pada dasarnya IC ini hanya digunakan sebagai pengubah level tegangan ke level Transistor Transistor Logic (TTL), tidak berfungsi sebagai pengkodean sinyal yang melewati RS232, dan juga tidak mengonversikan data serial ke paralel. RS232 sebagai komunikasi serial mempunyai 9 pin yang memiliki fungsi masing-masing. Pin yang biasa digunakan adalah pin 2 sebagai received data, pin 3 sebagai transmited data, dan pin 5 sebagai ground. Konfigurasi kaka-kaki dari ICnya ditunjukkan oleh gambar 2.11.

Mode Baud rate

  f osilator  SMOD= 0 32 ] 1 256 [ 12 TH fosc baudrate SMOD= 1 16 ] 1 256 [ 12 TH fosc baudrate  f 1/32f  12[256 1]32 TH fosc baudrate  16 ] 1 256 [ 12    TH fosc baudrate

Gambar 2.11 IC MAX232 sebagai Pengubah Level Tegangan

Karakteristik elektrik dari RS232 adalah sebagai berikut :

1.Space (logic 0) mempunyai level tegangan sebesar +3 s/d +25 Volt. 2. Mark (logic 1) mempunyai level tegangan sebesar -3 s/d -25 Volt. 3. Level tegangan antara +3 s/d -3 Volt tidak terdefinisikan.

4. Arus yang melalui rangkaian tidak boleh melebihi dari 500 mA, ini dibutuhlan agar sistem yang dibangun bekerja dengan akurat.

BAB III PERANCANGAN

Diagram blok dari sistem penerangan yang akan dibuat secara garis besar adalah sebagai berikut:

buffer P1.0 P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 sens1_R1 sens2_R2 sens1_R2 sens2_R3 sens1_R4 tombol_R2 sens2_R1 sens1_R3 sens2_R4 sens_cahaya tombol_R1 L1 L2 L3 L4 P0.0 P0.1 P0.2 P0.3 P3.0 P3.1 buffer buffer mikrokontroler CPU RS232 P2.0 P2.1 P2.2 tombol_R4 tombol_R3 P2.3 P2.4 komparator

Gambar 3.1 Blok Perancangan Alat Secara Umum

Komponen-komponen pendukung mikrokontroler sebagai pembentuk sistem penerangan adalah sebagai berikut:

2. Empat (4) pasang infra merah dan phototransistor sebagai saklar otomatis (pendeteksi ada tidaknya orang dalam ruangan).

3. Empat (4) buah tombol untuk mematikan atau menghidupkan lampu secara manual jika diinginkan.

4. Empat (4) buah LED sebagai penampil output (lampu).

5. Dua (2) buah buffer 8 input dan 8 output sebagai penstabil tegangan agar

Dokumen terkait