• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki oleh pengrajin tahu tempe di Kedaung menjadi dasar bagi terlaksananya proses pemberdayaan yang berlangsung diantara mereka. Norma kekeluargaan, kebersamaan, toleransi dan kepercayaan menjadi pendorong bagi para pengrajin untuk membuat saudara sekampungnya menjadi lebih berdaya dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Selain itu, norma-norma ini dapat memperluas jejaring yang telah mereka miliki, sehingga jaringan yang mereka miliki tidak hanya terbatas pada komunitas pengrajin tahu tempe saja, akan tetapi juga dengan pihak- pihak yang mendukung pengembangan usaha yang mereka miliki.

Proses pemberdayaan dimaksudkan untuk memberikan keterampilan kepada orang-orang yang berasal dari daerah yang sama sebagai sasaran utama sehingga terjadi peningkatan ekonomi. Dengan kata lain, mereka ikut membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, mereka menggunakan kemampuan dan modal yang mereka miliki sendiri untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya dan saudara sekampungnya.

Proses pemberdayaan ini memang memberikan hasil yang cukup memuaskan. Para pengrajin yang terlibat langsung dalam proses pemberdayaan mengalami peningkatan kesejahteraan. Mereka merasa bahwa keterampilan yang mereka dapatkan merupakan keterampilan yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Hidup mereka lebih berkecukupan, mereka dapat membiayai

pendidikan bagi anak-anaknya, dapat memiliki rumah sendiri, dan dapat membiayai keluarganya yang berada di daerah asal mereka. Semua ini membuat mereka lebih merasa nyaman, aman, tenteram, bahagia, puas, merasa diterima, dan diakui dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengalami peningkatan kesejahteraan baik kesejahteraan materi ataupun kesejahteraan non-materi.

7.2 Saran

Saran yang diberikan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan, yaitu terutama untuk Paguyuban. Sebaiknya Paguyuban melakukan pembinaan atau menerapkan proses pemberdayaan yang sudah berlangsung kepada masyarakat Kedaung yang lain. Proses pemberdayaan seperti yang berlangsung di komunitas pengrajin tahu tempe di Kedaung juga dapat diadopsi oleh kelompok lain untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan juga dapat diadopsi oleh institusi ketika melakukan proses pemberdayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Antari, Ni Luh Sili. 2009. Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, dan Remitan terhadap Pengeluaran Konsumsi Pekerja Migran Nonpermanen di Kabupaten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan di Kabupaten Badung). http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/_6_%20naskah%20sili.pdf. (diakses tanggal 30 Juni 2009)

Badan Pusat Statistik. 1995.Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS Bappekab. 2009.Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Terpadu Usaha

Kecil dan Menengah Koperasi Kabupaten Sidoarjo.

http://www.bappekab.sidoarjokab.go.id/?file=04-doc-hsl-kajian/rip- ukm.htm. (diakses tanggal 7 April 2009)

Gugus Tugas II Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2004.Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta

Hasibuan, M.S.P. 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia.Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hikmat, Harry. 2006.Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Ismawan, Bambang. 2002.Ekonomi Rakyat: Sebuah Pengantar dalam Jurnal

Ekonomi Rakyat Th.1-No.1. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1 /artikel_6.htm. (diakses tanggal 7 April 2009)

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh dan Mandiri disampaikan pada Seminar Nasional Lembaga Pembinaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi 7 November 1996 di Jakarta. http://www.ginandjar.com/public/10PemberdayaanEkonomiRakyatMelalui Kemitraan.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Khrisnamurti, Bayu. 2002.Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Mencari Format Kebijakan Optimal dalam Jurnal Ekonomi Rakyat Th.1-No.2.

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_2/artikel_6.htm. (diakses tanggal 7 April 2009)

Krishna, Anirudh. 2000. Creating and Harnessing Social Capitaldalam Social Capital a Multifaceted Perspective. Washington DC: The World Bank Munir, Misbahul. 2008. Pengaruh Konversi Lahan terhadap Tingkat

Kesejahteraan Rumahtangga Petani (kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Soembodo, Benny. 2009.Aspirasi Sosial Budaya Masyarakat Pedesaan Terhadap Kesejahteraan Keluarga. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/

ASPIRASI%20SOSIAL%20BUDAYA%20MASYARAKAT%20PEDES AAN.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Sadiwak, M. 1985. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Petani Transmigrasi di Delta Sumatera Selatan. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman. 1994.Manajemen.Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta: Intermedia.

Suharto, Edi. 2009. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_ KEBIJAKAN_SOSIAL.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Garamedia Pustaka Utama

Wrihantolo, Randy R. dan Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2007. Manajemen Pemberdayaan : Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Elex Media Komputindo

86 Lampiran 1

Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 I Proposal dan Kolokium

1. Penyusunan Draft Proposal, konsultasi, dan revisi 2. Observasi Lapangan 3. Kolokium II Studi Lapangan 1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data III Penulisan Laporan

1. Penyusunan Draft dan Revisi 2. Konsultasi Laporan

IV Ujian Skripsi 1. Ujian

87 Lampiran 2

Matriks Metodologi Pengumpulan Data

No Masalah Data Yang Diperlukan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

1.

2.

Konteks umum lokasi

Konstruksi Modal Sosial

- Gambaran umum desa (sejarah desa, potensi desa)

- Profil masyarakat (jumlah penduduk, mata pencaharian)

- Profil kelompok pembuat tempe dan tahu (jumlah pelaku usaha,

karakteristik pelaku usaha)

- Bentuk-bentuk modal sosial (kepercayaan, jaringan, dan norma) - Proses terbentuknya

- Data sekunder

- Data Primer

- Data Primer

- Studi literatur : data desa

- Wawancara kepada responden

- Wawancara mendalam kepada responden

88 3.

4.

Peran Modal Sosial dalam Proses Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah Tangga

Pengaruh Proses Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan

modal sosial

- Proses Pemberdayaan - Pihak yang terlibat - Peran modal sosial dalam

proses pemberdayaan - Ukuran kesejahteraan yang berkembang diantara mereka - Hasil pemberdayaan (pemekaran usaha, perluasan jaringan usaha, peningkatan pendapatan) - Data primer - Data primer - Wawancara mendalam kepada responden - Wawancara mendalam kepada responden

89 Lampiran 3

PANDUAN PERTANYAAN A. Profil Komunitas

1. Kapankah pertama kali anda membuka usaha ini? 2. Dimana pertama kalinya anda membuka usaha ini?

3. Jika langsung di daerah ini, bagaimana keadaan daerah ini pada saat it u? Dan apa alasan membuka usaha di daerah ini? 4. Apa memang sudah banyak orang atau rumah tangga yang membuka usaha ini?

5. Kira-kira berapa banyak atau jumlah rumah tangga yang sudah memulai usaha ini pada saat anda memulai usaha? 6. Apakah terjadi perubahan dalam hal jumlah apabila dibandingkan dengan keadaan sekarang?

7. Apakah meningkat atau menurun?

8. Kira-kira berapa banyak jumlah usaha rumah tangga tempe tahu saat ini?

9. Dari sejumlah rumah tangga yang membuka usaha tempe tahu ini, sebagian besar pelaku usahanya berasal dari mana? 10. Warga asli daerah ini ataukah pendatang (berasal dari daerah yang lain)?

B. Konstruksi M odal Sosial

1. Bagaimanakah kehidupan bertetangga di daerah ini?

2. Bagaimanakah hubungan yang terjalin antar pelaku usaha pembuat tempe tahu ini? baik dengan yang sudah lama membuka usaha ataupun yang baru?

3. Selain dengan sesama pelaku usaha apakah anda mempunyai hubungan dengan yang lainnya? Misalnya dengan pemasok, pasar, bank, atau yang lainnya?

4. Bagaimanakah hubungan yang terjalin tersebut? 5. Apakah hanya hubungan bisnis saja atau lebih dari itu?

6. Apakah alasan anda mau menjalin kerjasama dengan pihak-pihak tersebut?

7. Apakah ada aturan-aturan yang mengikat dalam hubungan-hubungan yang terjalin tersebut? 8. Apakah anda pernah melakukan kegiatan pinjam meminjam dengan mereka?

9. Untuk apa?

10. Bagaimana prosedur pengembaliannya? 11.Apakah ada aturan dalam kegiatan tersebut?

12.Bagaimana jika ada yang terlambat dalam melakukan pengembalian? 13.Apakah sanksinya?

90 C. Peran M odal Sosial dalam Proses Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah Tangga

1. Pertama kali anda membuka usaha ini, apakah anda sudah memiliki keterampilan membuat tempe atau tahu? 2. Dari mana anda memperoleh ket erampilan tersebut?

3. Siapa yang mengajarkan anda keterampilan ini? 4. Anda yang minta diajarkan atau anda diajak? 5. Apakah hubungan anda dengan pihak tersebut?

6. Bagaimana pihak tersebut mengajak anda untuk belajar keterampilan ini? 7. M engapa anda tertarik dengan ajakannya?

8. Bagaimanakah hubungan anda dengan pihak yang mengajak tersebut? 9. Setelah menjalankan usaha ini, apakah pihak tersebut mempengaruhi anda? 10.Apakah ada hal-hal yang anda harus lakukan untuk mengganti jasanya?

11.Dari manakah modal yang anda dapatkan untuk membuka usaha ini pertama kali? 12.Apakah dari pihak yang mengajarkan atau ada sumber lain?

13. Berupa pinjaman ataukah anda memiliki modal sendiri? 14. Sejauh ini, bagaimanakah keadaaan usaha yang anda jalankan?

15.Apakah terjadi perubahan sumber daya, besar usaha, ataupun luas jaringan? 16.Bagaimanakah pengaruhnya dengan surpulus ekonomi?

D. Pengaruh Proses Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan

1. Apakah pengertian kesejaht eraan yang berkembang di antara pembuat tempe dan tahu?

2. Adakah ukuran-ukuran atau indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan tersebut? Misalnya jenis rumah, perhiasan yang dipakai, kendaraan yang dimiliki, kesenangan, atau yang lainnya.

3. Apakah anda sudah merasa sejahtera?

4. Bagaimanakah keadaan yang anda rasakan sebelum memulai usaha? 5. Apakah anda merasa sejaht era pada saat itu?

91 Lampiran 4

Gambar 1. Sekretariat Paguyban Pengrajin Tahu Tempe Gambar 2. Stok Kedelai Paguyuban untuk Dikirim Ke Rumah Pembeli

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan kebijakan negara terkadang menyebabkan masyarakat bahkan negara semakin bergantung dengan pihak lain, salah satunya adalah masyarakat perkotaan, misalnya Jakarta. Masyarakat Jakarta identik dengan sifat yang konsumtif dan selalu membangga-bangakan produksi luar negeri. Padahal di sisi lain di Jakarta terdapat komunitas-komunitas yang memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat Jakarta tersebut, misalnya komunitas pengrajin tahu tempe di Kedaung. Namun hal ini terabaikan. Hal ini tidak dapat dihindari karena sifat masyarakat Indonesia yang konsumtif. Hal ini juga yang membuat masyarakat Indonesia tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Perekonomian nasional Indonesia menjadi tidak tangguh dan tidak mandiri. Selain itu, usaha kecil dan menengah di Indonesia kurang diperhatikan sehingga daya saing produk usaha kecil dan menengah di kancah internasional tersebut masih lemah. Pada tahun 1994, nilai ekspor industri kecil (rumah tangga) dan menengah nasional baru mencapai 11,1 persen dari total ekspor industri pengolahan di luar migas atau 6,2 persen dari seluruh nilai ekspor. Berarti, ekspor kita sebagian terbesar dilakukan oleh usaha besar (Kartasasmita, 1996). Daya saing internasional produk usaha kecil dan menengah masih lemah. Padahal seperti yang kita ketahui, usaha-usaha kecil inilah yang dapat berfungsi sebagai pondasi bagi perekonomian nasional. Apabila usaha kecil (rumah tangga) ini diperkuat maka perekonomian nasional akan semakin kuat.

Menurut Kartasasmita (1996) ekonomi nasional yang tangguh dan mandiri hanya dapat terwujud apabila pelaku-pelakunya tangguh dan mandiri, dan seluruh partisipasi masyarakat dikerahkan, yang berarti partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Masyarakat diikutsertakan dalam berbagai aspek dengan tujuan melancarkan pembangunan serta pemerataan hasil pembangunan tersebut. Keikutsertaan masyarakat diharapkan mampu membuat masyarakat dapat memandirikan diri mereka sendiri.

Keikutsertaan masyarakat dalam perekonomian nasional merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan, masyarakat (komunitas) memiliki modal sosial yang dapat berfungsi sebagai penguat komunitas itu sendiri. Modal sosial yang dimiliki masyarakat, seperti kepercayaan, kohesifitas, altruism, gotong royong, jaringan, kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beragam mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat, dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan (Blakeley dan Suggate, 1997 dalam Suharto, 2009). Modal sosial ini juga dapat berfungsi sebagai pemicu pemberdayaan dalam suatu komunitas. Modal sosial dikatakan sebagai pemicu pemberdayaan komunitas (dalam penelitian ini kelompok usaha rumah tangga) karena dalam modal sosial terdapat nilai- nilai gotong royong, jaringan, dan kolaborasi sosial. Hal ini dapat membuat anggota kelompok lain yang tidak berdaya menjadi semakin berdaya. Selanjutnya pemberdayaan ini akan semakin menguatkan modal sosial,

karena anggota kelompok akan semakin tinggi rasa kepercayaannya satu sama lain, dan merasa diri mereka merupakan suatu kesatuan.

Peneliti bermaksud meneliti hal-hal yang terkait di atas pada salah satu kelompok usaha rumah tangga yang masih bertahan sampai saat ini, yaitu usaha pembuatan tahu tempe yang berada di Desa Kedaung, Ciputat. Peneliti bermaksud untuk mengetahui konstruksi modal sosial kelompok usaha pengrajin tahu tempe, serta peran dari modal sosial tersebut dalam proses pemberdayaan ekonomi kelompok. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui pengaruh proses pemberdayaan terhadap kesejahteraan.

1.2 Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang diajukan antara lain:

1. Bagaimana bangunan modal sosial kelompok usaha pengrajin tahu tempe di Kedaung, Ciputat?

2. Bagaimana peran modal sosial dalam proses pemberdayaan ekonomi kelompok usaha rumah tangga pengrajin tahu tempe di Kedaung, Ciputat dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bangunan modal sosial kelompok usaha pengrajin tahu tempe di Desa Kedaung, Ciputat.

2. Menjelaskan peran modal sosial dalam proses pemberdayaan ekonomi kelompok usaha rumah tangga pengrajin tahu tempe di Kedaung, Ciputat dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti : dapat menambah wawasan mengenai pemberdayaan ekonomi rakyat yang dilihat dari sisi lain yaitu modal sosial melalui usaha rumah tangga serta korelasinya dengan kesejahteraan. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi praktek pemberdayaan.

2. Bagi akademisi: dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberdayaan.

3. Bagi pemerintah: dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang lebih valid tentang pemberdayaan masyarakat.

4. Bagi masyarakat: dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang berguna untuk menambah wawasan mengenai pemberdayaan.

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat 2.1.1.1 Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Hikmat, 2006). Pembangunan tidak lagi berpusat pada pemerintah tetapi juga dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah seringkali terhambat oleh karena pemerintah tidak mengetahui untuk siapa, apa pendekatan yang sesuai, dan bagaimana caranya program pembangunan tersebut dilaksanakan. Program pembangunan yang terpusat pada pemerintah seringkali mencapai tujuannya secara makro namun pada hakikatnya komunitas yang berada di tingkat mikro tidak mendapat pengaruh ataupun tidak dijangkau oleh pembangunan tersebut.

Sosiologi struktural fungsionalis Parson menyatakan bahwa konsep power dalam masyarakat adalah variabel jumlah. Power masyarakat adalah kekuatan masyarakat secara keseluruhan yang disebut sebagai tujuan kolektif. Misalnya, masyarakat diberdayakan berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan. Weber dalam Hikmat (2006) mendefinisikan power sebagai kemampuan seseorang atau individu atau kelompok untuk mewujudkan keinginannya. Pada akhirnya kekuatan (power) adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan (Hikmat, 2006).

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Mandiri berarti masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya (baik secara individu ataupun kolektif) melalui usaha yang dilakukan dan tidak bergantung pada yang lain. Jaringan kerja merupakan kerangka kerjasama yang dilakukan oleh stakeholder yaitu pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat sehingga pembangunan tidak merugikan pihak manapun dan dapat memberikan hasil yang merata yang merupakan konsep keadilan (kesejahteraan yang merata). Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan semua pihak yang berkaitan termasuk masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberi kesempatan untuk ikut merencanakan, melaksanakan, dan menilai.

Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus isu sentral pembangunan sementara itu strategi pemberdayaan meletakkan partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi, dan sikap kemandirian (Hikmat, 2006). Partisipasi masyarakat merupakan potensi yang dapat digunakan untuk melancarkan pembangunan. Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan dengan kata lain pembangunan tersebut bersifatbottom up (dari bawah ke atas). Pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyelenggara akan tetapi telah bergeser menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, ataupun mobilisator. Adapun peran dari organisasi lokal, organisasi sosial, LSM, dan kelompok masyarakat lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana program.

2.1.1.2 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial, yaitu tradisional, direct action (aksi langsung), dan transformasi (Hanna dan Robinson, 1994 dalam Hikmat, 2006).

1. Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak.

2. Strategi direct-action membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Pada strategi ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam membuat keputusan.

3. Strategi transformatif menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri.

2.1.1.3 Praktek Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui konsientisasi. Proses konsientisasi diartikan sebagai proses pemberdayaan kolektif untuk menentang pemegang kekuasaan melalui kesadaran berpolitik. Konsientisasi merupakan proses pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan hubungan-hubungan politis, ekonomi, dan sosial. Masyarakat dibangkitkan pemahamannya akan kekuatan yang sebenarnya mereka miliki. Masyarakat tidak hanya sebagai penerima program sementara mereka tidak mengetahui tujuan dari program tersebut. Masyarakat juga dapat berperan sebagai

pembuat keputusan sendiri. Dengan cara ini orang akan mampu mengambil tindakan sendiri untuk menentang unsur opresif dari realitasnya, termasuk didalamnya pemecahan (pematahan) hubungan antara subjek dan objek untuk kemudian membentuk esensi partisipasi yang sungguh-sungguh.

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Masyarakat yang tidak berdaya diberi ilmu pengetahuan, kesempatan bertindak, sehingga mereka merasa mampu dan merasa pantas untuk dilibatkan. Kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Kedua kecenderungan ini saling terkait kadangkala keduanya bertukar posisi dalam prosesnya (Pranarka dan Vidhyandika, 1996 dalam Hikmat, 2006).

Menurut Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007) pemberdayaan merupakan sebuah proses sehingga mencakup tahapan-tahapan tertentu, yaitu penyadaran, capacity building, dan pendayaan. Tahap penyadaran merupakan tahap dimana target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mencapai “sesuatu”. Misalnya pemberian pengetahuan yang bersifatkognisi, belief, dan healing. Intinya target dibuat mengerti bahwa mereka perlu berdaya yang dimulai dari dalam diri mereka sendiri.

Tahap kedua yaitu “capacity building” atau pengkapasitasan, memampukan atau enabling. Target harus mempunyai kemampuan terlebih dahulu sebelum mereka diberikan daya atau kuasa. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi, dan sistem nilai. Pengkapasitasan manusia misalnyatraining (pelatihan),workshop (loka latih), dan seminar. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut. Namun pengkapasitasan organisasi ini jarang dilakukan karena ada anggapan apabila pengkapasitasan manusia sudah dilakukan maka pengkapasitasan organisasi akan berlaku dengan sendirinya. Jenis yang ketiga adalah pengkapasitasan sistem nilai. Sistem nilai adalah “aturan main”. Dalam cakupan organisasi sistem nilai berkenaan dengan Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga, atau sistem dan prosedur. Pada tingkat yang lebih maju, sistem nilai terdiri pula atas budaya organisasi, etika, dan good governance. Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan dengan membantu target dan membuatkan “aturan main”. Pengkapasitasan ini jarang dilakukan juga karena sama dengan pengkapasitasan organisasi ada stereotype bahwa pengkapasitasan ini dapat terbentuk dengan sendirinya setelah pengkapasitasan manusia.

Tahap yang terakhir adalah pemberian daya atau “empowerment” dalam makna sempit. Target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang sesuai dengan kapasitas kecakapan yang telah dimiliki.

2.1.2 Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Sumodingrat (1999) menyatakan bahwa perekonomian rakyat merupakan padanan istilah ekonomi rakyat yang berarti perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat merupakan usaha ekonomi yang menjadi sumber penghasilan keluarga. Ekonomi rakyat berbeda dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat itu sendiri dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu pangan, sandang, dan papan. Sedangkan ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat.

Konsep ekonomi rakyat ini tidak membedakan antara ’rakyat’ dengan ’bukan rakyat’ karena akan menimbulkan asumsi tentang ’elite’. Istilah rakyat dalam konsep ini berarti warga negara Indonesia secara menyeluruh yang berperan dalam pembangunan dengan kesempatan dan peluang yang sama.

Menurut Mubyarto (1994) dalam Sumodiningrat (1999) istilah ekonomi rakyat dapat diartikan ekonomi usaha kecil sebagai upaya pemihakan. Upaya pemihakan disini dimaksudkan agar pembangunan dapat memberikan kesejahteraan yang adil dan merata. Tidak hanya kelompok-kelompok tertentu yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan, akan tetapi seluruh warga negara yang mempunyai peran dapat juga menikmati hasil pembangunan. Sedangkan Krisnamurthi (2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi rakyat banyak dan pengertian dari ekonomi rakyat (banyak) adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orang

banyak dengan skala kecil-kecil, dan bukan kegiatan ekonomi yang dikuasasi oleh beberapa orang dengan perusahaan dan skala besar, walaupun yang disebut terakhir pada hakekatnya adalah juga rakyat Indonesia.

Keith (1973) dalam Ismawan (2002) menyatakan penggolongan kegiatan ekonomi rakyat, yaitu:

Dokumen terkait