• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

pakan dengan level karbohidrat tinggi 43,86% memiliki kualitas yang setara dengan

pakan udang komersil yang beredar di pasaran terhadap pertumbuhan, sintasan,

FCR, komposisi kimia dan kadar glikogen tubuh udang vannmaei yang

dibudididayakan di tambak rakyat. Pakan dengan karbohidrat tinggi terbukti

memiliki kualitas yang sama sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

kualitas air tambak. Secara umum parameter yang diuji relatif sama namun

demikian dengan level karbohidrat yang tinggi hingga 43,86% diyakini akan

menurunkan harga pakan dan tetap ramah lingkungan.

Disarankan agar dalam pemeliharaan juvenil udang vannamei dapat

mengaplikasikan level karbohidrat hingga 43,86% dengan frekuensi pemberiannya

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., N.A. Al-Asgah. 2001. Effect of feeding different carbohydrate to lipid ratios on the growth performance and body composition of nile tilapia (Oreochromis niloticus) fingerlings. Anim. Res. 50:91-100.

Aruldoss, K. And N. Indra. 2014. Impact of lead and influence of different feeds on carbohydrate metabolism in International Journal of Modern Research and Reviews, vol 2 (1):47-51.

Aslamyah, S., M.Y. Karim. 2010. Kadar glukosa dan trigliserida darah serta doposisi glikogen hati dan otot pada berbagai level kromium organik (Cr+3) dan karbohidrat pakan buatan udang windu (Penaeus monodon). Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Aslamyah, S. 2011. Kualitas Lingkungan Dan Aktivitas Enzim Pencernaan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Pada Berbagai Konsentrasi Probiotik Bioremediasi-Bacillus Sp. Fish Scientice, Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan, 1(2): 161-176.

Budiarti, T. 1998. Evaluasi akumulasi bahan organik, penyifonan dan produksi udang windu pada budidaya intensif. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Campbell , P.N. and D. Smith, 1982. Biochemistry illustrated. Churchill Livingstone, Edinburg-London-Melbourne and New York. 225 pp

Cousin, M., Cuzon, G.,Guillaume, J., Aquacop. 1996. Digestibility of starches in

P. vannamei. In vitro and in vivo study on 8 samples of various origin.

Aquaculture, 150(4)361-372.

Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan. 2008. Laporan Tahunan Realisasi dan Sasaran Pembangunan Perikanan Sulawesi Selatan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan.

FAO, 1987. Feed and feeding of fish and shrimp. A manual on the preparation and presentation of compound feeds for shrimp and fish aquaculture.

Gucic, M., E.C. Jacinto, R.C. Cerecedo, D.R. Marie & L.R. Martínez-Córdova (2013). Apparent carbohydrate and lipid digestibility of feeds for whiteleg shrimp, Litopenaeus vannamei (Decapoda: Penaeidae), cultivated at different salinities. Rev. Biol. Trop. (Int. J. Trop. Biol. ISSN-0034-7744) Vol. 61 (3): 1201-1213.

Gumus, E., and R. Ikiz. 2009. Effect of dietary levels of lipid and carbohydrate on growth performance, chemical contents and digestibility in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792. Pakistan Vet. J., 29(2):59-63.

Haliman, R.W. dan A.S. Dian, 2005. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei ): pembudidayaan dan prospek pasar udang putih yang tahan penyakit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Haryati, E. Saade dan Zainuddin. 2009. Formulasi dan aplikasi pakan untuk induk dan pembesaran: Aplikasi pakan buatan untuk peningkatan kualitas induk udang windu lokal. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional.

.

Koshio, S, T. S. Teshima, A. Kanazawa and T. Watase . 1993. The effect of dietary protein content on growth, digestion efficiency and nitrogen excretion of juvenile kuruma prawns, Penaeus japonicus. Aquaculture, 113: 101 – 114

Latif, I. 2008. Manajemen pemberian pakan buatan pada budidaya udang secara intensif di tambak PT. Asindo Setiatama, Kabupaten Bulukumba. Laporan praktek kerja lapang, Program Studi Budidaya Perairan, FIKP UNHAS

Monoarfa, W. D. 2000. Karakterisasi dan pengelolaan residu bahan organic pada tanah dasar tambak udang intensif. Disertasi Program Pascasarjana UNHAS

NRC, 1988. Nutrient requirements of warmwater fishes and shellfishes. National Acad. Press, Washington.,102 pp

Shiau, S. Y. 1997. Utilization of carbohydrates in warmwater fish – with reference to tilapia, Oreochromis niloticus X O. aureus. Aquaculture, 151: 79 – 96

Spanhof , L and H. Planktikov, 1983. Studies on carbohydrate digestion in rainbow trout. Aquaculture 30: 95 – 108.

Vincent, J.B. 2000. The biochemistry of Chromium. Journal Nutrition, 130: 715-718

Watanabe T. , 1988. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook. 233 p.

Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods for the Assesment of the

Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the US Fish and Wildlife Service. Volume 89. USA Washington DC: US Departement of the Interior Fish and Wildlife Service.

Yigit, M., S. Koshio, O. Aral, B. Karaali and S. Karayucel. 2003. Ammonia nitrogen excretion rate-An index for evaluating protein quality of three

feed fishes for the black sea turbot. The Israeli Journal of Aquaculture – Bamidgeh 55(1), 2003, 69-76.

Zainuddin, 2004. Pengaruh Calsium – Fosfor dengan Rasio Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Udang Windu (Penaeus monodon). Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar.

Zainuddin, Abustang dan Siti Aslamyah. 2009. Penggunaan Probiotik pada Pakan Buatan untuk Pembesaran Udang Windu. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Prioritas Nasional. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Zainuddin, Siti Aslamyah dan Haryati. 2013. Peningkatan Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Sulawesi Selatan Melalui

Pemanfaatan Pakan yang Murah, Efisien dan Ramah Lingkungan. Laporan Hasil Penelitian MP3EI Tahun I. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Zhang, L.L., Q.C. Zhou., Y.Q. Cheng. 2009. Effect of dietary carbohydrate level on growth performance of juvenile spotted Babylon ( Babylonia aerolata Lik 1807). Aquaculture, 295(3-4)238-242.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat

Prosedur analisa kadar air

1. Cawan dipanaskan pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam, kemudian dieksikator

dan ditimbang (X1)

2. Timbang bahan 2-3 g (A)

3. Cawan dan bahan dipananaskan selama 4 jam pada suhu 105 – 110oC (dalam

oven), dinginkan dalam eksikator 15 – 30 menit, dan timbang (X2)

Kadar air = ( )

x 100%

Prosedur analisa kadar abu

1. Cawan dipanaskan pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam, kemudian dinginkan

dalam eksikator 15 – 30 menit, timbang (X1)

2. Timbang bahan 2 – 3 g (A)

3. Cawan dan bahan dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai asapnya hilang

4. Panaskan pada tanur 6000C kurang lebih 15 menit untuk menurunkan suhu,

kemudian dinginkan dalam eksikator 15 – 30 menit, dan ditimbang (X2)

Kadar abu= ( ) x 100%

Prosedur analisa protein

Tahap oksidasi

2. Masukkan bahan, katalis, H2SO4pekat 10 ml kedalam labu kjedahl

3. Labu kjedahl dipanaskan 4000C sehingga terjadi perobahan warna menjadi

hijau bening, dinginkan dan encerkan sampai 100 mL

Tahap deskriptif

1. 5 mL hasil destilasi dimasukkan ke dalam labu kjedahl

2. Tambahkan NaOH 0,05 N sebanyak 10 mL

3. Masukkan H2SO4 0,05 N 10 mL ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 2 – 3

tetes MnSO4, destruksi selama 10 menit

Tahap titrasi

1. Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N

2. Catat hasil titran

3. Lakukan prosedur yang sama pada blanko

Kadar protein= , , x 100%

Prosedur analisa lemak

1. Labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 1100C selama 1 jam, ditimbang

(X1)

2. Masukkan petroleum benzene 100 – 150 mL ke dalam labu

3. Bahan ditimbang sebanyak 5 g (A), masukkan ke dalam selongsong dan sochlet,

4. Panaskan labu yang telah dihubungkan dengan sochlet di atas hotplate sampai

cairan yang merendam bahan dalam sochlet berwarna bening

5. Labu dilepaskan dan tetap panaskan petroleum benzene menguap semua

6. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 – 60 menit,

dieksikator kemudian ditimbang (X2)

Kadar lemak= x 100%

Prosedur analisa serat kasar

1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 g (A), masukkan ke dalam Erlenmeyer 350 mL 2. Tambahkan 50 mL H2SO4 0,3 N, dinginkan, tambahkan lagi 25 mL NaOH 1,5

N, panaskan selama 30 menit

3. Kertas saring dipanaskan dan ditimbang (X1), kemudian pasang pada corong

buhler dan hubungkan pada pompa vakum untuk mempercepat penyaringan

4. LArutan dan bahan yang dipanaskan dituangkan dalam corong buhler, kemudian bilas berturut-turut dengan 50 mL air panas, H2SO40,3 N, air panas lagi dan 25 mL aceton

5. Siapkan cawan porselin yang telah dipanaskan pada suhu 105 – 1100C selama 1 jam

6. Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan, panaskan pada suhu 105 – 1100C, eksikator dan timbang (X2)

7. Panaskan di atas tanur 6000C hingga berwarna putih, dinginkan dan timbang (X3)

Lampiran 2. Prosedur pengukuran kadar glikogen dengan metode Wedemeyer dan Yasutake (1977)

Prosedur analisis kadar glikogen adalah 100 mg sampel jaringan dipanaskan

dalam 3 mL KOH 30% sampai larut (20 – 30 menit). Kemudian ditambahkan 0,5

mL Na2SO4 jenuh dan 3,5 mL ethanol 95% lalu dipanaskan sampai mendidih.

Selanjutnya larutan didinginkan dan disentrifius pada 2500 rpm dalam keadaan

dingin selama 20 menit, supernatan yang ada dibuang.

Selanjutnya glikogen dilarutkan dalam 2 mL akuades dan kembali

diendapkan dengan 2,5 mL ethanol 95%. Supernatan dibuang dan glikogen

diendapkan selama 30 menit dalam 2 mL HCl 5 M dalam shaker water bath yang

sedang mendidih. Hidrolisat yang terbentuk didinginkan dan dinetralisir dengan

0,5 M NaOH (indikator yang digunakan adalah 1 kekeruhan fenol merah),

kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume diketahui, biasanya 50 – 100

mL bergantung kepada kandungan glikogen yang diperkirakan.

Selanjutnya 5 mL hidrolisat yang dinetralkan (berisi 15 – 150 µg glukosa)

dipindahkan ke dalam tabung uji. Tuangkan 5 mL standar glukosa (111 µg) ke

dalam tabung uji kedua dan 5 mL akuades sebagai blanko ke dalam tabung uji

ketiga. Tabung-tabung di atas dicelup ke dalam air dingin dan tambahkan 10 mL

reagent anthrone. Kemudian tabung ditutup dengan marbless glass dan dipanaskan

selama 10 menit dalam air mendidih, lalu didinginkan dan segera diukur absorbansi

pada panjang gelombang 635 nm, dalam kolorimeter ( 1 g glikogen = 1,11 g glukosa

dalam hidrolisat). Perhitungan dengan mempersiapkan sebuah grafik konsentrasi

Dokumen terkait