• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai studi kasus pada laporan tugas akhir.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah dasar dari suatu konstruksi yang berfungsi sebagai pendukung pondasi pada suatu bangunan. Tanah terdiri dari 3 bagian yaitu bagian padat atau butiran, pori-pori udara dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah

Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu sendiri. Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah.

2.2 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah struktur yang didesain untuk menjaga dan mempertahankan dua muka elevasi tanah yang berbeda (Coduto, 2001). Dinding

7 penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun akibat beban yang bekerja di atasnya.

Jenis-jenis dinding penahan tanah bermacam-macam, disesuaikan dengan keadaan lapangan dan aplikasi yang akan digunakan. O’Rouke and Jones (1990) mengklasifikasikan dinding penahan tanah menjadi 2 kategori yaitu sistem stabilitas eksternal dan sistem stabilisasi internal serta sistem hybrid yang merupakan kombinasi dari kedua metode tersebut.

Gambar 2.2 Klasifikasi Dinding Penahan Tanah

2.2.1 Sistem Stabilisasi Eksternal

Sistem stabilisasi eksternal adalah sistem dinding penahan tanah yang menahan beban lateral dengan menggunakan beban dan kekakuan struktur. Sistem

8 ini merupakan satu-satunya sistem yang ada sebelum tahun 1960 dan sampai saat ini masih umum digunakan.

Sistem ini terbagi menjadi dua kategori yaitu dinding gravitasi yang memanfaatkan massa yang besar sebagai dinding penahan tanah (lihat Gambar 2.3) dan In Situ Wall yang mengandalkan kekuatan lentur sebagai dinding penahan tanah misalnya sheet pile wall (lihat Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Gravity Walls

9

Gambar 2.4 Sheet Pile Wall (Sumber: Coduto, 2001)

Stabilitas eksternal pada dinding penahan tanah bergantung pada kemampuan massa tanah bertulang untuk menahan beban-beban dari luar (eksternal), termasuk tekanan tanah lateral dari tanah bertulang di belakang dinding penahan dan beban yang akan bekerja di atas dinding penahan (jika ada), tanpa adanya satupun kegagalan dari mekanisme-mekanisme berikut: kegagalan akibat pergeseran sepanjang dasar dinding atau sepanjang semua plane di atas dasar dinding, penggulingan di sekitar kaki dinding penahan, kegagalan akibat daya dukung tanah pondasi, serta kegagalan stabilitas lereng global.

10

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.5 Mekanisme kegagalan dinding penahan (a) Kegagalan Pergeseran; (b) Kegagalan Penggulingan; (c) Kegagalan daya dukung tanah (d) Kegagalan stabilitas

lereng global

Metode yang biasa dipakai di mekanika tanah dan teknik pondasi dipakai untuk mengevaluasi faktor keamanan melawan mekanisme-mekanisme kegagalan di atas, antara lain sebagai berikut:

2.2.1.1 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Geser

Kuat geser material timbunan dan tanah pondasi harus cukup lebih besar untuk menahan tegangan horisontal akibat beban hidup yang dikenakan pada massa tanah bertulang. Faktor keamanan untuk dinding penahan agar dapat menahan kegagalan geser biasanya diambil sebesar 1,5 bagi sebagian besar

11 perancang dinding penahan tanah. Jika ada beban surcharge sebesar q bekerja di atasnya, tanah timbunan berupa tanah berbutir (c = 0), tekanan tanah aktif total yang ditimbun oleh tanah di belakang struktur dinding penahan bertulang dinyatakan dalam persamaan berikut:

= � + � = 2

2 + (2.1)

dimana:

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding

penahan (kN/m2)

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge (kN/m2) H = tinggi dinding penahan (m)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif � = berat isi tanah (kN/m3) q = beban surcharge (kN)

Reaksi vertikal terhadap beban berat dinding dan beban surcharge adalah: ∑ �= (�+��) � = (�+��) tan� = (�1��+��) tan� (2.2) dimana:

W = berat tanah yang diberi tulangan (kN) q = beban surcharge (kN)

L = panjang tulangan (m)

γ1 = berat isi massa tanah yang diberi tulangan (kN/m3)

δb = sudut geser tanah antara tanah dasar dan dasar dinding ( °)

12 Untuk permukaan dinding vertikal, faktor aman terhadap pergeseran dinyatakan oleh persamaan: ������� ≥ 1,5 (2.3) ������� = = (�1�+��)tan �� ����2 2 + (2.4)

Dengan menggunakaan FS sebesar 1,5 panjang tulangan yang dibutuhkan untuk stabilitas guna menahan geser dinding penahan vertikal dengan beban surcharge q dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

�= 1.5���+ �� 2 �1tan � (2.5) = tan�45°2� (2.6) dimana:

γ = berat isi tanah di belakang tanah bertulang, biasanya nilainya sama dengan γ1

ø = sudut geser tanah yang diberi tulangan, biasanya sama dengan:

Gambar 2.6 Gaya-gaya yang bekerja pada analisis stabilitas eksternal menggunakan asumsi Meyerhoff

13 2.2.1.2 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Guling

Para engineer desain biasanya akan memakai FS setidaknya sebesar 2,0 untuk kegagalan guling dinding penahan bertulang. Jumlah momen penahan (Resisting Moment) dibagi dengan jumlah momen penyebab guling (Driving Moment), nilainya harus lebih besar dari FS.

�������� = ∑ � ∑ � 2 (2.7) ∑ � = ��2 = 1 2 2 (2.8) ∑ � = 2+ 2 (2.9) dimana:

∑ � = jumlah momen penahan guling (kNm) ∑ � = jumlah momen penyebab guling (kNm)

W = berat struktur dinding penahan (kN) L = lebar struktur dinding penahan (m)

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding penahan (kN/m2)

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge (kN/m2)

Karena sifat struktur dinding penahan bertulang yang fleksibel, kegagalan struktur akibat guling jarang terjadi.

2.2.1.3 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Stabilitas Global

Baik lereng in-situ dengan tulangan maupun dinding penahan bertulang, harus memenuhi syarat stabilitas lereng global. Tanah bertulang dianggap struktur dinding penahan gravitasi. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng global

14 yang tanahnya telah diperkuat dengan tulangan geogrid (FS tulangan) diambil sebesar 2.

Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas lereng global tanah non-tulangan (FS non-non-tulangan) biasanya diambil 1,3 sampai 1,5. Dimana faktor aman dari hasil analisis tanah non-tulangan dijumlahkan dengan pembagian stabilitas momen gaya tarik tulangan geogrid dengan momen pengguling, seperti dituliskan dalam persamaan berikut:

���������� = �����−��������+ (2.10) dimana: � = ∑ � =������� (2.11) Pqh = Pq . cos ø2 (2.12) PEh = PE . cos ø2 (2.13) PE = 0,5 H2γ Ka (2.14) Pq = q H Ka (2.15) dimana:

MD = jumlah momen guling akibat gaya horizontal (kNm)

Mg = momen stabilitas (kNm)

�����−�������� = faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah non-tulangan ���������� = faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah bertulangan Tmaks = gaya tarik maksimum geogrid untuk setiap lapisan (kN/m)

Pqh = tekanan tanah aktif horizontal akibat beban q (kN/m2)

PEh = tekanan tanah aktif horisontal akibat berat sendiri tanah (kN/m2)

bi = L -Lp (garis keruntuhan dihitung sesuai dengan bidang longsor Rankine) = panjang geogrid di zona kegagalan (m)

15 2.2.2 Sistem Stabilisasi Internal

Sistem stabilisasi internal merupakan sistem yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan. Sistem ini berkembang semenjak tahun 1960 dan dibagi menjadi dua kategori yaitu Reinforced Soils dan In Situ Reinforcement. Reinforced Soil merupakan sistem yang menambah material perkuatan saat tanah diurug, sedangkan In Situ Reinforcement merupakan sistem yang menambah material perkuatan dengan cara dimasukkan ke dalam tanah.

Gambar 2.7 Mechanically Stabilized Earth (Sumber: Earth Retaining Structures Manual, 2010)

Massa tanah bertulang dibagi menjadi dua daerah, zona aktif dan zona penahan. Zona aktif berada tepat di belakang muka dinding. Pada daerah ini, tanah cenderung bergerak menjauh dari tanah di belakangnya. Tegangan yang berasal dari gerakan ini diarahkan keluar dari dinding, dan harus ditahan oleh tulangan. Gaya-gaya pada tulangan dipindahkan ke zona penahan dimana tegangan geser tanah dikerahkan di arah yang berlawanan untuk mencegah tercabutnya tulangan. Gambar 2.8 menunjukkan dua daerah yang berbeda.

16 Tulangan menahan dua daerah yang berbeda ini bersama-sama sehingga membentuk massa tanah yang menyatu.

Stabilitas internal adalah stabilitas massa tanah bertulang pembentuk dinding penahan tanah bertulang terhadap pengaruh gaya-gaya yang bekerja. Analisis stabilitas internal struktur tanah bertulang meliputi resiko-resiko sebagai berikut: putusnya tulangan dan tercabutnya tulangan dari zona penahan.

Gambar 2.8 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan

Untuk tanah dengan tulangan yang meregang atau tulangan-tulangan yang mudah meregang, fleksibel, atau tulangan-tulangan-tulangan-tulangan yang memungkinkan tanah pembentuk struktur berdeformasi relatif besar (seperti geogrid) maka digunakan K = Ka , dan bidang longsor potensialnya Rankine.

17

a) Bidang Longsor In-Situ b) Rankine

c) Bilinear

Gambar 2.9 Bidang-bidang Longsor Potensial 2.3 Tanah Bertulang

Tanah bertulang berkembang sejak diperkenalkan oleh seorang arsitek dan engineer Prancis H. Vidal pada tahun 1963, ditandai dengan: (1) Dinding penahan tanah pertama yang dibangun di Pragneres, Prancis pada 1965. (2) Kelompok struktur pertama yang dibangun di proyek jalan raya Roquebrune-Menton, selatan Prancis selama tahun 1968-1969. Sepuluh dinding penahan tanah dengan luas total permukaan dinding penahan sekitar 6600 square yard dibangun di lereng yang tidak stabil. (3) Abutment jembatan untuk jalan raya pertama (ketinggian 46 ft) dibangun Thionville di 1972. (4) Dinding penahan pertama dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1972 pada California State Highway 39 timur laut Los Angeles.

18 Terbukti, ternyata metode tanah bertulang menawarkan penghematan biaya yang signifikan jika dibandingkan dengan alternatif lain yang konvensional bagi kondisi pondasi di tempat tinggi yang sangat sulit. Komponen penyusun suatu dinding penahan tanah dengan perkuatan adalah: perkuatan atau tulangan, tanah timbunan atau tanah asli, elemen untuk lapisan luar dinding penahan. Umumnya, jenis – jenis tulangan yang dipergunakan adalah: strip reinforcement, grid reinforcement, sheet reinforcement, rod reinforcement with anchor.

2.3.1 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah

Pada tanah bertulang, mekanisme transfer tegangan tanah adalah gaya gesekan antara tanah dan perkuatan. Dengan gaya gesekan ini, tanah mentransfer tegangan gaya-gaya yang bekerja padanya kepada tulangan-tulangan tersebut. Pengetahuan tentang transfer tegangan pada tanah bertulang telah berkembang dari banyak uji gaya cabut (pullout) pada tulangan yang diletakkan pada keadaan yang sebenarnya atau pada model. Tanah dan tulangan membentuk satu kesatuan struktur yang saling menopang dan membagi beban agar dapat dipikul bersama-sama. Transfer geser dapat dilihat pada Gambar 2.10. Beban yang dapat ditransfer per luasan tulangan tergantung pada karakteristik interface tanah dan material tulangan, serta tegangan normal di antara keduanya.

19 Tegangan normal yang bekerja pada bidang kontak tanah-tulangan masih bergantung pada sifat sifat tegangan-tegangan tanah, dimana sifat ini juga dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang bekerja. Akibatnya, koefisien geser relatif antara tanah dan tulangan (μ) tidak dapat langsung ditentukan dengan satu analisis saja. Karena itu, hasil pengujian seperti uji pullout, uji geser langsung (direct shear test), uji model yang dilengkapi dengan alat-alat uji, uji struktur skala penuh sering digunakan sebagai dasar untuk memilih nilai-nilai koefisien geser relatif tanah-tulangan yang dianggap cocok dengan strukturnya. Analisis keseimbangan lokal dari bagian tulangan dalam tanah menghasilkan kondisi transfer seperti yang terlihat pada Gambar 2.11.

dT = T2 – T1 = 2 b τ (dl) (2.15) dimana:

b = lebar tulangan ; l = panjang tulangan ; T = kuat tarik ; τ = tegangan geser

sepanjang interface tanah dan tulangan.

20

Jika τ hanya dihasilkan oleh geser interface, maka:

τ = μ σv (2.16)

dimana:

σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan, μ = koefisien geser antara

tanah dan tulangan

Koefisien geser interface antara pasir, lanau dan permukaan material konstruksi yang berbeda dalam uji geser langsung adalah dalam rentang 0,5-0,8 kali tahanan geser langsung yang dapat disebarkan dalam tanah, yaitu:

μ = tan δ = (0,5 sampai 0,8) tan ø (2.17) dimana: δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata. ø = sudut geser dalam tanah

Jika nilai σv diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghitung nilai

batasan tahanan pullout tulangan. Tetapi, perhitungan sederhana tak dapat sepenuhnya diandalkan karena tegangan normal efektif berubah oleh interaksi tulangan dan tanah. Lebih spesifik lagi, regangan geser dibebankan di atas tanah berbutir yang padat, tanah akan cenderung mengembang. Jika kecenderungan untuk menggembung dikendalikan sebagian (yaitu: pertambahan volume dicegah sebagian) dengan kondisi batas, tegangan confining lokal dapat naik secara signifikan. Untuk tanah yang telah diketahui kerapatannya, kecenderungan untuk mengembang berkurang seiring meningkatnya tegangan confining. Oleh karena itu, efek mengembang pada koefisien geser dihitung dari uji pullout. Lagipula, dengan kemungkinan yang hanya dimiliki geotekstil, tidak ada tulangan yang mempunyai permukaaan rata dan halus sepanjang permukaannya. Oleh sebab itu, koefisien geser yang paling dapat dipercaya diukur dari pengukuran langsung

21 (tampak). Nilainya yang ditentukan disebut sebagai koefisien geser efektif atau tampak, dan biasanya diambil dari tegangan geser tersebar rata-rata sepanjang tulangan dibagi dengan tegangan normal dari tekanan overburden.

2.3.2 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser.

Garis keruntuhan (failure envelope) sebenarnya berbentuk garis lengkung. Namun, untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser (Coulomb, 1776), seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.

22 Persamaan parameter tanah dapat kita tuliskan sebagai berikut:

τf= c + σ tan ø (2.18)

Dimana:

τf = tegangan geser (kN/m2)

c = kohesi

σ = tegangan normal (kN/m2) ø = sudut geser dalam tanah ( °)

Berarti, meningkatkan kekuatan geser tanah adalah dengan cara meningkatkan parameter kekuatan geser tanah. Dengan memakai tulangan, parameter kekuatan geser tanah bertambah, sehingga struktur semakin kuat menahan beban. Oleh karena itu, tulangan disebut sebagai material perkuatan. Berikut adalah sebagian hal-hal yang mempengaruhi kekuatan geser tanah:

2.3.2.1 Koefisien Geser Tampak

Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan para ahli melalui pengujian-pengujian menunjukkan bahwa besarnya tegangan normal yang terjadi bergantung pada interaksi antara tanah dan tulangan atau koefisien geser tampak (μ*). Untuk mendapatkan koefisien geser tampak, maka dilakukanlah uji pullout.

Pada uji pullout, tulangan ditarik dari massa tanah dan kurva antara displacement-gaya pullout dicatat. Akibat dari dilatansi tanah yang bertambah di sekeliling tulangan, tegangan normal yang bekerja pada permukaan tulangan sebenarnya telah diketahui.

23 Uji pullout hanya menghasilkan koefisien geser tampak (μ*) yang ditentukan oleh perbandingan :

� ∗ = τ

σ= τ

2bLσv (2.19)

dimana:

τ = tegangan geser rata-rata sepanjang tulangan (kN/m2)

σv = tegangan overburden (kN/m2) T = gaya pullout yang bekerja b = lebar tulangan (m)

L = panjang tulangan (m)

Angka 2 di atas, menunjukkan bahwa gaya geser bekerja pada dua sisi tulangan, sisi lebar dan panjang.

Pada tanah berbutir yang padat, nilai μ* biasanya lebih besar dari nilai yang diperoleh dari uji geser langsung, hal ini disebabkan oleh tanah berbutir padat di sekeliling tulangan cenderung meningkatkan volumenya, yaitu menggembung selama diberikan tegangan geser. Ketika tulangan tanah berupa lembaran berusuk digunakan, rusuk-rusuk tersebut menyebabkan daerah geser semakin luas. Baik peningkatan pada volume daerah geser atau peningkatan tegangan lokal yang disebabkan oleh dilatansi tanah, dapat menghasilkan peningkatan koefisien geser tampak, μ*. Informasi mengenai faktor yang mempengaruhi koefisien geser tampak μ*, telah ditinjau kembali dan disimpulkan oleh Schlosser dan Elias (1978), McKittrick (1978), dan Mitchell dan Schlosser (1979). Datanya menghasilkan pertanda bahwa nilai puncak dan residual μ* merupakan fungsi dari sifat alamiah tanah (butiran dan sudut butiran), karakteristik geser tanah, kepadatan tanah, tekanan efektif overburden, faktor

24 geometrik dan kekasaran permukaan tulangan, kekakuan tulangan, dan jumlah pasir halus pada timbunan di belakang dinding penahan-faktor ini termasuk yang paling penting.

Pada tulangan yang permukaannya halus, μ* = tan δ (2.20) Pada tulangan yang berusuk, μ* = 1.2 + log Cu pada z = 0 (2.21)

μ* = tan pada z ≥ 6 m (2.22) dimana:

Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan ditentukan oleh USCS

ø = sudut geser dalam tanah ( °)

μ* pada kedalaman 0-6 m, diambil bervariasi secara linear.

2.3.2.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden

Sudut geser yang bekerja pada tanah bertulang ada 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Sudut Geser Dalam Tanah (ø)

2. Sudut Geser antara Tanah dan Tulangan (δ)

Uji pullout pada tulangan yang dilakukan pada struktur yang sebenarnya, sebaik yang dilakukan di laboratorium dengan memakai pasir padat, telah menunjukkan bahwa nilai koefisien geser tampak menurun ketika tegangan vertikal overburden meningkat. Hal ini lebih jelas tampak pada kasus pemakaian tulangan yang berusuk daripada tulangan yang permukaannya halus. Penurunan

μ* karena dilatansi berkurang ketika tekanan keliling bertambah. Di bawah tegangan overburden yang tinggi, nilai μ* mendekati nilai tan , untuk tulangan yang berusuk yang juga menyebarkan geser antara butiran tanah ke butiran tanah

25 lainnya. Nilai μ* juga mendekati nilai tan δ, untuk tulangan yang permukaannya

halus.

Mekanisme kenaikan kuat geser tanah yang diperkuat telah diterangkan menurut beberapa cara:

1. Menurut Schlosser dan Vidal (1969), kuat pullout tulangan dan transfer tegangan dalam tanah ke tulangan menghasilkan kohesi tampak (apparent cohesion).

2. Dengan dipakainya tulangan pada tanah, juga berakibat naiknya tegangan kekang, hal ini dikemukakan oleh Yang (1972).

3. Basset dan Last (1978) menganggap bahwa tulangan memberikan tahanan anisotropis terhadap pergeseran tanah searah dengan tulangan.

4. Konsep kelakuan tanah dibuktikan oleh Schlosser dan Long (1972) dari hasil uji Triaksial pada contoh tanah yang diberikan tulangan dengan lembaran-lembaran alumunium, bahwa dalam tegangan confining kecil, tanah akan runtuh akibat penggelinciran. Dengan adanya tulangan, kekuatan sistem bertambah akibat pengaruh kohesi tampak.

26

Gambar 2.14 Konsep naiknya confinement tanah bertulang.

Pada daerah dimana terjadinya keruntuhan akibat putusnya tulangan, kekuatan bertambah karena konsep kohesi anisotropis tampak yang dijelaskan dalam diagram Mohr pada Gambar 2.14. c’R adalah kohesi tampak yang

dihasilkan tulangan. σ1R adalah peningkatan tegangan utama mayor pada saat

keruntuhan. Sudut geser dari pasir bertulang diambil sama dengan pasir tanpa tulangan, yang berdasarkan asumsi yang sesuai, dijelaskan pada Gambar 2.15.

27 Untuk tulangan yang mempunyai tahanan retak tarik (RT) dan spasi vertikal antara lapis tulangan horizontal Sv, geometri yang ditunjukkan pada Gambar 2.15 menghasilkan: � = ���� 2� (2.23) dimana: Kp = tan2 (45 + 2) (2.24)

Seperti yang dinyatakan Yang (1972), kenaikan Δσ3R yang tampak pada tekanan

confining efektif minor saat keruntuhan adalah:

Δσ3R =

(2.25)

Persamaan garis keruntuhan:

1� = ��3�+

� � (2.26)

2.4 Tekanan Tanah Lateral

Analisis tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.

2.4.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)

Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena

28 dalam Gambar 2.16. σv dan σh masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan atau ke kiri dari posisi awal, maka massa tanah berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau

k0 = σh

σv (2.27)

σv =γz (2.28)

σh = k0(γz) (2.29)

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan oleh Jaky (1944):

k0 = 1 – sin θ (2.30)

Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated):

k0 = 0,95 – sin θ (2.31)

Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan (1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain:

29 Dimana: PI = Indeks Plastis Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (overconsolidated):

k0(over consolidated) = k0(normaly consolidated)√��� (2.33)

Dimana: OCR = overconsolidation ratio

OCR = tekananpraconsolidasi

tekananvertikalakibatlapisantanahdiatasnya (2.34)

Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan.

Jadi: �0 = 1

2 02 (2.35)

Gambar 2.16 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada

dinding penahan.

2.4.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke

30 suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyelidiki keadaan tegangan di dalam tanah yang berada pada kondisi keseimbangan plastis.

Gambar 2.17 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah.

Kondisi Aktif

Tegangan-tegangan utama arah vertikal dan horisontal (total dan efektif) pada elemen tanah di suatu kedalaman adalah berturut-turut σv dan σh. Apabila dinding penahan tidak diijinkan bergerak sama sekali, maka σh = Ko σv. Kondisi

tegangan dalam elemen tanah tadi dapat diwakili oleh lingkaran berwarna kuning. Akan tetapi, bila dinding penahan tanah diijinkan bergerak menjauhi massa tanah di belakangnya secara perlahan-lahan, maka tegangan utama arah horisontal akan berkurang secara terus-menerus. Pada suatu kondisi yakni kondisi keseimbangan plastis, akan dicapai bila kondisi tegangan di dalam elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran berwarna merah dan kelonggaran di dalam tanah terjadi. Keadaan tersebut di atas dinamakan sebagai kondisi aktif menurut Rankine” (Rankine’s

31 Active State); tekanan (σh’) yang terlingkar berwarna biru merupakan tekanan tanah aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active Earth Pressure).

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan aktifnya adalah:

Kα = 1−sinθ 1+sinθ= tan245 θ 2 [�]�����= [�]����� = tan245 θ2 (2.36)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil), perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizo ntal untuk kondisi aktif adalah:

h]aktif = K

ασv 2CKα (2.37)

Kondisi Pasif

Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh Lingkaran Mohr berwarna kuning. Apabila dinding penahan tanah didorong secara

perlahan-lahan ke arah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama σh akan

bertambah secara terus-menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan kondisi tegangan elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna merah. Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi, disebut kondisi pasif menurut Rankine (Rankine’s passive state). Tegangan utama besar (major principal stress, σh’), dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine

Dokumen terkait