• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari hasil analisa serta permasalahan yang ada pada skripsi ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Energi Angin

Energi yang tersedia pada angin pada dasarnya adalah energi kinetik dengan massa yang besar bergerak diseluruh permukaan bumi. Blade/sudu pada turbin angin menyerap energi kinetik ini, yang kemudian di transformasikan dalam bentuk mekanikal atau elektrik, tergantung pada akhir penggunaan energi tersebut. Efisiensi mengubah angin ke bentuk energi lain yang berguna sangat bergantung pada efisiensi dimana rotor saling berhubungan dengan aliran angin.

Angin merupakan massa udara yang bergerak. Pergerakan massa udara ini diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain, hal ini dapat diakibatkan karena perbedaan distribusi energi radiasi matahari, tutupan awan serta dinamika disekitarnya. Energi angin dapat dikonversi atau ditransfer ke dalam bentuk energi lain seperti listrik atau mekanik dengan menggunakan turbin atau turbin angin. Oleh karena itu, turbin angin sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin (SKEA).

Energi kinetik dari aliran angin dengan massa m dan bergerak dengan kecepatan V dapat diberikan dengan:

� = 1

2 ��2(Lit. 6 hal. 20) … … … (1)

Mempertimbangkan rotor angin melewati area A terbuka pada aliran angin ini. Energi kinetic aliran angin yang tersedia untuk turbin dapat dihitung dengan:

� = 1

2���2(Lit. 6 hal. 20). . … … . … … … (2)

Dimana � adalah massa jenis udara dan v adalah volume udara yang tersedia untuk rotor. Udara saling berinteraksi dengan rotor per satuan waktu di daerah yang sama pada rotor (AT) dan ketebalan sama dengan kecepatan angin (V).

Karena energi per satuan waktu itu adalah daya, dapat ditunjuk dengan:

�= 1

2�3(Lit. 6 hal. 23) … … … . (3)

Dapatdilihat bahwa faktor yang mempengaruhi kekuatan tersedia pada aliran angin adalah kepadatan udara, daerah rotor angin dan kecepatan angin.

Gambar 2.1 Skema udara bergerak ke arah turbin angin (Sumber : Mathew, 2006)

2.2.Daya Turbin Angin Dan Torsi

Daya teoritis yang tersedia pada angin ditunjukkan pada persamaan (3). Akan tetapi, turbin tidak bisa mengekstrak sepenuhnya daya dari angin. Ketika angin melewati turbin, sebagian energi kinetiknya dialihkan ke rotor dan membawa sisa energi jauh dari turbin.Daya aktual dihasilkan oleh rotor akan di putuskan oleh efisiensi dimana energi yang ditransfer dari angin menuju rotor berada pada posisinya. Efisiensi ini dikenal sebagai koefisien daya (Cp). Jadi, koefisien daya rotor dapat didefinisikan sebagai rasio daya aktual yang dikembangkan oleh rotor dengan daya teoritis pada angin. Karenanya:

= 2

3(Lit. 6 hal. 23) … … … . (4) Dimana PT adalah daya turbin. Koefisien daya turbin tergantung pada banyak faktor seperti profil sudu turbin, susunan sudu, dudukan dan lain - lain. Perancang akan berusaha menetapkan parameter – parameter ini pada tingkat

optimum supaya mencapai Cp maksimum pada cakupan luas kecepatan angin. Gaya dorong pada rotor (F) dapat dinyatakan dengan:

� =1

2�2(Lit. 6 hal. 23) … … … . (5)

Oleh karena itu dapat ditunjukan torsi rotor (T) dinyatakan dengan:

�= 1

2�2� (Lit. 6 hal. 23) … … … . (6)

Dimana R adalah radius rotor. Rasio torsi aktual yang dikembangkan oleh rotor dan daya torsi teoritis dikenal sebagai koefisien torsi (CT). jadi koefisien torsi dinyatakan dengan:

= 2

2(Lit. 6 hal. 23) … … … . (7)

Diman TT adalah torsi aktual yang dikembangkan oleh rotor.

Daya yang terdapat pada rotor pada kecepatan angin tertentu sangat bergantung pada kecepatan relative diantara ujung rotor dan angin. Sebagai contoh, anggap situasi dimana rotor berputar dengan kecepatan rendah dan angin mendekati rotor dengan kecepatan sangat tinggi.

Dengan kondisi ini, sudu bergerak lambat, sebagian aliran udara mengalir mendekati rotor mungkin menerobos tanpa saling berinteraksi dengan sudu dan tanpa pemindahan daya. Dengan cara yang sama, jika rotor berputar cepat dan kecepatan angin rendah, aliran udara mungkin membelok dari turbin dan energi mungkin hilang dalam kaitan dengan tubulensi dan pergantian pusaran (vortex shedding). Pada kedua peristiwa diatas, interaksi antara rotor dan aliran udara tidak efisien dan akan menghasilkan koefisien daya yang rendah.

Rasio antara kecepatan pada ujung rotor dan kecepatan angin dikenal sebagai Tip Speed Ratio (λ). Jadi:

�=� Ω

=

2���

(Lit. 6 hal. 24) … … … . (8)

Dimana Ω adalah kecepatan sudut, dan N adalah kecepatan putaran rotor. Koefisien daya dan koefisien torsi berbeda dengan tip speed ratio. Tip speed ratio

optimum ditentukan rotor dimana pindahan energi yang paling efisien dan koefisien daya maksimum (CP max).

Gambar 2.2 Variasi Tip Speed Ratio Dan Koefisien Daya CP Pada Berbagai Jenis Turbin Angin

(Sumber : Hau, 2006)

Hubungan antara koefisien daya dan tip speed ratio:

= 2

�3 = 2 Ω

2(Lit. 6 hal. 24) … … … . (9)

Perbangdingan persamaan 2.1 dan 2.2, didapat:

=

�Ω

= (Lit. 6 hal. 24) … … … . (10)

Jadi, tip speed ratio adalah perbandingan rasio antara koefisien daya dan koefisien torsi dari rotor.

2.3.Turbin Angin

Sejak permulaan teknologi energi angin, mesin dengan berbagai jenis tipe dan bentuk telah didesain dan dikembangkan hampir diseluruh dunia. Sebagian dari desain inovatif ini tidak diterima secara komersial. Meskipun beberapa cara menggolongkan turbin angin, maka pada saat ini hanya digolongakan berdasarkan sumbu rotasi turbin angin tersebut yaitu turbin angi poros horizontal dan turbin angin poros vertikal.

2.3.1.Tubin Angin Sumbu Horizontal (TASH)

Turbin angin dengan sumbu horizontal mempunyai sudu yang berputar dalam bidang vertikal seperti halnya propeler pesawat terbang. Turbin angin biasanya mempunyai sudu dengan bentuk irisan melintang khusus di mana aliran udara pada salah satu sisinya dapat bergerak lebih cepat dari aliran udara di sisi yang lain ketika angin melewatinya. Fenomena ini menimbulkan daerah tekanan rendah pada belakang sudu dan daerah tekanan tinggi di depan sudu. Perbedaan tekanan ini membentuk gaya yang menyebabkan sudu berputar.

Karena sebuah menara menghasilkan turbulensi di belakangnya, turbin biasanya diarahkan melawan arah anginnya menara. Bilah-bilah turbin dibuat kaku agar mereka tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan tinggi. Sebagai tambahan, bilah-bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit dimiringkan. Karena turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan realibilitas begitu penting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan arah angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut arah angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilah-bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu

Gambar 2.3 Turbin angin jenis upwind dan downwind (Sumber : Mathew, 2006)

 Kelebihan Turbin Angin Sumbu Horizontal

— Dasar menara yang tinggi membolehkan akses ke angin yang lebih kuat di tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah angin antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfir bumi. Di sejumlah lokasi geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin meningkat sebesar 20%.

 Kelemahan Turbin Angin Sumbu Horizontal

— Menara yang tinggi serta bilah yang panjangnya bisa mencapai 90 meter sulit diangkut. Diperkirakan besar biaya transportasi bias mencapai 20% dari seluruh biaya peralatan turbin angin.

— TASH yang tinggi sulit dipasang, membutuhkan derek yang sangat tinggi dan mahal serta para operator yang terampil.

— Konstruksi menara yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah yang berat, gearbox, dan generator.

— TASH yang tinggi bisa memengaruhi radar airport.

— Ukurannya yang tinggi merintangi jangkauan pandangan dan mengganggu penampilan lansekap.

— Berbagai varian downwind menderita kerusakan struktur yang disebabkan oleh turbulensi.

— TASH membutuhkan mekanisme kontrol yaw tambahan untuk membelokkan turbinke arah angin.

2.3.2.Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)

Turbin angin sumbu vertikal/tegak (atau TASV) memiliki poros/sumbu rotor utama yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak harus diarahkan ke angin agar menjadi efektif.Kelebihan ini sangat berguna di tempat-tempat yang arah anginnya sangat bervariasi.VAWT mampu mendayagunakan angin dari berbagai arah. Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di dekat tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk keperluan perawatan.Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda padat melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat turbinberputar. Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah bangunan.

Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga yang tersedia adalahenergi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan obyek yang lain mampumenciptakan aliran yang bergolak, yang bisa menyebabkan berbagai permasalahan yangberkaitan dengan getaran, diantaranya kebisingan dan bearing wear yang akanmeningkatkan biaya pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggipuncak atap yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, inimerupakan titik optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi angin yangminimal.

Gambar 2.4 Jenis turbin angin sumbu vertikal (Sumber : Mathew, 2006)

 Kelebihan Turbin Angin Sumbu Vertikal

— Tidak membutuhkan struktur menara yang besar

— Karena bilah-bilah rotornya vertikal, tidak dibutuhkan mekanisme yaw.

— Sebuah TASV bisa diletakkan lebih dekat ke tanah, membuat pemeliharaan bagian-bagiannya yang bergerak jadi lebih mudah — TASV memiliki sudut airfoil (bentuk bilah sebuah baling-baling

yang terlihat secara melintang) yang lebih tinggi, memberikan keaerodinamisan yang tinggi sembari mengurangi drag pada tekanan yang rendah dan tinggi

— Desain TASV berbilah lurus dengan potongan melintang berbentuk kotak atau empat persegi panjang memiliki wilayah tiupan yang lebih besar untuk diameter tertentu daripada wilayah tiupan berbentuk lingkarannya TASH

— TASV tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah. — Turbinpada TASV mudah dilihat dan dihindari burung.

— TASV memiliki kecepatan awal angin yang lebih rendah daripada TASH. Biasanya TASV mulai menghasilkan listrik pada 10km/jam (6 m.p.h.)

— TASV bisa didirikan pada lokasi-lokasi dimana struktur yang lebih tinggi dilarang dibangun.

— TASV biasanya memiliki tip speed ratio (perbandingan antara kecepatan putaran dari ujung sebuah bilah dengan laju sebenarnya angin) yang lebih rendah sehingga lebih kecil kemungkinannya rusak di saat angin berhembus sangat kencang.

— TASV yang ditempatkan di dekat tanah bisa mengambil keuntungan dari berbagai lokasi yang menyalurkan angin serta meningkatkan laju angin (seperti gunung atau bukit yang puncaknya datar dan puncak bukit)

 Kelemahan Turbin Angin Sumbu Vertikal

— Kebanyakan TASV memproduksi energi hanya 50% dari efisiensi TASH karena drag tambahan yang dimilikinya saat turbinberputar — TASV tidak mengambil keuntungan dari angin yang melaju lebih

kencang di elevasi yang lebih tinggi

— Kebanyakan TASV mempunyai torsi awal yang rendah, dan membutuhkan energi untuk mulai berputar

— Sebuah TASV yang menggunakan kabel untuk menyanggahnya memberi tekanan padabantalan dasar karena semua berat rotor dibebankan pada bantalan. Kabel yang dikaitkanke puncak bantalan meningkatkan daya dorong ke bawah saat angin bertiup

2.4. Karakteristik Rotor Angin

Gambar 2.5 Karakteristik performance rotor angin (Sumber : Mathew, 2006)

Efisiensi dimana sebuah rotor dapat mengekstrak daya dari angin bergantung pada kesamaan dinamik antara rotor dan aliran angin. Karenanya,

CP

penampilan dari suatu rotor angin adalah biasanya dikarakterisasi oleh variasi-variasi dalam koefisien daya nya dengan Tip Speed Ratio. Hubungan antara CP - λ bisa disimpulkan untuk suatu desain rotor yang khas, itu dapat lebih lanjut diterjemahkan pada kurva daya kecepatan dari rotor untuk penerapan praktis.

Kurva CP – λ tertentu untuk rotor yang berbeda ditunjukakn pada gambar 2.5 Secara umum, awalnya koefisien daya turbin bertambah dengan tip speed ratio yang mencapai puncak pada λ tertentu dan selanjutnya berkurang dengan peningkatan dalam rasio kecepatan puncak. Variasi dalam Cp dengan λ tergantung pada beberapa ciri disain rotor.Rotor dengan multibilah Amerika menunjukkan koefisien daya yang paling rendah dan bekerja pada rasio kecepatan rendah dengan angin. Nilai tertentu untuk koefisien daya puncaknya adalah 14% pada rasio kecepatan puncak 0.8. Namun, hal tersebut memiliki soliditas yang tinggi sehingga getaran awal yang tinggi membuatnya menjadi menarik untuk memompa air. Turbin dengan baling-baling dua dan tiga bilah serta desain Darrieus bekerja pada tip speed ratio yang lebih tinggi dan menunjukkan efisiensi yang lebih baik. Dengan demikian, hal tersebut sesuai untuk generator elektrik tenaga angin.

Rotor Savonius dengan soliditas yang tinggi bekerja pada rasio kecepatan puncak yang lebih rendah. Walaupun secara teoritis diperlihatkan bahwa efisiensi puncak dari rotor tersebut tidak dapat melewati batas 20%, namun Savonius dilaporkan memiliki efisiensi puncak 31% dalam test wind tunnel dan 37% di udara bebas. Efisiensi mulai dari 25-35% dilaporkan dalam beberapa penelitian tentang rotor. Nilai ini cukup impresif karena rotor lebih mudah dibuat dan biaya yang lebih murah.

Albert Betz, ahli Fisika Jerman pada tahun 1962 sudah menentukan batasan untuk koefisien daya maksimum untuk gulungan rotor yang ideal. Dia menggunakan teori aksial momentum dalam bentuknya yang paling sederhana untuk analisanya dan menyatakan bahwa koefisien daya teoritis maksimum dari turbin angin, terutama di operasikan oleh gaya angkat yakni 16/27 (59.3 %). Hal ini disebut dengan batasan bets. Pada sisi lain, koefisien daya yang diharapkan dari hambatan mesin tersebut adalah 8/27. Oleh karena itu, mesin angkat lebih dipilih daripada mesin hambat untuk konversi energi angin. Perlu dicatat bahwa

hal ini merupakan nilai teoritis dan beberapa turbin hambat seperti rotor Savonius yang menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam evaluasi lapangan.

2.5. Teori Momentum Elementer Betz’

Teori momentum elementer Betz sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin padaturbin angin. Kecepatan aliran udara berkurang dan garis aliran membelok ketika melalui rotor dipandang pada satu bidang. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan sebagian energi kinetik angin diserap oleh rotor turbin angin. Pada kenyataannya, putaran rotor menghasilkan perubahan kecepatan angin pada arah tangensial yang akibatnya mengurangi jumlah total energi yang dapat diambil dari angin.

Walaupun teori elementer Betz telah mengalami penyederhanaan, namun teori ini cukup baik untuk menjelaskan bagaimana energi angin dapat dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya.

Energi kinetik dari suatu massa udara m bergerak pada kecepatan v dapat dinyatakan sebagai:

� = 1

2��2(Lit. 4 hal. 81) … … … . . (11)

mempertimbangkan suatu luas daerah tertentu A, dimana udara lewat dengan kecepatan v, volume V melalui selama suatu satuan waktu yang tertentu, jadi yang disebut dengan volume aliran adalah:

�̇ = �� (Lit. 4 hal. 81) … . … … … (12)

dan laju aliran massa dengan density ρ adalah:

�̇=��� (Lit. 4 hal. 82). … … … (13) persamaan yang menyatakan energi kinetik melalui penampang A pada setiap satuan waktu dapat dinyatakan sebagai daya yang melalui penampang A adalah:

�= 1

Energi dapat diambil dari angin dengan mengurangi kecepatannya. Artinya kecepatan udara dibelakang rotor akan lebih rendah daripada kecepatannya. Berarti kecepatan udara di belakang rotor akan lebih rendah daripada kecepatan udara didepan rotor.

Energi mekanik yang diambil dari angin satuan waktu didasarkan pada perubahan kecepatannya dapat dinyatakan dengan persamaan :

�= 1

2��1�131

2��2�23 =1

2�(�1�13 − �2�23)(Lit. 4 hal. 82) … … (15)

Gambar 2.6 Model Aliran dari Teori Momentum Beltz (Sumber:Hau, 2006)

Maka:

�=1

2�̇ ��12− �22�(Lit. 4 hal. 83)… … … (16)

dari persamaan (16) dapat disimpulkan bahwa daya terbesar yang diambil dari angin adalah jika bernilai nol, yaitu angin berhenti setelah melalui rotor, namun hal ini tidak dapat terjadi karena tidak memenuhi hukum kontinuitas. Energi angin yang diubah akan semakin besar jika semakin kecil, atau dengan kata lain rasio harus semakin besar.

Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnya daya yang dapat diambil adalah persamaan momentum :

� = �̇(�1−�2)(Lit. 4 hal. 83) … … … (17) sesuai dengan hukum kedua Newton bahwa gaya aksi akan sama dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama dengan gaya hambat

oleh rotor yang menekan udara kearah yang berlawanan dengan arah gerak udara. Daya yang diperlukan untuk menghambat aliran udara adalah :

� = �� =�̇(�1−�2)�(Lit. 4 hal. 83) … … … . . (18)

kedua persamaan diatas digabungkan menunjukkan hubungan : 1

2�̇(�12− �22) =�̇(�1− �2)�(Lit. 4 hal. 83) … … … (19)

Sehingga:

= 1

2(�1− �2)(Lit. 4 hal. 83) … … … (20) Maka kecepatan aliran udara ketika melalui rotor adalah:

= �1+�2

2 (Lit. 4 hal. 83) … … … (21)

Laju aliran massa menjadi:

�̇ = ��� =1

2��(�1+�2)(Lit. 4 hal. 83). . … … … . (22)

maka besarnya keluaran daya mekanik yang telah diubah adalah :

� = 1

4��(�12− �22)(�1+�2)(Lit. 4 hal. 84) … … … (23)

Untuk melengkapi uraian dari besarnya keluaran daya mekanik ini, harus dibandingkan dengan daya yang terkandung pada aliran angin yang melewati luasan area A yang sama, yaitu persamaan (13), besarnya rasio perbandingan antara keluaran daya mekanik yang telah diubah dari energi angin dengan daya yang terkandung pada angin Po disebut dengan “power coefficient” Cp dengan persamaan : � = � � = 1 4����12− �22�(�1+�2) 1 2���13 (Lit. 4 hal. 84).. … … … (24)

Koefisien daya tersebut dapat diubah menjadi fungsi dari perbandingan kecepatan U2/U1, yaitu :

= � � = 1 2�1− �212� �1 +�21�(Lit. 4 hal. 84) … … … (25)

Koefisien daya hasil dari konversi daya angin ke daya mekanis turbin tergantung pada perbandingan dari kecepatan angin sebelum dan sesudah dikonversikan. Jikaketerkaitan ini di plot ke dalam grafik, secara langsung solusi analitis juga dapat ditemukan dengan mudah. Dapat dilihat bahwa koefisien daya mencapai maksimum pada rasio kecepatan angin tertentu seperti pada terlihat pada gambar.

Gambar 2.7 Koefisien Daya Berbanding Dengan Rasio Kecepatan Aliran Sebelum dan Setelah Konversi Energi

(Sumber :Hau, 2006)

Dengan U2/U1 = 1/3, besarnya effisiensi teoritis atau ideal atau maksimum dari turbin angin Cp adalah :

= 16

27= 0,593 (Lit. 4 hal. 85) … … … . (26)

Denga kata lain, turbin angin dapat mengkonversikan tidak lebih dari 60% tenaga total angin menjadi tenaga berguna. Betz adalah orang pertama yang menemukan nilai ini, untuk itu nilai ini disebut juga dengan Betz factor. Mengetahui bahwa koefisien daya maksimum yang ideal dicapai pada U2/U1=1/3, kecepatan angin yang melalui rotor menjadi :

=2

3�1(Lit. 4 hal. 85) … … … (27)

dan kecepatan setelah melewati turbin U2 menjadi : �2 =1

3�1(Lit. 4 hal. 85) … … … . (28)

Gambar berikut menunjukkan asumsi bahwa roda turbin mempunyai ketebalan a-b , tekanan masuk PO dan V1 dan pada bagian keluar P2 dan V2. V2 lebih kecil dari pada V1 karena energi kinetiknya telah diambil oleh sudu turbin.

Gambar 2.8Kondisi aliran udara melalui satu disk ideal membentuk konverter tenaga dengan kemungkinan ekstraksi maksimum dari gaya mekanis

(Sumber : Hau, 2006)

2.6.GAYA AERODINAMIK PADA ROTOR

Teori momentum betz’s menunjukkan nilai yang ideal untuk daya yang di ekstrak dari aliran udara tanpa mempertimbangkan desain dari rotor turbin itu sendiri. Gaya aerodinamis yang digunakan rotor sangat mempengaruhi daya mekanik yang dihasilkan. Ada dua macam gaya yang menggerakan rotor pada turbin angin, yaitu gaya lift dan drag. Gaya lift adalah gaya pada arah tegak lurus

arah aliran yang dihasilkan ketika fluida bergerak melalui benda yang berpenampang airfoil. Jika penampang airfoil menyapu udara dengan kecepatan tertentu maka tekanan udara pada bagian atas sayap akan lebih kecil dari bagian bawah sayap, hal ini menyebabkan adanya gaya angkat pada sayap tersebut yang disebut gaya lift. Sedangkan gaya drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda.

2.6.1. Aerodinamik Hambatan (drag)

Menurut Hau (2006) jenis yang paling sederhana dalam mengkonversi energi dapat dicapai dengan cara penerapan hambatan atau drag murni pada suatu permukaan seperti pada gambar. Udara yang mengenai permukaan A dengankecepatan Uw, maka daya yang dapat ditangkap P, dapat dihitung dari aerodinamis hambatan D, luas penampang A dan kecepatan U adalah :

�= � ∙ �(Lit. 4 hal. 86) … … … (29)

Gambar 2.9 Kondisi aliran dan Gaya Aerodinamis pada Turbin Jenis Drag (Sumber : Hau, 2006)

Mesin drag ideal terdiri dari alat dengan permukaan penghalang digerakkan angin atau flaps bergerak paralel terhadap aliran angin merata dengan kecepatan Uo. Perbedaan tekanan jarak lintas stasioner flap dijaga tegak lurus terhadap kecepatan angin.

Untuk flap dengan luas sapuan A bergerak dengan kecepatan v, gaya drag penggerak maksimum adalah:

��� =��(�− �)2

Koefisien hambat (drag) CD tak berdimensi adalah digunakan untuk menggambarkan alat dilihat dari yang ideal, sehingga gaya hambat menjadi:

= � ∙ ��(�− �)2

2 (Lit. 4 hal. 87) … … … . . (31)

Daya yang ditangkap flap adalah:

=� =�∙ ��(� − �)2

2(Lit. 4 hal. 87) … … … . (32)

Daya maksimum pada nilai v saat� =�⁄3, sehingga:

��� =274���3

2 (Lit. 4 hal. 87) … … … (33)

Koefisien daya CPdidefenisikan dari persamaan (23) didapat:

��� =���3 2 (Lit. 4 hal. 87) … … … (34) Sehingga ���� = 4 27�(Lit. 4 hal. 87) … … … . (35)

Nilai CD dari mendekati nol sampai titik maksimum, maksimum kira – kira 1,5 untuk bentuk cekung yang digunakan pada anemometer standard. Dengan demikian, koefisien daya maksimum untuk drag machine adalah:

��� ≈ �274�(1,5) = 6

27= 22% (Lit. 4 hal. 85). . … … … . (36)

Hal ini dibandingkan dengan kriteria Betz’ untuk turbin ‘ideal’ dengan � =

16

27 = 59 % . Ditunjukkan bahwa turbin tipe lift memiliki koefisien daya 30% lebih besar dari perhitungan yang mungkin dicapai berdasarkan pendekatan kriteria Betz‟. Daya ekstraksi dari drag machine dapat ditingkatkan dengan penggabungan flap atau dengan memperbaiki konsentrasi aliran angin. Cara memperbaiki drag machine memiliki hal yang sama dengan rotor turbin Savonius.

Tabel 2.1 Koefisien – koefisien Hambat yang Khas Bagi Berbagai Silinder Dalam Aliran Dua Dimensi (sumber:Alvian, 2011)

Menurut Reksoatmodjo (2005), untuk penerapan teori Betz pada turbine angin Savonius perlu memperhatikan penyimpangan-penyimpangan dari asumsi-asumsi yang digunakan oleh Betz.

Pertama, Betz mengansumsikan jumlah sudu-sudu turbin tak terhingga, sedangkan pada turbin Savonius jumlah sudu-sudu hanya dua. Kedua, Betz mengasumsikan aliran udara laminar, sedangkan dalam

kenyataannya terutama pada kecepatan angin pada bilangan Beaufort Bn ≥10 atau ≥26 m/s aliran udara diperkirakan tidak

sepenuhnya laminar sehingga pengaruh bilangan Reynold akan menentukan besar-kecilnya koefisien hambatan Cd.

Jika sudu-sudu berbentuk setengah bola Cd = 1.42 kalau angin berhembus pada sisi cekung dan Cd = 0.34 jika angin berhembus pada sisi cembung (Bilangan Reynold 104 < NR <106) (Hughes dan Brighton, 1967:85 dalam Reksoatmodjo, 2005). Untuk sudu – sudu berbentuk setengah silinder harga-harga itu sama dengan 2.3 dan 1.2 (Bilangan Reynold 4 x 104) (Streeter, 1996).

2.6.2. Aerodinamik Angkat (lift)

Jika bentuk sudu rotor memungkinkan pemanfaatan aerodinamis lift, koefisien daya yang lebih tinggi dapat dicapai. Analog dengan kondisi yang ada dalam kasus pesawat airfoil, pemanfaatan gaya lift sangat meningkatkan efesiensi (gambar 2.12).

Gambar 2.10 Gaya aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara. (Sumber: manwell. 2002)

2.7 Wind Pump (Pompa Tenaga Angin)

Sumber energi terbarukan yang paling umum digunakan untuk pemompaan

Dokumen terkait