• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan kesimpulan mengenai masalah yang timbul pada saat melaksanaan penelitian dan juga kesimpulan bab - bab terdahulu serta saran - saran terhadap pelaksanaan agar lebih baik dimasa yang akan datang.

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya untuk kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak merupakan sarana yang memberi pelayanan kepada masyarakat di bidang Perpajakan.

Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jendral Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”

Visi tersebut menjelaskan bahwa Direktora Jendral Pajak ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa Direktora Jendral Pajak melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya Direktora Jendral Pajak memastikan masyarakat yakin bahwa sistem administrasi perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang - Undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien. Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nilai Direktorat Jenderal Pajak

Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”

Profesionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma - norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma - norma profesi, etika dan sosial.”

Sinergi

“Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dari pengertian ini terlihat dua dimensi sinergi yang selayaknya terjalin, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal.”

Pelayanan

Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.”

Kesempurnaan

Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

2.2. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai didirikan pada tanggal 1 April 1994, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 94/KMK-01/1994 tanggal 29 Maret 1994, dengan wilayah kerja sebagai berikut:

1) Kotamadya Binjai 2) Kabupaten Langkat 3) Kabupaten Deli Serdang

b. Kec. Sunggal c. Kec. Pancur Batu d. Kec. Hamparan Perak e. Kec. Sibolangit f. Kec. Kutalimbaru 4) Kabupaten Tanah Karo

Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama Binjai yang artinya KPP Pratama Binjai telah menjadi KPP Modern. Dimana pelayanan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai memiliki wilayah kerja yang meliputi 26 kecamatan, antara lain sebagai berikut:

1) Kota Binjai

a. Kec. Binjai Timur b. Kec. Binjai Kota c. Kec. Binjai Utara d. Kec. Binjai Barat e. Kec. Binjai Selatan 2) Kabupaten Langkat

a. Kec. Pangkalan susu b. Kec. Gebang

c. Kec. Hinai d. Kec. Secanggang

e. Kec. Sawit Sebrang f. Kec. Babalan g. Kec. Sei Lepan h. Kec. Stabat i. Kec. Sirapit j. Kec. Tanjung Pura k. Kec. Wampu l. Kec. Pematang Jaya m. Kec. Brandan barat n. Kec. Kuala

o. Kec. Selese p. Kec. Bahorok q. Kec. Kutambaru r. Kec. Padang Tualang s. Kec. Sei Bingai t. Kec. Batang serangan u. Kec. Salapian

2.3. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di jalan Jambi Nomor 1 Rambung Barat, Binjai Selatan. Kantor Pemerintah ini mempunyai kewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam membayar pajak.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terdiri atas Kepala Kantor, Sub Bagian Umum, dan beberapa seksi yang di pimpin oleh masing - masing seorang kepala seksi agar dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

2.4. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Struktur organisasi adalah wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi sangat penting untuk terlaksanakan fungsi pengorganisasi dengan baik sebab dengan adanya struktur organisasi akan terlihat jelas tugas dan wewenang dari setiap bagian yang terdapat dalam hierarki organisasi dan akan memudahkan setiap karyawan untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing - masing seorang kepala seksi.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai membawahi 1 (satu) bagian dan 9 (sembilan) seksi.

Adapun bidang - bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai antara lain adalah sebagai berikut :

1). Sub Bagian Umum

2). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3). Seksi Pelayanan

4). Seksi Penagihan 5). Seksi Pemeriksaan 6). Seksi Ekstensifikasi

7). Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8). Seksi Pengwasan dan Konsultasi II 9). Seksi Pengwasan dan Konsultasi III 10). Seksi Fungsional

2.5. Uraian Tugas dan Fungsi

Adapun gambaran tugas dari masing – masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

Tugasnya adalah mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak tidak langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Undang - Undang yang berlaku.

2. Sub. Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan

surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 3 (tiga) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial tertentu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.

2.6. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai 1. Kepala Kantor

Jumlah: 1 Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum

Jumlah: 1 kepala sub bagian umum dan 7 pelaksana. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

4. Seksi Pelayanan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 9 pelaksana. 5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)

Jumlah:

-Waskon 1 : 1 kepala seksi dan 6 account representative.

-Waskon 2 : 1 kepala seksi, 6 account representative, dan 1 pelaksana. -Waskon 3 : 1 kepala seksi, dan 6 account representative.

6. Seksi Ekstensifikasi

Jumlah: 1 kepala seksi, dan 6 pelaksana 7. Seksi Pemeriksaan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 1 pelaksana. 8. Seksi Penagihan

Jumlah: 1 kepala seksi dan 4 pelaksana. 9. Seksi Fungsional

Jumlah:

-10 orang fungsional pemeriksa pajak -1 orang fungsional penilai PBB

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

3.1 Pengertian dan Definisi Pajak

Pajak sebagai sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber – sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bisa berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu kesadaran rakyat membayar pajak harus ditumbuh kembangkan secara terus menerus agar pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan.

Pajak dapat diartikan sebagai iuran atau kontibusi wajib kepada negara yang yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung (kontra prestasi), namun imbalan yang diterima rakyat adalah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik. Besarnya pajak yang ditetapkan berdasarkan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Segala penerimaan pajak harus berdasarkan undang-undang”.

Beberapa ahli perpajakan mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya pendapat yang dikemukakan tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh :

a). Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, menyatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment” . (Thomas, 2009 : 3)

b). Menurut Prof. Dr. P. J. Adriani, menyatakan pajak adalah iuran masyarakat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum atau Undang – Undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Thomas, 2009 : 3)

c). Pengertian pajak menurut Undang – Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang - Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan menyatakan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang –

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. (Thomas, 2009 : 3)

Dari bebarapa definisi diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa elemen yang mengandung pengertian pajak, yaitu :

1. Pajak dipungut oleh negara baik Pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan Undang – Undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pajak merupakan iuran rakyat yang dibayarkan kepada negara berdasarka perbuatan, peristiwa dan kejadian.

3. Pembayar pajak tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dari negara.

4. Perolehan pajak untuk mengisi kas negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan sisanya untuk pengeluaran pembangunan dan cadangan.

5. Pajak dapat dipaksakan dengan Undang - Undang dan peraturan Pemerintah.

6. Pajak juga dapat digunakan untuk sebagai alat regulasi moneter dan budget negara.

3.2. Pajak Penghasilan

Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang - Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 . Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan.

Undang - Undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak yang terutang. Undang - Undang PPh juga lebih memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang - Undang PPh menganut asas materil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

Subjek Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :

1. a) Orang Pribadi

b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

2. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk bdan lainnya

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari : a) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :

- Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau

- Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b) Subjek Pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

c) Subjek Pajak warisan, yaitu Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari :

a) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang :

- Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

- Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b) Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :

- Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

- Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang - Uundang ini.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan, dan penghargaan c) Laba usaha

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan

pengembalian utang

g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polisi, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

h) Royalti

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n) Premi asuransi

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dan pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya 4. Penghasilan lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga

kelompok penghasilan diatas, seperti :

- Keuntungan karena pembebasan utang

- Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing - Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva - Hadiah undian

Bagi Wajib Pajak dalam negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Tarif Pajak

Sesuai dengan Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, besarnya tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Tabel 1

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%

Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%

4. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28 % dan untuk Tahun 2010 menjadi 25 % .

Tabel 2

Jumlah WP Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Dalam 3 (tiga) Tahun Terakhir

Tahun Jumlah WP

2011 88530

2010 76233

2009 61431

Sumber : KPP Pratama Binjai, 2012 3.3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

3.3.1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Dasar hukum PPh Pasal 25 adalah Undang – Undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No.7 1991, Undang – Undang No. 10 tahun 1994 dan Undang – Undang No.17 tahun 2000, terakhir diubah dengan Undang – Undang No. 36 tahun 2008.

Uraian yang mengacu pada pasal 25 Undang – Undang No.36 tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang – Undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilam (PPh), selanjutnya aturan pelaksanaannya diperbaharui yaitu :

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2002 tanggal 08 Maret 2002 tentang perhitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. Keputusan ini telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008.

2) Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor PER-210/PJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang pembayaran angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dalam masa transisi tahun pajak 2001.

3.3.2. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Pajak penghasilan (PPh) pasal 25 adalah ketentuan yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri

oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan PPh. Dasar hukum pembahasan PPh pasal 25 adalah Undang – Undang No. 36 tahun 2008. (Setu, 2009 : 147)

3.3.3.Batas Waktu Pelaporan dan Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Dalam tahun pajak dikenal adanya suatu batas bagi Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar pajak dan melaporkannya. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berasal dari peraturan Perundang – Undangan yang berlaku, yakni Undang – Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tatacara Perpajakan (KUP). Ketentuan ini juga berdasarkan pada peraturan – peraturan Pemerintah maupun Menteri Keuangan.

Ketentuan ini tentu saja dimaksudkan untuk adanya ketertiban dalam administrasi perpajakan dan juga untuk memudahkan dalam pengawasan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan.

Tanggal jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 untuk suatu saat atau masa pajak, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan untuk batas waktu pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 25 paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.

3.3.4. pelaporan pajak penghasilan pasal pph 25

Wajib pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 pada tempat pembayaran dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi nomor transaksi penerimaan negara (NTPN), maka surat pemberitahuan masa pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dianggap telah disampaikan kekantor pelayanan pajak sesuai dengan validasi yang tercantum pas Surat Setoran Pajak.

Wajib Pajak dengan jumlah angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 nihil atau angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN), tetap harus menyampaikan surat pemberitahuan masa pph pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.3.5. Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25

Pajak penghasilan (PPh) sebagaiman dimaksud dalam pasal 25 Undang – Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang nomor 36 tahun 2008, harus dibayar

Dokumen terkait