• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini, pada Bab ini akan disampaikan uraian mulai dari Bab I sampai Bab IV dengan singkat dan sistematik sebagai jawaban permasalahan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran yang merupakan buah pikiran penulis setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi.

BAB II

RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN DARAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007

TENTANG PERKERETAAPIAN

A. Sejarah Pengangkutan 1. Sejarah Perkeretaapiaan

Sejarah hukum pengangkutan bisa kita lihat pada masa penjajahan Belanda hingga setelah pada masa penjajahan Jepang. 7 Dimana kegiatan pengangkutan pada waktu itu dilaksanakan melalui laut.

Dalam dunia pengangkutan yang pertama berkembang sesuai dengan kemampuan manusia adalah pengangkutan darat. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kehidupan manusia pada umumnya. Penjelajahan pertama yang dapat dilakukan oleh manusia adalah di darat, selanjutnya ke air (berenang). Pengangkutan dapat terdiri dari banyak ragam mulai dari manusia, gerobak, sepeda angin, mobil, dan kereta api. Dengan demikian tidak mengherankan kalau hukum pengangkutan yang berkembang lebih awal terletak pada dua moda yaitu hukum pengangkutan darat dan pengangkutan laut.8

Arti pengangkutan itu sendiri adalah setiap kegiatan dengan menggunakan alat atau sarana untuk mengangkut penumpang dan barang untuk satu perjalanan atau lebih dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun belakangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan itu sendiri, contohnya:

7 Hasnil Basri.Siregar, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan, Medan, 2002, hal. 13

8 Toto Tohir, masalah dan Aspek Hukum Dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 1

HMN. Poerwosutjipto, mengatakan bahwa:

“ Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.9

Hasnil Basri Siregar mengatakan bahwa:

“ Pengangkutan adalah perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun orang-orang karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi”.10

Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.11

Walaupun banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan, tetapi mempunyai arti umum yang sama, karena tidak ada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur tentang pengangkutan itu sendiri.

Hadirnya kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan rel di desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet Van Den Beele yang diprakarsai

9 HMN poerwosutjipto, Pengertian pokok hukum dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1991, hal.2

10 Hasnil Basri Siregar, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Cet. II, Kelompuk Studi Hukum dan Masyarakat, Medan, 1993, hal. 1

11 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal 3

oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P De Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung sepanjang 25 Km dengan lebar spur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.12

Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (selanjutnya disingkat SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tahun 1878, Perusahaan Negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.13

Di luar Jawa, tahun 1876, SS juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) tahun 1891-1924 sepanjang 291 Km. Lintasan Teluk Betung-Prabumulih (Sumatera Selatan) dibangun antara tahun 1914-1927. Tahun 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi).

Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan Kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan Belawan.14

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah

12Http://KAI/Sejarah. Com, Diakses tanggal 2 Agustus 2010.

13Http : sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia, Diakses tanggal 2 Agustus 2010

pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 No. PM/KP TS/045/12/97).

Selanjutnya mulai tanggal 29 April 1963, berdasarkan UU No. 80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK MENHUB No. 37/1/20 tanggal 17 Januari 1963 maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi Regional I Sumatera Utara (selanjutnya disingkat Divre I SU).15

B. Peran dan Fungsi Perkeretaapian

Dalam prakteknya masalah terlihat atau dirasakan oleh pengguna dan masyarakat adalah kondisi pelayanan sistem pengangkutan, seperti : kenyamanan, tarif, waktu perjalanan, waktu tunggu, aksesibilitas dan lain sebagainya. Namun jika dilihat secara detail, masalah operasional tersebut merupakan hasil interaksi penyusunan kebijakan. Dengan demikian bagaimanapun juga penyelesaian masalah pengangkutan harus dimulai dengan mengkaji kebijakan pengangkutan yang ada, yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun program secara teknis di lapangan.

15 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Thn 2009, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara. 2 September 2010

Peran pengangkutan khususnya kereta api sangat memegang peran penting dalam mengatasi permasalahan di daerah perkotaan terutama untuk membantu mengatasi kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan. Angkutan massal ini sangat strategis khususnya mengatasi kemacetan perkotaan yang semakin parah, disamping juga dapat menghemat waktu perjalanan dan tarifnya pun lebih murah sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Jika kita merujuk definisi pengangkutan menurut HMN Purwosutjipto: “ Pengangkutan adalah memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ketempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai”16

Dari pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengangkutan tidak hanya berguna untuk orang saja tetapi juga berguna untuk barang. Dari segi pengangkutan kereta api ternyata pengangkutan ini sangat besar manfaatnya terhadap pengangkutan barang, karena dengan pengangkutan kereta api barang yang dibawa dapat dengan cepat sampai ketempat tujuan sehingga barang yang diangkut tersebut memiliki daya guna dan nilai ekonomi yang tinggi.

Jika dilihat fungsi dari pengangkutan yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Peningkatan daya guna dan nilai inilah yang merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai barang ditempat yang baru tidak naik, maka pengangkutan suatu tindakan yang merugikan.

16 op. cit., h. 6

C. Syarat-Syarat dan Dokumen Pengangkutan Dengan Kereta Api

Perjanjian pengangkutan pada asasnya tidak tertulis, tetapi harus dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan diatur dengan Undang-undang pengangkutan. Karena ada dua jenis muatan yang diangkut, maka ada dua jenis pula dokumen pengangkutan, yaitu:

1. Dokumen pengangkutan penumpang

Dokumen pengangkutan penumpang yang disebut karcis penumpang untuk pengangkutan darat dan perairan, sedangkan tiket penumpang untuk pengangkutan udara.

2. Dokumen pengangkutan barang

Dokumen pengangkutan barang yang disebut surat pengangkutan barang untuk pengangkutan darat, dokumen muatan untuk pengangkutan perairan (dalam KUHD disebut konosemen), tiket bagasi untuk barang bawaaan penumpang, dan surat muatan untuk cargo.

Dokumen pengangkutan kereta api terdiri atas karcis penumpang untuk pengangkutan penumpang dan surat pengangkutan barang untuk pengangkutan barang.

Karcis penumpang kereta api diterbitkan atas tunjuk (aan toonder, to

bearer), artinya setiap pemegang karcis berhak atas pelayanan pengangkutan

kereta api. Karcis penumpang kereta api memuat keterangan sebagai berikut: a. Nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan

c. Tarif biaya pengangkutan d. Tanggal pengeluaran karcis e. Jam keberangkatan kereta api f. Asuransi jasa raharja

g. Tanda dari pengangkut

Surat pengangkutan barang memuat keterangan yang dahulu juga diatur dalam Bepalingen het vervoor over spoorwegen (BVS). Rincian isi ketentuan tersebut sebagai berikut:

1) Nama kereta api yang mengangkut

2) Nama stasiun pemuatan dan stasiun tujuan 3) Uraian mengenai barang kiriman

4) Tarif biaya pengangkutan

5) Nama dan alamat pengirim dan penerima

6) Tempat dan tanggal pembuatan surat pengangkutan barang

7) Keterangan surat-surat penting, misalnya, surat pajak, surat keterangan polisi dan

8) Jenis-jenis khusus

Surat pengangkutan barang biasanya sudah dilakukan dan dicetak dalam bentuk formulis dan pengirim hanya mengisi keterangan yang diperlukan dan menandatanganinya. Surat pengangkutan barang ini disediakan oleh pengangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perkeretaaapian yang menyatakan:

“Penyelenggara sarana Perkeretaapian (PT Kereta Api Indonesia) wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya pengangkutannya oleh pengguna jasa (pengirim) sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Pengguna jasa (pengirim) yang telah membayar biaya pengangkutan, berhak memperoleh palayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan barang”

Kewajiban badan penyelenggara adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis penumpang atau mengangkut barang pengguna jasa yang telah memiliki surat pengangkutan barang. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa dokumen pengangkutan disediakan pleh pengangkut (PT. Kereta Api Idonesia) yang hanya dapat dimiliki oleh penumpang atau pengirim setelah biaya pengangkutan dibayar lunas.17

D. Landasan Pengaturan Perkeretaapian di Indonesia

1. Peraturan tentang Perkeretaapian yang Pernah Berlaku di Indonesia.

Mengenai pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. KAI, terdapat beberapa peraturan yang pernah berlaku di Indonesia. Peraturan tersebut antara lain :

a. Stb. 1926 No. 334, yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1927 No. 295, yaitu tentang peraturan umum mengenai perbuatan dan eksploitasi jalan-jalan sepur dan trem yang ditentukan buat lalu lintas umum di Hindia Belanda.

17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2008, hal. 150

b. Stb. 1927 No. 258 tentang peraturan umum mengenai jalan sepur dan trem (Algemeine Bepalingen Spooren Tramwegen = ABST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb. 1933 No. 139 dan Stb. 1937 No. 557. c. Stb 1927 No. 295, peraturan tentang pembuatan dan pengusahaan jalan-jalan sepur (Bepalingen Aeslangen Bedrijt Spoorwegen = BABS) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1930 No. 387 Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

d. Stb 1929 No. 260, peraturan tentang jalan-jalan trem kota (Bepalingen Staadstranwengen = BST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1931 No. 168, Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

e. Stb 1927 No. 261, peraturan tentang jalan-jalan trem kota (Bepalingen Landelijk tramwegen = BLT) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

f. Yang terpenting Stb 1927 No. 262, peraturan tentang pengangkutan dengan kereta api (Bepalingen Vervoer Spoorwegen = BVS).

g. Reglemen 18 jilid II, tentang peraturan pengangkutan barang.

Peraturan perkeretaapian peninggalan Zaman Belanda tersebut masih tetap berlaku di Indonesia hingga diberlakukannya Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 pada tanggal 17 September 1992. Dan seiring dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan teknologi, Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tersebut tidak sesuai dan tidak dapat diberlakukan lagi. Maka Pemerintah Republik Indonesia

mengeluarkan peraturan yang terbaru yakni Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.

Dalam bagian penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tersebut, disebutkan bahwa dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas keadilan, keterbukaan, dan tidak diskriminatif, dipandang perlu melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta guna mendorong kemajuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional. Dan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional yang masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, prasarana dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, peran Pemerintah dalam penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dan dengan tetap berpijak pada makna dan hakikat yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis,

baik nasional maupun internasional, terutama di bidang perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian diganti dengan Undang-Undang- Nomor 23 Tahun 2007.

2. Status Badan Hukum PT. KAI (Persero)

PT. KAI merupakan salah satu badan usaha milik Negara yang sifat usahanya menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

PT. KAI bergerak di bidang pelayanan jasa pengangkutan, adapun pelayanan jasa pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. KAI adalah pelayanan jasa pengangkutan penumpang, pengangkutan barang dan usaha pendukung yaitu misalnya, sewa-menyewa kios atau ruang stasiun, sewa menyewa lahan.

PT. KAI adalah Perusahaan pengangkutan dengan kereta api yang dilakukan oleh sebuah perusahaan berbadan hukum, berada dibawah Departemen Perhubungan. Dalam perjalanannya, perusahaan ini telah beberapa kali mengalami perubahan status. Yakni :

a. Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), sejak 28 September 1945. Dimana karyawan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) berhasil mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang.

b. Djawatan Kereta Api (DKA), merupakan gabungan dari DKARI dan

sejak 1 Januari 1950, berdasarkan pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Nomor 2 Tanggal 6 Januari 1950.

c. Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), Tanggal 25 Mei 1963. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963.

d. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Tanggal 15 September 1971. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971.

e. Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), Tanggal 2 Januari 1991. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990.

f. PT. Kereta Api (Persero). Tanggal 3 Februari 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998. Namun, secara de fakto perubahan status perusahaan dari Perum menjadi Persero dilakukan tanggal 1 Juni 1999, saat Menhub Giri S. Hadiharjono mengukuhkan susunan Direksi PT. Kereta Api (Persero) di Bandung.

3. Tujuan Penyelenggaraan Perkeretaapian

Seperti halnya pada perusahaan negara lainnya yang mempunyai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu untuk ikut serta membangun ekonomi nasional dengan mengutamakan kebutuhan rakyat menuju masyarakat adil makmur materiil dan spiritual.18

Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman,

18

cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional (Pasal 3 UUKA).

Selamat, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor internal. Aman, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia. Nyaman adalah terwujudnya ketenangan dan ketentraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api. Cepat dan lancar adalah perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan. Tepat adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tertib dan teratur adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan. Efisien maksudnya penyelenggaraan perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.

Adapun yang menjadi tujuan PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU, sebagai perusahaan negara yang berhubungan dengan bidang angkutan antara lain :19

a. Mewujudkan penyelenggaraan jasa angkutan penumpang dan barang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan :

1) Industri yang terkait 2) Publik

3) Pemerintah / perekonomian daerah 4) Lingkungan setempat

b. Menunjang upaya pengurangan kongesti di jalan raya.

19 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Thn 2009, Urusan Humas, Tujuan Perkeretaapian. Tanggal 2 September 2010.

c. Mendukung kelancaran suplai hasil perkebunan / CPO di Sumatera Utara, sebagai penghasil CPO terkemuka di Indonesia.

d. Mengajak Pemda setempat untuk berpartisipasi dalam investasi pembangunan perkeretaapian / khususnya di Sumatera Utara.

4. Tarif Angkutan Kereta Api

Di Indonesia berlaku beberapa jenis tarif angkutan berbeda untuk tiap alat angkutan. Tarif angkutan itu diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah. Ketentuan dan pedoman tarif yang berlaku terdiri dari tarif angkutan barang dan tarif angkutan penumpang untuk angkutan laut, angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan serta angkutan udara.20

Bagi angkutan penumpang berlaku tarif tetap (fixed rate) dengan jalur atau trayek yang dilayani oleh bis, kereta api, kapal laut, dan pesawat udara. Tarif angkutan barang merupakan tarif maksimum, sehingga tarif yang berlaku akan lebih rendah, tergantung pada permintaan dan penawaran di pasar jasa angkutan.21

Mengenai tarif angkutan kereta api, diatur dalam Pasal 151 sampai dengan 156 UUKA, yang menyatakan bahwa tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi, biaya perawatan, dan keuntungan. Tarif angkutan orang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Namun, dapat ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk angkutan

20 Salim Abbas, Manajemen Transportasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 71. 21 Ibid,. h 71-72.

pelayanan kelas ekonomi dan angkutan perintis. Untuk kedua jenis angkutan ini, pemerintah menetapkan tarif yang lebih rendah daripada tarif yang ditentukan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Selisihnya, menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik untuk kelas ekonomi dan merupakan subsidi untuk angkutan perintis.

PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU membagi 3 (tiga) kelas dalam pengangkutan orang, yakni kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Terhadap ketiga kelas tersebut, PT. KAI telah menentukan besarnya tarif. Namun untuk kelas ekonomi tarif yang ditetapkan adalah tarif pemerintah, sebagai bentuk kewajiban terhadap pelayanan publik.

Dalam menentukan besarnya tarif angkutan kereta api, didasarkan pada kelas kereta api yang dipilih oleh penumpang dan jarak yang ditempuh. Hal ini diatur secara jelas dalam syarat-syarat dan tarif angkutan kereta api penumpang, bagasi, dan angkutan terusan (STP Bagian II) yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api (Persero) Kantor Pusat Bandung tahun 2009 dan ditetapkan berdasarkan SK Direksi PT. KA No. KEP. U/LL. 066/X/2/KA-2005 tanggal 5 oktober 2005 tentang penyesuaian tarif angkutan penumpang kereta api kelas non ekonomi, dan SK Direksi PT. KA No. KEP. U/LL. 003/VIII/5/KA-2008 tanggal 29 Agustus 2008 tentang tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk beberapa kereta api non ekonomi, berlaku mulai 1 Oktober 2008, serta Peraturan Menhub No. KM 7 Tahun 2009 tanggal 4 Februari 2009 tentang tarif angkutan penumpang kereta api kelas ekonomi.

E. Jenis-Jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api

Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.22

Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1) Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak.

2) Kecakapan, yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya.

Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum.23

Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat

22 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal 11

23 Sadikin, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut Dalam

ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.24

Perjanjian pengangkutan yang diadakan oleh PT. KAI (Persero) terdiri atas dua jenis angkutan, yaitu :

1. Perjanjian pengangkutan penumpang

Tiap penumpang yang ingin naik kereta api dapat membeli karcis lewat loket penjualan karcis di stasiun-stasiun PT. KAI atau dapat lewat agen penjualan. Karcis kereta api yang dibeli oleh penumpang itu fungsinya sebagai surat yang pembuktian tentang adanya perjanjian pengangkutan antara penumpang (orang tertentu) dengan PT. KAI sebagai pihak pengangkut.

Sedang terjadinya perjanjian pengangkutan antara penumpang dengan PT. KAI adalah pada waktu penumpang menerima penawaran umum yang dilakukan oleh PT. KAI, yang dilahirkan dengan keinginan untuk diangkut ke tempat tujuan tertentu serta diikuti dengan perbuatan membeli karcis kereta api.

Selain karcis berfungsi sebagai surat bukti adanya perjanjian pengangkutan, karcis dapat merupakan kuitansi pembayaran harga untuk pengangkutan yang dimaksudkan.

Dalam kereta api kadang-kadang terdapat penumpang tanpa karcis, yang dapat dibedakan atas penumpang tanpa karcis yang dengan kemauan sendiri secepatnya memberitahukan kepada kondektur, dan penumpang tanpa karcis yang lalai memberitahukan kepada kondektur.

Dokumen terkait